Penyendiri Yang (Kadang) Benc...

By bakaraputra

547 43 66

Kalian kenal sama seorang introvert? Gimana sih menurut kalian seorang introvert itu? Pendiem? Ansos atau ant... More

Prolog
Ch. 1.1 (Complete)
Ch. 1.2 (Complete)
Ch. 3 (Complete)

Ch. 2 (Complete)

46 5 6
By bakaraputra

"Ah..., lucu ya manusia, sehari bisa jadi kawan dekat, esoknya bisa jadi musuh bebuyutan. Eh, sejam bahkan semenit pun bisa. Lucu sekali..." -A.

Arvin sedang duduk santai sambil menikmati angin malam di balkon rumahnya, ditemani musik yang mengalun pelan. Menatap langit malam yang penuh dengan bintik-bintik sinar, "hmm... schön," ucapnya lembut. Teringat akan suatu hal, dia berjalan perlahan menuju meja belajar dan mengambil beberapa buku yang tergeletak disana lalu bergegas kembali ke kursi santainya.

"Miraculum..., -Latin- berarti Keajaiban."

"Einheit..., -Jerman- berarti Persatuan."

"Freundschaft..., -Jerman- berarti Persahabatan.

"Kage..., -Jepang- berarti Bayangan."

Arvin membolak-balik buku-buku yang diambilnya tadi, sambil mengucap beberapa kata yang sudah dia pilih. Sambil sesekali menatap langit mencari inspirasi, sejak pertemuan pertama di ruang Kepsek, Arvin sibuk mencari nama yang bagus untuk kelompok barunya.

Sebenarnya dia masih kesal dengan perkataan Hito waktu itu, namun setelah bersepakatan kalau yang lain juga akan mencari nama, Arvin pun tidak mau memperpanjang kekesalannya. Kembali sibuk dengan buku yang ada, terdengar dering dari HP-nya, melihat nama yang tertera dilayar membuatnya mengernyit.

"Halo," sapanya singkat.

...

"Udah. Lo sendiri?"

...

"Ye dikira gampang, rasain." Arvin membalas dengan nada mengejek sambil tersenyum miring.

...

"Yaudah, lusa lah, kalo gak bahas di WA, kan kemarin gue bilang gitu." Terdengar suara lembut yang tak asing di telinganya, memanggil si penelpon. Raut wajah Arvin langsung berubah.

"Sana, dipanggil nyokap kan. Konbanwa." Arvin langsung mengakhiri telpon itu dan kembali menatap langit malam. Arvin langsung bergegas membereskan semua buku dan membawanya kembali ke dalam kamar. Tak lupa merapihkan balkon dan langsung mengunci pintu.

Setelah memastikan semua sudah sesuai sebagaimana mestinya, dia langsung menuju kasur. Rebahan dan membuka HP nya kembali, bersiap mengirim pesan elektronik kepada seseorang yang jauh disana.

To: Kaa-san

Subject:

Message:

Konbanwa, okaa-san. sannin tomo genki desuka? Boku wa minna ga kenkoudearu koto wo negatte imasu. Shinpai shinaide kudasai, boku wa koko de genkidesuyo.
Otousan to kare no shigoto wa doudesuka? Moshi otousan ga shigoto de isogashikute kazoku no mondai o mushi shite imasu, Otousan wo shisseki suru koto o chuucho shinaide kudasai. Dekireba, boku ni oshiete, boku wa kare o shisseki shite itadakimasu, w w w.
Sora-chan wa, doudesuka? zenkai, boku wa kiita, kare wa mo hajimete hanasu koto ga dekimasune? kare wa boku ni onii-chan to yonde boku wa mada oboete imasu. Boku wa hontouni kare to sugu ni asobitaindesu, kitto tanoshii...
Okaasan mo, karada ni kiotsukete kudasai. Jibun no joutai o wasurenaide, Otousan to Sora no sewa o surunoni isogashi suginaide kudasai. Kibun ga waruku nattara, Otousan ni oshiete kudasai. Kitto otousan wa okaasan ga saikou no kaiketsu saku o teikyoushimasu.
Boku wa koko ni daijoubu desu. Gakkou mo junchoudesu. Shinpai shinaide kudasai, koko ni mo ooku no tayoreru tomodachi ga imasu.
Minna, karada ni kiotsukete kudasaine, kazoku e no go aisatsu o, nanika hassei shita baai o kigaru ni renraku shite kudasai, boku mo minna no koe ga koishii desu, jaa.. Matane.. bye bye, okaa-san...

Sent. Senyum tipis muncul seketika dia mengirim pesan tersebut. Suara lembut yang terdengar tadi membuat Arvin teringat akan Ibu dan keluarganya yang berada di Jepang. Memejamkan matanya sambil membayangkan momen kebersamaan mereka sebelum berpisah. "Kaa-san..."

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sinar mentari pagi mulai menyinari kamar bercat hijau itu melalui sela-sela jendela, diiringi oleh suara burung yang bersiul. Menyadari hal itu, dengan mata yang masih ingin terpejam, menatap jam yang terletak di meja belajar, "Ah untung hari minggu," pikirnya sambil kembali menutup matanya.

Namun, mentari justru semakin meninggi dan sinarnya semakin menjadi memasuki kamar itu, memaksa penghuninya untuk segera bangun. Tak ada pilihan lain, akhirnya dia pun bangkit dari tidurnya. Sembari berusaha mengumpulkan nyawanya yang masih berkeliaran entah kemana, dia membereskan kasur dan pernak-pernik yang ada, sambil sesekali masih menguap.

Setelah itu, membuka tirai yang menutupi jendela kamarnya, membuat sinar mentari semakin menjadi menyinari seisi kamar. Menyadari hal itu, dia bergegas mematikan lampu yang terangnya sudah dikalahkan oleh terang si mentari.

Melintas di pikirannya sebuah ide, membuat senyum kecil muncul di wajahnya, dan langsung berlari ke kamar mandi untuk menghilangkan semua rasa kantuk dan malas yang masih tersisa.

Setelah selesai berganti pakaian, Gwen langsung bergegas menuju garasi rumah.
Mamanya yang menyadari bahwa putri semata wayangnya itu sudah turun dari kamar pun segera memanggilnya.

"Gwen, mau kemana? Kok udah rapi pagi-pagi."

"Eh, Mama ngagetin aja, mau jalan pagi ma, lumayan cuacanya lagi bagus." Jawab Gwen sambil tersenyum.

"Gak sarapan dulu? Mama mau bikin omelette loh," tawar mamanya dengan nada usil. Omelette adalah salah satu makanan kesukaan Gwen.

"Nanti aja deh, Ma, abis pulang jalan. Kan pasti capek terus laper tuh, jadi Gwen makannya lebih lahap," balas Gwen sambil tertawa. Mamanya pun ikut tertawa sambil mengangguk.

"Yaudah, hati-hati ya, jangan jauh-jauh," balasnya.

"Siap..." Gwen mencium tangan mamanya dan berpamitan, kemudian langsung bergegas kembali menuju garasi. Gwen langsung mengenakan sepatu olahraga favoritnya.

Setelah selesai, Gwen berjalan menuju halaman rumah dan melakukan pemanasan sebentar, dan melihat papanya sedang berkebun.

"Pagi, Pa," sapa Gwen sambil tersenyum.

"Loh, Gwen, mau kemana?" Papanya terkejut mendengar suara Gwen, tak kalah terkejutnya melihat sang putri sudah berpakaian rapi di hari minggu pagi. Dia langsung menghentikan kegiatannya sejenak.

"Jalan-jalan pagi bentar, cuacanya lagi bagus." Gwen melayangkan pandangan ke berbagai bunga yang ada di halaman rumahnya. Semua tertata rapi, dan juga terawat dengan baik.

Semua berkat sang papa yang hobi berkebun. Hampir setiap hari papanya menyisihkan waktu untuk merawat tanaman-tanaman tersebut. Baginya, mereka sudah seperti anak sendiri.

"Oh, sendiri? Apa sama pacar?" tanya papanya iseng, membuyarkan lamunan Gwen. Gwen langsung menatap papanya dengan salah tingkah. Yang ditatap malah tertawa melihat tingkah Gwen.

"Pa=pacar? Mana ada," jawab Gwen gugup. Gwen langsung bersikap biasa kembali dan bersiap berangkat sebelum papanya melanjutkan keisengannya.

"Gwen pergi dulu, Pa," pamitnya sambil berlari dan melambaikan tangan. Papanya yang masih tertawa melihat tingkah Gwen hanya menganggukan kepala.

Gwen berlari dengan santai, sambil menikmati udara pagi dan melihat pemandangan sekitar., tidak lupa menyapa beberapa tetangga yang ditemuinya. Gwen menarik nafas panjang sejenak, lalu mempercepat larinya menuju taman yang terletak di antara beberapa rumah ibadah, sehingga taman itu diberi nama Bhinneka.

Taman itu ramai tiap harinya, terlebih saat akhir pekan. Asalkan cuaca tidak hujan, taman itu selalu menjadi tempat favorit semua orang dari berbagai kalangan. Taman itu cukup luas, banyak pepohonan lebat sehingga sangat nyaman untuk berjalan santai, atau melepas penat.

Dilengkapi dengan kursi-kursi yang disiapkan untuk para pengunjung, juga tempat khusus bagi yang ingin lesehan. Pedagang pun diperbolehkan berjualan dengan syarat menjaga kebersihan dan tidak merusak tanaman atau yang lainnya. Syarat itu pun berlaku untuk setiap pengunjung dan akan dikenai denda bagi siapa saja yang melanggar.

"Udah rame aja," batin Gwen seketika matanya menangkap keramaian di taman itu, memelankan larinya sedikit sambil melirik kiri-kanan. Berpikir sejenak lalu memutuskan untuk berkeliling mengitari taman sebelum masuk ke dalam untuk beristirahat.

Gwen berlari ringan mengitari taman, sambil melihat keindahan bunga-bunga yang ada. Juga keseruan yang orang-orang tunjukkan; ada yang berjalan bersama keluarga, duduk sambil menikmati sejuknya pagi. bersepeda atau bermain kejar-kejaran, juga para pedagang yang berjualan dengan tertib.

Gwen senang melihat pemandangan langka seperti itu, senyum terukir diwajahnya dengan manis. Setelah puas berkeliling, Gwen masuk ke dalam taman sambil mencari tempat duduk yang bisa ditempati. Beruntung, walaupun ramai pengunjung, masih ada tempat yang tersedia, pengelola taman bisa mengantisipasi dengan baik hal tersebut.

Gwen duduk dan merilekskan tubuhnya sambil menyeka keringat di dahinya. Duduk bersandar di kursi sambil mengatur nafasnya dan melihat sekeliling mencari pedagang yang menjual air mineral, dia menyesal tidak membawa air minum sendiri.

"Kenapa gue gak bawa minum ya," gerutunya pada diri sendiri, sambil masih mencari penjual air mineral. Pencarian Gwen terhenti ketika melihat seorang anak gadis kecil yang sedang kebingungan di keramaian, seperti tersesat atau terpisah dari keluarganya.

Tak tega melihatnya, Gwen langsung mendekati anak itu, melupakan rasa hausnya yang sejak tadi mengganggunya. Anak itu terlihat mirip dengan seseorang yang dia kenal, namun dia tak merasa pernah bertemu atau kenal dengan anak itu.

"Dek, sendirian? Mama atau Papa dimana?" tanya Gwen pelan agar tidak menakuti anak itu. Sambil mengusap pelan kepalanya untuk menenangkan. Dilihat dari perawakannya, Gwen berpikir anak itu berusia 6-7 tahun.

"Sama abang, tapi abangnya ilang," jawab gadis kecil itu pelan sambil memperhatikan Gwen. Gwen masih mengusap kepalanya sambil mendengarkan jawaban dari gadis itu.

"Tadi aku disuruh tunggu disitu, abang mau beli minum sebentar, tapi gak balik-balik," lanjutnya sambil menunjuk kursi yang tadinya dia tempati sembari menunggu. Kursi itu sekarang sudah ditempati oleh orang lain, gadis kecil ini tidak tahu harus berbuat apa.

Gwen pun memutuskan untuk membantu mencari sang kakak. Meninggalkannya sendirian bukanlah keputusan yang tepat, apalagi Gwen sendiri yang memutuskan untuk mendekatinya. Lebih baik dia kehausan daripada nanti dihantui rasa bersalah.

"Oh gitu, yaudah kakak bantu cariin abang mu ya. Oya, namamu siapa?" tanya Gwen. Dia masih memikirkan siapa orang yang memiliki kemiripan dengan si gadis kecil itu.

"Kezia," jawabnya singkat. Mendengar jawaban itu, Gwen tersenyum dan segera mengajak Kezia berkeliling mencari abangnya yang hilang. Tidak lupa menanyakan ciri-ciri orang tersebut, agar lebih mudah ditemukan.

"Kalo gitu, ayo kakak temenin cari abangmu. Kezia kasih tau ciri-ciri abang ya, biar nanti kakak yang pantau satu-satu. Oiya, nama kakak Gwen, kalo susah panggil apa aja yang gampang buat Kezia," ajak Gwen sambil tersenyum. Kezia pun mengangguk setuju, dan memberitahu ciri-ciri abangnya.

Sambil berkeliling, Gwen mencerna semua informasi yang diberikan Kezia, dia semakin yakin kalau Kezia adalah adik dari seseorang yang dia kenal. Sampai akhirnya Kezia menyebut nama abangnya nada lirih.

"Bang Enjo..."

"Enjo? Enzo? ...Kenzo?" Gwen seketika menghentikan langkahnya dan menatap Kezia yang berjalan didepannya. Dia kini yakin seratus persen kalau Kezia adalah adiknya Kenzo.

Pantas saja dia merasa tak asing dengan Kezia, tapi masih tidak percaya ternyata Kenzo mempunyai seorang adik. Kezia yang sadar kalau dirinya berjalan sendiri, berputar dan memanggil Gwen.

"Kakak kenapa? Kok berhenti?" Seketika membuyarkan lamunan Gwen. Gwen menggeleng dan menyusul Kezia.

"Gapapa, ayo kita cari lagi Abang Enjo," ajak Gwen sambil menahan tawa memanggil Kenzo seperti itu. Gwen tak sabar untuk memarahi Kenzo karena meninggalkan adiknya sendirian.

Dia sudah lupa akan rasa haus yang mengganggunya tadi, berharap segera menemukan Kenzo, memarahinya, lalu pulang ke rumah dan menikmati omelette buatan sang mama.

Gwen kesal karena sudah berkeliling namun tidak menemukan Kenzo. "Kemana ini anak? Apa dia lupa kesini bareng Kezia," dengus Gwen yang masih melirik kesana kemari mencari Kenzo.

Dia merasa kasihan pada Kezia yang terlihat sudah kelelahan, dan juga kehausan -sama seperti dirinya. Gwen mengubah posisinya, menunduk menyelaraskan tingginya dengan tinggi Kezia, mengusap dahinya yang berkeringat.

"Kezia capek ya? Gimana kalo Kezia tunggu disini aja, biar kakak yang cari Abang Enjo sendiri. Kezia duduk kursi aja jangan kemana-mana, ya?" usul Gwen pada Kezia. Kezia hanya terdiam mendengar perkataan Gwen, menatap Gwen dengan tatapan tapi-Kezia-takut-kalo-sendirian, dan Gwen sadar akan tatapan itu.

Dia juga berpikir, bahaya kalau meninggalkan Kezia sendiri, "sama aja kayak Kenzo dong," batinnya. Karena tidak ada keputusan, Gwen kembali bangkit dan bersiap mencari Kenzo kembali.

"Yaudah, kita barengan aja. Tapi kali ini pelan-pelan aja ya, dan kalo Kezia capek bilang ya." Kezia mengangguk dan mengekor di belakang Gwen.

Belum jauh mereka berjalan, suara yang familiar terdengar di telinga Gwen. Gwen langsung mengarahkan kepalanya ke sumber suara itu, dan dugaannya benar, itu suara Kenzo.

"Bu, beli air mineral 2." Suara Ken terdengar kecil namun beruntung masih bisa Gwen kenali. Gwen merasa senang akhirnya misi pencarian Abang Enjo bisa terselesaikan.

Gwen langsung mengajak Kezia mendekati sumber suara itu, Kezia sepertinya tidak mendengar suara itu, efek kelelahan dan dehidrasi.

Ken tidak menyadari ada yang mendekatinya, sampai Gwen menepuk punggungnya dan berkata, "Abang Enjo, kok lama bener beli air minumnya?" diikuti dengan senyuman yang mengerikan.

"Gwen? Kok lo disini? Dan panggilan itu-" perkataan Ken terpotong ketika Kezia memeluknya. Ken langsung mengelus punggung Kezia, dan menenangkan.

Senyum mengerikan Gwen sudah hilang tergantikan dengan senyuman bahagia, akhirnya Kezia bisa bertemu kembali dengan abangnya. Suasana haru itu seketika buyar ketika penjual air mineral memanggil Ken dan memberikan pesanannya.

"Ini mas air mineralnya," ujar Ibu penjual dengan santai.

"Eh, oh ya, satu lagi deh, Bu," balas Ken sambil mengambil uang untuk membayar. Ken memberikan satu air mineral itu pada Gwen, Gwen menerima dengan anggukan. Ken lalu mengajak Kezia untuk duduk dan beristirahat, sekalian memberinya air minum yang sejak tadi ditunggunya.

Ken pun memberi sinyal pada Gwen untuk ikut menemani, Gwen pun lagi-lagi hanya mengangguk. Setelah menemukan tempat yang kosong, Ken langsung membuka air mineral dan memberikannya pada Kezia.

"Maaf ya, tadi Abang keliling bentar," jelas Ken pada Kezia dengan nada menyesal. Gwen sudah menceritakan semuanya pada Ken, dan itu membuat Ken merasa bersalah pada Kezia.

"Bentar bentar, durasi bentar lo itu berapa lama, Ken?" balas Gwen dengan nada kesal. Akhirnya emosinya bisa tersalurkan pada orang yang tepat. Ken yang mendengar ucapan Gwen itu hanya bisa menatap takut.

"Etdah, galak betul. Gue keasikan liat taman ini, bener kata rumor kalo taman ini indah bat." Ken tidak percaya kalau Gwen bisa sebegitu kesal padanya. Dia juga tidak menyangka bisa bertemu Gwen di taman itu.

"Alasan. Emang lo belom pernah kesini?" Gwen tak terima dengan penjelasan Ken. Tindakannya meninggalkan seorang anak kecil sendirian bisa berbahaya.

"Iya, gue udah sering denger soal taman ini, cuma belum kesampean, jadi pas ada kesempatan, gue kesini. Tadinya gue mau sendirian aja, tapi Kezia minta ikut, dan karena gue tau taman ini banyak bunga-bunga jadi ya gue iya-in aja. Beneran gak ada maksud ninggalin dia, suer," jelas Ken panjang.

"Iya, kak. Jangan marahin Bang Enjo, kasihan." Kezia yang sejak tadi diam akhirnya buka suara. Gwen yang mendengar hal itu akhirnya memutuskan untuk tidak memperpanjang masalah. Ken akhirnya bernafas lega setelah melihat reaksi Gwen.

"Awas lo ninggalin Kezia sendiri lagi kek tadi, gue aduin ke Kak Seto lo," ancam Gwen pada Ken. Ken pun hanya bisa menggelengkan kepalanya, siapa sangka Gwen yang baru kenal dengan adiknya bisa bersikap seperti itu.

"Iye, Neng. Sewot amat pagi-pagi. Belom makan ya? Pantes rese," balas Ken sambil tertawa. Mendengar perkataan Ken, mengingatkan Gwen pada omelette yang mamanya tawarkan tadi pagi.

Gwen langsung bersiap bangkit dan pulang ke rumah. Sekarang rasa lapar yang dirasakan Gwen, rasa haus sudah terobati dengan air mineral yang diberikan Ken. Ken keheranan melihat reaksi Gwen, apa benar yang dikatakannya ya?

"Gue duluan ya. Udah lama juga disini, nanti dicariin orang rumah. Makasih air minumnya, Ken," ucap Gwen sambil mengangkat botol air mineral yang sekarang tersisa sedikit. Gwen pun berdiri dan bersiap pergi.

"Gue yang makasih, lo udah repot-repot jagain Kezia, sampe nemenin dia nyariin gue. Thanks," balas Ken sambil tersenyum. Gwen yang mendengar hal itu membalas dengan anggukan dan senyuman.

"Kezia, kakak pulang dulu ya. Kapan-kapan kita main lagi ya, kalo ada kesempatan," pamit Gwen pada Kezia sambil mengelus kepalanya.

"Oke, kak. Makasih ya, udah nemenin Kezia cari Abang Enjo," jawab Kezia sambil tersenyum manis. Gwen pun mengangguk senang, setelah itu dia pun berpamitan pada Ken.

"Balik duluan ya, see you, Abang Enjo," ledek Gwen dan langsung berlari begitu melihat reaksi terkejut Ken.

"Woi..." Ken bersiap memprotes namun Gwen sudah jauh darinya. Gwen yang mendengar suara Ken itu hanya bisa tertawa. Gwen pun mempercepat larinya dan ingin segera sampai dirumah.

Continue Reading

You'll Also Like

576K 27.5K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
PUNISHER By Kak Ay

Teen Fiction

1.3M 115K 44
"Kenapa lo nolongin gue, hm? Kenapa nggak lo biarin gue mati aja? Lo benci 'kan sama gue?" - Irene Meredhita "Karena lo mati pun nggak ada gunanya. G...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.7M 60.6K 27
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
3.2M 159K 25
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...