Manajemen Rumah Tangga βœ”

By bintkariim

254K 17.3K 1.1K

π€π«πšπ›π’πœ || 𝐄𝐧𝐠π₯𝐒𝐬𝐑 (Follow dulu yuk!) β€’ πŸ‘‰Buat kamu yang masih muda tapi kebelet nikah, disarank... More

Testimoni
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
21
22
23
24
25
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
Notes Penulis
Happy 200K Reads
TERBIT
VOTE COVER
OPEN ORDER MRT

26

4.6K 415 44
By bintkariim

Begitu mendarat di bandara aku dan teman-temanku sudah dijemput oleh salah satu supir di pesantren dengan menggunakan bus pesantren.

Aku begitu bersyukur akhirnya kami bisa tiba di Indonesia dengan selamat. Setibanya di pesantren aku langsung pulang ke rumah untuk mandi dan membersihkan rumah yang ku tinggal beberapa hari ini.

"Aku akan jemput kamu," gumam ku seraya menatap lekat foto pernikahanku dengannya.

Ku raih kunci mobil, lalu segera menuju rumah orang tua Aira. Oleh-oleh dari Turki juga ku bawa.

"Semoga kali ini kamu tidak menolak. Aku begitu tersiksa jauh dari kalian," aku bermonolog seraya menyetir mobil.

Beberapa jam perjalanan, akhirnya aku tiba di sebuah desa dengan hamparan sawah yang mulai menguning. Begitu asri sekali desa ini.

Kuparkirkan mobil di halaman rumah yang tak sebegitu luas itu, lalu mulai menuju jok mobil untuk mengambil sedikit oleh-oleh yang ku bawa dari sana. Sebelum pulang, aku dan teman-temanku sempat mencarikan oleh-oleh di pusat perbelanjaan Turki, tempat khusus menjual oleh-oleh. Aku membawakan mereka Turkish Delight, sebuah cemilan manis yang disebut dengan Lokum yang dijual dengan varian rasa. Biasanya Turkish Delight ink dilapisi gula atau kelapa agar tidak lengket satu dengan lainnya.

Aku juga membawakan Fez, yaitu peci bewarna merah khas Turki, untuk ayah Aira juga bang Kasyful.

Sesampainya di sana aku langsung memberi salam seraya mengetuk pintu. Terdengar jawaban salam terjawab dengan lantang dari dalam.

"Eh, Ari rupanya.." sapa ibu setelah membuka pintu. "Masuklah,"

Ia menerima bingkisan dariku lalu meminta diri ke dapur setelah mempersilakan ku duduk sebelumnya.

Aira kemana ya, kok tidak kelihatan?

Pintu kamar di depan ku duduk terbuka dari dalam. Seorang perempuan keluar dari sana dan begitu terkejut menatapku. Baru saja aku memanggil namanya, namun secepat kilat ia masuk kembali dengan membanting pintu cukup keras.

Childish!!

Tak berapa lama ibu kembali dengan membawakan minuman dan cemilan, "silakan diminum dulu, Ari," ucapnya meneduhkan.

"Zila, sini keluar dulu.. jangan asik mengurung diri di kamar!!" ujar ibu lantang. Tak lama Aira pun keluar dengan wajah cemberutnya.

Sepertinya Aira lebih suka dikasari.

"Duduklah!" titah sang ibu. Aira menurut saja. Ia duduk di sofa berhadapan langsung denganku. Sementara ibu duduk di sofa di sampingku.

"Katanya lagi ke Turki, kok bisa ada di sini? kamu bohongin aku, ya?!" ucapnya.

"Kamu apa kabar, Dek? gimana dengan bayi kita?"

"Kamu jawab dulu pertanyaan ku!!"gerutunya. Aku hanya tertawa kecil.

"Aku memang ke Turki, tadi pagi aku tiba di bandara," ujar ku.

"Bukannya kamu mau ngambil S2 di sana? kenapa cepat sekali pulangnya?"

Aku terkejut dengan apa yang dikatakannya. "Siapa yang ngambil S2? aku dan ustadz-ustadz di pesantren dapat tiket keluar negeri, yaudah kami jalan-jalan," jujur ku.

Ia sempat melongo mendengarnya. Sepertinya ini kerjaannya bang Kasyful, pasti dia yang membohongi Aira.

"Sudah, tidak penting membahas itu. Aku ke sini ingin mengajakmu pulang. Kita mulai semuanya dari nol, kamu mau kan?"

Aku yakin ia pasti mau. Ia juga masih mencintaiku, apalagi sekarang dia sedang mengandung anak kami.

Lama aku menunggu, Aira masih diam saja tidak menjawab.

"Dek, kamu mau kan?" aku mulai ragu dengan kepercayaan diriku. Kenapa dia belum menjawab juga. Apakah aku tidak ada lagi dalam hatinya?

"Dek, aku benar-benar minta maaf karena sudah meninggalkanmu. Kita akan kembali seperti dulu, memperbaiki semuanya, demi anak kita juga.. kita mulai dari awal lagi, ya?!"

"Nggak perlu," balasnya dengan tatapan tajam.

Miris. Itu yang ku rasakan saat ini. Kenapa malah seperti ini jadinya.

Hahaha aku terlalu optimis untuk diterima kembali oleh Aira, nyatanya ia sama sekali tidak menginginkanku lagi dalam hidupnya. Sepertinya kami gagal untuk membangun rumah tangga kembali.

"Dek, please.." pintaku dengan nada memohon. Aku tidak peduli jika di sebelahku ada ibu saat ini. Ayah dan bang Kasyful juga baru saja pulang dari bekerja, mereka berdiri di ambang pintu.

Tak ada seorangpun dari mereka yang membelaku atau bahkan membujuk Aira. Kenapa jadi sesakit ini?

Kini aku menatap mereka semua dengan tatapan sendu. Malu, sangat malu rasanya. Mereka juga menatapku iba, sementara Aira menatapku dengan tatapan benci.

Slow motion. Seakan begitulah berputarnya waktu.

Aku bangkit dari dudukku, memilih untuk pergi saja dari sini. Keberuntungan seakan sedang tidak berpihak padaku.

Bang Kasyful menepuk pelan pundak ku, seolah memintaku untuk tabah menerima semua ini.

Baru saja aku tiba di ambang pintu, suara seseorang menginterupsi ku. Ku balikkan tubuhku demi melihat ke belakang.

"Kita nggak perlu mulai semuanya dari nol, kita udah berada di tengah. Yang harus kita lakukan adalah meluruskan apa yang sebelumnya bengkok," ujar perempuan itu sembari melemparkan senyumannya.

"Kamu serius, Dek?" tanyaku memastikan. Aira membalasnya dengan anggukan dan senyum yang tak pernah lentur dari bibirnya.

Ya Allah, aku bersyukur sekali..

"Dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, di hadapan ayah, ibu, juga bang Kasyful, Aira Nazila, kamu kembali kedalam pernikahanku," ucapku lantang.

Aira bangkit dari duduknya, lalu menghambur kedalam pelukanku. Aku menyambutnya dengan senang hati.

Ku dengar seruan hamdalah dari mertua juga ipar ku. Mereka juga turut bahagia.

Tangis haru dariku dan Aira mulai terdengar. Kami begitu bahagia.

Terimakasih ya Rabb, Engkau mempersatukan kami kembali. Jadikan hubungan ini semakin kokoh setelah kami melalui masa-masa sulit ini.

"Ehkem.. mukaddimahnya nanti dilanjutkan di kamar, kasian ada yang masih jomblo," ujar bang Kasyful yang membuat kami melerai pelukan itu.

"Makanya, segerakan menikah, Bang!!" ujar ibu dan ayah bersamaan membuat kami semua tertawa. Sementara bang Kasyful kikuk sendiri.

_____

Jam sepuluh malam tibalah kami di rumah. Aku tidak ingin menginap di sana. Aku beralasan jika rumah kami sudah begitu menunggu kepulangan Aira, hingga akhirnya tibalah kami di rumah sendiri.

Aku turun dari mobil lalu membukakan pintu untuk Aira.

"Sok romantis!" celetuk Aira dengan senyumnya.

"Nggak romantis, salah. Giliran romantis salah juga, ya?" tanyaku dengan memasang wajah sedih.

"Just kidding," ujarnya.

Kami segera memasuki rumah. Aku terus saja memeluk pinggangnya itu. Setibanya di kamar aku membisikkan sesuatu padanya.

"Give me my first night,"

"Hah?" ia sempat terperangah. "Mandi dulu," sarannya.

Aku mengangguk. Kemudian aku membopongnya ke kamar mandi. Ia sempat meminta turun, namun tak ku indahkan.

Perlahan aku mulai membuka jilbabnya. Aku kaget melihat rambutnya yang sudah pendek.

"Kapan di pangkas? udah mirip polwan aja nih," aku terkekeh.

"Sesudah kecelakaan itu," balasnya.

Sedari tadi ia hanya menundukkan wajahnya, malu. Aku mengangkat dagunya dengan tanganku secara perlahan. "Jangan nunduk terus dong!"

"Aku malu,"

"Kok berasa kayak pengantin baru ya? haha," candaku yang membuatnya semakin malu saja.

Setelah melepas pakaian dan menggunakan basahan, kami mulai mandi bersama. Aku menghidupkan shower dan membiarkan rambut Aira basah. Ku raih shampo lalu ku tuangkan ke tanganku. Kemudian aku mulai menggosokkan ke kepalanya.

Ia meringis.

"Pelan-pelan, kepalaku masih sakit,"

Aku meneliti kepalanya. Ku lihat bekas jahitan di sana. Mataku mulai berair. Aku tidak sanggup melihatnya.

Aku memeluknya. "Aku minta maaf telah meninggalkan kamu, harusnya aku ada di sampingmu di saat melewati masa-masa sulit itu, bukannya meninggalkan kalian. Maaf aku sudah egois,"

Aira menggeleng, ia membalas pelukanku bahkan dengan pelukan semakin dalam.

"Aku yang salah, wajar kalau kamu marah," balasnya segala rasa bersalah.

"Intinya kita harus perbaiki hubungan ini ya, sayang. Setelah kejadian ini Allah membuat aku jadi makin cinta sama kamu,"

_____

"Tiga minggu aku tinggal kok rumahnya gak keurus gini ya?" ujar Aira seraya meneliti seisi rumah. Ia berkacak pinggang dan marah-marah. Sementara aku harus menanggapinya dengan santai.

"Bukan cuma rumah, aku juga gak keurus, Dek,"

"Perabotan berdebu, atap rumah dikerubungi Spiderman, pakaian kotor menggunung, kok bisa sih, Bang?"

Aku hanya tertawa kecil. Ia sudah mirip dengan emak-emak sekarang. Mungkin karena selama tiga minggu di rumah sering mendengar ibu mengomel.

"Ntar aku bawa ke laundry, Dek. Kamu tenang aja,"

"Sekarang aku minta kamu bawa keranjang pakaiannya ke belakang!" titah istriku.

"Lho, buat apa?" kaget dengan perintahnya.

"Mau aku buang,"

Baru saja aku akan mengatakan jangan, namun Aira sudah lebih dulu memperjelas maksudnya.

"Ya mau aku cuci lah.."

"Big no! kamu lagi hamil, gak boleh kerja berat-berat dulu," sergahku.

"Kamu nggak usah lebay, yang kerja itu mesin cucinya. Aku tinggal bilas dan jemur aja," balasnya sengit. Keras kepala sekali memang istriku ini.

"Urusan bilas dan mensyar'ikan biar aku saja. Bukan soal kamu sanggup atau nggaknya, tapi kandungan kamu baru dua bulan, masih rentan,"

Aira akhirnya bungkam.

Hari ini ku putuskan sebagai hari bersih-bersih sedunia. Aira sedang memasak sembari memasukkan cucian ke mesin, sementara aku harus membersihkan perabotan rumah dan membasmi sarang laba-laba yang nangkring di loteng rumah.

Kadang aku bersikap konyol. Kemoceng ku jadikan microphone, sapu ku jadikan gitar, lalu bernyanyi ria membuat isi rumah menjadi ribut.

Rasanya seperti menemukan semangat kembali. Rumah menjadi kembali hidup setelah Aira kembali.

Setelah semua pekerjaan selesai, aku membantu Aira menjemur pakaian di belakang rumah. Kemudian barulah kami sarapan bersama.

Aku sedang memasang seprai ketika Aira baru keluar dari kamar mandi. Aku menatap dari atas sampai bawah tubuhnya yang terlilit handuk itu. Ia terlihat semakin cantik saja di mataku.

"Apaan sih, senyum-senyum segala?" tanya Aira malu.

"Kamu makin jelek, Dek. Berat badan kamu udah naik, pipi mulai tembem, pokoknya makin jelek. Padahal baru dua bulan, lho. Bayangin kalau udah sembilan bulan, mirip panda," kataku seraya tertawa.

Ia mengerucutkan bibirnya lalu membuka lemari untuk mengambil pakaiannya.

"Kamu mandi aja sana," balasnya.

"Nggak bisa, Dek," balasku cepat.

"Kenapa?" tanyanya heran.

"Ini baju terakhirku, yang lain pada dicuci semua,"

"What?"

Aira membuka lemari pakaianku, lalu menatapku tajam. "Ini apa namanya?" tanyanya sembari menunjuk pakaianku yang tersusun rapi di dalam sana. Memang tidak banyak lagi, hanya tersisa beberapa.

"That is clothes," balasku sambil nyengir kuda. Dapat ku lihat wajah kesalnya.

"Cepetan mandi!! kita harus beli kebutuhan dapur. Isi kulkas juga kosong melompong tuh,"

Aku langsung meraih handuk lalu berlari ke kamar mandi, takut jika ia akan semakin kesal padaku.

_____

Note:
Kenapa bisa ruju' tanpa melakukan akad nikah yang baru?

Kasus di cerita ini adalah, si suami menyatakan cerai 1 kali. Itu tandanya, masih talak 1, masih ada kesempatan untuk ruju'.

Nah, adapun syarat kembali (ruju') itu, boleh dilakukan tanpa akad ulang, dengan syarat si istri masih dalam masa menunggu ('iddah).

Di cerita ini, si istri sedang dalam keadaan mengandung, jadi dia masih dalam masa iddah. Kecuali si istri sudah habis masa iddah-nya, barulah harus dengan akad yang baru.

Untuk tata cara ruju' juga sudah saya coba pelajari sebelum menuliskan ini. Ada referensi yang menyatakan jika ruju' boleh dengan kata-kata seperti contoh yang saya sebutkan di atas. Boleh dengan, "kamu seperti dulu bagiku, kamu kembali ke pernikahan ku", dan kalimat lainnya yang mengisyaratkan ruju'. Jadi, setahu saya tidak perlu akad nikah yang baru. Lalu untuk lebih baiknya, jika ingin ruju' hendaknya ada saksi, supaya tidak timbulnya fitnah.

Sekian catatan dari saya, jika ada yang ingin menambahkan atau menyanggah, silakan! karena saya juga sedang dalam proses belajar dan tak luput dari kekhilafan.

Continue Reading

You'll Also Like

148K 6.2K 37
Hubungan yang terjalin antara Rasyid dan Amelia seharusnya tidak ada yang berubah, keduanya akan tetap menjadi Kakak-Adik yang saling menyayangi. Ya...
85.5K 5.3K 44
Nadhira masih mengingat jelas saat prajuritnya itu pamit pergi, berjanji akan segera pulang setelah menunaikan panggilan Ibu Pertiwi. Namun, satu hal...
3.5M 51.1K 32
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
204K 8.4K 41
Ametta Stephani nama lengkapnya, ia suka keluar malam, suka berDJ dan suka meminum-minuman keras, bukan karena ada masalah, ia hanya ingin mencari ke...