Manajemen Rumah Tangga βœ”

By bintkariim

254K 17.3K 1.1K

π€π«πšπ›π’πœ || 𝐄𝐧𝐠π₯𝐒𝐬𝐑 (Follow dulu yuk!) β€’ πŸ‘‰Buat kamu yang masih muda tapi kebelet nikah, disarank... More

Testimoni
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
12
13
14
15
16
17
18
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
Notes Penulis
Happy 200K Reads
TERBIT
VOTE COVER
OPEN ORDER MRT

11

5.2K 435 8
By bintkariim

Winda mempersilakan Aira untuk duduk di bangku yang ada di dekat brankar.

"Jadi kamu yang namanya Aira? makasih ya, sudah bantu merawat Sultan, kamu begitu baik," Winda mencoba mencairkan suasana yang tadinya sempat canggung itu. Masih teringat jelas ketika Aira mencium pipi Ari di hadapannya ketika video call kemarin.

"Ah, saya biasa aja kok, Kak,"

Nggak papa kan, kupanggil 'kak' lagian dia lebih tua dariku sepertinya.

"Kamu itu cantik, baik, juga pintar. Nggak salah Abati milih kamu jadi menantunya," puji wanita cantik itu seraya menatap lekat mata Aira.

Aira sedikit tertegun dengan jawaban Winda. "Kalau kakak siapa yang pilih?"

"Aku dipilih sama bang Ari langsung, lho.." hati Aira bagaikan tertohok mendengarnya. Ia hanya bisa membalas dengan senyum kecil.

Tak lama kemudian masuklah Sultan bersama Ari dengan menggendong bayi. Tak hanya mereka, disana juga sedang masuk Abi Zikri beserta sang istri yang juga sedang menggendong bayi.

Aira menahan napas. Sepertinya ia ingin segera keluar dari ruangan yang membuatnya sesak nafas itu.

"Aira, liat nih Winda udah punya bayi kembar. Kamu juga harus bisa seperti Winda ya, kalau bisa kembar tiga sekaligus," ujar Ummi yang merupakan istri dari Abi Zikri.

Apa? jadi sekarang mereka malah membanding-bandingkan aku dengannya? kalian sama sekali nggak memikirkan bagaimana perasaanku saat ini.

Aira hanya merespon dengan tersenyum tipis, tidak mau menunjukkan rasa sakit yang meronta di dadanya.

Setelah satu jam di sana, Aira berbisik kepada suaminya untuk minta pulang. Ia benar-benar sudah tidak tahan. Sebenarnya ia juga begitu marah pada suaminya itu, bisa-bisanya ia dibohongi, namun ia juga harus sadar statusnya saat ini yang masih istri sah Ari. Tidak mungkin ia melawannya.

"Yasudah kalau begitu kami pamit dulu, ya!" ujar Ari kepada mereka semua.

"Lho, kenapa mesti buru-buru, Ari?" tanya Abati.

"Soalnya Aira harus ke kampus, Abati," balas Ari lagi.

Semua orang menyayangkan mereka yang akan segera pulang. Padahal baru sedikit yang mereka obrolkan.

"Haduh, Aira ini.. harusnya kan gak usah kuliah lagi kalau sudah menikah, urus suami dan anak aja, kayak Winda," timpal Abi Zikri yang membuat darah Aira berdesir panas.

Winda lagi Winda lagi..

"Kami pulang dulu ya," ujar Ari seraya mencium tangan Abati, Abi Zikri dan Ummi. Begitu juga dengan Aira, namun ketika bersalaman dengan Abi Zikri ia melapisi tangannya dengan khimar.

"Sultan mau ikut Umma atau Ummi?"

Pertanyaan yang dilontarkan oleh Ari itu sungguh membuat Aira kesal.

Kok jadi begini?

"Kalau Baba pilih siapa?" Sultan membalasnya dengan pertanyaan. Semua orang tertawa kecuali Aira. Aira tidak tahan dan langsung melenggang keluar.

Ya Allah kenapa sakit sekali dibohongi seperti ini? mereka itu keluarga alim, pimpinan pesantren, tapi kenapa mereka bersikap seperti itu? aku tidak menyalahkan yang namanya poligami karena itu diperbolehkan dalam Islam, tapi kenapa mereka membuatku seperti ini? ini sama sekali gak adil, ya Rabb...

Air mata terus saja bercucuran di pipi Aira seraya menyusuri lobi rumah sakit.

"Aira..?!"

Suara bariton dibelakangnya membuat Aira tersentak. Ia yakin itu bukan suara suaminya. Tapi siapa? dihapusnya air matanya dengan secepat kilat, lalu ia berbalik menatap siapa orang yang memanggilnya barusan.

"Dokter Achmad?" Aira begitu terkejut.

"Kamu ngapain kesini? belum sembuh?" tanya dokter Achmad setelah berjalan mendekati Aira.

Aira memang punya riwayat kecelakaan, kepalanya terbentur benda keras dan pada saat itu dokter Achmad yang mengobatinya.

"Aku udah sembuh kok, Dok. Udah lama.." balasnya dengan tawa untuk menyembunyikan kesedihannya.

"Alhamdulilah kalau begitu. Sama siapa kesini?"

"Sama suaminya,"

Bukan Aira yang menjawab, tetapi seorang lelaki yang tak jauh dari mereka, yang tak lain adalah suami Aira. Ari nampak begitu marah dengan pemandangan itu, ia paling tidak suka melihat istrinya bersama orang lain.

Ditariknya tangan Aira kasar, "let's go home," Aira sempat memberontak, namun Ari malah menarik lengan sang istri lebih kuat. "Right now, Aira.."

Dokter Achmad hanya diam di tempat, tak berani ikut campur walaupun sebenarnya ia tidak tega melihat Aira diseret begitu oleh suaminya.

"Siapa dia?" tanya Ari seraya menyetir mobil dengan kecepatan tinggi. Ia merasa kesal dan cemburu.

"Dia dokter yang mengobati aku ketika kecelakaan dulu," balas Aira datar. Ia bingung dengan suaminya, harusnya ia yang marah kepada Ari, tapi malah sebaliknya.

"Aku nggak suka lihat kamu sama laki-laki lain,"

"Over," sindir Aira.

_____

Hari-hari dilewati Aira penuh dengan melamun. Ia terlihat begitu lesu setelah kepulangan mereka dari rumah sakit. Dalam hatinya ia merasakan kekecewaan yang begitu mendalam.

Jadi sebenarnya Winda itu anaknya Abi Zikri? ya Allah... aku sudah dibodohi sejauh itu oleh keluarga ini. Kenapa tidak ada satupun yang mau bercerita padaku, kenapa mereka malah tertawa di depanku seolah ini bukanlah sebuah kesalahan.

Pantas saja bang Ari begitu dekat dengan Abi Zikri, ternyata dia itu menantunya. Sekarang aku baru sadar alasan bang Ari begitu memprioritaskan pesantren Az-Zikri.

Apakah tidak ada yang memikirkan bagaimana perasaanku berada di tengah-tengah mereka pada hari itu? mereka bahkan membanding-bandingkan aku dengan perempuan itu.

Ya Allah... aku benci bang Ari. Tapi dia suamiku..

Ya Rabbi, jika memang dengan ujian ini engkau tambahkan pahala bagiku, aku ikhlas. Aku akan berusaha bersabar ya Allah.

Ya Tuhanku..
Hamba mohon, jangan biarkan cobaan ini membuatku menjadi orang yang tidak menghambakan diri lagi padamu. Semoga dengan cobaan ini akan menambah keimanan dan kecintaanku padamu.

Aira akhir-akhir ini menjadi seseorang yang mudah meneteskan air mata. Ia merasa begitu terpuruk. Namun tak pernah sekalipun ia menceritakan masalahnya pada orang-orang, walaupun mereka itu keluarga dan sahabatnya. Cukup aku dan Allah yang tahu, batinnya selalu.

Gelas yang sedang di cuci Aira jatuh dari tangannya sehingga menimbulkan bunyi dentingan.

"Astaghfirullah," Aira terkejut bukan main.

"Kalau cuci piring itu jangan melamun, Dek," ujar Ari. Entah sejak kapan ia pulang, Aira sama sekali tidak menyadarinya saking larut dalam lamunannya.

"Maaf," lirih Aira. "Kapan pulang? kok aku gak dengar suara Abang beri salam tadi?"

"Kamu sih, melamun aja kerjaannya. Aku udah beri salam berkali-kali,"

"Maaf, Bang," ujar Aira seraya mengeringkan tangannya dengan handuk karena ritual cuci piringnya telah usai.

"Bikinin aku teh hangat," ujar Ari seraya membalas beberapa chat yang sedari tadi masuk dari temannya. Rata-rata menanyakan tentang kapan daftar sidang.

Tak berapa lama, teh yang diminta Ari telah tertata didepan meja makan. "Bismillah.." diseruputnya teh yang masih panas itu.

"Astaghfirullah, Dek. Kamu taruh garam di tehnya? kok asin?"

"Ha?" Aira melongo.

"Aku capek-capek pulang kerja, terus disuguhi minuman begini? kamu mikir gak sih? kenapa malah asik melamun?" ujar Ari dengan nada bicara naik satu oktaf yang membuat Aira menangis dan berlari ke kamar.

"Astahgfirullah.. aku udah bikin dia sedih," gumam Ari. Ia beranjak ikut ke kamar.

"Abang minta maaf kalau kata-kata Abang bikin kamu sedih," ujar Ari ketika menemui istrinya.

Aira tak bergeming, ia sibuk memasukkan pakaian yang baru disetrika ke dalam lemari.

"Biasanya juga aku ngomongnya suka begitu, tapi kamu nggak nangis," sambung Ari lagi.

"Dek.." Ari menghentikan kegiatan istrinya itu. "Kamu kenapa? kok mendadak jadi sensitif gini?"

"Aira gak papa," balasnya seraya melepaskan tangan suaminya dari lengannya.

"Lagi PMS?" Aira menggeleng. "Aku minta maaf.."

"Gak perlu. Aku yang salah karena suka melamun. Selalunya juga aku yang salah,"

"Dek.."

"Mending Abang mandi sana. Udah sore,"

"Tapi cium dulu," Aira menggeleng cepat.

"Masih bau.. ogah.."

"Berarti habis mandi harus cium, ya.." goda Ari.

"Ishh mandi sana.." gerutu Aira.

Ari mengambil handuk lalu ke kamar mandi setelah membuat Aira blushing karena ciumannya.

Kamu begitu pintar dalam mengaduk perasaanku.

_____

Jam tujuh pagi Aira sudah siap dengan pakaiannya untuk ke kampus, namun Ari sedang keluar sebentar karena ingin mengambil sesuatu yang dipesannya di salah satu jasa pengiriman barang. Entah apa yang dipesannya, Aira bingung, kenapa tidak diambil sambil mengantar Aira saja. Terpaksa Aira harus duduk di teras rumah menanti sang suami.

Sebuah motor gede memasuki pekarangan rumahnya.

Itu bukannya motor bang Ari?

Lelaki itu membuka helmnya, membuat Aira tercengang.

"Akhy Alif?"

"Assalamualaikum, akhy Ari ada?" tanya pemuda itu.

"Wa'alaikumus salam. Bang Ari lagi keluar," balas Aira. "Silakan duduk dulu, sebentar lagi bang Ari pulang, katanya cuma sebentar," ujar Aira sopan mempersilakan lelaki itu duduk di kursi teras rumah.

Alif segera duduk di sana.

"Maaf ya, bukannya ana gak persilakan masuk, tetapi.."

"Iya, ana paham, ukhty. Tidak diperkenankan menerima tamu bila tidak ada mahram di rumah," balas Alif dengan senyum tipisnya.

Tak berapa lama, Ari pulang dengan mobil Jazz berwarna silver yang ia pinjam pada Abi Zikri ketika mengajak Sultan jalan-jalan beberapa hari yang lalu.

"Sudah lama tunggu? maaf ya Akhy.." ujar Ari pada temannya itu begitu turun dari mobil.

Alif menyindirnya dengan salam, membuat Ari jadi malu sendiri, lalu menjawab salam dari Alif.

"Ini kunci motornya," ujar Alif kemudian.

"Kayak anak Sultan aja, motornya harus diantar akhy Alif kesini," timpal Aira kepada suaminya.

"Ini bukan anak Sultan, tapi ayahnya Sultan.." seru Alif yang membuat dirinya dan Ari tertawa.

Ya Allah.. hamba sedih

"Jadi nganterin aku nggak? udah setengah delapan ini," ujar Aira menutup kesedihannya.

Akhirnya Alif pamit pulang dan pergilah mereka ke kampus.

_____

Setibanya mereka di kampus, Aira segera menuju lantai dua, dimana jadwal kuliahnya hari ini. Sementara Ari menuju ruang dosen untuk memperoleh bimbingan.

"Hai.. kamu adiknya akhy Ari kan?" panggil seseorang kepada Aira. Aira menoleh dan menatap dengan tatapan tak suka kepada dua perempuan itu. Ternyata mereka adalah perempuan yang pernah berdebat dengannya ketika di parkiran.

Perempuan itu lagi

"Aku minta maaf ya, kemarin aku nggak tau kalau kamu ternyata adiknya akhy Ari,"

Adik? enak aja!!

"Mau kalian apa?" Aira tidak peduli dengan mereka meskipun mereka itu seniornya.

"Ya Allah, Dek. Jangan gitu dong, ngomong sama kami," ujar si perempuan bercadar itu.

Karena aku udah tahu seperti apa kalian. Kalian sok-sok baik pasti ada mau nya kan?

"Kamu tau nggak, akhy Ari lagi dekat sama siapa sekarang?" tanya perempuan itu dengan sumringahnya. "Sebenarnya aku udah lama suka sama dia. Sekitar semester  yang lalu,"

"Terus? dia udah nikah. Jangan ganggu!"

Aira melangkah gontai menjauh dari mereka.

Setibanya di ruang kelas, dosennya masih belum masuk, padahal seharusnya dosen tersebut sudah masuk sekitar sepuluh menit yang lalu.

Ruangan kelas begitu ramai, terdengar suara mahasiswa mengobrol begitu riuh, membuat Aira sedikit kesal dan memilih berdiri di depan pintu kelas saja.

Dosennya mana sih? jadi masuk apa nggak?

"Jangan berdiri di pintu," suara bariton didepannya terdengar, Aira mendongakkan wajahnya.

Kaget.

Ngapain bang Ari kesini? apa ini ulah teman-temannya pas di koridor tadi ya? mereka ngadu apaan sama bang Ari, sampai dia jadi ke sini?

"Jangan berdiri di pintu, kamu menghalangi saya masuk,"

"Eh?" Aira kaget mendengarnya. Ia menggeser posisi untuk memberi ruang pada Ari.

"Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh.. jadi untuk sementara, hari ini saya akan menggantikan pak Adam sebagai dosen mata kuliah Manajemen Sekolah dan Madrasah," ujar Ari ketika sudah duduk di bangku dosen.

Aira menatap tak percaya, sementara beberapa teman-temannya yang lain menatap Ari takjub, membuat Aira kesal.

"Maaf sebelumnya, Pak. Tapi kami belum tahu nama Bapak," ujar salah satu teman Aira.

"Oke, nama saya Ari Ramadhan, dan saya masih mahasiswa semester akhir, jadi kalian tidak perlu memanggil saya dengan panggilan 'Pak' rasanya belum cocok untuk saya," ujar Ari dengan senyum ramahnya.

Ishh tebar pesona!!

"Terus kami harus panggil siapa? panggil Kakak atau Abang, boleh nggak?" tanya mereka lagi.

"Hmm boleh deh, yang penting kalian senang," balas Ari seraya melirik ke arah istrinya.

Aira ingin mual saja rasanya. Suaminya ini benar-benar menjengkelkan. Ia mendelik tajam ke arah suaminya itu.

Soal Winda belum kelar, jangan nambah masalah baru!! bisa-bisa aku bunuh diri..

Holaaa
Gimana readers? masih semangat dengan cerita ini? jangan lupa vote dan komen ya..

Continue Reading

You'll Also Like

112K 7.3K 41
Ramadanish Danial Wijaya, Mahasiswa fakultas kedokteran tingkat akhir yang sedang melakukan penelitian di sebuah rumah sakit, terpikat dengan seorang...
375K 18.7K 68
SEQUEL MY WIFE Apa sih definisi kesempurnaan cinta menurut kalian? Cinta yang selalu menghadirkan kebahagiaan? Atau cinta yang dikelilingi banyak uji...
130K 4.4K 20
~dr. Alina Oktaviani Putri Surbakti Perjodohan? Pernikahan? Adalah kata yang paling aku benci karna pernikahan membuatku harus tinggal pisah dengan a...
2.5M 37.7K 50
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...