FLASHDISK

Da mgicdyyya

4.2K 413 220

[HARAP VOTE DAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] ADA YANG LEBIH BERAT DARI RINDU, YAITU IKHLAS ***** Saziya, siswi SM... Altro

Saziya Alexandra Nugraha
Adyaksa Widya Ananta
PROLOG
Flashdisk || 1. Makanan misterius
Flashdisk || 3. Si misterius lagi
Flashdisk || 4. Putus
Flashdisk || 5. Jangan sedih
Flashdisk || 6. Tak terduga
Flashdisk || 7. Sapu tangan

Flashdisk || 2. Minimarket

166 41 18
Da mgicdyyya

Pulang dalam keadaan rumah sepi itu sudah biasa. Bagaimana tidak, rumah segitu gedenya cuma ditinggalin keluarga kecil yang beranggotakan tiga orang plus satu asisten rumah tangga. Mana satu orang lainnya jarang pulang. Sibuk ngurusin kantor nya itu. Beruntung nggak pernah ada kejadian aneh gegara dedemit yang juga tinggal disana.

Motor Aksa berhenti dengan apik di dalam garasi. Dahinya mengerut, ketika melihat sedan ferarri yang berada di sebelah honda mobilio miliknya. Tumben, batin Aksa.

Dia mengangkat bahunya tak acuh yang dilanjutkan dengan menaruh sepatu di rak. Aksa melenggang masuk melalui pintu samping dan langsung terhubung dengan ruang tv.

"Bun," panggil Aksa, ketika mendapati Bundanya tengah menonton sinetron sambil memeluk bantal sofa.

Mia menoleh, lantas menerima uluran tangan Aksa untuk mencium tangannya. Dibelainya surai hitam pekat Aksa.

"Tadi ayah nanyain kamu," ucap Mia, yang langsung direspon dengan tatapan tajam oleh putra semata wayangnya itu.

"Tumben nanyain Aksa. Biasanya juga gak pernah peduli."

Mia menatap lembut, mengusap pipi Aksa dengan penuh kasih sayang. Ia tau, alasan anaknya seperti ini. "Nggak boleh gitu. Sana gih samperin, ayah ada di kamar."

Aksa berdecak, melangkah ke dalam rumah. Mia hanya tersenyum tipis dan menggelengkan kepala menyadari sikap Aksa yang tak pernah menolak permintaannya, sekalipun dia nggak mau.

Begitu sampai di depan kamar orang tuanya, Aksa tidak langsung masuk. Ia ragu. Pintu kamar terbuka sedikit, sehingga Aksa bisa melihat ke dalam meski samar-samar. Ia melihat Leon sedang duduk di atas meja kerja yang memang berada di dalam kamar, dengan laptop serta kacamata dan beberapa berkas-berkas yang tampak agak berserakan. Alih-alih mengetuk pintu dan masuk, yang ada Aksa malah berbalik menuju tangga lantai dua ke kamarnya.

Aksa tau. Nggak baik bersikap begini. Tapi ia masih ragu, rasa kecewa lebih menguasai pikirannya.

Setelah menutup pintu, Aksa membanting tubuhnya di atas ranjang dengan kaki menggelantung. Tasnya di lempar ke sembarang arah. Peduli apa meski mengenai tumpukan buku-bukunya dan menyebabkan bunyi gedebum kecil berkali-kali.

Ia meletakkan lengannya di atas dahi. Memejam sebentar, memikirkan kejadian di sekolah yang diluar prediksinya.

Aksa pikir, dengan meminta penjelasan dan memberi pengertian sedikit pada Mita akan membuat semuanya jauh lebih baik. Nyatanya, malah sebaliknya.

Aksa merogoh saku celana seragamnya. Mencari benda pipih yang biasa digunakan untuk menelpon Mita. Panggilan tersambung, tapi tak kunjung diganti dengan suara gadis itu. Ia berdecak. Meletakkan handphone di sebelah kepala.

Tok! Tok! Tok!

"Den, mau saya siapkan air panas?"

Mata Aksa terbuka. "Gak perlu, bi. Makasih," jawab Aksa dari dalam.

Lantas ia bangkit, menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

Tak sampai tiga puluh menit, Aksa keluar kamar. Seragamnya berubah menjadi kaos hitam lengan pendek dan celana training hitam. Kemudian ia turun ke lantai bawah dengan santai.

Begitu tangannya hampir menarik gagang pintu, suara di belakangnya membuat Aksa mengurungkan hal itu.

"Mau kemana malam-malam?" tanya Mia.

"Cari angin, Bun." Kepala Aksa bergerak miring. Melihat keadaan di belakang Mia atau lebih tepatnya ke dalam rumah. "Ayah kemana?"

Mendengar pertanyaan Aksa, Mia tersenyum. Ini suatu kemajuan. Sebelumnya, jarang sekali Aksa menanyakan tentang Leon. "Masih di kamar."

Aksa mengangguk. Mau bagaimana pun Leon tetap ayahnya, dan tak akan pernah berubah. Sekalipun ayahnya pernah berbuat salah, hal itu tidak akan pernah membuat status di keluarganya jadi berubah.

Sebelum melangkah lebih jauh dari pekarangan rumahnya, Aksa mengeluarkan handphone. Mengetikkan sesuatu disana. Karena nyatanya, daritadi Aksa menunggu telepon balik dari Mita, tapi tak muncul juga.

*****

"Kakak!" Nara membuka pintu kamar Saziya tanpa mengetuk. Mendapati kakaknya yang tengah berbaring di atas ranjang. Tanpa ragu ia mendekat. Mengguncang bahu Saziya. "Kakak kalau nggak tidur jangan pura-pura tidur. Dosa loh, dipanggil nggak nyahut."

Saziya membuka mata. Menatap Nara yang juga menatapnya dengan berkacak pinggang. "Kok tau kakak nggak tidur?"

"Kalo kakak tidur biasanya mangap. Hihi..." Nara terkekeh.

Anjir, ni bocah ngapa buka aib gue,  erang Saziya gemas dalam hati.

"Kak, mau es krim. Beliin," pinta Nara, mengguncang lutut Saziya yang kini terduduk.

"Di kulkas nggak ada?"

Nara menggeleng. "Sama mama, kakak di suruh ke minimarket."

Saziya berdiri, mengambil jaket di balik pintu. Lalu melangkah menuju ruang keluarga, diikuti oleh adiknya yang kini berumur 9 tahun.

"Ma! Pa!" sapa Saziya kepada orang tuanya yang kini sedang menonton televisi. "Nara minta beliin es krim. Dia bilang mama suruh aku ke minimarket."

"Adek, kan es krim kemarin sudah," ingat Alex pada Nara yang kini mencebikkan bibirnya, merajuk.

"Satu lagi, paa..."

"Coba kamu liat dulu di dapur. Ini uangnya." Tari menyodorkan dua lembar uang berwarna merah, yang dibalas anggukan oleh Saziya.

Setelah tau apa saja yang perlu dibeli. Saziya memakai sandal jepit dan merapatkan jaket pada tubuhnya. Rambutnya di cepol asal-asalan. Toh, cuma mau pergi ke minimarket depan komplek perumahan rumahnya.

Dua puluh menit dengan berjalan santai, sudah cukup mengantarkan Saziya dengan selamat ke minimarket. Lonceng berbunyi, begitu Saziya masuk. Diambilnya satu keranjang merah dekat pintu. Ia mulai memilih apa saja yang dibutuhkan. Tidak begitu banyak.

Ketika sedang memilih es krim, tak sengaja matanya menangkap sosok cowok dari balik diding kaca di depannya, tengah duduk sendiri sambil menunduk, tangannya bertautan memegang belakang kepala.

Satu kata yang Saziya pikirkan, menyedihkan.

Seharusnya cowok itu nggak disini. Minimarket ini selalu sepi di malam minggu. Anak muda lebih memilih pergi ke mall, nongkrong di kafe, atau ngapel di alun-alun kota bareng pacar.

Woy, sadar diri kek. Kalau gitu seharusnya lo nggak disini!

Saziya mengambil dua buah es krim dan satu botol yogurt. Setelah itu, ia cepat-cepat membayar di kasir.

Entah kenapa, langkahnya malah tertarik untuk mendekati cowok itu. Sejenak, Saziya menatap ragu. Gak masalah kan, kalau cuma nyapa doang?

"Katanya, makan manis bisa bikin mood orang membaik," ujar Saziya, menyodorkan satu es krim yang tadi di belinya. Lalu ia menatap jalanan, seolah bukan dia yang berbicara.

Lelaki itu mendongak. Menatap es krim di depannya dan Saziya bergantian. Dahinya mengerut, seperti memikirkan sesuatu.

"Lo.... Saziya, kan?" ujar lelaki itu. Saziya menoleh kaget, karena cowok itu bisa mengenalnya.

Ia menatap lekat manik mata lelaki itu. "Kok tau?"

"Lo nggak inget gue?"

Saziya menggeleng. Bagaimana bisa? Seharusnya cowok itu yang bingung, kenapa malah Saziya?

"Kalau gitu ayo ulang, kita kenalan lagi. Gue Aksa, SMA Angkasa, dua belas IPS 3." Aksa mengulurkan tangannya.

Saziya menepuk dahinya sebelum menyambut uluran tangan Aksa. "Ah iya, gue baru inget. Maaf kak, lupa."

"Gak papa. Santai," balas Aksa. "Ini apa?" Dia menunjuk es krim di depannya.

"Es krim."

"Buat siapa?"

"Lo."

"Kenapa?"

"Tanya mulu kek Dora." Saziya terkekeh. "Tadi gue gak sengaja liat lo sendirian disini. Ini kan malam minggu, jarang-jarang gue liat orang disini, apalagi sendirian. Kayak orang lagi galau diputusin aja."

Aksa tersenyum tipis. Ada benarnya juga. Dia lagi galau, tapi bukan karena diputusin. Meski hampir mirip-mirip, sih.

"Lo sendiri ngapain disini?"

Saziya mengangkat kresek belanjannya. "Disuruh mama."

Aksa membuka plastik es krim itu, lalu memakannya perlahan. Saziya juga terlihat mencari-cari sesuatu di dalam kresek. Akhirnya, ia menemukan botol yogurt yang tadi ia beli. Dengan kesusahan Saziya membuka tutup botol. Biasanya ia gampang membuka tutup aqua, kenapa sekarang rasanya susah?

Saziya berhenti memutar dan mengusap telapak tangannya di celana, kala jarinya memerah dan panas.

Aksa yang melihat itu, tersenyum gemas. "Siniin," pintanya.

"Hah?!" Meski begitu Saziya tetap memberikannya pada Aksa.

KREK!

"Makasih," ucap Saziya.

Mereka mengobrol banyak hal. Apapun itu. Aksa juga bukan orang yang susah mencari bahan obrolan. Hingga tak terasa, hari semakin malam.

"Astaga!" pekik Saziya.

"Kenapa?"

"Es krim adek gue... cair." Ia melihat jam di handphonenya yang menunjukkan pukul 21.19. Mampus!

"Aduh, gimana ini? Udah kemaleman, mama bisa marah. Mana es krimnya cair." Saziya meringis.

"Yaudah beli lagi. Pulangnya gue anter." Aksa tersenyum simpul. "Jangan nolak. Perempuan gak baik pulang malem sendiri," lanjutnya, ketika melihat raut wajah Saziya yang seakan minta penjelasan.

TBC...

Continua a leggere

Ti piacerĂ  anche

433K 15.6K 30
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
10.5M 922K 61
~Don't copy my story if you have brain~ CERITA INI HANYA FIKSI! JANGAN DITIRU! 'Si cuek yang tiba-tiba agresif' Start : 18 Februari 2023 End : 27 Mar...
396K 30.5K 26
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens. "Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gu...
183K 17.7K 25
[JANGAN LUPA FOLLOW] Bulan seorang gadis yang harus menerima kenyataan pedih tentang nasib hidupnya, namun semuanya berubah ketika sebuah musibah me...