Manajemen Rumah Tangga βœ”

By bintkariim

254K 17.3K 1.1K

π€π«πšπ›π’πœ || 𝐄𝐧𝐠π₯𝐒𝐬𝐑 (Follow dulu yuk!) β€’ πŸ‘‰Buat kamu yang masih muda tapi kebelet nikah, disarank... More

Testimoni
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
Notes Penulis
Happy 200K Reads
TERBIT
VOTE COVER
OPEN ORDER MRT

21

4.9K 424 25
By bintkariim

Bismillah
Please follow, vote and comment this story, guys..

Keep stay home...

Berada di ruangan yang penuh dengan bau obat membuat Aira merasa risih. Pagi ini ia sedang ditinggal sendiri, karena ibunya sedang izin ke kantin. Sementara sang ayah dan Kasyful harus kembali bekerja.

Aira turun dari ranjangnya lalu melangkah ke jendela. Dibukanya jendela itu, untuk menghirup udara segar. Di bawah sana ada taman yang begitu indah. Banyak dari pasien sedang duduk-duduk di kursi taman, ada juga yang sedang duduk di atas kursi roda.

Ada satu pasangan yang mencuri perhatiannya. Seorang kakek sedang mendorong pelan kursi roda di hadapannya, sementara di kursi roda tersebut, duduk seorang nenek. Mereka terlihat seperti sedang tertawa karena sang kakek terlihat begitu pandai mencairkan suasana.

Aira ikut tersenyum menyaksikan keromantisan mereka. Di usia senja mereka masih begitu mesra.

Senyumnya kemudian pudar, mengingat nasibnya yang ditinggalkan begitu saja oleh Ari. Lama-lama, senyum itu menjadi tangis, perlahan air matanya tumpah ruah tanpa diminta.

Ya Allah, maafkan aku yang tidak bisa menjaga titipan mu. Batinnya.

"Aku paling benci ya, kalau kamu ketahuan hamil ketika udah keguguran,"

"Kamu mati-matian belajar untuk kuliah, lalu apa artinya kuliah kalau nantinya kamu gagal menjaga bayi kita?"

Aira meringis. Semua bayangan tentang Ari hadir begitu saja. Penyesalan demi penyesalan menghampirinya. Pikirannya penuh dengan kata 'seandainya'.

Kamu pasti sangat marah padaku saat ini. Kamu pasti begitu kecewa. Tapi kenapa aku merasa jika perpisahan itu seakan mimpi?

"Dek,"

Sebuah tangan menyentuh pundaknya. Aira begitu kaget, seutas senyum ia hadirkan, perlahan, ia menoleh ke belakang. Senyumnya menghilang ketika melihat siapa yang datang.

"Bang Kasyful? aku kira siapa," ujarnya sedih. Sebenarnya ia berharap jika yang datang padanya adalah Ari.

"Gimana? udah merasa baikan? kepala kamu masih suka berdenyut?" tanya Kasyful khawatir.

"Aku baik-baik aja kok, Bang," balas Aira dengan senyum dibuat-buat. Kasyful menyadari itu.

"Kamu nggak usah sedih, ini hal biasa, banyak orang yang pernah gagal. Liat kakak, dia udah dua kali keguguran dan sekarang divonis nggak bisa memiliki keturunan. Tapi kakak tetap tegar menghadapi semua ini," Kasyful mencoba menenangkan adiknya.

"Tapi kakak punya suami yang selalu memberikan dia support. Makanya dia bisa melewati semua ini," balas Aira seraya menunduk.

Ternyata apa yang dikatakan Kasyful sama sekali tidak tepat untuk saat ini. Ia jadi menyesali kata-katanya.

"Mmm ibu kemana, ya?" Kasyful mengalihkan topik.

"Katanya sih ke kantin. Mungin nggak sengaja ketemu teman lamanya, terus mereka reunian deh," balas Aira dengan tawanya.

Kasyful geleng-geleng kepala. Adiknya ini ternyata sudah mulai bercanda, tidak seperti kemarin yang selalu menangis.

"Abang gak kerja?"

"Malas ah. Ini kesempatan emas Abang buat ngejahilin kamu. Selama ini kita kan jarang ketemu," candanya.

Ya Allah, bahkan ketika aku lagi sakit dia malah punya rencana untuk ngerjain adiknya ini? Abang macam apa dia?

"Gak pernah berubah ya, ternyata,"

"Nggak dong!" balas Kasyful dengan senyum sarkastik.

_____

Suasana di ruangan itu sedikit ramai, karena silih berganti orang-orang terdekat Aira berdatangan.

Keluarga Ari juga tak ingin tertinggal. Abati dengan membuang rasa malunya datang untuk menjenguk Aira.

"Saya berharap meskipun anak-anak kita sudah berpisah, namun tidak membuat persahabatan kita hancur," ujar Abati pelan.

"Tentu saja, sahabatku," balas ayah Aira seraya memeluk sahabatnya itu.

Aira ikut tersenyum menyaksikan betapa solidnya persahabatan mereka. Sementara Winda menghampiri Aira dan berbisik padanya.

"Bang Ari itu laki-laki yang baik, dia sangat menghargai perempuan. Kakak yakin kalau dia cuma lagi butuh waktu untuk menerima semua ini. Dan kakak sangat yakin dia pasti akan mengajak kamu untuk ruju' nantinya,"

Aira hanya mengangguk pelan sembari memberikan senyum terbaiknya. Ia memeluk dan mencium Sultan yang kini berada dalam pangkuannya.

"Kak?" panggil Aira kepada wanita cantik didepannya itu.

"Iya, kenapa?" tanya Winda penasaran.

"Boleh aku tahu, gimana keadaan bang Ari sekarang?"

"Dia nggak bisa dihubungi. Dia sedang menyendiri di rumah, dan gak mau siapapun mengganggunya. Sepertinya masih syok," balas Winda. Ia dan Zafran pernah menemui Ari di rumahnya. Keadaannya begitu memprihatinkan, matanya sembab dan tatapannya tajam.

"Ari itu orangnya susah ditebak. Kadang dia terlihat begitu tenang dan santai, padahal sebenarnya dia sedang menyimpan masalah yang besar. Ketika ditanya, dia malah tersenyum tidak mau sedikitpun menceritakan permasalahan yang sedang dihadapinya," kini Abi Zikri yang menjawab.

"Mungkin karena dia besar tanpa merasakan kasih sayang ibunya, sehingga dia jadi berbeda dengan anak yang lain.

Makanya dia sangat ingin berperan penting ketika menjadi seorang ayah. Namun sepertinya belum saatnya karena.." Abati tidak berani melanjutkan kata-katanya melihat Aira sudah terisak.

"Aira, ini bukan salah kamu. Kita ambil hikmahnya saja ya, Nak. Tolong jangan menangis, kami sebagai orang tua yang salah, kami telah memaksa kalian menikah," lanjut Abati.

Bukannya menghentikan tangisnya, malah semakin menjadi. Seisi ruangan menjadi dramatis, hampir semua orang menangis.

"Umma, kenapa menangis?"

Suara bocah itu membuat Aira menahan tangisnya. Ia menghapus air matanya dengan kasar.

"Enggak pa-pa, sayang," balas Aira. Pelukannya semakin ia eratkan.

"Baba jahat ya, sama Umma?"

"Nggak, sayang. Tolong jagain baba buat Umma ya, janji?!"

"Janji!!" balas bocah itu dengan anggukan seraya menautkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Aira. Kehadiran bocah itu membuat suasana hatinya sedikit terhibur.

Tak lama setelah itu mereka semua pamit, hingga tersisa Aira dan kedua orang tuanya.

Sementara di lain tempat, seorang lelaki tak henti menghambakan dirinya kepada sang Khaliq. Berderai air mata, senantiasa meminta keampunan kepada sang Maha Agung.

Ya Allah, ya Rahman.. ya Rahim..
Dengan segala keagungan yang Engkau miliki, bolehkah aku meminta keajaiban-Mu?

Mengapa ada rasa tidak ikhlas jika anakku pergi begitu cepat? sungguh ini terasa begitu berat, ya Rabb...

Sejak lama aku sudah menantinya. Namun aku disuguhi dengan kenyataan pahit ini.

Ya Allah, bantu aku. Aku tidak sanggup... Ya Allah aku masih begitu mengharapkannya kembali.

Semenjak kejadian itu, Ari sama sekali tidak mau keluar rumah, kecuali jika dalam keadaan genting. Hal yang ia lakukan adalah shalat, berzikir, membaca Alqur'an, tanpa lupa berdoa. Ia juga berpuasa untuk meningkatkan kesabarannya.

Ia percaya jika semua itu hanyalah cobaan hidup.

_____

Kasyful memasuki ruangan dengan tergesa-gesa. Seperti ada sesuatu yang ingin disampaikan. Aira dan sang ibu yang sedang beberes karena akan segera pulang, malah dibuat heran.

"Kenapa, Bang? biaya administrasinya gak cukup ya?" tanya Aira kebingungan.

"Udah di bayar,"

"Sama siapa? ayah?" Aira menebak.

"Sama Ari,"

"Abang yakin?"

Kasyful mengangguk mengiyakan. "Tadi Abang telfon dia buat mastiin. Ari juga nyuruh kamu buat jaga kesehatan,"

"Bilang sama dia, gak usah sok perhatian, bukan mahram." balas Aira seraya membenarkan khimar-nya. Perban di kepalanya baru saja diganti setengah jam yang lalu.

"Itu kepala udah dua kali kena benturan, kok nggak amnesia juga, ya?!" ujar Kasyful seraya melihat adiknya memasang pentul di khimar-nya.

"Abang gak sekalian berdoa supaya aku mati ditempat?" timpal Aira.

"Nggak, Abang lebih seneng liat kamu mati perlahan," balas Kasyful tanpa rasa bersalah.

"Astaghfirullah... kalian ini!!! mulai lagi deh," ujar ibu yang sudah tidak tahan lagi melihat tingkah kakak beradik itu.

"Iya, Bu. Zila nih.. udah nikah, masih kekanak-kanakan!" celetuk Kasyful.

Kenapa aku selalu salah di mata orang-orang? apes banget hidupku. Udah dicerai, malah dijahili...

Aira memasang raut sedihnya. Kasyful jadi ketakutan. "Dek, Abang cuma becanda tadi.." Kasyful mendekatinya.

Aira tersenyum ngeri. "Udah tua, cepetan nikah! jangan malah gangguin adikmu ini!!!" balas Aira sembari mencubit pinggang abangnya.

Akhirnya ruangan itu kembali ribut, sampai ketukan pintu membuat mereka menghentikan aksinya.

Awalnya mereka mengira jika itu adalah sang ayah yang akan menjemput mereka. Namun ternyata seorang dokter yang kemarin memeriksa Aira.

"Ada sesuatu yang ingin saya sampaikan," ujar dokter itu.

"Apa, Dok?" tanya sang ibu penasaran. Dari raut wajah dokter itu seakan begitu serius. Sepertinya sesuatu yang sangat penting.

"Ini semua karena kesalahan dan kelalaian kami dalam bertugas. Sebenarnya Aira tidak keguguran, hanya mengalami pendarahan hebat," ujar dokter itu dengan rasa bersalahnya.

"Apa? jadi anak saya tidak keguguran? bagaimana bisa dokter asal-asalan memvonis semua ini? apa dokter tau, anak saya sampai dicerai oleh suaminya karena dinyatakan keguguran. Saya akan tuntut rumah sakit ini!!!" Ayah Aira yang baru saja datang langsung berapi-api ketika mendengar pernyataan dokter itu.

"Ayah, stop!! kenapa kita tidak melihatnya dari sudut pandang yang berbeda? kenapa kita tidak mencoba untuk bersyukur karena ternyata bayinya masih hidup? yang harus kita lakukan sekarang adalah fokus kepada keselamatan bayi ini," Aira menengahi. "Dokter juga manusia, dan semua manusia tidak luput dari kesalahan,"

Sang ayah menjadi malu sendiri dengan pernyataan anaknya itu. Aira sudah mampu berfikir lebih dewasa ternyata.

"Untuk Aira, tolong benar-benar dijaga kandungannya. Karena baru memasuki minggu ke-lima, masih sangat rentan. Lebih baik istirahat saja, jangan banyak bergerak dan melakukan aktifitas dulu," pesan sang dokter.

"Baik, dok. Terimakasih banyak,"

Ketika sang dokter keluar, mereka mulai menangis terharu.

Ibu Aira mengusap-usap perut sang anak. "Kamu harus kasih tau Ari. Dia perlu tahu ini, pasti dia nggak marah lagi,"

"Ya Allah, kenapa malah bahas bang Ari sih? kenapa malah memikirkan dia? adakah yang peduli dengan bagaimana perasaanku?"

Mereka jadi diam mendengar tanggapan Aira.

Continue Reading

You'll Also Like

31.8K 1.4K 59
Bagaimana jadinya jika dua insan yang di pertemukan melalui hubungan persahabatan... Tapi pada akhirnya harus di persatukan dalam perasaan saling men...
91.2K 5.3K 62
[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] PART MASIH LENGKAP Berawal dari dendam masa lalu ayahnya, Ditsya terjebak dalam sebuah kesalahpahaman. Namun, karena t...
11.5K 1.1K 48
Salah satu harapan Halwa adalah bisa dapat kepercayaan dari orang-orang terdekatnya, dan salah satu keinginan Halwa adalah bisa mendapatkan cinta Asr...
3.4M 51.1K 32
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...