Erotomania [Tamat]

De triviaindriani

171K 22.5K 2K

Pernah dengar erotomania? Atau sindroma de Clerambault? Istilah sederhananya adalah delusi jatuh cinta. Salah... Mai multe

1. Merinding
2. Arvin Itu Gila
3. Kebenaran
4. Cobaan Hari Pertama
5. Sebuah Pengakuan
6. Hadiah Kecil
7. Masalah
8. Kenangan yang Tersimpan
9. Perjuangan
10. Ciuman Pertama
11. Detak Jantung
12. Terbongkar
13. Goyah
14. Merawat Arvin
15. Penyihir
16. Ketakutan Besar
17. Posesif
18. Benar atau Salah
19. Sisi Tergelap
20. Berakhir
21. Kehidupan Baru
22. Tentang Masa Lalu
23. Lisan dan Nurani
24. Hilang Arah
26. Terima Kasih, Erotomania [End]

25. Kesempatan Terakhir

5.5K 714 42
De triviaindriani

Lova menghentakkan tangan Julian yang terus menggenggam tangannya. “Kak, aku enggak mau. Kakak ajak aja cewek lain, teman sekelas, kek.”

“Kalau gue ajak yang lain, mereka bakal geer sendiri. Entar gue dikira ngajak PDKT, terus mereka kecentilan sama gue. Waktu gue bilang enggak suka, mereka bilang gue PHP. Ribet, Cil. Mending sama lo, yang jelas-jelas enggak bakal mikir aneh-aneh.” Lagi, Julian menggenggam tangan Lova. Pasti para mahasiswa yang melihat adegan dramatis ini akan mengira jika Julian sedang meluruskan salah paham dengan pacarnya. “Mau, ya? Kan, lo orang baik. Orang baik jodohnya juga bakal sama orang baik lagi. Entar rezekinya lancar, otaknya encer, masuk surga, deh.”

“Makanya, cari pacar sana! Biar pamernya enggak bohongan!”

“Iya, entar gue cari pacar. Kalau lo udah balikan sama Arvin.” Alis Julian terangkat saat Lova menatapnya tajam. Dia sama sekali tidak merasa bersalah sudah mengatakan kalimat terakhir itu. Lalu, dia bergerak menarik Lova menuju motornya. “Yuk, langsung jalan. Gue enggak sabar pamer punya gandengan sama teman-teman gue.”

Dengan terpaksa, Lova mengikuti arah langkah Julian. Jadi, sedari tadi Julian memaksanya untuk ikut ke tempat biasa di main basket dengan teman-temannya. Kemarin, mereka melakukan pertandingan sengit. Karena tim Julian kalah, mereka harus membawa pasangan ke lapangan di pertemuan selanjutnya. Julian itu jomlo akut. Meskipun banyak sekali perempuan yang terus terang menyatakan perasaan mereka, Julian menolak dengan sangat tegas, bahkan terkesan kejam. Jadilah sekarang dia memaksa Lova untuk ikut memenuhi pertaruhan itu.

Tanpa merasa canggung sedikit pun, Lova melingkarkan tangannya ke perut Julian. Karena mereka sudah biasa seperti ini. “Kak, tahu kalau semua ini enggak bakal gratis gitu aja, 'kan?”

“Iya, entar gue beli jus tomat sama ayam kecap yang banyak buat lo,” jawab Julian setengah berteriak.

Entah perasaan Lova saja atau memang benar adanya, lidah Lova terkadang tidak pas dengan makanan dan minuman favoritnya sendiri. Jus tomat terlalu manis, kurang gula, terlalu dingin, kurang es batu, dan banyak lagi. Ayam kecap yang terlalu matang, terlalu banyak kecap, kurang garam, dan banyak lagi juga. Selama bertahun-tahun ini, Lova merasa dua menu itu tidak cocok lagi untuk menjadi favoritnya. Atau mungkin, karena buatan Arvin saja yang selalu pas di lidahnya.

Begitu sampai di tempat basket, Lova langsung turun. Dia menggandeng tangan Julian saat masuk ke lapangan indoor. Dan ternyata, teman-teman yang dimaksud Julian bukan hanya teman kampus yang biasa main dengannya, tapi juga ada beberapa anak basket SMA Nusa Bangsa pada jaman Lova masih sekolah dulu. Dan sekarang, mereka semua tampak terkejut dengan kedatangan Lova yang tampak mesra dengan Julian. Bukan dengan Arvin.

“Lho, sekarang Lovata sama lo, Jul?” tanya seseorang sambil melakukan tos ala laki-laki masa kini dengan Julian. Dia melirik Lova sambil tersenyum ramah. “Kok, bisa?”

Julian tidak langsung menjawab, dia menyalami semua teman lamanya terlebih dahulu sebelum bersuara. Dia menggandeng bahu Lova. Dengan sengaja mempertemukan pipi mereka berdua. “Gimana? Mirip, gak?” tanyanya dengan bodoh. “Lova ini adik gue ternyata.”

“Hah? Serius?”

“Kok, gue baru tahu?”

“Adik lo dari mana? Bokap lo punya hubungan sama nyokapnya Lova?”

Sambil tertawa keras, Julian melepaskan gandengannya. Dia juga bisa merasakan aura negatif dari gadis pendek di sampingnya. “Becanda. Serius amat kalian, nih.” Dia hanya nyengir kuda saat semua orang menatapnya malas. “Enggak usah nanya apa status gue sama Lova. Yang penting, gue bawa pasangan sekarang, 'kan?”

Obrolan mereka terus berlanjut. Membahas tentang kesibukan masing-masing, persiapan membuat skripsi supaya bisa wisuda tahun ini, juga mengagung-agungkan pasangan masing-masing yang membuat mereka kasmaran seperti anak ABG. Lova juga ikut bergabung dengan para perempuan. Dia berusaha terlihat seperti orang yang pandai bergaul. Bicara kalau diajak terlebih dahulu, angkat suara saat ditanya, manggut-manggut saat mendengarkan.

Semuanya berjalan lancar, sampai akhirnya muncul seseorang yang tidak diharapkan.

“Eh, Vin? Gue kira lo enggak bakalan datang. Lagi libur, nih?” tanya seseorang dengan begitu lantang, berhasil membuat Lova menoleh.

Arvin terus berjalan masuk dengan gayanya yang khas. Penuh kharisma dan sangat mengintimidasi. Dia melirik Lova sekejap, lalu mencoba fokus pada temannya. “Iya, mumpung masih di sini. Jadi, gue usahain supaya bisa kumpul sama kalian. Minggu depan, gue harus balik ke Korea lagi.” Sekali lagi, Arvin melirik Lova. Mata mereka bertemu, tapi berpura-pura tidak mengenal. Arvin tersenyum pada teman-temannya, berpura-pura tidak terganggu dengan kehadiran masa lalunya. “Apa kabar lo semua?”

Tidak ada alasan lagi untuk Lova bertahan di sana. Dia segera mundur perlahan untuk mendekati Julian. Menariknya menjauh dari kerumunan. “Aku pengen pulang. Sekarang.”

“Kok, gitu, Cil? Kan, baru datang, masa udah pulang lagi? Janjinya 2 jam, lho. Baru juga 15 menit.”

“Kak Julian enggak bilang bakal ada dia di sini,” ketus Lova. Dia sengaja memposisikan tubuhnya untuk membelakangi keramaian. Lova menelisik ekspresi Julian. Entah mengapa, dia terlihat mencurigakan. Tapi, karena tidak mau lagi berlama-lama di sana, Lova harus bersikap tegas. “Kalau Kak Julian enggak mau antar aku pulang, ya udah, aku pulang sendiri aja.”

Julian menatap kepergian Lova sambil geleng-geleng kepala. Tidak banyak yang tahu kalau gadis itu bisa menjadi sangat kekanakan pada momen-momen tertentu. Bisa saja Julian mengejarnya, meminta maaf, lalu membawa Lova ke tempat makan sebelum mengantarnya pulang. Tapi, kali ini Julian akan membiarkannya. Julian malah berjalan mendekati Arvin yang sama sedang melihat ke arah pintu masuk, di mana Lova menghilang.

“Ngapain masih di sini, Bego? Kejar sana! Entar gue nyusul.” Tanpa perasaan, Julian mendorong tubuh Arvin. Hampir saja dia tersungkur kalau tidak bisa menyeimbangkan.

Kepala Arvin mengangguk, lalu segera melakukan apa yang diperintahkan Julian. Sedikit berlari, Arvin menyusul Lova yang tampak tergesa-gesa meninggalkan lapangan. Langkahnya semakin cepat saat dia berbalik dan mendapati Arvin di belakangnya. “Lov, tunggu,” teriak Arvin. Lova malah melakukan hal sebaliknya, semakin mempercepat langkahnya. “Biar gue yang antar lo pulang. Daerah sini rawan penjambretan.”

“Enggak usah urus urusan aku! Balik lagi ke lapangan aja sana!” balas Lova. Teriakannya lebih melengkung dibandingkan suara Arvin. “Kalau Kak Arvin masih ikutin aku, aku enggak akan sungkan buat teriak jambret!”

Tidak mempedulikan ancaman Lova, Arvin justru semakin bersemangat untuk mencapai Lova. Dan begitu jarak beda sudah dekat, Arvin langsung mencekal pergelangan tangan Lova. “Sekali ini aja, kasih gue kesempatan buat antar lo pulang.” Arvin bisa melihat keterkejutan Lova. Dan itu jadi kesempatannya untuk kembali bicara. “Gue mohon, Lov.”

“Kak Arvin udah janji buat pergi dari kehidupan aku. Jadi, enggak perlu antar aku pulang segala.”

“Lov, di sini bahaya.” Arvin masih mencoba untuk membujuk Lova.

“Aku bilang, aku enggak mau!” Lova mendorong tubuh Arvin.

Bersamaan dengan itu, datang sebuah motor dengan kecepatan lumayan tinggi. Arvin tidak sengaja tertabrak sampai tubuhnya sempat terbang ke udara. Lalu, tubuhnya terpelanting menyentuh aspal dengan sangat keras. Si pengendara motor itu sempat berhenti, dia menoleh ke belakang, tapi langsung kabur begitu saja. Sementara Arvin, dia sudah tidak sadarkan diri dengan pelipisnya yang berdarah.

“Kak Arvin!” jerit Lova. Dia langsung berlari menghampiri Arvin dan meletakkan kepalanya di pangkuan. “Kak Arvin harus bertahan, aku mohon.” Lova segera merogoh yang ada di dalam tas. Menghubungi Julian dan memintanya untuk segera menolong Arvin. Setelah selesai, Lova kembali fokus pada Arvin. “Kak Arvin bakal baik-baik aja. Ada aku di sini.”

“Makasih, Lov.” Itulah yang dikatakan Arvin sebelum kesadarannya hilang.

***

Berulang kali Lova membasahi wajahnya, sebanyak itu pula dia menatap pantulan bayangannya di cermin dengan penuh sesal. Lova menyalahkan diri sendiri atas apa yang menimpa Arvin hari ini. Jika saja Lova tidak menolak Arvin, semuanya akan baik-baik saja. Jika Lova memberi kesempatan Arvin untuk memperbaiki hubungan mereka, tidak ada yang perlu masuk rumah sakit, bahkan sampai hampir kehilangan nyawa segala. Jika saja Lova menyambut baik kedatangan Arvin pada kehidupannya, mungkin saat ini mereka sedang duduk berdua dengan penuh canda tawa.

Namun, yang sekarang terjadi justru berbanding terbalik. Arvin sedang terbaring tak berdaya di salah satu ruang rawat rumah sakit. Dokter bilang, Arvin mengalami gegar otak, tulang tangannya patah, lehernya cedera. Mendengar semua itu, hati Lova benar-benar hancur. Sudah 1 jam, dan dia tidak bisa berhenti menangis. Apalagi, sekarang Arvin masih belum sadar juga. Bisa saja kondisinya jauh lebih parah daripada diagnosis dokter. Jika itu sampai terjadi, Lova tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.

“Lo udah sadar, Vin?”

Suara Julian terdengar dari kamar. Lova langsung bergerak meninggalkan wastafel. Dia ingin memastikan kondisi Arvin. Tapi, baru saja dia hendak menarik kenop pintu, niatnya langsung terurungkan saat mendengar Arvin juga menjawab.

“Menurut lo?!” Alih-alih terdengar lemah, suara Arvin justru terdengar lemah. “Aw! Leher gue kena?! Terus ini apa? Kepala gue diperban?! Lo niat banget buat bunuh gue, hah?!”

Julian terkekeh. “Tadi gue terlalu bersemangat tarik gasnya, Vin. Gak tau pengaruh kesel sama lo kali, ya? Tapi enggak apa-apa, lo masih bisa bernapas.” Terdengar derit kursi, sepertinya Julian mendekatkan duduknya ke tempat tidur Arvin. “Lo harus pura-pura enggak bisa ngapa-ngapain. Gue minta sama dokter buat diagnosis lo separah mungkin. Lo gegar otak, patah tangan, sama cedera leher. Gila ... duit gue banyak keluar buat lo.”

“Kalau semuanya berhasil, gue bakal ganti.” Suara Arvin lebih santai sekarang. “Lova mana?”

“Lagi ke kantin dulu. Dia nangis mulu dari tadi, Vin. Jelas banget ngerasa bersalah sama lo. Kayaknya, rencana kita bakal berjalan lancar deh.”

Brak!

Pintu toilet dibanting dengan sangat keras oleh Lova. Dia menatap dua laki-laki yang sedang melotot ke arahnya, jelas terkejut mendapati Lova baru keluar dari toilet. Sedangkan Lova, dia memandang mereka berdua dengan penuh tidak percaya. Dia baru saja dibodohi oleh dua sahabat yang selalu kompak dari zaman SMA itu. Dan bodohnya, Lova menghabiskan air matanya untuk kebodohan ini.

Julian langsung gelagapan. Dia bangkit dari duduknya, berjalan penuh ketakutan menuju Lova. “Kok ... lo ... di sini, Cil? Bukannya lo mau beli makan?” Nyali Julian semakin menciut saat melihat Lova menatapnya dengan berang. “Lo ... enggak dengar semuanya, 'kan?”

“Aku enggak nyangka Kak Julian bisa setega ini.” Lova hanya itu yang dikatakan Lova. Dia langsung menyambar tasnya yang ada di nakas samping tempat tidur Arvin, lalu pergi. Lagi, membanting pintu dengan sangat keras.

Sementara Arvin dan Julian bengong di tempat masing-masing, meruruki kebodohan mereka yang tidak memastikan Lova benar-benar tidak ada di sana. Seharusnya, mereka bicara dengan bisik-bisik. Baru beberapa saat Julian mengklaim rencana mereka akan berhasil dengan begitu percaya diri. Sekarang, dia meringis dengan amukan dahsyat Lova.

Jadi, memaksa Lova untuk menemaninya ke tempat basket sampai tragedi penabrakan Arvin itu sudah direncanakan oleh Julian dan beberapa hari sebelumnya. Keduanya menyadari bahwa inilah satu-satunya kesempatan untuk membuat Lova luluh, menyadari bahwa dia masih peduli pada Arvin, tidak mau laki-laki itu terluka sedikit pun. Terutama Julian, dia ingin Lova menyadari bahwa keputusan untuk berpisah dari Arvin yang telah dia ambil adalah keputusan yang salah. Mereka diciptakan untuk bersama, untuk saling melengkapi.

“Ngapain lo masih di sini?!” tanya Julian dengan penuh frustasi. “Ini kesempatan terakhir lo buat kejar Lova, Vin. Kalau lo gagal, gue yang bakal jadi pacar dia.”

Mendengar itu, Arvin langsung mencabut jarum infus yang menancap di tangannya. Dia langsung berlari menyusul Lova. Sepanjang koridor, gadis itu sudah tidak terlihat. Arvin langsung berlari menuju lobi. Dan untungnya, Lova masih ada di area parkir. Dia sedang berlari sambil terus menghapus air matanya. Tidak membuang kesempatan, Arvin langsung memeluknya dari belakang.

“Lov, gue minta maaf.” Semakin keras Lova berontak, Arvin semakin mempererat pelukannya. “Gue udah terlalu putus asa sama lo. Jadinya, gue minta bantuan sama Julian. Gue salah, gue minta maaf.”

“Aku udah bosan dengar kata maaf dari Kak Arvin!”

Dengan sekali hentakan, Arvin berhasil membalikkan tubuh Lova. Dia langsung menggenggam tangan Lova dan berlutut di hadapannya. Tidak mempedulikan kepalanya yang berdenyut sakit atau tangannya yang terasa mau lepas. “Gue sama Julian cuma mau lo sadar, lo masih sayang sama gue, lo masih cinta sama gue. Kita mau membuka mata lo kalau kita bisa perbaiki semuanya. Lo, gue, kita bisa memulai semuanya dari awal.”

“Enggak kayak gini caranya, Kak. Enggak dengan membodohi aku.”

“Bisa lo kasih tahu gue kalau emang ada cara lain?” Lova terdiam, tidak bisa menjawab pertanyaan Arvin. “Lov, gue cinta sama lo. Gue juga enggak bisa tanpa lo. Kalau bisa, gue mau kita memperbaiki hubungan kita di masa lalu. Kasih gue kesempatan buat membahagiakan lo dengan versi gue yang lebih baik, gue yang udah sembuh. Gue akan berjuang lebih keras lagi, gue nggak akan melakukan kesalahan lagi, gue janji.”

Semua ucapan Arvin didengar dengan baik oleh Lova. Dia bisa melihat kesungguh-sungguhan laki-laki itu. Bahkan sekarang, Arvin juga sudah menangis di hadapannya. Lova sadar, dia sudah bertindak egois selama ini. Dia hanya menyiksa diri sendiri jika mengusir Arvin dari hidupnya. Tidak akan ada yang baik-baik saja jika mereka berpisah. Julian benar, mereka hanya korban delusi alam bawah sadar Arvin yang mengerikan.

Sekarang, sudah cukup jarak dan waktu menyiksa mereka berdua, bukan? Sudah waktunya mereka bahagia, bukan?

“Kak Arvin mau berjuang lebih keras lagi?” Arvin mengangguk mantap. “Tidak akan melakukan kesalahan itu lagi?”

“Gak akan, Lov. Gue udah sembuh.” Arvin mengeratkan pegangan tangannya. “Lo tahu? Kalau lo tolak gue lagi, Julian bakal jadi orang pertama yang rebut lo dari gue.”

Lova langsung bergidik ngeri. “Dih, ogah!” Menghabiskan waktu berharganya dengan manusia paling menyebalkan di muka bumi seperti Julian? Terima kasih! “Aku mending sama Kak Arvin aja.”

Saat itu juga, Arvin langsung berdiri. Menatap Lova dengan penuh kebahagiaan. “Lo serius? Enggak bohong? Gue enggak salah dengar, 'kan?” Semua beban Arvin langsung terangkat saat Lova menggelengkan kepalanya. Dia langsung menarik Lova ke dalam pelukannya. Sangat erat, seakan tidak mengizinkan Lova kembali lepas lagi. “Makasih banyak, Lov. Makasih.”

“Kak Arvin harus tepati semua janjinya.”

“Gue enggak akan menyia-nyiakan kesempatan ini lagi.”

Memang, dunia terasa milik berdua untuk orang yang sedang kasmaran. Lova dan Arvin terus saja berpelukan tanpa memperhatikan sekitar. Mereka juga tidak sadar kalau Julian sedang berdiri tepat di belakang mereka sambil tersenyum bahagia.  Mungkin butuh waktu, tetapi Julian pasti bisa melewati masa sulit patah hati. Karena cinta bukan hanya bersatunya dua manusia dalam sebuah ikatan. Cinta juga tentang merelakan dia bahagia bersama cinta sejatinya.

*
*
*
Siapa yang mau peluk Julian? Kasian tuuuh .... :((

Bini Ceye,
20 April 2020
Repost : 23 Oktober 2020

Continuă lectura

O să-ți placă și

Love Me [END] De Thalla

Ficțiune adolescenți

1.5K 216 50
Siapa di dunia ini yang tidak ingin dicintai? Baik Lana, Ibas, Naya, Rawi, juga dengan Ayi. Mereka sangat ingin dicintai hingga keegoisan menguasai s...
358K 11.3K 16
[16+] - COMPLETED Sonya Ayudia Prameswari baru saja selesai tersandung kasus obat-obatan terlarang yang diduga dikonsumsinya tanpa seizin dokter, na...
3.8K 749 33
Ren Walters, seorang vokalis dari band mendunia yang tak sengaja bertemu dengan seorang perempuan di jalanan dan menyelamatkannya dari dua orang prem...
little ace De 🐮🐺

Ficțiune adolescenți

879K 65.8K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...