Manajemen Rumah Tangga ✔

Od bintkariim

254K 17.3K 1.1K

𝐀𝐫𝐚𝐛𝐢𝐜 || 𝐄𝐧𝐠𝐥𝐢𝐬𝐡 (Follow dulu yuk!) • 👉Buat kamu yang masih muda tapi kebelet nikah, disarank... Více

Testimoni
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
Notes Penulis
Happy 200K Reads
TERBIT
VOTE COVER
OPEN ORDER MRT

18

5.2K 434 12
Od bintkariim

Ari POV

Pagi yang cerah. Kulihat perempuan di sampingku masih terlelap dalam tidurnya. Semalaman ia bergadang karena harus menyelesaikan tugasnya dari kampus.

Kami tidur saling berhadapan. Di saat seperti ini aku bisa dengan mudah menilik wajahnya. Tanganku tidak kubiarkan menganggur, ku pegang erat jemarinya semenjak kami tidur kembali setelah shalat subuh tadi. Tepatnya, hanya aku yang tidur kembali, ia baru tidur setelah shalat subuh. Padahal aku sudah mengatakan padanya untuk jangan bergadang.

Kuliah online membuatnya lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, namun sayangnya begitu banyak tugas yang diberikan dosen. Resume, pemahaman materi, dan  tafsir ayat manajemen membuatnya begitu sibuk akhir-akhir ini. Padahal aku sangat ingin menghabiskan waktu bersamanya berhubung di pesantren sudah selesai ujian dan sekarang santri-santri sedang libur.

"Sayang, udah jam delapan pagi," aku membangunkannya seraya menepuk-nepuk pundaknya. Bukannya bangun, ia malah memelukku.

Akhir-akhir ini aku merasakan tubuhnya sedikit berisi dari sebelumnya. Ia juga sering mual-mual di pagi hari. Oh ya, aku baru ingat jika ia belum juga PMS, harusnya sudah dari dua minggu yang lalu jika dilihat dari tanggal sebelumnya.

"Aku nggak rutin kalau datang bulan. Kamu nggak perlu beranggapan jika aku lagi hamil," itu alasannya ketika kutanya.

Tetapi aku merasakannya. Aku merasakan jika didalam perut ratanya itu ada benih-benih cinta kami berdua. Aku begitu yakin.

Aku beringsut keluar lalu mulai berteman dengan alat-alat dapur. Bau menyeruak dari masakanku membuatku lapar. Biasanya kami sarapan pagi jam tujuh, tapi ini sudah jam delapan wanita cantikku belum juga bangun, akhirnya akulah yang harus mengambil peran di dapur kali ini.

Sebenarnya memasak itu adalah tugas seorang suami, karena tugas seorang istri hanyalah melayani suami dan menjaga harta suaminya. Jika seorang istri mau memasak, mencuci pakaian, dan sebagainya, itu adalah rasa syukur istri kepada suaminya.

Sayur tumis yang ku masak begitu harum sekali, ku rasa sedikit, ternyata tawar.

Seperti hidupku

Baru saja aku hendak memasukkan sedikit garam kedalam masakanku, suara teriakan nan cempreng dari kamar terdengar.

"Bang, lagi masak apa sih? kok bau banget??"

"Ternyata gampang juga cara bangunin kamu. Tahu gitu udah dari tadi aku masak," gumam ku sembari terkekeh geli.

"Jangan di masak lagi. Buang aja!!" teriakannya kembali terdengar.

"Enak aja!!" aku mematikan kompor, lalu memindahkan sayur tumis itu ke dalam piring.

Hal yang membuatku semakin yakin akan kehamilannya, ia sensitif terhadap bau. Pernah suatu malam ia menyuruhku tidur berjauhan dengannya, katanya aku belum mandi.

Ku baca doa sebelum makan, lalu mulai menyantap masakan ku sendiri. Bukannya aku suami yang tak sayang istri, yang mengutamakan isi perut sendiri, tapi aku khawatir jika masakan ku akan dibuangnya karena tidak sanggup menahan bau.

Setelah makan, kuambil roti tawar dan segelas susu yang sudah di taruh diatas nampan, lalu aku menuju kamar.

Ia sedang tertidur, selimut tebal itu memeluk seluruh tubuhnya. Aku menyibak dengan kasar selimut itu agar ia tidak punya kesempatan untuk menariknya kembali.

"Bangun!"

"Aku masih ngantuk banget," balasnya pelan dengan mata yang masih terpejam.

"Kamu ada kuliah online jam sepuluh, jangan sampe absen.."

"Sekarang jam berapa?" tanyanya seraya membuka sedikit matanya.

"Hampir jam sembilan,"

Ia menarik kembali selimut itu lalu menutup seluruh tubuhnya.

"Dek?" panggilku mulai geram.

"Jam sepuluh kurang sepuluh bangunin aku," ujarnya dibalik selimut.

"Jam kosong, dong!!"

_____

Tepat jam sembilan lewat lima puluh menit aku membangunkan Aira. Aku sudah marah-marah tapi dia masih begitu santai dan belum mau membuka matanya.

"Sayang, bangun!"

"Aira Nazila... udah mau jam sepuluh!!"

"Kalau kamu nggak bangun juga, aku tidurin kamu!" aku mengancamnya.

Bukannya takut ia malah merentangkan kedua tangannya. "Silakan," ujarnya pelan. Aku semakin kesal saja dibuatnya.

"Aku serius kenapa kamu malah main-main?"

"Lah bukannya kamu yang ngajak main?" balasnya polos.

Ya Allah anak ini...

Aku menggendongnya lalu melangkah ke kamar mandi. Ku hidupkan shower lalu ku arahkan tepat ke kepalanya. Katakan aku suami kejam, tapi aku sudah tidak tahu dengan cara apa lagi membuatnya terjaga.

"Sayang, aku kedinginan!" protesnya.

"Pokoknya kamu harus mandi dan bersiap-siap. Atau kamu mau sekalian aku yang mandikan?" aku tahu ia pasti akan ketakutan. Tapi aku takjub dengan jawabannya.

"Iya, boleh deh,"

What?

"Nanti ya, kalau udah bergelar jenazah," ucapku kesal lalu keluar seraya membanting pintu kamar mandi.

Aku membuka ponselnya untuk membuka WhatsApp istriku.

"Sayang, cepetan mandinya! yang lain pada absen nih. Absennya melalui voice call. Bagi yang nggak angkat dianggap gak hadir!!" teriakku.

Suara air di kamar mandi terdengar begitu cepat, menandakan Aira begitu terburu-buru dengan ritual mandinya. Aku tersenyum geli.

"Sayang, handuknya tolong ambilkan!"

"Ogah, keluar aja gitu seadanya," balasku cuek.

"Ya Allah, bang Ari, tolong!!"

"Nggak mau!"

Rengekan, janji, dan sebagainya ia hadirkan, membuat kupingku bosan untuk mendengarkan. Akhirnya aku mengambilkan handuk dan menyerahkannya.

"Lain kali jangan bergadang, kan ngantuk jadinya," kataku ketika ia sudah keluar dari kamar mandi.

"Udah absen, belum?" tanyanya serius.

"Au ah dosen kamu. Katanya manajemen, tapi dosennya belum juga muncul," balasku.

"Tadi Abang bilang kalau teman-teman aku lagi absen?" tanyanya bingung.

"Itu siasat biar kamu cepat mandi," ujar ku seraya merebahkan tubuhku diatas ranjang. Aku dapat melihat raut kesalnya.

"Kenapa masih berdiri kayak patung? cepat pake baju! jangan coba-coba menggodaku pagi-pagi,"

Ia segera membuka lemari dan mencari pakaiannya.

Lima belas menit kemudian, dosen Aira baru muncul. Ternyata dosennya baru saja menjemput anaknya dari pesantren. Virus yang mewabah membuat keputusan nasional hadir. Sekolah dan kampus diliburkan, lalu diganti dengan belajar di rumah dan sistem online.

Saat ini Aira duduk di sebelahku seraya meminum susu yang tadinya ku bawa. Mata kamu sama-sama fokus menghadap laptop untuk menonton video yang baru saja dikirim oleh sang dosen via email.

Tangan kiri ku  kubiarkan memeluk punggungnya, sementara tangan kanan ku mengusap-usap perutnya yang masih rata itu.

"Nanti kita ke rumah sakit ya, kita harus cek apa kamu beneran hamil atau tidak," kataku.

"Bukannya kita nggak diperbolehkan keluar rumah selama dua minggu, ya?"

"Kecuali untuk kepentingan mendesak," balasku kembali.

"Nggak ah, aku takut. Kalau di rumah sakit ada yang suspect terkena virus, terus terjangkit ke kita 'kan bahaya.." Aira beralasan.

Apa yang dikatakannya ada benarnya juga. Sepertinya niatku untuk mengetahui kebenaran itu harus ku urungkan dulu.

Sebagai warga negara yang baik, kami harus patuh terhadap peraturan pemerintah, karena kami tahu jika ini semua dilakukan untuk kebaikan. Ini sebagai antisipasi agar angka kematian yang disebabkan oleh virus itu tidak semakin bertambah.

Aku merasa miris melihat orang yang terlalu santai dengan penyakit yang serius ini. Oke, kita tidak perlu panik karena itu hanya akan membuang waktu dan energi. Tetapi setidaknya kita waspada dan mendengarkan perintah dari negara jika tidak mau menambah masalah.

Aku terenyuh melihat sebagian pemuda yang katanya generasi milenial, mereka malah menjadikan ini sebagai bahan tertawaan. Ketika Allah mendatangkan suatu penyakit mereka malah membuat meme. Padahal tanpa kita sadari penyakit ini datang karena sudah terlalu banyak maksiat yang kita lakukan, sehingga bumi menjadi gempar.

ما نزل بلاء إلا بذنب ولا رفع إلا بتوبة

"Tidaklah bala bencana turun melainkan karena (adanya) dosa, dan ia tidak akan diangkat kecuali dengan taubat"
Saydina A'li

(Ad-Da' wa Ad-Dawa' - Ibnul Qayyim)


Semoga bermanfaat ya readers
Semoga kita semua dijauhkan dari bala dan penyakit.
Aamiinn.

Pokračovat ve čtení

Mohlo by se ti líbit

6.5M 336K 60
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...
204K 8.4K 41
Ametta Stephani nama lengkapnya, ia suka keluar malam, suka berDJ dan suka meminum-minuman keras, bukan karena ada masalah, ia hanya ingin mencari ke...
85.4K 5.3K 44
Nadhira masih mengingat jelas saat prajuritnya itu pamit pergi, berjanji akan segera pulang setelah menunaikan panggilan Ibu Pertiwi. Namun, satu hal...
91.2K 5.3K 62
[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] PART MASIH LENGKAP Berawal dari dendam masa lalu ayahnya, Ditsya terjebak dalam sebuah kesalahpahaman. Namun, karena t...