Manajemen Rumah Tangga βœ”

By bintkariim

259K 17.4K 1.1K

π€π«πšπ›π’πœ || 𝐄𝐧𝐠π₯𝐒𝐬𝐑 (Follow dulu yuk!) β€’ πŸ‘‰Buat kamu yang masih muda tapi kebelet nikah, disarank... More

Testimoni
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
13
14
15
16
17
18
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
Notes Penulis
Happy 200K Reads
TERBIT
VOTE COVER
OPEN ORDER MRT

12

5.3K 453 42
By bintkariim

Ada yang kesal sama Ari?
Atau kalian menganggap kalau Aira itu berlebihan?

Tiupan angin malam di pesisir pantai membawa kesan tersendiri bagi siapapun yang mendatangi tempat indah itu. Deru ombak memecah karang, membentuk melodi indah memanjakan indra pendengaran.

"Abang ngapain ngajak aku kesini segala?" tanya Aira seraya merapikan khimar-nya yang tertiup angin.

"Biar kamu nggak bosan di rumah terus," ujar Ari seraya berjalan perlahan menyusuri bibir pantai. Celananya ia biarkan basah terkena riak air laut.

"Kok ke pantai malam-malam begini? rata-rata disini orang pacaran, kalo ditangkap kan gak lucu,"

"Kita kan udah nikah, apa salahnya?" sanggah Ari.

Merasa sudah begitu jauh berjalan, Aira memilih duduk diatas pasir itu. Begitupun dengan Ari, ia mendudukkan bokongnya di sebelah sang istri.

"Aku ada sesuatu buat kamu," ujar Ari menyudahi lamunan mereka masing-masing.

Aira menoleh, menatap mata suaminya dibawah temaram.

Nampak Ari mengeluarkan sebuah kotak perhiasan berwarna merah, dan menyodorkannya pada Aira.

Perempuan mana yang tidak suka dengan perhiasan, apalagi sebuah kalung indah dari orang yang disayang. Namun tidak dengan Aira.

"Makasih, kalungnya bagus. Tapi.. bukan ini yang aku mau," ujar Aira sambil mengembalikan kalung tersebut yang sudah dimasukkan kedalam kotak kembali.

"Kamu gak suka model yang seperti ini? gimana kalau kita pergi bareng buat cari yang baru?" tanya Ari.

Aira menggeleng pelan, membuat Ari gusar.

"Aira butuh suami yang bisa membimbing Aira menjadi lebih baik lagi," Ari mengernyitkan dahinya mendengar ucapan istrinya itu. "juga.. tidak menyakiti perasaan istrinya," sambungnya yang membuat Ari tertohok.

"Kita pulang sekarang," ujar Ari lalu menuju motornya. Disembunyikan wajah marahnya itu, entah marah untuk siapa.

_____

Setelah mengantar Aira pulang, Ari malah pergi kembali. Bahkan ia sama sekali tidak turun dari motornya.

Pesantren Az-Zikri adalah tujuannya kini. Setelah memarkirkan motornya ia langsung memasuki kamar Alif, dan menghempaskan tubuhnya di ranjang itu.

Alif yang sedang muraja'ah hafalannya jadi menoleh ketika melihat temannya yang tiba-tiba memasuki kamar.

"Gimana?"

"Gagal, akhy. Aira bahkan sama sekali tidak tertarik dengan kalung pemberian ana."

Sebenarnya ide cuti dari mengajar pada malam ini adalah Alif. Mereka berencana supaya Aira menjadi lebih terbuka lagi pada Ari. Sehingga terciptalah jalan-jalan ke pantai malam ini.

"Katanya dia pengen dapat suami yang tidak menyakiti perasaannya,"

"Kalian punya masalah serius?" Ari mengendikkan bahunya, tidak tahu apa permasalahannya.

Sementara Aira menatap nanar kalung yang ada di tangannya.

"Cuma ada dua pilihan, kamu pakai kalung itu, atau kamu buang aja,"

Terbayang ucapan Ari ketika menurunkannya dari motor. Sehingga saat ini kalung itu sudah kembali ada di tangan Aira.

Bahkan di saat seperti ini pun kamu juga memaksaku.

Deringan ponsel milik Aira terdengar nyaring dibalik sling bag miliknya. Dengan langkah terburu-buru ia mengambil ponselnya dan mengangkatnya.

"Assalamualaikum," salam Aira datar ketika tahu siapa yang meneleponnya.

"Wa'alaikumus salam. Kunci semua pintu rumah, periksa jendela juga. Aku nggak pulang malam ini," ujar Ari di seberang sana.

" Tidur dimana?" tanya Aira pelan.

"Aku tidur di pesantren, assalamualaikum," ujar Ari cepat, lalu mematikan ponselnya.

Tidur di pesantren? Winda lagi?

Aira mendadak jadi terbawa perasaan. Hatinya terasa gelisah. Air matanya tumpah perlahan.

Ya Allah hamba tidak sanggup jika harus terus-menerus seperti ini..
Tolong tunjukkan apa yang harus hamba lakukan untuk menjadi hamba yang lebih bersabar.

_____

Setelah mengerjakan shalat subuh dan tadarusan, Aira memasuki kamarnya lalu mengulang materi kuliah. Sepasang tangan kekar memeluknya dari belakang membuat Aira terperanjat.

"Astaghfirullah,"

Ia menatap lewat pantulan cermin siapa yang sebenarnya sedang berdiri di belakangnya. Sementara si pelaku hanya tertawa kecil.

"Kapan pulang, Bang?" tanya Aira seraya mengontrol jantungnya yang berdetak kencang.

"Tadi, habis subuh," balas Ari pelan, tepat di telinganya. Dagunya ia biarkan menopang di bahu sang istri. "Aku kangen sama kamu," bisik Ari kemudian.

Maaf tentang sikapku selama ini. Aku janji akan membuat kamu bahagia, Zaujati.. aku akan perbaiki semua ini.

Ari sudah mengambil ancang-ancang untuk mencium istrinya, tapi Aira menjauhkan wajahnya.

"Aku lagi puasa sunnah,"

"Apa? emang kamu udah izin sama aku buat puasa sunnah?" nada bicara Ari mendadak tinggi kepada istrinya. Niat untuk memperbaiki hubungan mereka mendadak hilang ditelan bumi.

Aira diam membisu. Puasa adalah alternatif supaya Aira menjadi sabar dalam menghadapi suaminya. Namun sayangnya malah menghadirkan masalah baru untuknya. Suaminya sedang menginginkannya.

"Aku minta, kamu batalin aja puasanya,"

Aira melepas pelukan itu dan menatap bola mata suaminya. "Kamu egois, bahkan terlalu egois," ujar Aira dengan amarah yang kian memuncak.

"Apa kamu tahu, seorang istri tidak diperkenankan..."

Kata-kata Ari terpotong karena Aira tak ingin tinggal diam. "Aku tau, seorang istri tidak dibenarkan melakukan puasa sunnah tanpa izin dari suaminya. Aku sengaja puasa untuk melatih kesabaran ku dalam menghadapi sikapmu." balas Aira dalam tangisnya.

_____

Segala bentuk permintaan maaf dilayangkan oleh Ari terhadap istrinya, dan Aira memaafkannya, karena merasa kupingnya akan pecah jika terus-terusan mendengar bujuk rayunya suaminya. Namun masih saja ia belum bercerita apa yang mengusik ketenangan hatinya akhir-akhir ini.

"Dek, kalau kamu ada masalah cerita dong sama aku," ujar Ari seraya memasukkan sesendok nasi kedalam mulutnya ketika mereka makan malam.

"Nggak papa kok. Aku minta maaf karena udah puasa sunnah tanpa izin kamu," balas Aira yang masih menunduk. Nasi didepannya hanya dibolak-balik saja, tanpa berminat memakannya.

"Kamu udah beda," timpal Ari setelah meneguk air minumnya, menyudahi ritual makan.

Aira mendongak pelan demi menatap bola mata suaminya, lalu kembali menunduk. Entah mengapa, rasanya ia tidak berani menatap mata elang itu, walaupun sebenarnya ia begitu rindu.

"Abang ke pesantren dulu, ya?!" kata Ari ragu. Istrinya ini sama sekali tidak merespon, setelah ditanya sekali lagi, barulah Aira mengangguk.

Baru saja Ari sampai ke pintu tengah, ia mendengar suara tangis istrinya. Ia kembali ke meja makan lalu menatap nanar istrinya yang sedang menutup wajahnya dengan kedua tangan.

Ya Allah kenapa begini?

Ari menjambak rambutnya frustasi, lalu menggendong istrinya ala bridal style lalu membawanya ke kamar. Ari sempat kaget ketika merasakan tubuh istrinya begitu lemah.

Setelah mendudukkan Aira di atas tempat tidur, Ari menghapus air mata Aira dengan sangat hati-hati, perasaannya mendadak gelisah dengan perubahan yang terjadi pada istrinya.

Ditelponnya seseorang dari pesantren untuk meminta izin tidak mengajar malam ini.

"Maaf ustadz, bukannya ana terus-terusan meminta cuti, tapi saat ini kondisi istri ana sedang kurang baik. Ana tidak mungkin meninggalkannya sendirian,"

Akhirnya ia mendapatkan izin. Pihak pesantren akan begitu prihatin dan langsung memberikan izin jika itu berhubungan dengan keluarga.

Dipeluknya Aira dan dikecup dahi dan pipinya berulang kali.

"Sayang.." panggil Ari.

"Hmm.." balas Aira dengan gumaman, tangannya semakin erat memeluk sang suami seakan tak ingin lepas.

"Kamu kok sensitif banget akhir-akhir ini, kamu beda. Apa... kamu.." Ari menjeda kalimatnya.

"Why?" tanya Aira. Pertanyaan yang menanti banyak jawaban tentang ucapan suaminya.

"Apa.. kamu hamil?!"

Aira melepaskan pelukannya dengan kasar. Bola matanya menyiratkan amarah yang mendalam.

"Aku nggak hamil dan aku nggak mau anakku punya ayah seperti kamu," ucapnya sadis yang membuat Ari meringis.

Salahkah apa yang kulakukan selama ini? Ari membatin. Tatapannya lurus ke depan, dadanya naik turun.

Ya Allah kenapa istriku berkata seperti itu? aku begitu sedih ya Allah..

Sementara Aira menyesali kalimatnya. Terus saja ia menggumam istighfar berkali-kali.

"Dek, jujur aku sedih dengan kata-katamu barusan. Tapi aku pengen tau apa yang bikin kamu jadi seperti ini? apa aku ini terlalu pemaksa?" tanya Ari dengan tatapan sendu.

"Itu hanya sebagian kecilnya,"

"Lalu?" tanya Ari tidak mengerti.

"Kamu harus jelasin hubungan kamu dengan Winda," ujar Aira kemudian.

"Winda?" Ari mengernyit heran. "Ntar dulu, emang ada yang salah antara aku dan Winda?"

Kenapa kamu nanya begitu? jelas tidak ada yang salah jika kalian sudah halal. Tetapi kamu menyakiti perasaanku...

"Emang selama ini kamu anggap hubungan aku sama Winda apa?" tanya Ari lagi yang membuat Aira sangat ingin menggerutu.

"Kamu bilang Sultan itu anak kamu, terus aku juga dengar Sultan panggil Abati dengan panggilan kakek. Sultan itu anaknya Winda kan?" kesal Aira. Akhirnya terkuak sudah uneg-uneg di hatinya.

"Terus kamu beranggapan kalau Winda itu istriku dan Sultan anakku?"

"Kamu bilang, kamu yang azanin Sultan waktu dia lahir. Oh ya.. satu lagi.. Winda itu anaknya Abi Zikri kan? pantesan aja kamu begitu betah di pesantren. Pesantren sudah menjadi prioritas kamu. Gimana nggak, kalau kamu itu menantu beliau.." Aira sudah berapi-api namun Ari terlihat begitu santai dan terus saja mendengarkan setiap kalimat yang dilontarkan istrinya.

"Terus apalagi, sayang?"

"Kamu juga panggil Winda 'Dek' sama kayak kamu panggil aku. Kamu dan Sultan juga mirip banget," kesal Aira.

"Sebenarnya aku udah berusaha untuk nggak percaya tetapi buktinya sudah jelas. Bukan cuma dari Abang dan Sultan, tetapi dari teman-teman Abang juga...

Kemaren akhy Alif bilang kalau Abang itu ayahnya Sultan. Terus waktu ke rumah sakit juga ada teman Abang yang tanya kalau aku ini yang ke berapa?

Abang benar-benar keterlaluan ya.." gerutu Aira lagi.

Ari menghela nafas panjang. "Kalau begini jadinya, nawaitu untuk berpoligami mendadak di cancel deh" ujar Ari setelah cukup puas mendengar jeritan hati istrinya.

"Tuh kan, Abang ini benar-benar nggak punya perasaan. Sakit hati aku, bang.. apa Abang paham? bisa-bisanya Abang bohongin aku, ternyata Abang udah punya anak tiga,"

Ari geleng-geleng kepala melihat istrinya. Perlahan tawanya pecah. Aira semakin kesal saja dengan ustadz  yang satu ini. Ia memilih mengambil buku untuk dibacanya, malas untuk berhadapan dengan suami aneh itu.

"Winda itu sepupu aku, ngapain aku nikahin dia?"

Langkah Aira mendadak terhenti. "What? seriously?" Pekiknya dengan keras.

Haloo
Ayo komen buat Ari..

Continue Reading

You'll Also Like

557K 38.3K 58
FOLLOW DULU YA. BIAR BISA BACA SELURUHNYA. Memiliki seorang ayah yang taat agama, sholeh dan mampu menjadi imam yang baik bagi keluarganya tidak memb...
1.4M 113K 36
"Aku benar-benar akan membunuhmu jika kau berani mengajukan perceraian lagi. Kita akan mati bersama dan akan kekal di neraka bersama," bisik Lucifer...
2.4M 106K 47
⚠️ Jangan menormalisasi kekerasan di kehidupan nyata. _______ Luna Nanda Bintang. Gadis itu harus mendapatkan tekanan dari seniornya di kampus. Xavie...
3.8K 241 45
Langkahnya terhenti, diam terpaku. Bibirnya ingin sekali menyuarakan segala resah relungnya yang merasa tak diperlukan adil oleh keadaan. Dia tak mem...