FLAWSOME #PasqueSeries I

By shaanis

1.1M 128K 10.1K

FLAWSOME "Your flaws are perfect for the heart that is meant to love you." -- Zhao Walker, adalah contoh pria... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
EPILOG
MAS ZHAO

29

42.4K 4.1K 513
By shaanis

Asoka masih menggenggam tangan Iris saat putrinya itu benar-benar terlelap. Awalnya tadi, ia sempat khawatir mendapati Iris tertidur begitu saja. Tapi suster meyakinkannya bahwa setelah terapi, pasien cenderung merasa sangat relaks dan itu yang membuat mereka mudah tertidur. Ditambah Iris sudah merasa nyaman sehabis mandi.

Asoka melepas genggaman tangannya untuk merapikan anakan rambut Iris, sudah berbulan-bulan rambut anaknya tidak tersentuh perawatan, rambut itu juga memanjang begitu saja.

"Iris mirip sekali denganmu." kata Byakta, ia masih berdiri di samping jendela.

"Mata birunya milik Mom." kata Asoka lalu tersenyum. "Mom artis teater, aku selalu menontonnya bersama Papa dan selalu berharap bisa menjadi sepertinya."

"Kecelakaan panggung yang menimpanya sangat menghantui Damien, karena itu... dia tak ingin—"

"Aku akan punya adik laki-laki jika saja kecelakaan itu tidak menewaskannya." sela Asoka membuat Byakta terkejut. Ia tahu banyak cerita tentang Pasque, tapi tidak dengan yang satu ini. "Aku baru mengetahuinya saat usiaku lima belas, saat Papa baru senang-senangnya membicarakanmu..."

Byakta tahu sikap Damien Pasque padanya memang tergolong mengistimewakan. "Aku mengobrol dengan Zhao tadi, sejujurnya aku khawatir karena Iris sama mudanya denganmu, tapi... Zhao justru menyadarkanku terhadap kesalahan-kesalahanku."

Asoka menggeleng, "Itu kesalahanku, aku yang serakah..."

"Aku berharap, dulu aku bisa berkata bahwa impianmu adalah hal yang layak mendapatkan dukungan, aku berharap bisa meyakinkanmu bahwa keberadaan kita bukan sekadar untuk melahirkan pewaris Pasque ke dunia."

Asoka tersenyum dan menatap suaminya, "Belakangan aku menyesali banyak hal, tapi tidak tentang Pascal dan Iris... saat mulai menciptakan skandal itu... aku sangat takut berlari padamu karena itu aku selalu merepotkan Pascal, dan tentang Iris, dia mengingatkanku pada masa muda yang kulepas... karena itu aku membebaskannya, tanpa tahu itu benar-benar berakibat buruk untuknya."

Byakta menghela napas lalu tatapannya teralihkan karena kuncup bunga yang muncul dalam pot. Sejak tadi ia menyadari keberadaan pot ini tapi baru benar-benar memperhatikan tanaman di dalamnya. "Ini... bunga Iris."

"Keponakan Zhao, Jenna yang memberikannya... selama ini Iris merawatnya."

"Saat Damien berkata aku akan bertemu denganmu, saat itu terlalu mendadak dan aku baru membayarkan biaya sewa flatku... aku tak punya cukup uang membelikanmu bunga yang layak, tapi pemilik tokonya sangat baik, memberiku seikat bunga Iris."

Asoka mengingatnya, "Mas Bya adalah orang pertama yang memberiku bunga dan langsung menyuruhku memasukkannya dalam vas berisi air."

"Itu sudah hampir layu."

"Aku tahu dan itu kali pertama aku benar-benar memperhatikan bunga pemberian seseorang."

"Dengan statusku, aku selalu khawatir bagaimana akan terlihat di hadapanmu, karena itu aku senang saat Damien memintaku menjadi penggantinya... rasanya seperti kehilangan harga diri, tapi menjadi Pasque membuatku merasa layak bersamamu."

Asoka menggigit bibirnya, ia tahu bahwa selama ini ada lubang besar dalam hubungan pernikahannya dan itu karena hal satu ini. "Aku tahu... ada hal yang harus kita perbaiki, tapi saat ini aku ingin fokus pada anak-anak... Iris sebentar lagi menikah, Pascal juga sudah begitu dewasa, aku takut jika semakin terlambat, aku menjadi tidak berarti bagi mereka."

Byakta sungguh memahami perasaan itu, ia sendiri juga merasakan hal yang sama, keinginan besar untuk memahami anak-anaknya, menebus semua kesalahannya.

"Aku minta maaf karena... aku belum bisa memikirkan apapun tentang kita kembali." lanjut Asoka sembari menundukkan kepala.

"Apa kau masih ingin bercerai?" tanya Byakta dan istrinya terdiam cukup lama.

Setelah cukup berpikir, Asoka menggeleng, "Iris ingin keluarga ini tetap utuh, aku tahu dia peduli pada kita... mungkin akan sedikit sulit untuk Pascal, tapi aku akan berusaha bertahan."

Byakta menilai jawaban istrinya dan mengangguk, "Aku akan melakukan hal yang sama."

Asoka tersenyum lalu terkesiap saat suaminya mengulurkan tangan, meraih tangan kanannya, mencium pada jemari tempat cincin kawinnya melingkar. "M... Mas Bya..."

"Aku hanya ijin setengah hari." kata Byakta lalu beralih mengelus kepala Iris lembut. "Aku harus berangkat ke kantor sekarang."

"O...oh, oke." jawab Asoka lalu berdiri, mengantar sampai ke pintu.

"Nanti sore aku akan menjemputmu." kata Byakta.

"Oh... baiklah." kata Asoka dan sebelum mengangguk, merasakan tangan suaminya menahan dagunya. Byakta mengecup keningnya sebelum berlalu dari pintu. Pipi Asoka merona seketika, ia menutup pintu sembari berusaha menenangkan jantungnya yang berlompatan.

== [flawsome] ==

"Kakak Iriiss..." seru Jenna, memasuki ruang rawat Iris. Gadis itu mengenakan kimono, dengan hiasan kepala yang unik. Hoshi dan Jasmine mengikuti di belakangnya dengan langkah tenang.

"Astaga! cantik banget..." ucap Iris, ia gemas dan tertawa saat Jenna kesulitan menaiki tempat tidurnya. Jenna mengulurkan tangan pada sang Ayah.

Hoshi mengangkat gadis kecil itu dan mendudukkannya di pinggir tempat tidur. Jasmine tertawa, melepaskan sandal putrinya, menyisakan kaus kaki putih bersih. "Pekan budaya hari ini international costume." cerita Jasmine menjelaskan penampilan putrinya.

"Tapi kimono dan hiasan kepalanya, unik ya?" Iris menyentuh pipi Jenna yang berseri.

"Jenna jadi Himiko, artinya putri matahari, makanya pakaiannya merah lapis putih, terus pakai hiasan kepalanya juga." ucap Jenna lalu melepaskan hiasan kepalanya. "Opa bilang, Himiko sebenarnya cenayang, orang suci yang seumur hidupnya terus berdoa untuk keselamatan rakyat... it's pretty cool."

Iris nyengir, "It's really cool and you're so beautiful."

"Tadinya Jenna pengin jadi momotaro, tapi nggak boleh sama Papanya."

"No! male character." ucap Hoshi, bangga melihat putrinya tampil cantik. "Himiko lebih hebat, dari beberapa literatur jelas disebutkan bahwa ia wanita yang pertama kali tercatat dalam sejarah kepemimpinan Jepang."

"She can communicate with Kami, it's goddess in Japanese words." tambah Jenna.

"Uwahh..." ucap Iris, ia selalu takjub dengan hal-hal yang diketahui Jenna.

Jasmine berdecih, "Lihat saja, setelah aku cerita tentang Ratu Boko, Himiko itu nggak akan ada apa-apanya." ucapnya lalu menatap Hoshi. "Hidup Indonesia."

"Ya, hidup." komentar Hoshi dengan raut datar.

Iris tertawa, "Tapi memang Jenna terlalu international look untuk jadi anak Indonesia sih."

"Itulah." ucap Jasmine lalu menghela napas. "Gara-gara Hoshi."

Hoshi justru tertawa mendengar tuduhan itu. "Kamu bilang mau perbaikan keturunan."

"Tapi ya jangan maksimal banget gini." ucap Jasmine, menatap sang putri penuh sayang. "Jenna kan pengin mirip Mama juga ya, Sayang ya?"

Jenna melirik sang ayah, "Nggak, Jenna miripnya Papa aja."

Hoshi tertawa lalu mengulurkan tangan untuk melakukan high five dengan sang putri. Jasmine geleng kepala, beralih pada Iris yang berusaha menahan tawa. "Ini adalah referensi nyata, bahwa kita harus tetap jual mahal, kalau terlalu cinta ya begini jadinya."

"Yang penting Jenna kan sayang Mama ya?" ucap Iris

Jenna mengangguk lalu tersenyum saat mengulurkan tangan pada Jasmine, meminta pelukan.

"Nggak, Mama mau jual mahal." tolak Jasmine.

"Yaudah, Papa aja." kata Jenna mengalihkan uluran tangannya.

"Enak aja, Hoshiku." Jasmine langsung memeluk lengan Hoshi.

Iris terpingkal, "Kak Jassy jual mahalnya nggak konsisten ah."

Jenna juga tertawa, "Mama nggak bisa jual mahal, nanti juga aku dipeluk."

Hoshi mengecup kening Jasmine lalu menyerahkan paper bag yang dibawa-bawanya. "Sampai lupa, kami datang untuk bawa hadiahmu." katanya mengulurkannya pada Iris.

Jenna yang menerima tas kertas tersebut lalu mengeluarkan isinya di pangkuan Iris. Dua buah selimut yang biasa digunakan untuk melapisi bagian pangkuan saat duduk di kursi roda. Iris seperti tidak asing dengan desain yang ada di permukaan selimutnya.

"Keluarga kami penggemar Liverpool FC, karena itu selimutnya memiliki desain ikon klub." terang Jasmine lalu mengamati Iris menyentuh bagian dengan nama PASQUE, WALKER, juga bordir latin you'll never walk alone. "Kalau itu berasal dari dua jersey favorit Zhao dan Pascal, mereka merelakannya untuk ikut dijahit sebagai bagian dari selimutmu."

Iris terharu melihatnya, ia juga tahu bahwa Pascal dan Zhao memang penggemar Liverpool, mereka sering membicarakan itu bahkan rajin menonton pertandingan bersama. "Terima kasih."

"Kalau ini, Jenna, Oma sama Mama yang lukis terus dicetak kain...." ucap Jenna mengambilkan selimut berikutnya dan Iris mengelus lukisan bunga-bunga yang begitu cantik.

"Ini cantik sekali." Iris menyentuh bordir namanya di sudut selimut, Iris Pasque-Walker.

"Kayak semacam takdir, menantunya Mama punya nama-nama bunga." kata Jasmine.

"Oma buyut namanya Hana, itu artinya bunga, terus Opa panggil Oma, Thumbelina... it's match." kata Jenna dan Hoshi mengelus kepala sang putri lembut.

Iris menatap keluarga kecil yang bersamanya ini, menahan haru. "Terima kasih banyak."

Jasmine tersenyum, "Tadinya kami bingung akan menghadiahi apa, lalu Mama berkata bahwa yang paling penting dalam setiap pemberian itu selipan cinta di dalamnya."

"Jenna, Papa sama Mama selipkan banyak cinta buat Kakak Iris sama Uncle Zah." ucap Jenna

Kalimat itu membuat Iris terharu dan menitikkan air mata. Jenna menggenggam tangan Iris, memberi senyum lebar. "Uncle Zah dulu bilang kalau mau punya pacar yang lebih cantik dari Jenna, dan... Kakak Iris waktu senyum, cantik banget... jangan nangis."

Iris menenangkan diri dan tersenyum, "No one can beat you, beautiful heart and soul."

Perhatian mereka teralihkan karena suster membawakan ransum makan siang Iris. Hoshi menerima itu dan berkata bahwa mereka yang akan menemani Iris.

"Jenna mau ganti baju." kata Jenna mulai kegerahan.

Jasmine mengangkat putrinya dan mereka beralih ke kamar mandi membawa ransel. Iris melipat kembali hadiah selimutnya, berhati-hati memasukkannya dalam kotak dan paper bag. Hoshi menyiapkan meja sekaligus menata makan siang Iris.

"Terima kasih." kata Iris

Hoshi mengangguk lalu beralih mengambilkan air minum.

"I know my place." kata Iris membuat Hoshi menolehnya. "Waktu itu, dr. Hoshi memperingatkan tentang know your place."

Hoshi terdiam mengingat kata-katanya dulu, ia sadar itu menyakiti Iris. "Sorry for—"

"Sometimes I'm still that girl, stupid, lazy, careless, insane..." kata Iris menatap Hoshi, sama seperti Pascal, pria di hadapannya ini hanya seorang kakak yang menginginkan setiap hal terbaik untuk adiknya. "It still hard for me to say that I love myself, but now... I accepted this flaw."

"Mungkin masih jauh untukku akan layak bersama Mas Zhao, tapi aku akan berusaha." kata Iris, ia hampir menangis lagi. "Karena itu, lihat saja... dia tidak akan menyesal mendapatkanku."

Hoshi menarik sudut bibirnya dan berkata, "I will, aku akan melihat kalian."

"I'm not scared of you anymore." kata Iris, entah kenapa ia perlu mengatakan itu.

Hoshi tertawa kecil lalu memberitahu, "Tak peduli dimanapun tempatmu, ketika kau tidak menyerah, itu akan membuktikan bahwa dirimu layak..."

Iris merasa suara pria itu melembut saat menambahkan. "It will be very long journey for you and Zhao, be strong, you two."

Iris mengangguk, "And... thank's for saving my life, doc."

Hoshi meletakkan segelas air putih di meja Iris. "You have to thank your self more."

"I know." kata Iris lalu meringis. "But seriously, thank you very much."

Hoshi menjawab dengan gumaman, pria itu teralihkan karena Jenna tergelak. Jasmine terdengar menggelitikinya.

"Apakah benar-benar tidak ada harapan untukku, memiliki seorang anak?" tanya Iris membuat Hoshi menolehnya kembali. "Just yah... aku hanya—"

"Aku percaya bahwa ketiadaan harapan itu membawa kebaikan." ucap Hoshi lalu tersenyum. "Itu membuatmu tak punya pilihan untuk terus mendekati Tuhan, satu-satunya yang mampu mengubah keadaan saat manusia tak bisa."

"Tapi secara medis—"

"Secara medis, Elina tidak mampu melahirkan, she did, twice." sela Hoshi, ia mengingat kalimat sang ayah. "Terkadang hidup berjalan dengan cara seperti itu, dengan satu-satunya jalan yang Tuhan sediakan, dengan waktu yang ditentukanNya pula."

Iris tersenyum, "Ini terdengar seperti dr. Hoshi memberiku harapan."

"I didn't." kata Hoshi, ia mengangkat bahu. "Yah, bagaimanapun kita tidak boleh berputus asa terhadap Tuhan... bahkan jika kau tak memiliki anak, tak mampu berjalan lagi, tetap ada kebaikan Tuhan dalam semua itu."

Hoshi sudah beralih, kali ini mengurusi Jenna yang ingin rambutnya diikat oleh sang ayah. Iris menikmati makan siangnya sembari memikirkan ucapan Hoshi tadi; bahkan jika kau tak memiliki anak, tak mampu berjalan lagi, tetap ada kebaikan Tuhan dalam semua itu.

"Uncle Zah!" seru Jenna membuat Iris menoleh ke pintu.

Zhao tersenyum lebar menatap Iris, ada buket bunga matahari di tangan pria itu. Degub jantung Iris berdetak ritmis dan ia menyadari... pria inilah, kebaikan yang didatangkan Tuhan untuknya.

[ to be continued ]

Continue Reading

You'll Also Like

2.8M 177K 42
Kirana tuh cewek yang gengsinya setinggi langit, tapi hari Valentine tahun ini dia terpaksa ikutan ngirim coklat biar nggak jadi beban sahabat. Masal...
1.8M 138K 51
"Kamu melepaskanku dan aku melupakanmu. Itu wajar." Mana berhak Nala menyebutnya 'mantan'? Kata Jess, bertemu mantan adalah salah satu hal tersulit y...
52.5K 5.7K 45
[Cerita Terpilih untuk Reading List @RomansaIndonesia Kategori Cerita Bangku Kampus - Oktober 2023] Hanya butuh waktu singkat bagi Linka Drisana untu...
19.3K 3.6K 39
[COMPLETED] "Connection your internet. Lemot banget sih. Internet aja 4G, masa lo enggak." Aku bungkam. Menatap sosok yang ingin aku kubur hidup-hid...