"Membuat sang hati jatuh, mudah. Tapi bagaimana cara agar tidak merasakan sakit? Yang namanya jatuh, sakitkan?"
-Detak Rasa-
"Assalamualaikum," ucap Kinan dan Rafka bersamaan ketika masuk kedalam rumah.
"Waalaikumsalam," ucap Mamanya yang terdengar dari ruang makan.
"Loh Na? Tumben pulang malam?" tanya Mama ketika Kinan dan Rafka berjalan menuju ruang makan.
Kinan hanya tersenyum, "Papa belum pulang Ma?" tanya Kinan mengalihkan.
"Belum, bentar lagi nyampe," ucap Mamanya lalu di angguki oleh Kinan.
"Kinan ke atas dulu Ma, silahkan duduk Tamu," ucap Kinan pada Mamanya lalu beralih pada Rafka sambil mengeluarkan kursi ketika lelaki itu hanya berdiri didekat meja makan.
Rafka mengangguk, sedangkan mamanya hanya menggelengkan kepala dengan tingkah Kinan.
Setelah bersih-bersih, Kinanpun turun ikut bergabung di ruang makan menunggu kepulangan Papa. Disana telah ada Mamanya, Nasya dan Rafka yang tampak asik berbincang.
Kinan berniat untuk kembali ke atas, dan akan turun ketika Papa sudah pulang saja, namun tertahan ketika Mamanya tiba-tiba memanggil untuk ikut bergabung di meja makan. Mau tak mau, Kinan melangkah turun dan memilih tempat duduk yang tidak berdekatan dan tidak berhadapan dengan Rafka.
"Tumben pulang malam Na?" tanya Mamanya menatap Kinan
"Iya Ma, tadi banyak pelanggan jadi bantuin bentar," ucap Kinan lalu menunduk, berharap Mamanya tidak kembali mengungkit kejadian yang baru saja terjadi.
"Masih aja ke kafe Na? Kan Papa sudah bilang buat fokus kuliah aja dulu," ucap Mamanya.
"Gak papa Ma, nanti Kinan bagi-bagi waktu biar keduanya tetap jalan," ucap Kinan.
"Kalaupun kamu gak kesana, itu kafe tetap jalan kok Na. Kan ada pegawai kamu, lagian Mama yakin pegawai kamu baik-baik kok. Bakal tetap aman walau kamu gak disana," ucap Mamanya lagi.
Kinan hanya bisa tersenyum, bagaimanapun juga dengan cara ke kafe lah dia bisa menikmati waktunya.
"Loh Na? Kamu udah pulang? Mobil kamu mana?" tanya Papa yang tiba-tiba membuat jantung Kinan berpacu dengan cepat.
"Mobil Kinan? Bukannya ada di garasi?" tanya Mama menanggapi ucapan Papa.
"Gak ada, Papa kira Kinan belum pulang," ucap Papa lalu langsung bergabung di meja makan.
Mama menyiapkan makanan untuk Papa.
"Mobil kamu mana Na?" tanya Papa kembali.
Kinan menoleh pada Papanya yang menunggu jawaban, lalu menoleh pada Rafka sekilas, lelaki itu hanya diam menatap Kinan.
Nasya yang duduk disamping Kinan menggenggam ujung baju Kinan, ikut merasakan apa yang kini dirasakan kakaknya itu.
"Itu mobil Kinan di bengkel Om, besok rencananya Rafka ngantar Kinan buat jemput," timpal Rafka ketika Kinan tak kunjung menjawab. Kebiasaan gadis itu ketika berada di bawah tekanan, kehilangan kata-kata dan berujung diam.
"Oh, di bengkel. Kirain kenapa," ucap Papanya begitu saja.
Oh, hanya itu? Tidak ada pertanyaan lain? Kenapa dirinya selalu over thinking terhadap suatu masalah, seperti tadi ketika memutuskan untuk menelepon Abangnya Hanah, dia perlu memutar otaknya untuk menyiapkan kata-kata, padahal bisa saja dia langsung menelepon dengan menanyakan keberadaan mobilnya. Dan sekarang, Papa hanya menanyakan dimana mobilnya, tapi Kinan malah memikirkan jawaban pertanyaan lain yang mungkin akan di tanyakan, padahal Papanya tidak menanyakan itu.
Kinan semakin menunduk karena lagi-lagi Rafka yang menjadi orang penyelamatnya.
"Iya Pa, Mobil Mbak Kinan mogok," ucap Nasya menimpali. 'Mogok setelah nabrak mobil orang'.
Rafka mengangkat alisnya bingung, apa disini bukan hanya Kinan yang terlibat, tapi Nasya juga?
"Iya sih, memang sudah sepantasnya mobil kamu di bawa ke bengkel. Sekalian aja di servis Na, biar nanti selama perjalan kamu tetap aman," ucap Papanya.
"Iya Pa," Kinan hanya mampu mengangguk, tidak mempu berkata-kata takut jika nanti perkataannya malah menjurus ke keadaan mobilnya.
Syukurlah Papa dan Mamanya tidak lagi mengungkit masalah keadaan mobil Kinan, membuat Kinan bernafas lega menikmati makan malamnya.
Seperti biasa, Kinan mengantarkan Rafka hingga pintu depan ketika lelaki itu hendak pulang. Dengan dalih tamu yang harus di hormati, dan Kinan seringkali mendapat jatah mengantarkan Rafka hingga pintu karena Nasya yang langsung kabur masuk kamar untuk belajar selesai shalat Isya berjamaah.
"Jam delapan ya, jangan telat," ingat Rafka lagi bahwa besok dia yang akan mengantarkan Kinan untuk menjemput mobil.
"Iya," ucap Kinan. Padahal saat di meja makan tadi dia sudah mengatakan bahwa dia akan menjemput mobil dengan naik taksi online saja, namun sepertinya keputusannya ditentang begitu saja oleh Papa dan Mama, karena kedua orang tuanya itu lebih mempercayai Rafka ketimbang sopir taksi online. Tidak bisa mengelak, dan akhirnya Kinan mengangguk setuju.
"Assalamualaikum, Kin," pamit Rafka lalu pergi meninggalkan Kinan yang masih berdiri didepan pintu.
"Waalaikumsalam," balas Kinan lalu menunggu hingga mobil Rafka keluar dari pekarangan rumahnya barulah dia menutup pintu.
Kinan berjalan menuju kamarnya, namun langkahnya terhenti ketika Nasya tiba-tiba memanggil dirinya dan menarik tangannya untuk masuk ke kamar gadis itu, lalu menutup pintu.
"Gimana Mbak?" tanya Nasya.
"Apanya?" tanya Kinan bingung.
"Itu loh, mobilnya," ucap Nasya lagi.
"Oh, iya besok pagi di jemput," kawab Kinan.
"Orangnya gak marah kan? Gak dilaporin ke polisi kan?" tanya Nasya was-was.
Kinan terdiam, mencerna kemungkinan pertanyaan Nasya. Tidak mungkin kan Abangnya Hannah membawa kasus ini ke polisi? Padahal jelas-jelas, waktu kecelakaan Abangnya Hannah menawarkan perdamaian, dan bukan dirinya yang mengurus kerusakan mobil itu, ini malah Rayhan-Abangnya Hannah yang melakukannya.
"Hmm, kayaknya gak sih dek, palingan nanti bayar kerusakan mobil dia," ucap Kinan tak yakin.
Nasya menganggukkan kepalanya.
Kinan teringat dengan sesuatu, lalu menatap Nasya.
"Kenapa kamu bisa nabrak mobil itu Sya? Kalau alasan lampu sein, mbak gak percaya sama orang itu. Jelas-jelas, lampu sein nya nyala kok," ucap Kinan kembali mengingat kejadian itu.
Nasya menggaruk tengkuknya.
"Mbak, aku mau belajar nih. Mbak gak ngantuk? Gak mau tidur?" tanya Nasya berusaha mengalihkan pertanyaan Kinan.
"Dek," ucap Kinan membuat Nasya yang tadi hendak berjalan menuju meja belajar, kembali duduk di kasur bersama Kinan.
Nasya meraih jari kelingking Kinan, "Janji ya Mbak, jangan marah atau larang Nasya buat bawa mobil lagi," ucap Nasya.
Kinan menautkan alisnya.
"Gak janji," ucap Kinan membuat Nasya mengerucutkan bibirnya.
"Yah Mbak, kalau gitu Nasya gak mau ngasih tau," ucap Nasya menolak.
"Ya udah, Mbak kasih tau aja Papa kalau kamu sering bawa mobil," ucap Kinan membuat Nasya spontan menggeleng.
"Ih, jangan Mbak," rengek Nasya.
"Lalu, mau jawab pertanyaan Mbak?" tanya Kinan tersenyum.
"ii tuu," Nasya menahan ucapannya.
Kinan tetap diam menunggu penjelasab dari Nasya.
"Nasya ngantuk jadi gak sadar kalau ada mobil didepan,"
"Kamu-gak-boleh-bawa-mobil-lagi!"
"ih Mbak, jangan gitu Mbak, aku ngantuk karena begadang semalam bikin tugas," jelas Nasya.
"Nggak, gak boleh. Mulai sekarang, kamu gak boleh bawa mobil Mbak lagi, Mbak kan udah bilang, jangan bawa mobil kalau ngantuk," ucap Kinan, bagaimana tidak? Kinan kira ada alasan lain yang mungkin bisa di toleransi, bukan alasan ngantuk, karena dengan satu detik saja hilang kesadaran bisa mengancam nyawa.
Untung saja kejadian kemaren tidak terlalu parah, bagaimanapun juga, tidak hanya Nasya yang terancam, dirinya lebih terancam disini, karena mobil itu miliknya.
🕊️🕊️🕊️
"Yang nelpon Kinan?"
"Bukan."
"Loh? Bukannya yang nabrak mobil Abang Kinan?"
"Iya."
"Trus, siapa yang nelpon?"
"Suaminya."
---
A/n:
Assalamualaikum!!!
Rencana mau Up part 12 ntar malam, tapi author butuh asupan komen kaliaaannnn 💕💕💕
Yok voment nya, biar ntar malam author berbaik hati ngasih kalian part 12 😉
Ig: came_sa