My Sweatheart Justin

By BrielleBieber

3.3K 221 13

Aku seorang gadis dengan pekerjaan paruh waktu. Kisahku menyedihkan dan hanya tinggal dengan seorang ayah. S... More

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32

Chapter 27

50 5 1
By BrielleBieber

Udara dingin secara langsung menyentuh kulit halus Selena membuat ia harus bangun untuk mencari selimut. Namun belum sepenuhnya ia membuka mata, sebuah tangan kecil memeluk erat pinggang ramping Selena. Ia terkejut saat tahu bahwa Jaxon lah yang memeluknya. Ia lebih terkejut ketika matanya melihat ke arah jendela kamar mendapati hari yang sudah pagi bersamaan dengan turunnya salju.

"Sudah pagi? secepat inikah?" Gumamnya setelah itu ia menguap dan kembali menatap Jaxon yang masih memeluk dirinya.

Selena tersenyum tipis lantas mengelus puncak kepala Jaxon. Di samping Jaxon masih ada Jazmyn dengan keadaan memeluk Kendal dan mereka masih tertidur pulas.

Dengan hati-hati Selena melepas tangan Jaxon, lalu ia turun dari ranjang dan menuju ke kamar mandi. Setelah membersihkan diri, ia menuju ke dapur. Selena mencari bahan makanan di lemari pendingin, ia ingin memasak sesuatu untuk sarapan pagi.

Selena's POV

Aku memasak dengan bahan seadanya, aku ingin masakanku matang sebelum mereka semua bangun. Dengan cepat aku menumis bumbu lalu memasukkan brokoli dan mengaduknya.

Sebuah dehaman kecil membuatku menoleh cepat ke arah suara tersebut.

"Kau memasak?" Justin dengan rambut berantakan menghampiriku diriku. Oh damn! Dia tampan sekali saat bangun tidur, secepat mungkin aku kembali fokus dengan brokoli ku yang hampir matang.

"Menurutmu?" Tanyaku balik sembari mengaduk masakan ini.

Dia tak menjawab ucapanku, namun aku biasa saja. Karena aku sudah terbiasa-_

Aku sedikit melirik Justin yang sepertinya mengambil sesuatu di atas lemari.
"Kau harus memakai ini, biar bajumu tak kotor" Justin menyodorkan sebuah apron kepadaku.

Aku menggeleng cepat. "Tidak Justin, ini sudah selesai, kurasa tak perlu memakai itu" ujarku setelah itu aku mematikan kompor.

Dia meletakkan kembali apron itu di atas lemari. Setelah itu ia kembali menghampiriku dengan mangkuk di tangannya.

"Kalau begitu biar aku saja yang menyiapkan ini semua, duduklah di sana" perintahnya dan menunjuk kursi di ruang makan.

Lagi-lagi aku menggeleng dan ia langsung menatapku. "Seharusnya kau yang duduk, biar aku saja yang menyiapkan. Ayolah, anggap saja aku melakukan ini sebagai tanda terimakasihku pada Kendal" Ujarku memohon.

"Tidak, kau adalah tamu. Menurutlah" protesnya dengan nada datar. Ia mulai memindahkan masakan itu ke mangkuk.

Namun aku segera menahan tangannya, dan diapun berhenti. "Aku ingin membantumu, sini mangkuknya, biar aku saja"

"Keras kepala" gumamnya terdengar jelas di telingaku. Oh aku tak terima, bukankan dia yang keras kepala?

"Kau juga" balasku tak mau kalah. Justin hanya diam dan tetap melanjutkannya.

Aku menghela berat dan menjauh dari pria berhoodie berwujud es itu. Aku memutuskan untuk mempersiapkan peralatan makan saja. Segera kuambil piring dan gelas dari rak dan membawanya ke meja makan. Sialnya aku, tiba-tiba kaki ku tersandung kaki kursi membuatku kehilangan keseimbangan dan..pasti kau tahu apa yang terjadi selanjutnya.

Ya, aku jatuh tersungkur dan jangan lupakan dengan piring dan gelas yang kubawa tadi, semua pecah berkeping-keping. Sialnya lagi pecahan piring itu menggores dahi ku dalam. Saat itu juga Justin mendekatiku yang masih meringis kesakitan. Ia membantuku berdiri  dan mendudukkanku di kursi.

"Sudah kubilang duduklah, tapi kau tetap saja keras kepala, begini kan jadinya" Justin mengomel setelah ia menyuruh diriku ke kursi dan duduk di sampingku.  Aku tak menjawabnya karena masih menahan rasa perih di dahi yang terus mengeluarkan darah.

"Maafkan aku, aku hanya ingin membantumu. Biarkan aku membersihkan pecahan piring ini" ujarku penuh penyesalan. Namun tangan Justin menyekalku ketika aku ingin membersihkan kekacauan itu.

"Itu tak penting. Lukamu harus diobati, tunggu"

Justin pergi meninggalkanku, setalah itu ia kembali membawa kotak p3k. Dengan gesit ia menuangkan obat merah di luka ini. Rautnya dingin, namun aku bisa melihat kekhawatiran di manik mata indahnya. Aku suka itu.

Di sela-sela kesibukannya, Justin sesekali menatapku, aku sama sekali tak bisa mengartikan tatapannya. Aku tidak ingin memikirkan hal itu, yang jelas aku merasa senang ketika melihat manik hazelnut miliknya. Bahkan aku sanggup jika menatapnya berjam-jam.

Jarak wajah kami memang dekat. Namun aku sadar, dia hanya mengobati lukaku saja. Dengan telaten Justin memperban luka ku. Rasa perih yang semula tak bisa ditahan, kini berangsur-angsur lenyap begitu saja setelah menatap wajah Justin dengan jarak yang begitu dekat.

"Ehem!"

Sebuah dehaman mengejutkan aku dan Justin. Kamipun menoleh dengan cepat dan sudah ada Kendal yang berdiri di ambang pintu sambil menyengir.
Justin segera menyudahi semuanya dan memasukkan obat merah dan perban ke kotak kembali.

"Kalian menggemaskan sekali" ujar Kendal  menghampiri kami. Saat itu juga Justin pergi mengembalikan peralatan tadi.

"Tidak Ken, oh maafkan aku sudah membuat kekacauan ini semua. Kau bisa memarahiku, aku janji akan mengganti semuanya,okey" ujarku dan tak enak hati padanya.

Kendal terkikik membuatku bingung. Aku memecahkan lima piring sekaligus dan ia tak marah? 

"Tak usah Selena, itu bukan masalah" ujarnya santai.

Aku melotot kepadanya. "Kau bilang tak masalah? Sungguh aku tak enak pada-"

"Lebih baik kita makan saja!" Potong Kendal secepat mungkin. Dan Justin.. ia melirikku ketika ia membawa mangkuk berisi makanan ke meja makan.

"Tapi ini harus dibersihkan dulu Ken" ujarku,  ketika Kendal mengambil piring. Aku berdiri dan mulai membersihkan kepingan pecahan tersebut.

Kendal berdecak dan menarik lenganku. "Biar Ashley yang membersihkan,"

Aku mengerutkan dahiku. "Ashley?".

"Tukang kebun di rumah ini" ujarnya cepat. Setelah itu Kendal menyuruhku duduk dan Justin juga sudah duduk di hadapan Kendal.

"Aku tak sabar untuk mencicipi masakanmu"

"Kau tau aku yang memasak?" Tanyaku tak percaya.

"Bahkan aku tahu saat kau berdebat dengan Justin, aku tahu kau tersandung, dan aku tahu kalau kau dan Justin.." Kendal sengaja  menggantungkan ucapannya.

"Apa" Ketus Justin terdengar sewot yang sejak tadi hanya terdiam.

Kendal terkikik dengan tangan yang masih sibuk mengambil makanan. "Aku tahu kalian saling bertatapan" tawa Kendal memecah seketika.

"Ah sudahlah! Kita makan sekarang" ujar Kendal seraya menyengir ke arah Justin. Aku menunduk menahan rasa malu, mungkin Kendal sudah melihat semuanya. Sial.

------

Taylor's POV

Setelah aku membunyikan bel beberapa kali, akhirnya pintu ini terbuka dan menampakkan Jules. Ia terlihat baru bangun dari tidurnya.

"Ah Swift? Masuklah"

Aku mengangguk seraya tersenyum dan membuntutinya menuju ke sofa.

"Jadi ada apa pagi-pagi kemari?"

"Mr.Hendrick meneleponku dan menanyakan Selena. Kau harus jelaskan padaku bagaimana bisa kau membawa-bawa namaku atas kepergian Selena. Aku tak tahu sama sekali dimana dia. Dan sekarang aku tak bersama dia. Bahkan diapun tak menginap dirumahku dua malam ini" ujarku tanpa jeda. Jules langsung menepuk dahinya keras dan menatapku gemas.

"Dan kau bilang apa padanya! Oh ayolah Swift, kuharap kau tak akan mengatakan bahwa Selena tak ada di rumahmu." Ujarnya terlihat khawatir.

"Aku tahu situasi ini, tentu saja aku mengatakan bahwa Selena ada di rumahku."

Jules bernafas lega, "Tapi kau harus jelaskan semua padaku Jules! Dan dimana Selena sekarang?" Tanyaku cemas, aku berharap Selena baik-baik saja.

"Baik, dengarkan aku..."

"..........."

"Penjahat? Sejak kapan Selena menjadi incaran para penjahat? Apa yang mereka inginkan dari Selena?" Tanyaku bertubi-tubi setelah Jules menjelaskan semuanya padaku.

"Dia menginginkan Selena agar menjadi budak persetubuhannya."

"Gila! Dasar orang tak waras. Kita bisa melaporkan dia ke polisi kan? Tunggu apa lagi, kita harus melapor sekarang"  geramku karena aku sudah tak bisa menahan amarahku.

"Tenanglah Swift, mereka bukan penjahat sembarangan. Mereka bersenjata, mereka cerdik, mereka tidak sendiri. Dan kau ingat aku mengatakan apa tadi? Aku di ancam oleh mereka. Aku bisa dalam bahaya jika kita melapor polisi, pasti mereka akan mencariku."

"Baiklah, lalu kita harus melakukan apa?" Tanyaku. Aku tampak kacau saat ini karena memikirkan Selena.

"Kurasa kita harus bertemu Justin, setelah itu baru mencari Selena"

Aku mengerutkan keningku, "Tunggu, siapa Justin? Tanyaku penasaran.

"Pria yang kuceritakan tadi"

"Yang selalu menolong Selena?" Tanyaku lagi dan ia menatapku tajam.

"Ya Swift!" Jules terlihat kesal, aku terkekeh melihat raut wajahnya.

"Oh, baiklah"

-----

Selena's POV

"Masakanmu enak" ujar Kendal dengan keadaan sedang mencuci piring.

Aku membantunya meletakkan piring itu ke rak. "Terimakasih, kau suka?"

"Tentu! Jika tidak mengapa aku mengatakan masakaanmu enak"

Aku terkikik mendengar tuturan Kendal.

"Bagaimana denganmu Justin, Apakah kau menyukai masakan Selena?" Kini Kendal beralih menatap Justin yang masih duduk di kursi.

"Ya" balasnya singkat. Ia sibuk memainkan ponsel sejak tadi. Oh seorang Justin ternyata juga suka bermain ponsel? Kukira kesehariannya hanya menghabiskan waktu di starbucks. Kira-kira apa yang dilihatnya di ponsel itu? Aku jadi ingin tahu..

Setelah semua piring tercuci, Kendal mengajakku duduk di ruang santai. Dan Justin, ia masuk ke dalam kamarnya dan masih saja berkutat dengan ponselnya. Sebuah televisi dinyalakan olehnya membuat mataku langsung tertuju pada objek tersebut.

"Apa kau tak kerja hari ini?" 

Aku menoleh dan menepuk keningku dengan keras. "Aku lupa!"

Segera kuambil ponselku dari saku dan ingin menghubungi Jules. Namun sebuah pesan membuatku ingin membukanya terlebih dahulu.

Alex:

"Hari ini Mr.Jared mengubah jadwalmu, kau tak ditugaskan bekerja hari ini"

Saat itu aku bernafas lega, entah mengapa aku juga sedang malas bekerja hari ini. Kendal menatapku seakan-akan bertanya "ada apa"

"Hari ini aku libur!" Ucapku melentangkan tangan.

"Bagus, kau bisa di sini lebih lama lagi "

Dua anak kecil tiba-tiba muncul. Senyumku mengembang ketika mereka berlari menghampiriku dan berebut untuk memelukku.

"Selena!" Pekik Jaxon sebelum ia memeluk tubuhku. Aku tertawa kecil melihat Jazmyn mengerucutkan bibirnya ketika ia gagal melukku terlebih dahulu.

"Sini sayang" ujarku padanya. Jazmyn langsung memelukku juga.

Jules menatap kami heran, "Mereka sangat menyukaimu, lebih dari dugaanku sebelumnya" Jules tersenyum hangat.

Kini mereka melepaskan tubuhku, dengan wajah khas bangun tidurnya, mereka sangat menggemaskan. "Sejak kapan kau ada di sini" Tanya Jazmyn. Ia duduk di sebelahku dan menggelayut manja.

Aku terkikik lantas mengelus rambut lurus  yang terlihat berantakan itu. "Sejak tadi malam, bahkan aku tidur bersama kalian" ujarku tanpa memudarkan senyuman ini.

Jaxon terkejut dan menopang dagunya menatap wajahku lekat, seakan-akan dia tak percaya. "Kau menginap?"  Tanya nya dan aku mengangguk.

"Sudah.. ayo kalian harus mandi dulu. Setelah itu sarapan, baru kalian lanjutkan lagi mengobrol dengan Selena" Kendal menggelengkan kepalanya.

"Baiklah, kau jangan tinggalkan aku Selena," Jaxon berlari setelah mencubit pipiku.

"Aku akan mandi dalam waktu singkat, tunggu aku!" Teriak Jazmyn dan melesat ke belakang.

Aku terkekeh melihat sikapnya yang manis terhadapku. Berbeda dengan Justin, dingin dan datar. Ah mengapa aku jadi membandingkan mereka dengan Justin. Jelas berbeda!

"Kau lihat, mereka sangat senang denganmu Selena"

Aku mengangguk dan tersenyum sebagai jawaban "iya"

Suara ringtone berbunyi nyaring membuat Kendal langsung merogoh saku celananya cepat.

"Tunggu" ujarnya dan pergi meninggalkanku.

Setelah beberapa menit, ia kembali lagi dengan langkah terburu-buru. "Maafkan aku Selena, aku harus pergi ke rumah sakit, bibiku kambuh dan aku harus segera pergi ke sana" Jules menatapku sendu.

"Pergilah, bibimu jauh lebih penting Ken" ujarku mengelus pundaknya.

"Baiklah terimakasih, kau bisa panggil Justin untuk menemanimu. Ingat, jangan pulang dulu sebelum aku kembali ke rumah." Ancamnya dan aku tertawa.

"Ya ya ya. Sudah, pergilah.."

Dia mengangguk lalu menyambar tas yang ada di meja dan berlari kencang menghambur keluar. Bahkan ia tak mandi dulu?

Continue Reading

You'll Also Like

3.7M 293K 96
RANKED #1 CUTE #1 COMEDY-ROMANCE #2 YOUNG ADULT #2 BOLLYWOOD #2 LOVE AT FIRST SIGHT #3 PASSION #7 COMEDY-DRAMA #9 LOVE P.S - Do let me know if you...
4.1M 170K 63
The story of Abeer Singh Rathore and Chandni Sharma continue.............. when Destiny bond two strangers in holy bond accidentally ❣️ Cover credit...
483K 14.2K 61
Silent, unforgiving and strikingly gorgeous, Rylan Parker is a cold-hearted businessman. An intimidating CEO, perfectly fitted in tailored suits and...
266K 25.8K 62
Ryan and Aaruhi The story of two innocent hearts and their pious love. The story of one sided love. The story of heartbreak. The story of longing a...