The Twins ✓

By kimjinieya__

97.8K 11K 1K

[COMPLETE] Kim Seokjin yang memiliki rahasia besar mengenai keluarganya, harus mengorbankan diri untuk melind... More

part 2
part 3
part 4
part 5
part 6
part 7
part 8
part 9
part 10
part 11
part 12
part 13
part 14
part 15
part 16
part 17
part 18
part 19
part 20
part 21
part 22
part 23
part 24
part 25
part 26
part 27
part 28
part 29
part 30
part 31
part 32
part 33
Epilog [Jeju-do]

part 1

11.2K 683 179
By kimjinieya__

Budayakan Vote dan Comment.
Gomawong!

# Happy Reading #

🌸🌸🌸

"Ke mana Adikku yang nakal itu? Kenapa belum pulang juga?" tanyanya dengan diri sendiri.

Pemuda berusia 22 tahun berkacamata ini begitu tampak cemas pada saudara kembarnya. Meski ia tahu kebiasaan buruk saudara kembarnya selalu pulang malam. Bahkan sering tidak pulang. Sampai kapanpun ia akan tetap terus menunggunya.

Helaan nafas keluar dari bibir. Kepalanya terdongak menatap jam dinding tepat di atas Televisi. Sudah jam 11 malam, saudara kembarnya belum juga pulang. Punggung ia sandarkan dan menatap langit - langit kamar.

Sedari tadi keringat terus mengucur di sekujur wajahnya. Dadanya terpompa naik turun ketika merasakan sesak. Raut wajah telah berubah semakin pucat. Kedua matanya terpejam erat. Juga kepala pemuda Kim sedikit pening.

Penyakit bawaannya kambuh. Jika memaksakan diri tidur terlalu larut.

Ceklek

"Eoh? Jun-a, kenapa belum tidur sayang?" tanyanya setelah membuka pintu kamarnya.

Pemuda itu bergeming. Tak berbalik atau membalas pertanyaan Wanita paruh baya yang datang ke kamarnya. Wanita itu mengerutkan keningnya. Sedikit merasa aneh dengan tingkah Putranya.

Tangan terulur mengusap lembut surai hitam milik Putranya ketika sampai di hadapannya. 'Lepek? Apa penyakitnya kambuh?' batinnya. Ia menelusuri wajah pucat Putranya dengan seksama.

Sangat yakin jika Jantung bawaannya kambuh malam ini. "Sayang, ayo. Kau harus istirahat. Ini sudah larut malam, tidak baik untuk jantungmu." ajaknya lembut. Berusaha tidak panik dan cemas.

Mata Kim Seokjun terbuka, menengadah ke atas. Menatap tepat pada retina sang Ibu. Lantas tersenyum lirih. "Aku ingin menunggu Seokjin pulang, Eomma." jawabnya pelan.

Raut wajah sang Ibu berubah menjadi datar. "Anak itu lagi. Kenapa kau selalu mementingkan anak itu daripada kesehatanmu, Seokjun-a? Jangan perdulikan anak itu! Tidurlah!" tegasnya, menatap tajam pada Seokjun.

Ketegasan dan tatapan tajam sang Ibu membuat kedua bibir Seokjun terkatup erat. Anak itu sangat takut jika berhadapan dengan sang Ibu yang tengah emosi. Kepalanya tertunduk.

Tanpa sepatah kata, Nyonya Kim lekas membawa Putra kesayangannya ke kasur. Dengan terpaksa Seokjun mengikuti langkah Ibunya. Nyonya Kim membaringkannya perlahan dan menyelimuti Seokjun sebatas dada.

Beranjak dari tempatnya berdiri. Lantas melangkah menuju lemari yang memang disediakan di kamar Seokjun. Karena itu khusus untuknya. Tempat itu untuk penyimpanan peralatan medis lengkap. Nyonya Kim mengambil nebulizer dan memasangkan masker oksigennya ke Wajah tampan Seokjun. Sebelumnya, ia meminumkan satu butir obat yang selalu dikonsumsi oleh Seokjun setiap harinya.

Duduk di sisi kasurnya dan mengelus dada Putranya yang masih naik turun. "Jangan lagi - lagi kau menunggu anak pembawa sial itu pulang! Biarkan dia tinggal di luar. Eomma tak perduli. Eomma tidak ingin melihat penyakitmu kambuh karena anak itu, Seokjun-a." peringatnya.

Mata terpejam itu terbuka. Menatap sayu wajah cantik Ibunya. "Jangan berkata seperti itu Eomma... Dia juga Putramu," lirihnya.

"Dia bukan Putraku! Selamanya bukan Putraku!" sergahnya.

Seokjun tersentak kaget. Membuat dadanya kembali naik turun sesak karena terkejut. Anak itu sekalinya dikejutkan maka penyakitnya akan kambuh.

Nyonya Kim tentunya merasa bersalah telah mengejutkan Putranya. "Mianhae Chagi. Eomma tidak bermaksud mengejutkanmu." sesalnya. Tangannya kembali mengelus dada Putranya agar sesaknya mereda.

Perlahan tapi pasti mata itu mulai terpejam. Akibat sebuah elusan ternyaman dari Ibunya di dada dan kepalanya. 'Apakah ini yang diinginkan Seokjin selama ini? Sangat nyaman.' batinnya. Hingga Seokjun terlelap memasuki alam mimpinya.

Nyonya Kim tersenyum lembut memandang begitu lelapnya Putranya. Ada perasaan takut setiap kali melihat penyakit Putranya yang kambuh. Matanya memanas. 'Ini semua karena aku melahirkan anak itu! Seharusnya dia tak ada di dunia ini! Kenapa harus Putra kesayanganku yang menderita?' batinnya.

Satu cairan bening mengalir dari salah satu matanya tanpa sadar. Ia menangis namun dalam diam. 'Penyakitmu bertambah parah karena anak pembawa sial itu! Kenapa aku harus melahirkan anak kembar jika salah satu anakku harus menderita seperti ini?' batinnya.

Apa kau lupa Nyonya Kim? Bahwa Putramu yang lainnnya juga memiliki penyakit yang sama bahayanya dengan Putra kesayanganmu ini? Jika sedikit saja ia lalai, maka bisa berbahaya pada nyawanya.

Semoga saja Putramu yang lain di berkati dan dilindungi oleh Yang Maha Kuasa.

Jdug

Jdug

Musik DJ di Cafe Billiard terdengar begitu nyaring. Beruntung gedung itu kedap suara. Cafe Billiard tidak mirip dengan Club. Hanya sekedar tempat untuk bermain tidak lebih.

Malam ini, pukul 23.25 KST. Keempat sekawan dari Bangtan kini tengah berkumpul di Cafe Billiard. Mereka memang selalu berkumpul di tempat ini jika di malam hari. Hanya sekedar untuk melepas penat.

"Namjoon-a, lebih baik kau hubungi trio kwek kwek itu dan suruh mereka kemari." suruh Pemuda yang selalu di juluki Sunshine oleh keenam sahabatnya.

Namjoon sontak menoleh. "Ck! Kenapa harus aku Jung Hoseok? Kau kan tidak ikut bermain di sini!" protesnya.

Mata Pemuda bernama Jung Hoseok bergulir malas. "Ponselku mati bodoh! Jadi aku memintamu menghubungi mereka," dengusnya.

"Yaish! Baiklah! Akan aku hubungi mereka. Kau gantikan aku."

Tangan Namjoon terulur menyerahkan stick Billiard pada Hoseok dan diterima dengan baik olehnya. Lantas Namjoon berlalu pergi dengan tampang kesal. Sedangkan Hoseok menggantikannya sementara.

Selang 10 menit kemudian, Namjoon kembali. Berdiri tepat di samping Hoseok dan membuat Hoseok sedikit terkejut. "Damn! Jangan mengejutkanku sialan! Bagaimana? Mereka akan kemari bukan?" tanyanya setelah emosinya mereda.

"Ya. Taehyung dan Jungkook sedang ada di Apartemen Jimin," balasnya malas.

Hoseok manggut - manggut mengerti. Stick Billiard diserahkan kembali pada Namjoon. "Lanjutkan lagi permainanmu. Aku kalah terus dengan mereka." gerutunya.

Pfftt! "Kau saja yang tak bisa bermain Billiard bodoh!" ejek Namjoon dengan menahan tawanya. Hanya di balas delikan mata oleh Hoseok.

Tapi Namjoon tak menggubrisnya dan beralih menatap sahabatnya yang lebih tua darinya satu tahun. "Seokjin Hyung, apa kau tidak pulang malam ini?" tanyanya.

Ctak

Suara perpaduan antara bola dan stick Billiard terdengar ketika Seokjin memukul bola putih dengan keras.

Seokjin menjawabnya sambil terus bermain. "Tidak. Aku akan tidur di Apartemen." jawabnya dingin.

"Lantas bagaimana dengan kedua orang tuamu, Hyung?" tanya Hoseok.

Jawaban Seokjin hanya menghendikan bahunya acuh. Untuk apa memikirkan mereka? Lagipula mereka juga tidak akan memikirkannya bukan? Jadi itu tidak penting bagi Seokjin.

Ctak

Tangannya dengan terampil memainkan stick Billiard memukul bola berwarna putih hingga menimbulkan suara yang nyaring. Seokjin bermain tanpa suara.

"Namjoon-a.." panggil Hoseok.

Namanya terpanggil ia menolehkan wajahnya pada Pemuda tersebut. "Wae?" tanyanya.

"Kenapa sedari tadi ketiga magnae itu tidak datang? Kau sudah mengabari mereka untuk kemari bukan?" tanyanya balik.

Pemuda berlesung pipit itu hanya menghendikan bahunya tidak tahu. "Aku tidak tahu Hoseok-a. Mungkin mereka sedang ada halangan." balasnya acuh.

"Ck! Padahal mereka tinggal di Apartemen yang sama. Tapi kenapa mereka harus selama ini? Sialan!" gumamnya mengumpat. Sedangkan Namjoon hanya memutar matanya malas.

Tak lama---

Triiiinggggg...

Triiiiiinnggg...

Deringan sebuah ponsel mengalihkan atensi pemuda bernama Jung Hoseok yang berdiri tepat di depan meja. Ia memang yang paling dekat dengan meja tempat mereka duduk tadi. Tungkai ia bawa melangkah menuju meja tersebut. Ternyata ponsel Seokjin berdering. Hanya saja ia sedikit terkejut dengan seseorang yang menghubungi sahabatnya.

Ditolehkannya kepala itu dan menatap Seokjin yang masih bermain. "Jin Hyung!" panggilnya sedikit berteriak. Karena di dalam sangat berisik.

"Wae?!" balasnya dengan berteriak tanpa menoleh.

"Nyonya Kim menghubungimu, Hyung!"

Tangannya seketika terhenti. Memejamkan matanya sejenak. Mengatur gejolak amarahnya mulai berdesir di hatinya. Mengepalkan tangan menyalurkan amarahnya pada stick Billiard itu.

Menghembuskan nafasnya kasar dan memasang wajah datar menatap bola di depannya. "Biarkan saja." jawabnya acuh.

Ctak

Bola itu menggelinding ke arah bola lainnya. Membiarkan salah satu bola yang terkena bola putih memasuki lubang meja pool.

"Kau yakin Jin? Tidak ingin mengangkatnya?" tanya si pemuda pucat.

Mata Seokjin bergulir sejenak ke arah sahabat esnya itu. "Untuk apa Yoongi-ya? Aku sangat yakin jika Wanita itu menghubungiku agar aku segera pulang dan mendapatkan hukuman dari Pria tua bangka itu. Penyakit Seokjun pasti kambuh lagi." terangnya malas.

Pemuda bernama Min Yoongi membungkukkan tubuhnya. Memposisikan dirinya untuk memukul bola putih dengan Sticknya. "Bagaimana kau tahu jika penyakit Seokjun kambuh?" tanyanya.

Ctak

"Karena dia selalu menungguku pulang dan itu membuatku malas." jawabnya sangat malas.

Kini giliran Namjoon yang bermain. "Kalau begitu, Hyung segeralah pulang." usulnya, sambil memukul bola putih tersebut.

Seokjin menghela nafas jengah. "Tid--"

"Hyungdeul!!" teriak trio magnae di grup mereka.

Perkataan Seokjin terpotong ketika suara menggelegar terdengar masuk ke indera pendengarannya. Keempatnya spontan menoleh dan menatap malas ketiga sahabat mereka yang lebih muda.

Begitu sampai di hadapan para Hyungdeul, salah satu dari mereka dijitak keras oleh Yoongi. "Sekali lagi kalian berisik, Hyung akan buang kalian ke lahar gunung berapi! Biar kalian habis terbakar!" ancamnya ketus.

Seketika ketiganya menegang. Seorang pemuda yang tadi di jitak oleh Yoongi langsung mengusap kepalanya yang sedikit sakit. Namjoon dan Hoseok terbahak melihat wajah mereka yang murung. Sangat gemas dengan wajah ketiganya. Sedangkan Seokjin hanya memutar matanya malas. Lantas ketiga magnaenya berpencar ke arah lain untuk melihat mereka yang sedang bermain.

Hendak melanjutkan permainannya, tiba - tiba ponselnya berdering lagi. Membuat Seokjin mendengus sebal.

"Siapa Seok?" tanya Seokjin menatap Hoseok yang masih berdiri di samping meja.

Kepala Hoseok menoleh ke samping dan mendapati nama seseorang tertera di layar ponsel Seokjin. Kembali ia tolehkan menatap Seokjin. "Nyonya Kim, Hyung." jawabnya.

Seokjin berdecak sebal. Melangkah malas ke arah ponselnya berada dan mengangkat telefon dari Ibunya. Belum juga menyapanya, sang Ibu sudah lebih dulu menyambar.

"Kim Seokjin! Pulang sekarang!"

Bip

Tangannya menjauhkan ponsel miliknya dan menatap heran ke arah layar ponsel yang telah menggelap. "Aneh!" gumamnya.

"Kenapa Hyung?" tanya Namjoon yang menggantikan dirinya bermain bersama Yoongi.

Tanpa menjawab, Seokjin segera menyambar kunci mobil dan jaketnya. Beranjak pergi dari Cafe tersebut dengan wajah dinginnya. Membuat keenam sahabatnya keheranan. Menatap bingung pada Seokjin yang terlihat kesal. Sampai akhirnya punggung Seokjin menghilang dari pandangan mereka. Lantas keenamnya saling berpandangan.

"Ada apa dengan Seokjin Hyung?" tanya Hoseok pelan.

Dan hanya dibalas hendikan bahu dari kelimanya. Tanpa mengatakan sepatah kata lagi, mereka melanjutkan permainan Billiard mereka.

'Pasti kedua orang tua bangka itu lagi!'

Bruumm

Deru mesin mobil sport berhenti terdengar dihalaman Kediaman Kim. Seorang pemuda bernama Kim Seokjin keluar dari mobil Sportnya. Menatap rumah mewah yang ada di hadapannya ini. Menghela nafas kasar kemudian. Dengan langkah berat Seokjin melangkah menuju pintu Utama.

Ceklek

"Masih ingat pulang, Kim Seokjin-ssi?"

Mendengar suara rendah dan tegas dari arah ruang tengah, Seokjin menoleh tanpa suara. Di sana sudah ada Ibu dan Ayahnya. Ia memutar matanya malas. Dengan malasnya ia beranjak melewati kedua orang tua yang sedang menatap tajam ke arahnya.

"Kim Seokjin!"

Langkah kaki Seokjin terhenti. Menghela nafas kasar dan berbalik. Menatap datar ke arah mereka. "Wae? Abeoji ada perlu apa denganku? Tidak lama kan? Aku sangat lelah. Aku ingin segera bertemu dengan kasur tercinta. Jadi jangan menyia - nyiakan waktu istirahatku hanya karena ini. Aku ke atas sekarang." balasnya santai.

Seokjin kembali berbalik dan melangkahkan kakinya pergi dari hadapan kedua orang tuanya. Namun baru dua langkah, rambutnya ditarik kasar oleh sang Ayah.

Srak!

"Akh!" ringis Seokjin.

"Kau sudah mulai berani dengan Ayahmu sendiri hm? Belajar dari mana kau?!" geramnya.

Mata yang terpejam erat itu terbuka perlahan. Dengan wajah terdongak. Melirik ke arah sang Ayah dan tertawa meremehkan. "Abeoji bertanya aku belajar dari mana? Ck! Kalau aku menjawab belajar dari Abeoji, apa kau akan membunuhku sekarang juga?" remehnya.

Cengkraman dirambutnya semakin erat dan tak lama ditarik lebih kasar lagi. Sehingga Seokjin mendesis tertahan. Kepalanya terasa berdenyut ngilu. Bahkan terasa seakan rambutnya ingin lepas dari asalnya.

"Anak kurang ajar! Beraninya kau mengatai Ayahmu sendiri! Sudah seharusnya kau tak usah kembali ke rumah ini! Tak sepantasnya kau tinggal di sini! Anak sialan!" bentaknya.

Bruk

Tubuh Seokjin dilempar kasar hampir tersungkur dan tak sengaja lengannya tergores pinggiran meja hias dekat tembok. Ada paku yang keluar dari kayu tersebut. Cukup dalam dan panjang. Sampai cairan berwarna merah pekat merembes keluar. Darahnya mengalir cukup deras.

"Ashh..." desisnya pelan.

Kepala Seokjin menoleh menatap sinis tepat pada retina tajam sang Ayah. "Jika kau berani mengusirku, berarti kau melupakan ancaman Seokjun pada kalian," dinginnya.

Wajah Tuan Kim seketika memerah. Ia tidak pernah lupa dengan ancaman Putra kesayangannya setahun yang lalu.

"Jika Abeoji berani mengusir Jinie dari rumah ini, lebih baik aku mati daripada harus membiarkan Jinie pergi dari rumah ini!"

Manik mata Tuan Kim terpejam sejenak dan menghembus nafas kasar. Ancaman itu tiba - tiba terngiang di kepalanya. Membuat senyum miring terpampang jelas di bibir pucatnya. Rona bibirnya mulai berubah memucat. Penyakitnya kambuh karena luka itu.

Nyonya Kim merasa ada yang aneh pada wajah Seokjin dan itu terlihat jelas di mata Nyonya Kim. Keningnya mengerut. 'Kenapa wajah Anak itu pucat?' batinnya. Namun atensinya tak sengaja melihat darah yang masih terus mengalir dari luka gores di lengan Seokjin. 'Kenapa darahnya masih keluar? Goresannya hanya kecil kan?' lanjutnya membatin.

Tiba - tiba ada perasaan iba ketika melihat wajah pucat Seokjin. Namun egonya lebih dominan saat ini. Raut wajahnya seketika berubah datar. 'Ck! Untuk apa memikirkan Anak itu? Biarkan saja! Matipun aku tak perduli. Justru aku senang.' batinnya lagi.

"Bagaimana? Sudah ingat Abeoji?" tanyanya remeh.

Belah mata Tuan kim terbuka. Menatap nyalang pada Putra yang tak diinginkan di hadapannya. "Pergilah ke kamarmu." titahnya dingin. Seraya berbalik memunggunginya.

Seokjin tersenyum miring. Berusaha bangkit dengan perlahan. "Aku akan pergi ke Apartemen karena lebih nyaman di sana daripada di Kediaman Tuan dan Nyonya Kim." balasnya. Sambil berlalu pergi meninggalkan kedua Orang tuanya dengan senyum miring yang masih melekat di bibirnya.

Tuan Kim terkepal erat. Membiarkan Seokjin pergi dari rumah tanpa ada bentakan dan perkataan kasar dari mulutnya. Karena semuanya berkat ancaman Seokjun pada kedua Orang tuanya.

'Terima kasih Seokjun. Berkat ancamanmu, aku aman sampai sekarang.' batinnya.

Namun Seokjin tidak tahu. Keluarganya yang selama ini selalu mengacuhkan dan berperilaku buruk pada dirinya akan mendekati kehancuran.

===============

-The Twins-

Genre : Brothership & Family

Cast:


"Kembar tidak selamanya akan bahagia. Justru mereka akan selalu mengalami pasang surutnya kehidupan."

To be Continue

Continue Reading

You'll Also Like

13.6K 1.7K 17
Bagian dari project Hujan & Januari Series _____________ Dari banyak hal berharga yang telah di renggut dari hidupnya. Masa mudanya, kebebasannya, ha...
44.9K 3.5K 25
Begitulah... Rasa takutmu, kesedihanmu, serta rasa kelelahanmu sudah ditakar. Dan semua punya takdirnya sendiri untuk usai. ~ Min Yoongi ~ This is...
REMEDY ✔ By 月

Fanfiction

57.8K 9K 8
[ Short Story ] "Kalau kau diberi kesempatan untuk memutar waktu, apa yang ingin kau lakukan?" "Aku hanya ingin memperbaiki semuanya."
57.1K 3.6K 17
"kau tak pantas kusebut Kakak!" "kau tidak mengerti kami semua!" "Yoongi harus berbuat apalagi agar kalian melihat pengorbanannya?!" Yoongi hanya men...