Voice of The Sky

By TerribleTerrors13

44.4K 1K 247

Malaikat itu nyata. Mereka bekerja pada sebuah perusahaan bernama surga yang memperkerjakan malaikat sebagai... More

Prolog
Chapter 1: Voice of the Wings
Chapter 2: Heart's Voice
Chapter 3: When the Heart Says
Chapter 4: I'm Happy If He's Happy Too
Chapter 6: The One Will Hurted
Chapter 7: Death
Chapter 8: Consequence
Chapter 9: The Level S
Chapter 10: Painfull Time
Chapter 11: Frienship
Chapter 12: Mystery
Chapter 13: Unending Story
Chapter 14: The Angle
Chapter 15: Untitled
Chapter 16: The Beginning of the End
Chapter 17: (Not) The Last Day
Chapter 18: Paradise You Are Belong
Chapter 19: Voice of the Sky
Epilog [Yuka's POV]
Epilog [Harry's POV]
AUTHOR'S NOTE - IMPORTANT
OMAKE I - Harry's Diary: Black Ribbon on the Head

Chapter 5: Hollow

1.7K 33 3
By TerribleTerrors13

Yuka’s POV

            Aku tidak tahu apa yang harus lakukan sekarang. Semuanya sunyi. Hanya deburan ombak yang bergesekan dengan pasir-pasir pantai terus menimbulkan bunyi yang indah. Ini sudah sekitar lima menit semenjak hal yang membingungkan itu terjadi. Tidak ada komunikasi di antar kami berdua.

“Ma-maafkan aku. Bu-bukan maksudku melakukan sesuatu yang tidak baik padamu,” suara Niall memecah keheningan di antar kami berdua. Wajahnya yang putih itu terlihat memerah ditundukannya. Say something, Yuka. Ini kesempatanmu. Jangan gugup. Tarik nafasmu dalam-dalam.

“I-iya. Itu bukan salahmu,” jawabku berusaha untuk tidak panik, bergetar dan hal-hal lainnya.

“Sebenarnya aku – uhuk,” BRUAK. Tiba-tiba Niall terjatuh pingsan di depanku.

“NIALL!” seruku semakin panik ketika aku melihat wajahnya yang semakin terlihat pucat.

“Niall, bangun! Kumohon!” pintaku berusaha membangunkannya. Aku melihat sekelilingku tapi aku tidak menemukan sesosok manusia pun di sini.

“Yuka!” teriak sebuah suara dari atas langit.

Aku mengangkat kepalaku ke atas dan kudapati Gerald tengah terbang cepat ke arahku, “Gerald!”

“Ada apa dengannya?!” serunya terlihat begitu panik. Jauh lebih panik dariku.

“E-entahlah. Tiba-tiba Niall terjatuh dan…”

“Yuka?” tanya Gerald bingung ketika melihatku. Tanpa sadar aku menitikan air mataku dari kedua bola mataku.

“Jangan menangis sekarang! Kepakkan sayapku dan ikut aku!” Gerald menggendong tubuh Niall yang begitu lemas dan membawanya terbang. Aku mengikutinya dari belakang dan berusaha mengejar kepakan sayapnya yang mengepak sangat cepat.

“Kau mau membawanya ke mana?”

“Hah? Apa yang kau tanyakan? Tentu saja ke rumah sakit, bodoh!” bentaknya padaku.

“Kau yang bodoh! Kau mau membawanya langsung tanpa memberi tahu orang tuanya?!”

“Kau mau membiarkannya seperti ini terus, hah?!”

“TENANGKAN DIRIMU, GERALD! Ada apa ini?! Kau terlihat begitu panik! Kau berkata padaku jangan terbawa suasana dan lihat! Sekarang kau malah terbawa suasana! Tenangkan dirimu!” balasku membentaknya. Dia hanya terdiam.

“Maafkan aku. Kurasa memang lebih baik kita membawanya ke rumah sakit langsung,” lanjutku. Dengan cepat, kami membawa tubuh lemah Niall ke rumah sakit terdekat. Karena aku tidak ingin terjadi sesuatau padanya….

.

.

Aku memandangi tubuh Niall yang terbaring tak berdaya di atas ranjang putih rumah sakit. Sinar mentari pagi masuk melalui jendela kamar. Yah, hari ini aku tidak pergi ke sekolah karena aku ingin berada di sini. Di samping Niall. Kenapa? Kenapa harus aku yang selalu berurusan dengannya? Seharusnya tiga tahun lalu aku tidak memutuskan untuk masuk sekolah ini. Dengan begitu aku tidak akan mengenal Niall. Aku tidak akan menyukainya. Dan aku tidak akan merasa seperti ini!

“Yuka,” teriak sebuah suara yang tiba-tiba membuka pintu kamar. Aku menoleh ke belakangku dan kulihat Harry masuk dengan baju seragamnya. Tiba-tiba wajahnya terlihat kaget ketika aku melihat ke arahnya.

“Yu-yuka… wajahmu..” ucapnya mendekatiku. Yah, kurasa wajahku benar-benar terlihat sangat jelek karena aku menghabiskan malamku dengan tangisan-tangisan tak bersuara.

“Kau baik-baik saja?” tanya Harry terdengar khawatir lalu duduk di sebelahku. Aku hanya mengangguk dan menundukkan kepalaku.

“Niall baik-baik saja. Dia tidak selemah itu. Kau tidak perlu se-khawatir itu. Dia–“

“Kau tidak mengerti, Harry. Kau tidak mengerti apa-apa tentang ini semua,” balasku. Harry, kau tidak tahu. Kau tidak tahu kalau sebulan lagi…. Laki-laki yang berbaring di dekat kita akan pergi.

“Masih ingin menyembunyikan semuanya dariku? Aku tahu semua. Aku tahu apa yang membuatmu sesedih ini akhir-akhir ini,” lanjut Harry.

“A-apa maksudmu… kau berbohong..” aku sangat kaget ketika mengucapkannya. Jangan sampai dia benar-benar mengetahui semua ini.

“Aku tidak berbohong, Yuka. Aku tahu semuanya. Semua yang akan terjadi sebulan dari sekarang,” balasnya dengan mata yang berkaca-kaca menahan kesedihannya.

“Aku menyadari perilakumu kemarin. Awalnya aku tak yakin. Akhirnya aku melihat buku daftar milik kita yang masih ada padaku. Aku sangat kaget ketika mendapati nama Niall tiba-tiba terukir di buku itu. Saat itu aku sama sekali tidka bisa menahan emosiku. Apa yang aku rasakan mungkin hampir sama seperti yang kau rasakan. Sahabatku sendiri akan… pergi. Secepat ini…” air mata perlahan mulai jatuh di matanya. Mata hijaunya terlihat berkilauan dengan butiran air yang jatuh tanpa henti. Untuk pertama kalinya aku melihat Harry yang selalu riang menangis…

“Ha-Harry dan Yu-Yuka,” sebuah suara terdengar bergetar dari sebelah kananku.

“Niall!” teriakku dan Harry ketika mendapati Niall telah terbangun.

“Kau tidak apa-apa, kan? Kau membuatku kaget!” seru Harry sambil terus menghapus air matanya berusaha menghapus jejaknya.

“Harry? Kau menangis? Ya ampun hahaha,”

“Jangan ketawa, bodoh!” kami bertiga kembali tertawa dengan Niall yang masih terlihat lemah.

“Ini.. Hah, lagi-lagi rumah sakit. Aku sangat bosan,” ucap Niall mengeluh dengan di mana keberadaannya saat ini.

“Dasar bodoh. Kalau kau tidak ada di sini kau akan mati,” balas Harry memukul kepala Niall pelan.

“Perkataanmu seram, hahaha,” Niall tertawa kecil membalas ucapan Harry. Aku, tidak, maksudku kami, aku dan Harry, sangat bersyukur masih bisa mendapatkan satu bulan lagi untuk merasakan hal seperti ini.

.

.

Harry’s POV

“Aku akan ke kantin dulu,” ucapku keluar dari kamar rumah skait meninggalkan Niall dan Yuka berdua. Tuhan, mengapa dia harus pergi secepat ini? Tidakkah Kau berikan dia kesempatan sekali lagi? Aku belum siap untuk kehilangan sahabat dekatku. Ring. Tiba-tiba ponselku berbunyi.

“Halo, Zayn. Ada apa?”

“Hei, keriting. Bagaimana keadaan Niall?” tanya Zayn dari seberang sana.

“Dia baik-baik saja. Hanya butuh istirahat,” jawabku dan seketika suara di belakang sana berteriakkan. Kurasa itu yang lain.

“Hah, syukurlah. Maaf kami tidak bisa ke sana sekarang. Bos masih memiliki banyak hal yang ingin dia sampaikan,”

“Tidak apa, Zayn. Akan kusampaikan salam kalian,” balasku.

“Oh iya, bos memintamu dan Yuka untuk segera dating ke sini. Bisa, kan?”

“Akan kuusahakan,”

“Sip. Bye, Harry,”

“Bye, Zayn,” hah, sebenarnya apa yang ingin bos bicarakan dengan kami semua pun aku tidak tahu. Aku berjalan kembali menuju kamar Niall dan bertemu dengan ibunya.

“Halo, sayang. Lama tidak bertemu. Kamu semakin cakep,” ucapnya memujiku.

“Hehehe, makasih tante,” selama berjalan kembali, kami berdua berbincang berbabagi hal. Terutama tentang keadaan Niall. Yang membuatku sangat senang adalah ketika ibu Niall berkata bahwa keadaan Niall akhir-akhir ini mulai perlahan membaik.

“Tante merasa sangat senang ketika dokter memberi tahukan hal itu,” ucap ibu Niall dengan sangat gembira.

“Mungkin gara-gara ada seseorang yang membuatnya semakin berusaha keras untuk sembuh,” senyumku mengungkapkan pikiranku. Hahaha, dasar aneh diriku ini.

“Oh iya! Mungkin karena Yuka!” jleb. Tiba-tiba aku merasa dadaku terasa sangat sakit ketika kalimat tersebut terdengar. ‘Mungkin karena Yuka’. Kuberikan senyum palsuku pada ibu Niall. Harry bodoh. Sudahlah jangan pikirkan itu lagi. Kau tidak akan bisa punya harapan. Coba lupakan Yuka. Dia hanya menganggapmu sebagai teman. Kau harus melakukan hal yang sama padanya.

“Mereka berdua terlihat cocok ya,” lanjut ibu Niall ketika akan membuka pintu kamar. Aku tidak menjawab apa-apa dan hanya terus tersenyum. Ketika pintu terbuka, aku melihat Niall dan Yuka sedang berpelukan. Lagi-lagi rasa sakit di dadaku kembali membesar. Aku belum pernah memeluknya sedekap itu. Aku…

“Harry!” teriak ibu Niall ketika aku berlari menjauh dari kamar. Bodoh. Bodoh. Bodoh.

.

.

Continue Reading

You'll Also Like

191M 4.6M 100
[COMPLETE][EDITING] Ace Hernandez, the Mafia King, known as the Devil. Sofia Diaz, known as an angel. The two are arranged to be married, forced by...
123K 3.5K 25
Warning: 18+ ABO worldကို အခြေခံရေးသားထားပါသည်။ စိတ်ကူးယဉ် ficလေးမို့ အပြင်လောကနှင့် များစွာ ကွာခြားနိုင်ပါသည်။
40.8K 623 16
DELULU & GUILT PLEASURE