Manajemen Rumah Tangga βœ”

By bintkariim

254K 17.3K 1.1K

π€π«πšπ›π’πœ || 𝐄𝐧𝐠π₯𝐒𝐬𝐑 (Follow dulu yuk!) β€’ πŸ‘‰Buat kamu yang masih muda tapi kebelet nikah, disarank... More

Testimoni
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
18
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
Notes Penulis
Happy 200K Reads
TERBIT
VOTE COVER
OPEN ORDER MRT

17

5.2K 461 0
By bintkariim

Ari mencoba menghubungi Zafran untuk menanyakan keberadaan Zafran dan keluarganya saat ini, karena semenjak bayi kembarnya  lahir, mereka tidak lagi tinggal bersama Abi Zikri, tetapi memilih tinggal di rumah pribadi.

"Assalamu'alaikum, akhy? lagi dimana ini?"

Tak lama suara bariton terdengar membalas salam Ari. "Waalaikumus salam, pengantin baru, lagi di kantor."

"Gimana bisnis travel umrahnya, lancar?" tanya Ari diselingi tawa renyahnya.

"Alhamdulillah lancar. Allah sedang meminta ana untuk istirahat sebentar. Jamaah umrah pada pending keberangkatannya, karena lagi virus Corona,"

Ari tertawa kecil mendengar penuturan sahabatnya itu. Zafran orangnya begitu santai ketika sesuatu terjadi di sekitarnya, yang dilakukannya hanyalah melakukan pendekatan dengan sang pencipta.

"Ngomong-ngomong ada apa tiba-tiba telfon, Ari?" tanya Zafran padanya setelah mereka puas bercanda.

"Begini, akhy. Istri ana lagi kurang sehat.. dia mual-mual terus. Sepertinya Sultan akan segera punya adik lagi," ujar Ari.

Aira yang baru saja keluar dari kamar mandi mendelik tajam ke arah suaminya.

"Maa syaa Allah, alhamdulilah.. tapi, apa ada sesuatu yang perlu ana bantu?" tanya Zafran khawatir, mungkin sahabatnya itu butuh batuannya.

"Tidak ada, akhy. Cuma, dia ngidam pengen ketemu Sultan. Kangen katanya," balas Ari lagi seraya melirik istrinya yang sedang mengepalkan tangan, hendak meninju dirinya.

"Apa kami boleh berkunjung ke sana, sebentar?"

"Kenapa tidak? pintu rumah kami akan selalu terbuka untuk kalian. Kalian sangat membantu ana pada saat itu. Bahkan ana tidak tau dengan cara seperti apa ana harus membalas kebaikan kalian," jawab Zafran yang terdengar begitu tulus.

Tak lama kemudian panggilan itu diputuskan. Aira datang mendekati suaminya dengan raut kesal.

"Abang ini ya, hobi banget ngarang-ngarang cerita. Kalo orang-orang kirain aku hamil beneran gimana? bohong itu nggak baik, pak ustadz!!!" ujar Aira dengan nafas naik turun tak terkontrol.

"Lah kamu malah mikirnya kesitu. Harusnya kamu mengamalkan yang namanya, 'perkataan itu adalah doa'. Kalau aku bilang hamil, bisa jadi kamu beneran hamil nantinya. Emang kamu nggak mau?" balas Ari santai.

Sepertinya kata-kata 'perempuan selalu benar dan lelaki selalu salah' tidak berlaku dalam keluarga ini. Selalu saja Ari punya alasan brilliance ketika menjawab pertanyaan istrinya.

"Cepat siap-siap, sepuluh menit lagi kita berangkat," perintahnya kepada sang istri.

"Cepat banget!" komplain Aira.

"Manajemen waktu." balas Ari cuek seraya mengganti pakaiannya.

_____

Motor yang mereka kendarai melesat membelah jalanan hingga akhirnya tibalah di sebuah bangunan bertingkat dua dengan kubah mesjid di atapnya. Akhirnya mereka tiba setelah tadinya terjadi perdebatan kecil karena Ari melajukan motornya tidak mengikuti arahan dari Google Maps. Ketika Google mengatakan belok kanan, Ari malah belok kiri, sampai Aira marah-marah dan minta pulang saja karena takut suaminya cuma mengerjainya.

"Setiap orang memiliki cara yang berbeda dalam mencapai tujuannya," ujar Ari bangga seraya memberhentikan motornya.

"Tujuan apaan? kok malah diajak ke mesjid?" bantah Aira.

"Shalat Maghrib dulu," dalam hatinya Ari tertawa kecil karena kepolosan istrinya.

"Kan masih ada beberapa menit lagi waktu Maghrib. Lagipula kita udah di kawasan rumah kak Winda, lho. Liat deh udah mendekati. Tapi yang mana ya, rumahnya?" ujar Aira seraya menunjukkan ponselnya yang menampilkan peta dari sebuah aplikasi.

"Yuk masuk dulu," ujar Ari seraya mengulum senyum. Ia segera turun dari motor, sementara Aira sudah turun semenjak tadi.

Setibanya di pintu, Ari memberi salam. Tak lama setelah itu ada seorang perempuan paruh baya membukakan pintu untuk mereka.

"Di mesjid ini ada orang khusus yang akan buka pintu? maa syaa Allah.." Aira takjub, sementara Ari diam saja.

Arsitektur bangunan dengan nuansa islami itu membuat Aira terpikat. Rasanya ia ingin berfoto di sana nantinya.

Seorang lelaki tubuh tinggi semampai yang berkulit putih bersih dengan jenggot tipisnya menghampiri mereka lalu berjabat tangan lalu berpelukan mesra dengan Ari. "Bagaimana akhy? sempat nyasar?" tanya lelaki itu dengan kekehan geli.

"Hampir," balas Ari sembari tersenyum.

Mereka terus berjalan menyusuri ruangan, hingga akhirnya tiba di ruang tamu yang dipenuhi sofa, membuat Aira bingung, tempat ini seperti rumah, tidak seperti mesjid. Ia melirik suaminya yang sedang terkekeh geli padanya lalu berbisik, "ini rumah Winda,"

Untung aja aku belum selfie di rumah ini. Kaulah segalanya, suamiku... semoga Allah membalas mu!!!

"Eh, kalian sudah sampai. Silakan duduk," ujar Winda yang baru saja muncul di hadapan mereka. Aira berjabat tangan dengannya, setelah itu duduklah di sofa.

Lirikan mata tajam Aira lemparkan kepada suaminya. Ari tertawa tipis mengingat perjanjian mereka ketika dalam perjalanan tadi.

"Awas aja kalau kamu panggil dia 'Dek' nantinya. Aku nggak suka," ancam Aira.

"Tapi aku suka. Gimana ya? soalnya udah terbiasa manggil Winda seperti itu," balas Ari santai.

"Berarti mulai sekarang dibiasakan dengan memanggilnya dengan panggilan lain. Aku nggak mau tau,"

"Kalian pada kenapa sih? kok dari tadi pake bahasa isyarat gitu?" ujar Winda kebingungan seraya melihat sepupunya dan Aira secara bergantian.

"Aku boleh bilang sesuatu, nggak?" tanya Ari kepada mereka. Aira mendelik tajam ke arah suaminya.

"Mau bilang apa memangnya?" tanya Winda penasaran, tanpa embel-embel 'Bang'. Semenjak bertemu dengan Aira di rumah sakit tempo hari, Winda mulai menjaga dirinya, takut dengan sikap Aira yang menurutnya cemburu padanya.

Aira mulai mencubit pinggang suaminya yang duduk hanya berjarak satu sentimeter darinya itu, membuat Ari meringis kesakitan.

"Ada apa sih, akhy? oh iya ana lupa, kalau kedatangan antum kesini karena Aira sedang mengidam ketemu Sultan, ya?" ujar Zafran.

"Iya, kalau boleh kami juga mau membawa Sultan ke rumah selama beberapa hari," jawab Ari pelan.

Aira mendesah lega mendengar ucapan suaminya.

Kirain tadi bang Ari mau bilang kalau aku udah salah paham sama Winda. Syukur Alhamdulillah...

"Boleh aja sih kalau Sultan mau," balas Winda kemudian. "Tapi sepertinya susah deh, soalnya dia sekarang lengket banget sama adik-adiknya."

Perempuan paruh baya tadi membawakan minuman dan cemilan ke hadapan mereka dan memintanya untuk mencicipinya.

"Mbok, kalau si kembar sudah dimandikan tolong dibawakan kesini ya. Tolong suruh Sultan buat mandi juga," titah Winda pada pembantunya itu.

"Mereka bertiga lagi pake baju, Bu" jawab pembantu itu sopan lalu berjalan menuju belakang.

Aira meneliti setiap sudut ruangan dengan tatapan kagum.

Modalnya sampe berapa milyar buat punya rumah semantap ini?

Tak lama kemudian, terlihat dua perempuan datang, masing-masing menggendong bayi. Sementara di belakang mereka muncul seorang bocah dengan lari tergopoh-gopoh membuat Ari dan istrinya begitu gemas.

Baba kangen, sayang!

Sultan menghampiri Zafran yang duduk di sofa single dan memperlihatkan buku bergambar yang ada di tangannya. "Hali ini Sultan udah hafal nama-nama benda dalam bahasa Inggris lho, Ayah," ujar Sultan dengan bangga kepada ayahnya.

"Really?" tanya Zafran dengan mata berbinar. Ia begitu senang Sultan sudah mulai banyak berinteraksi dengannya semenjak mereka pindah ke rumah baru. Pasalnya dulu anaknya lebih akrab dengan kakek dan neneknya karena Zafran sering ke luar negeri.

Ari berdehem melihat Sultan yang tidak menyadari kehadiran dirinya. Bocah itu menoleh, dan terperanjat, lalu melihat Ari dan Aira bergantian.

"Baba? Umma?"

"Parah kamu ya, udah lupa sama Baba," sindir Ari. "Sini dulu, kalo nggak, Baba ngambek," ujar Ari seraya mengerucutkan bibirnya.

Sultan berlari anak menuju ke arah Ari, lalu memeluknya. Ari mengangkatnya tinggi-tinggi, begitu rindu untuk menjahilinya.

"Nanti kita pulang ke rumah Baba, ya!" ajaknya. Bocah itu menatap kedua adik kembarnya yang kini berada dalam gendongan ibu dan ayahnya. Seketika ia menggeleng pelan sembari menatap Ari.

"Why?" tanya Ari sedih.

Bocah itu kini menatap Aira yang sedari tadi memegang tangannya juga mencubit pelan pipi gembulnya itu.

"Baba dan Umma halus punya adik kembal tiga dulu. Balu Sultan mau," ujar anak itu dengan begitu seriusnya yang membuat mereka semua tertawa dengan pemikiran bocah itu.

"Nah, Sultan aja udah ngasih kode lho, Dek!!" ujar Ari kepada istrinya.

Kok malah aku??

_____

Usai mengerjakan shalat maghrib berjamaah Ari pamit untuk mengajar pada mereka.

"Jangan lama-lama ya, pulangnya. Aku nggak berani ditinggalin sendirian," bisik Aira ketika mengantarkan suaminya ke pintu depan.

"Aku tinggalin kalian berenam lho," kekeh Ari.

"Aku nggak berani. Belum nyaman sama mereka, rasanya canggung banget," ujar Aira.

"Iya, sayang," ujar Ari seraya mengusap puncak kepala istrinya dengan gemas. "Ini permintaan bayinya apa permintaan ibunya, nih?"

"Jangan ngawur kamu! aku nggak sedang mengandung,"

"Perkataan adalah..." baru saja Ari akan menyelesaikan katanya, sudah dipotong lebih dulu oleh Aira.

"Aku udah bosan, sana berangkat terus!! santri pada nungguin," Aira mencium tangan suaminya dan mendorongnya mendekati motor gede suaminya. Ari pasrah didorong seperti itu, ia segera memakai helm lalu melesat pergi.

_____

Jam setengah sebelas malam pulanglah Ari dengan pakaian yang basah kuyup, ia juga terlihat begitu menggigil kedinginan.

"Ya Allah, kenapa bisa basah kuyup gini?" tanya Aira panik begitu suaminya sampai di depan rumah Zafran.

"Pas pulang hujannya deras banget sampe persimpangan. Aku juga harus segera pulang karena katanya kamu kurang nyaman disini," balas Ari seraya memeluk tubuhnya.

Tak lama kemudian Winda ke teras membawakan handuk untuk Ari, lalu menyuruh mereka untuk masuk kembali. Zafran juga memberikan bajunya agar diganti oleh Ari.

"Nginap di sini aja ya, di luar masih hujan," ujar Winda.

Di ruang keluarga itu hanya ada mereka berempat, sementara Sultan dan si kembar sudah tidur sedari tadi.

Ari melirik istrinya, meminta persetujuan. Aira hanya diam tidak tahu harus menjawab apa.

"Kami pulang saja, Aira masih kangen sama aku. Kalau nginap di sini kan gak enak kalau telat bangun pagi," ujar Ari dengan candanya, sementara Aira mendelik tajam ke arah suaminya.

Bisa-bisanya dia jadikan aku sebagai alasan. Mana alasannya memalukan lagi!!

Dalam hati Aira menggerutu merutuki suaminya yang selalu asal jika berbicara.

"Oke, kami paham kok. Semoga Sultan cepat-cepat punya adik lagi, ya," ujar Winda dengan semangatnya.

"Yasudah kalau memang kalian mau pulang, ini kunci mobilnya. Motornya ditinggal di sini aja," ujar Zafran yang tiba-tiba seraya menyodorkan kunci mobil yang baru saja diambil dari meja yang tak jauh darinya.

Akhirnya mereka pulang tanpa lupa mencium kening Sultan dan si kembar dulu di kamarnya.

Gimana guys?
Taburkan bintang kalau kalian suka, ya!!

Continue Reading

You'll Also Like

3.4M 49.7K 32
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
11.5K 1.1K 48
Salah satu harapan Halwa adalah bisa dapat kepercayaan dari orang-orang terdekatnya, dan salah satu keinginan Halwa adalah bisa mendapatkan cinta Asr...
204K 8.4K 41
Ametta Stephani nama lengkapnya, ia suka keluar malam, suka berDJ dan suka meminum-minuman keras, bukan karena ada masalah, ia hanya ingin mencari ke...
375K 18.7K 68
SEQUEL MY WIFE Apa sih definisi kesempurnaan cinta menurut kalian? Cinta yang selalu menghadirkan kebahagiaan? Atau cinta yang dikelilingi banyak uji...