Fairytales

By paleocene

18.1K 769 1.2K

OS gadungan :'( More

Hi, Peri Cantik!
Pilih Kamu Aja
Pilih Kamu Aja (2)
Gen 4 With Luv๐Ÿ’œ
Nasib LDR-an
Kang Gombal Cemburu
Bertemu
Bukan Dilan
My Beloved Bad Girl
Happy Birthday
Takkan Kemana
You
7 Days
(You) and I
Menjelang Patah Hati
Waiting For (You)
Patah Hati Sebenarnya
Masih Saling
Sosok Baru
Alasan
Congratulations
Sekali Ini Saja
Heart Shaker
Ribut
Hot Choccolate & Penyihir
One Step Closer
LDR Paling Jauh
Jinan Berulah
Si Jiban
Sweet Chaos
Ungkapan
Hari Bersamanya
Falling for You
Zona Nyaman Jinan
Beautiful
Sembuh
Berdua Bersama
Hug
Happy Jinan Day
Jinan vs Badrun
Aku Ramal..
Yessica, I Love You!
Dewata Island
Only Today
Balikan Yuk!
Downpour
Above The Sky
Jangan Hilangkan Dia
Jinan

Peri Cintaku

239 13 22
By paleocene

Namun semua apa mungkin? Iman kita yang berbeda..

Seorang wanita paruh baya terdiam menatap salah seorang anak gadisnya dari ambang pintu kamar. Ia hanya dapat menghela nafas berat. Sudah ketiga kali dirinya singgah di kamar sang anak hari ini, namun posisi anak gadisnya itu tak berubah. Masih di bawah selimutnya sambil memeluk sebuah boneka karakter.

"Dek, makan ya?" ucap wanita tadi.

"Nanti, tunggu kak Jinan makan juga." jawab sang gadis tanpa menoleh ke sumber suara.

Wanita paruh baya tadi duduk di tepi ranjang sambil mengusap lembut kepala belakang anaknya.

"Kamu belum makan dari kemarin, Dev. Nanti sakit."

"Dia juga belum makan sejak tiga hari yang lalu. Dia juga sakit, Ma."

Ya, gadis tersebut Devi. Dan wanita paruh baya tadi adalah sang Mama.

"Liat Mama Dev!"

Devi menurut, ia berbalik menatap sang Mama.

"Jinan sakit, kalo kamu juga sakit siapa yang doain Jinan supaya sembuh?" ucap sang Mama lembut sambil menyeka air mata sang putri.

"Apa kak Jinan bakal sembuh kalo Devi yang berdoa buat dia? Apa Tuhan kak Jinan mau denger doa Devi?" gadis tersebut menatap Mamanya dengan air mata yang masih mengalir.

"Sayang, Tuhan itu satu. Yang beda itu Devi sama Jinan. Selama kita berdoa yang baik dan tulus, Tuhan pasti dengar Dev."

Devi tak menjawab, ia memeluk erat sang Mama. Menumpahkan semua rasa sakit yang ia simpan sendiri semenjak dirinya kehilangan seseorang. Seseorang yang berharga dalam hidupnya.

"Doain Jinan." Devi mengangguk dalam pelukan Mamanya.

"Dia sakit karena Devi, Ma." Devi melepaskan pelukannya dan menghapus air mata di pipinya.

"Maksud Devi apa?"

"Dia hujan-hujanan tengah malem selesai latihan cuma buat ke galeri seni yang sering dia sama Devi datengin dulu."

"Jinan mau apa kesana?"

"Lukisan yang paling Devi suka di sana dijual. Kak Jinan ke sana buat beli itu. Buat Devi." jelas Devi tak dapat menahan air matanya lagi.

"Dia sakit dua hari di rumah. Terus dia dibawa ke rumah sakit karena tiba-tiba dia pingsan. Dan sampai hari ini, kak Jinan belum sadar." Lanjutnya.

Sang Mama tak merespon apapun mendengar cerita anak gadisnya. Ia hanya tak menyangka jika kejadiannya seperti itu. Sekali lagi, ia peluk gadis tersebut untuk menenangkannya.

Beberapa puluh menit berlalu, isakan Devi tak terdengar lagi. Devi tertidur di pelukan Mamanya.

***

"Devi kemana?" tanya Papa Devi pada istri dan anak sulungnya.

"Devi udah tidur, Pa." Jawab sang istri.

"Devi tidur jam segini? Ngga biasanya. Devi sakit?" Papa Devi mengerutkan keningnya.

"Devi ngga sak.."

"Devi sebentar lagi bakal sakit." Dea memotong ucapan sang Mama.

"Maksudnya apa Dea?" tanya Papanya.

"Papa nyiksa Devi kalo kaya gini, Pa. Kasian dia. Dia ngga pernah baik-baik aja semenjak itu. Mungkin yang Papa liat Devi masih bisa senyum, ketawa. Tapi itu semua cuma demi kita ngga khawatir sama dia. Coba datengin kamar dia sebelum Papa tidur, Papa bakal liat gimana sedihnya Devi. Ketika harus dipaksa menjauh dari salah satu sumber kebahagiaan dia. Apa menurut Papa kebahagiaan Devi masih lengkap? Engga, Pa. Kita beruntung Pa, Devi itu anak yang kuat dan nurut. Coba engga, bisa Papa bayangin apa yang mungkin terjadi." jawab Dea. Ia lalu beranjak dari ruang keluarga menuju kamar sang adik di lantai dua.

"Jinan lagi?" Papa Devi menatap istrinya.

"Iya. Dia masuk rumah sakit." Jawab sang istri.

"Devi tau darimana?"

"Ya mungkin temannya."

Papa Devi menghela nafas, ia mengusap kasar wajahnya.

Sedangkan di kamarnya Devi tengah mengerjakan tugas kuliahnya ketika sang kakak masuk.

"Dev, Dea masuk." ucap Dea.

"Iya, De." jawab Devi.

"Ngapain?"

"Baru selesai kerjain tugas."

Hening. Devi mematikan laptopnya, kemudian ia menuju kasur dan berbaring di samping sang kakak.

Devi menatap ponselnya. Ia baca kembali pesan yang dikirim oleh Jinan beberapa hari yang lalu.

"Jangan sakit, aku mohon. Cepet bangun kak." lirih Devi.

"Dia pasti sembuh kok Dev. Dia bakal nepatin janjinya ke kamu." ucap Dea yang mendengar ucapan Devi.

Ponsel Devi bergetar. Notifikasi pesan masuk dari Cindy.

Dan yap! Pesan singkat dari Cindy membuat Devi mendadak lemas. Ia genggam erat tangan sang kakak yang berada tepat di sampingnya.

"Dea, kak Jinan.." ucap Devi bergetar.

"Ha? Jinan kenapa?" Dea menatap sang adik.

"Devi takut.."

"Takut apa Dev?"

Adiknya tak menjawab, malah makin mengeratkan genggaman tangannya pada sang kakak. Dea juga tak lagi bertanya, biarkan Devi tenang.

Tak berapa lama, terdengar pintu kamar terbuka. Kedua kakak beradik tersebut kompak menoleh ke arah pintu.

"Kenapa, Pa?" tanya Dea.

Devi yang mendengar Dea menyebut sang Papa langsung bangun dan berlari ke arah Papanya. Ia peluk erat tubuh pria paruh baya tersebut.

"Kenapa dek? Kenapa nangis?" sang Papa mengusap lembut rambut anaknya.

"Pa, denger Devi sekali ini aja." balas Devi masih dengan sisa tangisnya.

Ia melepaskan pelukannya dan menatap Papanya.
"Tolong ijinin Devi ke Jakarta, Pa. Tolong."

"Mau apa? Kamu kan harus kuliah. Inget Dev, kamu mau kan sekolah ke luar. Kamu harus fokus sama akademik kamu." ujar Papanya.

"Aku tau, Pa. Aku punya waktu libur tiga hari ini. Aku mohon ijinin aku jenguk kak Jinan."

"Engga Dev! Papa ngga akan ijinin kamu." tegas sang Papa.

"Pa, Devi ngga tau harus gimana lagi. Mungkin kalo Devi mau, Devi bisa pergi pake uang tabungan Devi sendiri dan tanpa ijin dari Papa. Tapi Devi ngga mau. Papa itu segalanya buat Devi. Devi ngga mau sampai Papa kecewa.." Devi menjeda ucapannya.

"Tapi Pa, Devi juga ngga kuat nahan semuanya sendiri. Devi ngga baik-baik aja. Aku harus selalu keliatan baik-baik aja demi kalian, supaya kalian ngga khawatir sama aku." lanjutnya.

"Denger Papa, kalo kamu ngga mau buat Papa kecewa, kamu lupain Jinan! Papa ngga akan pernah ijinin kamu sama dia. Ngerti Dev!" bentak sang Papa.

"Jangan kasar, Pa." ucap Mama Devi.

Sedangkan Devi, ia hanya menunduk dan menangis. Ia lelah, sungguh. Berpura-pura baik sebenarnya kamu hancur adalah salah satu hal paling menyakitkan.

"Devi sayang dia. Devi mau di sana nemenin dia, Pa. Kalaupun ini terakhir kalinya buat Devi ketemu kak Jinan. Devi janji, akan lupain semua tentang dia setelah itu."

"Bertemu atau tidak, kamu tetep harus lupain dia!"

"Pa, mungkin Devi ngga bisa sembuhin dia meskipun Devi ada di sana. Setidaknya aku ada buat dia, karena dia butuh aku."

"Jangan ngelawan Papa, Dev!"

"Devi ngga mampu lawan Papa. Tapi tolong, cukup Devi yang kehilangan dia. Jangan buat semua orang kehilangan dia." Devi pergi dari hadapan sang Papa.

Ia menuju kasurnya, menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Ia biarkan ketiga orang yang masih berada di depan kamarnya itu.

Devi pasrah, ia berjanji ini terakhir kalinya untuk mendebat sang Papa. Mungkin ini bagian dari proses pendewasaan diri. Ya, melalui luka dan rasa sakit.

Dan Jinan, ia titipkan Jinan pada Tuhan yang Devi yakini adalah sebaik-baiknya penjaga. Devi selalu yakin, semua pasti akan berakhir bahagia. Jika tidak, itu pasti bukan akhir. Begitupun ini, bukan akhir untuk dirinya dan Jinan.

Ia berharap semoga Tuhan masih mau menyatukan dua hati anak manusia yang jelas-jelas menyembah Tuhan dengan nama yang berbeda. Hati miliknya dan hati milik Jinan.





Hallo👋

Nonton kak bawang sekalian nonton kak mantan, Devi 2020

Gen Ungu 5 tahun🎉

Devinya jangan ditindih, Nan. Lo berat, kasian tuh!

Mencoba mendorong Devi agar terjatuh ke dalam pesonanya



Jinan lelah, mau bobok dulu katanya..

Continue Reading

You'll Also Like

1M 40.1K 93
๐—Ÿ๐—ผ๐˜ƒ๐—ถ๐—ป๐—ด ๐—ต๐—ฒ๐—ฟ ๐˜„๐—ฎ๐˜€ ๐—น๐—ถ๐—ธ๐—ฒ ๐—ฝ๐—น๐—ฎ๐˜†๐—ถ๐—ป๐—ด ๐˜„๐—ถ๐˜๐—ต ๐—ณ๐—ถ๐—ฟ๐—ฒ, ๐—น๐˜‚๐—ฐ๐—ธ๐—ถ๐—น๐˜† ๐—ณ๐—ผ๐—ฟ ๐—ต๐—ฒ๐—ฟ, ๐—”๐—ป๐˜๐—ฎ๐—ฟ๐—ฒ๐˜€ ๐—น๐—ผ๐˜ƒ๐—ฒ ๐—ฝ๐—น๐—ฎ๐˜†๐—ถ๐—ป๐—ด ๐˜„๐—ถ๐˜๐—ต ๏ฟฝ...
874K 19.9K 48
In wich a one night stand turns out to be a lot more than that.
429K 10.8K 60
Lady Florence Huntingdon, daughter of the well-known and more importantly, well-respected Earl and Countess Huntingdon is stepping into the 1813 marr...
1.3M 55.1K 101
Maddison Sloan starts her residency at Seattle Grace Hospital and runs into old faces and new friends. "Ugh, men are idiots." OC x OC