Selena's POV
Aku memberhentikan langkahku secara tiba-tiba, seorang Justin baru saja meminta maaf padaku. Apakah pendengaranku rusak?
"Untuk apa" ketusku kali ini. Justin sepertinya menyadari perubahan sikapku. Terlihat dari wajahnya yang berbeda dari biasanya, bukan dingin atau datar lagi. Tapi seolah olah ingin berbicara denganku.
"Selama ini aku selalu bersikap dingin padamu, aku juga tidak pernah menghargai setiap ucapanmu" ucap Justin dengan serius sambil menatap jalan didepannya yang dipenuhi oleh salju.
"Tak apa, aku sudah biasa" ketusku lagi. Kali ini aku ingin mengerjai pria berhoodie itu, mungkin sangat seru jika aku berpura-pura ketus padanya. "Hargailah seseorang jika ingin dihargai kembali" sambungku datar.
"Kau benar, selama ini aku salah" ucap Justin sambil mengalihkan pandangannya dari jalan dan beralih menatapku. Sungguh kali ini dia berbeda jika bersikap seperti ini. Bukan lagi sikap datar dan dingin yang kulihat setiap bertemu dengannya. Aku masih menatap iris mata hazelnya yang selalu membuat hatiku merasa tenang saat aku memandangnya.
"Aku mempunyai latar belakang kehidupan yang suram hingga sekarang membuatku selalu bersikap dingin pada semua orang, terutama dirimu" ucapnya lagi dengan menatapku lekat. Aku semakin tak berdaya jika matanya terus menatapku. Segera kualihkan pandanganku dari matanya menuju kebawah melihat tumpukan salju yang terinjak olehku.
"Tempat ini kurang nyaman untuk mengobrol, kita sedang berada dijalanan. Lebih baik mencari tempat yang cocok" ucapku padanya. Justin mengangguk dan berjalan mendahuluiku.
Kami berhenti disebuah gubuk, tempat untuk bersantai saat musim salju. Tempat itu lengkap dengan perapian dan tempat duduk dan bebas untuk dikunjungi oleh siapapun. Justin menyuruhku duluan untuk memasuki gubuk dan ia membuntutiku. Moment yang tepat, gubuk itu sedang tidak ada pengunjung dan hanya ada aku dan Justin saja. Aku duduk dan diikuti oleh Justin yg telah duduk di sampingku.
"Justin, bisakah kau menceritakan latar belakang kehidupanmu dulu?" Pintaku saat moment canggung menghantui kami berdua. Justin menghembuskan nafasnya dengan kasar. Aku yakin pasti dia tidak akan mau bercerita. Kurasa benar saat ini Justin hanya diam, apa pertanyaanku salah sehingga membuatnya diam mematung.
"Aku hanya rindu keluargaku Yang dulu, aku ingin mom dan dad bersatu kembali. Diriku buruk, sangat buruk. Aku belum bisa mencari uang untuk menghidupi kedua adikku semenjak mereka berpisah. Aku hanya bisa menyusahkan sahabatku." Jelas Justin dan aku memahami maksud perkataannya.
"Aku membenci orang yang sudah membuat keluargaku menjadi berantakan seperti ini. Aku bersumpah jika aku menemukannya, akan kupastikan dia hancur ditanganku." Justin kembali berucap sambil mengepalkan tangannya penuh amarah. Disaat inilah aku memahami semuanya, jadi ini yang membuatnya selalu bersikap dingin kepada semua orang atau memang itu sifat sebenarnya.
"Aku mengerti maksudmu, dan aku juga ikut merasakan bagaimana jika aku berada diposisimu. Tekanan batin, itulah yang sedang kau rasakan saat ini." Ucapku menenangkan pria itu. Aku ingin lebih tau secara detail tentang masalahnya. Entah mengapa diriku ingin ikut menyelesaikan permasalahan yang menimpa Justin.
"Sampai saat ini aku belum menemukan orang yang sudah menuduh dadku yang sudah menghanguskan uang perusahaan terbesar di LosAngeles. Saat itu dad tidak tahu apa-apa dan tiba-tiba segerombolan polisi datang diperusahaan dadku yang saat itu sedang mengadakan rapat antar perusahaan terbesar di LosAngeles. dan tanpa mendengarkan penjelesan dari dad, polisi itu langsung memenjarakan dad. Sungguh aneh. Kau tau setelah itu momku meminta dad untuk menceraikannya, disaat itulah aku berpisah dari momku dan aku memilih untuk ikut bersama dad. Dan saat ini keluarga kami tak memiliki harta sepeserpun. Semua hangus, rumah, mobil, perusahaan, semuanya hilang. bahkan jika tidak ada dia, mungkin aku sudah menjadi seorang gelandangan. Sekarang aku tinggal bersama dia dengan kedua adikku." Jelasnya lagi dan membuatku tersentuh saat mendengarkannya.
Begitukah kehidupan Justin. Dan siapakah dia yang dimaksud olehnya. Apakah dia kekasihnya atau temannya? Ah aku tidak mau memikirkan hal itu. Yang jelas kehidupannya tak jauh beda dengan ku.
Mom dan dadku memang juga sudah bercerai, tapi aku beruntung masih ada dad yang selalu menemaniku. Dia, Justin, kuakui kehidupannya sangat menyedihkan. Aku tidak menyangka bahwa Justin akan menceritakan semua masalahnya padaku. Tanganku tergerak mengelus pundaknya bermaksud untuk menenangkannya.
"Masalahmu dengan masalahku sama, hanya saja aku masih ada dad yang selalu ada untukku. Kau tau aku juga tak percaya bahwa dadku mengalami kebangkrutan setelah menjalankan bisnis diperusahannya. Saat itu mom juga meminta dad untuk menceraikannya. sekarang ia sudah menikah dengan pria lain. Aku tak kuat melihat mereka berdua berpisah. Bahkan sekarang mom sudah tak mengakui diriku sebagai anaknya lagi. Menyedihkan bukan? Seorang anak yang dilupakan oleh ibu kandungnya sendiri. Batinku tersiksa, tapi dad selalu menenangkanku hingga aku tak memikirkannya lagi. Tapi ingatlah Just, tetap tersenyumlah kepada orang lain meskipun masalahmu sangat besar." ucapku dan Justin terlihat sedikit terkejut setelah mendengarkan ceritaku.
"Kau bisa sebahagia ini?" Tanya nya heran. Akupun tersenyum hangat padanya.
"Apa kita harus terus menerus larut dalam kesedihan? Coba kau fikir, itu tidak ada gunanya Just, gunakanlah waktumu untuk berbagi senyuman pada semua orang. Sebenarnya diriku hancur, kadang aku menangis saat aku teringat mirisnya nasib keluargaku. Tapi itu tak lama, kemudian aku melupakannya dan tersenyum kembali. Aku mencoba mencari kesibukan dengan bekerja di restauran dan mengenal banyak teman hingga akhirnya sedikit demi sedikit aku bisa melupakan masalahku." Jelasku lagi dan tersenyum kearah Justin.
Justin masih terdiam. Tak tau apa yang ada difikirannya saat ini. "Kau hebat, aku mengagumimu" ucapan Justin berhasil membuatku blushing. Baru saja ia mengatakan bahwa dirinya mengagumiku, benarkah. Aku berusaha menutupi rasa senangku dengan raut wajah yang terlihat biasa-biasa saja. Sungguh rasanya aku ingin terbang saat ini! (Ok ini terlalu berlebihan wkwk :v)
*Justin's POV
Aku tau saat ini dia sedang blushing. Terlihat dari pipi chubby nya yang memerah. Aku tau dia sedang memaksakan raut wajahnya agar terlihat biasa saja. Sungguh lucu.
"Ingin bermain salju?" Tawarku padanya. Dia mendongak menatapku sambil tersenyum manis. Itulah yang kusukai darinya.
"Kau mengajakku?" Gadis itu mengernyitkan alisnya.
"Menurutmu?" Ucapku datar lalu keluar dari gubuk dan menuju ke tumpukkan salju yang tebal. "Kemarilah!" Aku memanggilnya dan ia keluar menghampiriku. Ia memainkan salju dengan manis seperti anak kecil.
"Justin?" Panggilnya dan dia menghampiriku.
"Ya?"
"Katanya kau ingin pulang" tanya nya dengan raut wajah polos. Dan sungguh.. itu sangat menggemaskan!
"Kapan aku bilang" balasku dingin. Aku tak mau jika dia banyak bertanya.
"Saat tadi keluar dari Cafe. Kau mengatakan bahwa kau harus pulang dan kau menarikku paksa" ucapnya lagi. Dan ya, aku lupa bahwa tadi diriku sudah membuat alasan yang tak masuk akal saat menghindari Chris tadi.
"Nanti" balasku dan masih dengan raut dinginku.
"Justin?? Panggilnya lagi dan ia menjauh dariku. Membuatku sedikit bingung.
"Apa!" Balasku agak meninggikan suara. Karena aku kesal dari tadi ia terus memanggilku. Sungguh Cerewet.
"Kemarilah Just, lihatlah!" ajaknya seperti ingin menunjukkan sesuatu padaku dan bodohnya aku langsung menuruti ucapannya. Aku menghampiri dirinya yang sedang duduk berjongkok membelakangi ku. Aku tidak tau apa yang sedang dilakukannya. Dan shit! Dengan gerakan cepat ia menyerbuku menggunakan bola-bola salju yang ia buat tadi dan mengenai diriku. Gadis itu terkekeh dan terus melempariku. Menyadari perbuatan yang sudah dilakukannya, membuatku ingin membalasnya. Aku membuat bola salju berukuran besar dan melemparkan padanya. Dia menjerit dan aku tersenyum puas melihat dirinya terkena bola saljuku.
Aku terus menyerbunya tanpa henti. Siapa suruh dia mengerjaiku dulu.
"Sudah Justin cukup!! Aww" teriaknya membuatku tertawa melihat tingkahnya yang mencoba menghindari lemparan dariku.
Gadis itu menghampiriku dan mencubit lenganku dengan keras. "Sudah cukup bodoh, bola saljumu terlalu banyak mengenai wajahku, lihatlah wajahku membeku!" Dustanya membuatku terkekeh pelan melihat cara berbicaranya seperti anak kecil.
"Sekarang kau sering tertawa ya, kukira pria sepertimu tidak akan pernah tertawa" ucapnya sambil tertawa mengejek.
"Aku hanya ingin menjadi seperti dirimu, berusaha untuk selalu tersenyum" jawabku dengan raut wajah yang kembali datar seperti biasanya.
"Ah aku tidak percaya" ucapnya tak yakin.
Dan aku tak membalas ucapannya.
"Huh! Baru saja tadi tersenyum, sekarang sudah berubah jadi es lagi". ucapnya kesal. Memang aku sengaja tak membalas ucapannya.
"Kau sendiri yang membuatku bersikap seperti ini lagi" balasku dingin. Dia berdecak kesal dan memutar bola matanya.
"Justin! Kau mau kemana!" Selena berteriak saat aku berjalan menjauhinya. Hari mulai gelap, aku tak mungkin bersamanya terus. Jadi aku ingin menyudahi pertemuanku dengannya. Memang terasa berat. Aku baru saja mencoba mengenal dekat dengan dirinya dengan sikapku yang kali ini berbeda, tidak datar atupun dingin lagi. Dan itupun berhasil. Tapi kenapa waktu terasa begitu singkat? Oh ayolah Justin.. kau bisa bertemu dengannya lagi besok.
"Justin! Tunggu aku..salju ini terlalu tebal. Lihatlah.. kakiku sulit untuk berjalan. Lagian kenapa juga harus ada salju setebal ini! Membuat ku susah berjalan saja." omelnya membuatku tertawa gemas. Lucu sekali dia. Aku memberhentikan langkahku dan mencoba mengembalikan raut wajah dinginku lagi lalu berbalik untuk menghampiri dirinya yang sedang kesusahan melewati salju tebal.
"Naik" ucapku saat aku berjongkok didepan gadis pirang itu.
"Untuk apa?" tanyanya polos. Uhh.. dia memang sangat polos.
"Kau sulit berjalan kan? Naiklah" ucapku lagi dan Selena terlihat ragu.
"Memangnya ingin kemana?"
Oh..cukup kali ini aku tak tahan dengan sikapnya. Apa dia tidak menyadari bahwa hari sudah gelap. Apa dia tidak ingin kembali kerumahnya. Dasar aneh.
"Pulang" jawabku singkat. Kulihat Selena masih ragu untuk menaiki punggungku.
"Tidak mau yasudah" ucapku kesal karena ia terlalu lama berfikir. Aku berdiri dan berjalan menjauhinya.
"Justiiinn!! Aku mau! Tunggu aku" teriaknya saat aku sudah jauh darinya. Aku menahan tawaku saat gadis itu mengeluh berusaha agar bisa mengejarku yang saat ini sudah jauh darinya. Aku menghampirinya kembali sambil menahan tawaku.
"Dasar jual mahal" ketusku lalu dia melotot kearahku.
"Apa kau bilang? Tadi kan aku masih berfikir bukan mengatakan tidak mau" gerutunya kesal. "Lagipula jika aku bisa berjalan tanpa susah payah, aku tidak akan mau jika kau gen-"
"Berisik! Cepat naiklah. Sudah malam, apa kau mau aku tinggal sendirian disini?" Ancamku dan dia menggeleng cepat lalu dia cepat-cepat naik diatas punggungku. Aku menggendongnya. Tubuhnya ramping jadi aku mudah untuk membawanya tanpa keberatan. Jujur saja, tebalnya salju ini sangat sulit untuk dilalui. Tapi aku berusaha sebisa mungkin untuk melewatinya.
"Kenapa, kau lelah? Jika lelah turunkan aku saja" Selena menyadari jika aku terengah-engah.
"Tidak usah berisik. Aku lelah bukan karena menggendongmu, tapi melewati salju tebal yang susah dilewati." Ucapku dengan nafas sedikit tersengal-sengal.
Lima menit akhirnya aku sampai dijalan utama yang sering dilewati banyak orang dan tidak dipenuhi salju. Aku menurunkan Selena dan kami berjalan biasa.
"Kau lelah Just?" Tanyanya sambil menatap wajahku.
"Tidak" jawabku singkat.
"Tidak usah mengantarku. Lebih baik kau langsung pulang saja" ucapnya padaku.
"Memang siapa yang mau mengantarmu? Aku sudah lelah dan tak mau membuang tenagaku hanya untuk mengantar dirimu" ucapku lalu ia menatap diriku tajam. Kupastikan dia akan mengomel.
"Oh yasudah aku duluan, lagipula jarak rumahku sudah dekat. Terimakasih untuk hari ini. Hati-hati dijalan Just, bye!" Ucapnya sambil tersenyum padaku. Kukira dia akan marah setelah aku menolak untuk mengantarnya.
Aku masih setia berdiri memperhatikan Selena berjalan sampai ia sudah tak terlihat lagi baru aku pergi menuju rumah Kendall.
- Terimakasih bagi semua yang sudah mau membaca cerita ku.
- semoga kalian suka.