(Masih di teras mesjid lepas zuhur)
Ayub tak segan-segan mengutarakan isi hatinya kepada suami Aina. Ustdaz Nabil nampaknya sedikit terkejut dengan pernyataan Ayub.
Ayub : "Aina orang baik. Walau dia suka menangis untuk hal-hal yang kecil. Mungkin orang tua saya gak mau kasih tahu kalo Aina sudah menikah karena takut saya sedih. Mereka tahu saya suka Aina sejak lama."
Ustdaz Nabil mendengarkan Ayub dengan tenang.
Ayub : "Saya bukannya mau menghakimi mas Nabil. Tapi dengan begini saya lega. Paling tidak. Saya titip Aina, ya?".
Ustdaz Nabil : "Insya Allah, mas. Saya pasti jaga Aina. Semoga mas Ayub juga mendapatkan jodoh hang terbaik."
Ayub : "Satu lagi, mas. Jangan sakiti Aina, ya. Dia anak baik. Kalo mas gak suka sama Aina lagi.... Biar saya yang jagain Aina. Saya pamit, ya. Assalamualaikum."
Ustdaz Nabil yang tak sempat menjawab salam hanya diam saja sammbil menggelengkan kepalanya sedangkan Ayub sedikit berlari sambil mengusap air matanya.
*******
Ustdaz Nabil : "Da habiis.. begitu ceritanya."
Ustdaz Nabil melihat Aina yang ternyata tertidur disamping.
Ustadz Nabil : "Lhaa.. tidur."
Ustdaz Nabil mencium kening Aina lalu kembali berbaring.
Pukul 02.15
Sebuah notifikasi pesan berbunyi. Aina tiba-tiba bangun.
Aina : (sambil mengusap matanya karena masih terkantuk) "Eh, bukan alarm tho."
Ia melihat handphonenya Ustadz Nabil. Tertera pesan di layar. Penasaran, Aina membukanya.
085623####
Hari ini bisa ketemuan gak, mas? Di Toko kue Mega. Ada cafe kecil di dalam. Jam 10, ya. Aku kangen.
Aina membulatkan matanya.
Gak salah ni pesan?
Apa ini? Toko kue Mega?
Aina melirik Ustadz Nabil.
Gak mungkin mas Jun selingkuh. Pasti aku salah paham lagi.
Pagi itu hari seperti biasanya. Aina menyiapkan sarapan bersama Ibu. Ustdaz Nabil dan Ayah sedang berbincang di meja makan. Tak ada gelagat aneh dari Ustadz Nabil, begitu kira-kira pikiran Aina.
Ustad Nabil : "Aina, habis ini mas pergi sebentar, ya? Ada perlu sama teman."
Aina : "Teman? Laki apa perempuan?"
Ustdaz Nabil : "Laki-laki. Kenapa? Cemburu ya?." Ustdaz Nabil tersenyum.
Bohong !!!
Aina hanya tersenyum simpul.
Setelah menyelesaikan sarapan pagi, Ustadz Nabil bergegas akan pergi.
Ustdaz Nabil : "Mas pergi dulu, ya. insya Allah setelah zuhur mas pulang."
Aina mengangguk.
Kepergian Aina membuat ia nampaknya berpikir untuk mengikutinya. Ia merasa sedikit resah karena SMS yang tiba-tiba masuk ke ponsel Ustadz Nabil.
30 menit berlalu.
Tok tok tok...
Aina segera membuka pintu.
Lita, Putri, Lutfah : "Assalamualaikum, Na."
Aina tersenyum dan langsung memeluk ketiga sahabatnya.
"Waalaikumsalam. Yeee.... Rame rumahku. Masuk yuk.", Jawab Aina senang.
Lita : "Kakak Ipar mana?"
Aina : "Keluar, guys"
"Yaaaaaa.......", Ketiganya kecewa bersama.
Ibu : "Aina, Ibu sama Ayah jenguk Pak Dul, ya. Lagi sakit orangnya."
Aina mengangguk.
Aina : "Jadi gini, guys. Ada satu misi yang pingin aku selesaiin."
Lutfah : "Ha? Misi apaan?."
Aina : "Tadi malam sms masuk ke hape mas Jun. Minta ketemuan di toko roti. Pake acara gak boleh ajak istri. Bahasanya semacam perempuan."
Putri : "Ni orang ya berulah lagi, ya Allah."
Aina : "Eee, tenang. Yang kemarin salah paham kok. Kapan-kapan aku ceritain. Cuma yang satu ini, pingin tahu aja. Temenin yuk."
Keempatnya segera bergegas keluar rumah dengan dua sepeda yang dibawa Lutfah dan Putri menuju Toko kue Mega.
Sepeda Lutfah berhenti di 2 toko sebelah Toko kue Mega.
Aina : "Kita parkir sini aja ya?."
Lutfah : "Suamimu yang mana, Na?"
Putri : "Kalo beneran mendua siap bogem nih."
Aina : "Ish... Niatanku gak gitu ah. Pingin tahu aja siapa orang itu. Tadi lupa pake baju apa ya? Aaa, biru tua."
Mereka berempat pelan-pelan berjalan menuju Toko Kue Mega. Toko Kue kecil dengan gaya rustic yang baru saja membuka cafe di bangunan toko sebelah. Kursi dan meja berwarna putih serta pot dan bunga berukuran kecil di tiap meja. Hanya ada 8 meja dengan 2 kursi di tiap mejanya. Di dinding nya ada papan unik bertuliskan menu dan gambar makanan. Serta rumput sintetik di beberapa bagian dinding sebagai pemanis. Mereka mengendap sambil menunduk saat melewati jendela cafe.
Lita masuk lebih dulu. Lalu disusul Lutfah dan Putri. Aina berada paling akhir barisan. Baju biru tua seperti informasi Aina. Keadaan cafe agak sepi. Hanya terlihat beberapa orang saja.
Lita melihat seorang laki-laki berbaju biru gelap sedang duduk berdua dengan seorang perempuan berambut panjang.
Lita yang tiba-tiba merasa marah langsung menuju ke pria tersebut.
Lita : "Mas, sudah punya istri kok sama perempuan lain? Gak kasihan sama Aina?
Putri : "Jangan cari gara-gara, mas. Aina bukan anak kecil."
Keributan kecil di dalam toko kue tersebut tidak terelakan. Aina yang berada di belakang teman-temannya belum melihat jelas pria yang berbaju biru tua itu.
"Aina."
Suara yang Aina kenal terdengar. Aina menoleh ke belakang.
"Mas Jun?"
Lutfah, Putri dan Lita membalikkan badan bersama untuk melihat Aina.
Mereka berempat nampak terkejut melihat Ustadz Nabil berada di belakang mereka.
Lita : "Lho, Ustadz Nabil?"
Putri : "Ini...."
Lutfah : .....
Aina : "Teman-teman, ini... Mas Jun." Dengan nada hampir terputus masih tak percaya.
Lita dan Putri melihat ke arah pria yang mereka tegur pertama kali. Mereka.... 'salah alamat."
Lita : "Ya Allah. Maaf, mas. Kami salah. (Sambil membungkuk). Sebagai permintaan maaf, saya traktir ya mas ya. Hehehe... Maaf maaf. Khilaf saya, mas."
Pria yang ditegur hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala. Bingung dengan keadaan yang sedang terjadi. Namun tak digubris.
Di lain pihak. Beberapa waktu setelahnya.
Aina, Lutfah, Putri dan Lita duduk bersama Ustadz Nabil dan seorang teman lelakinya. Ustadz Nabil melihat murid-muridnya yang telah membuat kekacauan di toko kue tersebut.
Hening.
Ustadz Nabil : "Kalian ini ya...."
Lita : "Maaf, Ustadz. Sekali lagi. Minta maaf. Gak tahu kami kalo salah orang."
Ustdaz Nabil : "Aina..."
Aina : "Gak tahu kalo kayak gini. Maaf, mas. Salahku nih."
Lutfah : "Mas? Jadi Ustadz Nabil ini Mas Jun yang biasanya kamu ceritain itu?"
Mata Lutfah, Lita dan Putri tajam mengarah pada Aina. Aina mengangguk dan tersenyum simpul... Sedikit. Nampaknya ini perkenalan yang tak diharapkan.
Ustdaz Nabil : "Lutfah, Putri, Lita. Saya Nabil, suaminya Aina."
Lutfah, Putri dan Lita tersenyum. Ada banyak pertanyaan di dalam benaknya selain apa yang dilakukan Ustadz Nabil di toko ini?
Ustdaz Nabil : "Pertama, mengapa saya menikah dengan Aina? (Ketiganya menatap Ustadz Nabil secara otomatis. Ustadz Nabil tersenyum). Saya yang memilihnya karena kebutuhan dan dengan proses yang baik, insya Allah.
Kedua. Mengapa tidak kami beritahukan pernikahan kami? (Ketiganya menatap tajam ke arah Ustadz Nabil tak berkedip). Karena hal itu bisa memberikan dampak besar terhadap santri lain. Apalagi kecemburuan sosial dan moril."
Lita : "Waaaa..... Ganteng gitu ya, Ustadz?" (Putri menyenggol Lita dengan lengannya tabda tak setuju).
Ustdaz Nabil : "Hahaha, maksudnya. Aina jadi santriwati paling istimewa di pondok karena posisinya."
Putri : "Posisi?"
Ustdaz Nabil : "Menanti Kyai."
"Laillaha haillallah..." Ketiganya membelalakkan matanya karena terkejut bukan main.
Lutfah : "Lhooo.... Ustadz Nabil ini anaknya Kyai tho?"
Ustdaz Nabil mengangguk dan tersenyum.
Putri : "Kok gak pernah tahu ada yang manggil Gus ya?"
Ustdaz Nabil : "Ada. Sering. Di luar pelajaran sekolah atau diniyah. Ada yang mau ditanyain lagi?"
Putri : "Adaaaaa.... Kenapa kami gak diundang di pernikahan?"
Ustadz Nabil : "Karena alasan tadi. Tidak memungkinkan untuk diberitahukan. Kecemburuan sosial tadi. Aina tidak boleh jadi anak emas. Ia harus berjuang karena usahanya sendiri."
Ketiganya mengangguk memaklumi.
Putri : "Terus, nama mas Jun itu kode ya?"
Aina : "Itu nama panggilan Ustadz Nabil di ndalem. Sejak kecil Jun panggilannya."
Ustdaz Nabil melirik Aina.
Ustdaz Nabil : "Sekarang saya mau nanya. Asal muasal kacaunya pagi ini di toko kue. Aina?"
Aina menceritakan kronologi sms dini hari. Rencana yang ia buat sebenarnya hanya ingin tahu apa yang terjadi. Karena merasa curiga.
Ustadz Nabil tersenyum dan melihat ke arah teman lelakinya tersebut.
Ustdaz Nabil : "Makanya tho, ganti nomor itu dikasih tahu. Jadi salah sangka kan istriku."
"Hehehe... Maaf ya, mbak Aina. Saya yang sms mas Jun. Saya Hulaefi. Sahabatnya dari TK. Saya tinggal di Klaten. Bahasa kangen di sms cuma bercanda, mbak. Balasannya juga gak enak ke saya kok. Maaf ya, mbak."
Mereka semua tertawa. Disambut cubitan kecil Lita dan Putri kepada Aina yang sudah salah sangka.
Ustdaz Nabil : "Yasudah, tadi sudah minta maaf sama mas yang di sana?."
Lita : "Sudah, Ustadz. Malah saya yang bilang mau membayari makanannya."
Ustdaz Nabil : "Ndak usah, saya saja. Anggap saja resepsi kecil. Gantinya resepsi yang lalu."
Semua orang terlihat senang saat itu. Aina dan teman-temannya menikmati kudapan dan berbincang dengan Ustadz Nabil serta Hulaefi.