A MIDSUMMER NIGHT'S DREAM [EN...

By loEVEable

7.8K 1.4K 777

Profesor Yoon Jisung baru saja menemukan penemuan yang luar biasa. Sebuah alat yang bisa membuat orang jatuh... More

New Night
Introduction
1st Night: The Party
2nd Night: The Tool
3rd Night: Confusion
4th Night: Mistakes
5th Night: The Spies
6th Night: Why?
7th Night: Fireworks
8th Night: Memory
1K FOLLOWERS GA
9th Night: Decision
10th Night: Determination

11th Night: The Ending

553 70 124
By loEVEable

"HAMMIILLLL??"

Hyunbin berusaha menahan diri untuk menutup gendang telinganya. Dia tahu tindakan itu akan membuat kedua maung di depannya akan bertambah marah.

Dengan pandangan takut dipandangnya bergantian putri kandung dan putri tirinya, yang kini berdiri di depannya dengan gestur serupa.

Berdiri tegak, dengan kedua tangan di pinggang. Mata melotot dan wajah yang terlihat sangat garang. Mengingat tak ada hubungan darah, sangat mengherankan mereka berdua dalam hal ini bisa begitu mirip.

Hyunbin meneguk ludahnya gugup sebelum menjawab ragu. "Iii... iiii ...yaaa."

"BAGAIMANA PAPI BISA TIDAK TAHU KALAU MAMI HAMIL?"

Lihat! Bahkan mereka berdua mengucapkan kalimat yang sama pada waktu yang bersamaan.

Walau gentar, Hyunbin mencoba membela diri. "Yah, mana aku tahu. Mami tidak menunjukkan gejala kalau lagi hamil. Bahkan baru beberapa hari ini dia ingin mangga.

Mana kutahu dia sudah hamil dua bulan?

Apalagi sejak hamil, dia bukannya jadi manja, tapi malah jadi galak macam itu."

"PAPI MAU COBA MENYALAHKAN MAMI?"

Tubuh Hyunbin tambah mengkerut ketakutan. Seandainya bisa dia ingin menghilang saja tertelan bumi.

"Bu ... bukan begitu." suaranya terdengar sangat lemah. Pasrah tak berdaya. Dalam hati dia menyesali fakta kenapa dia bisa berakhir di keluarga seperti ini?

Bisa dimaklumi jika Minki menurun sifat itu dari ibunya.

Tapi bukannya Seongwoo putrinya yang penurut? Kenapa dia sekarang segalak ini?

Masih tak paham Hyunbin.

Lebih penting lagi, bagaimana dia membuat mereka paham?

Seperti dikatakannya sebelumnya. Mana dia tahu kalau sikap tak masuk akal Minhyun selama ini diakibatkan oleh perubahan hormon karena kehamilannya?

Kalau Minhyun tidak merasa kurang sehat dan meminta untuk diperiksa oleh dokter kemarin, dia pun tidak akan tahu kalau istrinya tercinta itu tengah hamil.

Masa salahnya jika karena merasa tertekan dia melakukan hal yang berujung kesalahan ini? Hyunbin kan tidak bermaksud hal menjadi rumit begini?

Untunglah Hyunbin masih tak punya nyali untuk mengungkapkan pendapatnya, membuatnya selamat dari serangan jurus maut ular berkepala dua yang sedang murka.

Saat dilihatnya kedua anak gadisnya menyerah dan membiarkannya sendirian, Hyunbin menarik nafas lega.

Kelihatannya semua berjalan dengan lancar.

Minhyun, setelah tahu dirinya hamil, menjadi lebih lunak. Tapi bukan hanya karena itu Hyunbin merasa lega. Sudah beberapa hari ini istrinya yang cantik dan galak tidak menyebut-nyebut si sopir lagi.

Sedang untuk kedua putrinya?

Hyunbin menarik nafas lagi lalu mendang bergantian ke arah kedua gadis cantik yang sedang menikmati sarapan di hadapannya.

Baru satu hari berlalu.

Masih terlalu awal untuk memutuskan.

Tapi rasanya, dia sudah tidak melihat beban itu menggelayuti wajah mereka.

Dalam hati Hyunbin berdoa dan berharap.


🌌🌌🌌

Setelah sarapan, Minki menyampirkan tas di bahu dan berjalan ke pintu keluar. Sesampainya di depan pintu besar itu, tangannya sempat ragu.

Mulai hari ini tak akan ada lagi yang mengantar jemputnya.

Mulai hari ini tak akan ada lagi senyum lebar yang menyapanya setiap pagi.

Dipejamkan matanya. Mencoba mencari kekuatan dari dalam dirinya.

Bukankah dia yang meminta hal ini?

Harusnya dia siap dengan segala konsekuensinya.

Menguatkan hati, Minki membuka mata, mengangguk untuk mayakinkan diri, lalu dengan mantap membuka pintu.

Dia terlonjak ke belakang karena terkejut ketika melihat siapa yang berdiri di depan pintu, memandangnya dengan senyum ragu.

Minki harus meletakkan tangan di dadanya, berusaha meredakan debaran jantung dan rasa sakit yang tiba-tiba datang.

Tak merasa perlu beramah tamah dia mendongakkan dagunya, berusaha bersikap tegar.

"Cari Seongwoo?" Tanyanya tajam.

Pria itu terlihat ragu, tak sepercaya diri biasanya. Matanya bergerak-gerak gelisah.

Suaranya terdengar gugup saat dia menjawab.

"Tidak.

Aku ... eh ...

Aku mencarimu."




Deg.




Jantung Minki seakan berhenti berdetak di detik itu. Dia menatap curiga dengan sebelah mata disipitkan.

Otaknya berpikir keras.

Ada apa ini?

Apa ada yang salah?

Apakah alat sialan itu tidak berfungsi dengan baik?

Apakah seseorang tengah mengerjainya?

Masih dengan berhati-hati dia bertanya.

"Apa maksudmu?"

Jonghyun menggaruk kepalanya, terlihat bingung tak bisa menjelaskan.

Minki mencecarnya dengan lebih banyak tuduhan.

"Buat apa kamu mencariku?"

"Kamu mau mempermainkanku?"

"Apa .. apa kamu ingat sesuatu?"



Jonghyun menggelengkan kepala.

"Justru itu." Jawabnya lambat. "Aku tidak ingat apapun."

Melihat wajah Minki yang penuh tanda tanya tapi tak bisa memberikan respon, dia memutuskan untuk melanjutkan penjelasannya.

"Pagi ini aku terbangun dengan lubang besar di kepalaku. Seakan aku kehilangan memoriku tentang beberapa tahun terakhir."

"Aku bahkan tak tahu siapa itu Choi Minki."

"Tapi kemudian aku membuka handphone-ku."

Pria itu mengeluarkan benda pipih berwarna hitam dari sakunya. Jemarinya bergerak diatas layarnya sementara matanya tak lepas dari bidang mengkilat itu.

Bibirnya tersenyum.

Masih tak memandang ke arah Minki dia terus bercerita.

"Dan aku menemukan fotomu."

"Banyak sekali."

"Mungkin ratusan jumlahnya."

Dia masih terus tersenyum sambil menggeserkan jarinya di layar.

"Lalu aku menemukan notes ini."

Jonghyun mulai membaca barisan kata-kata yang nampak di layarnya.

"Hal-hal yang membuatku mencintai Choi Minki.

Aku suka senyumnya. Fakta bawah dia jarang melakukannya membuatku merasa special saat dia tersenyum hanya untukku.

Aku suka bagaimana dia mencoba menenangkanku yang takut ketinggian.

Aku suka sifatnya yang tegas dan kritis, membuktikan dia punya pendirian yang kuat.

Aku suka bagaimana sebenarnya dia peduli kepada orang-orang, walau selalu ditutupinya dengan sikap sinis.

Aku suka bagaimana dengan kritis dia mempertanyakan pernyataan cintaku, dan membuatku berpikir keras untuk membuat daftar ini.

Aku suka kenyataan bahwa daftar ini membuatku makin mencintainya, dan ..."

Tak sempat Jonghyun meneruskan kata-katanya. Bahkan handphone yang ada di tangannya nyaris terjatuh saat tubuhnya dengan keras ditubruk oleh tubuh langsing Minki, dan dipeluk erat-erat.

Sesaat Jonghyun tak tahu harus bereaksi bagaimana. Apalagi saat merasakan air mata yang membasahi dadanya, di mana gadis itu membenamkan wajah.

Dia hanya bisa menarik nafas, tersenyum, lalu dengan gerakan canggung dilingkarkannya lengannya, membalas pelukan itu.




🌌🌌🌌


Dari dalam mobil kodok tua berwarna hijau milik Daniel, ia dan Seongwoo melihat segalanya. Hanya melihat. Diam tak bersuara.

Was-was Seongwoo menoleh ke samping, mencoba memahami isi hati Daniel.

Tak tahan dia bertanya. "Kamu OK?"

Daniel meliriknya dengan pandangan bertanya.

"Kamu tidak merasa cemburu?" Tanya Seongwoo lagi mempertegas pertanyaan sebelumnya.

Daniel tak langsung menjawab. Menatap ke arah Seongwoo, dia menelengkan kepala seolah tengah berpikir.

Beberapa saat kemudian dia menggeleng.

"Tidak."

"Apakah jawabanku salah?" Pria bermata sipit itu gantian bertanya melihat Seongwoo yang terpana mendengar jawabannya.

Buru-buru Seongwoo menggeleng.

"Tidak. Tidak." Katanya cepat-cepat. "Tidak ada yang salah."

"Hanya ..." dia masih menatap Daniel penuh selidik.

"Aku tidak menyangkanya."

"Bagaimana bisa?"

Kini Daniel yang mulai menunjukkan ekspresi heran. "Apanya yang bagaimana?"

Seongwoo kesulitan untuk menjawab. Dia bergerak gelisah.

"Yahh... bukannya baru beberapa hari yang lalu kamu cinta setengah mati kepada Minki?" sedikit nada cemburu terselip di suaranya.

Daniel hanya mengangkat bahu. "Entahlah."

"Beberapa hari mengamati, aku menyadari kalau dia bukan seleraku."

Pandangannya kembali teralih ke depan, ke arah Jonghyun dan Minki yang masih berpelukan.

"Dia terlalu berlebihan bukan? Aku rasa aku akan tercekik jika dipeluk seperti itu."

Seongwoo yang ikut menoleh mengangguk tak yakin, masih belum memutuskan bagaimana harus bereaksi.

Daniel tersenyum kecil sambil meliriknya.

"Aku rasa aku tidak akan bisa mengatasi kehebohan saudari tirimu."

"Ehem... " dia terbatuk kecil. "Aku lebih suka yang lebih sederhana."

Kalaupun Seongwoo merasa tersipu, dia berusaha menutupinya, tak mau terlalu berbesar kepala.

Mereka kembali terpaku dalam diam. Seongwoo yang menunduk mengamati jemarinya sendiri, dan Daniel yang memandang keluar.

"Boleh gantian aku yang bertanya?" Pertanyaan itu membuat Seongwoo tersentak dan menangkat kepala.

"Ya?" dipandangan sepasang mata yang kini lurus menatap matanya sendiri. Menunggu. Apa yang ingin ditanyakan oleh Daniel?

"Kalau kita sudah tidak mengintai Jonghyun dan Minki lagi, masih bolehkan sesekali aku mengajakmu keluar?"

Sepasang kelopak mata lentik milik Seongwoo berkedip-kedip. Tak percaya. Apa telinganya tak salah dengar?

"Kamu bilang apa?" Tanyanya dengan suara parau.

"Ah sudahlah." Daniel memalingkan wajah. Malu. "Lupakan saja. Maaf sudah bertanya yang aneh."

Tangannya sudah hendak bergerak ke pegangan pintu, tapi di detik terakhir Seongwoo menahannya.

"Tunggu!" Panggil gadis manis itu. "Maaf! Bukan begitu maksudku."

"Apa... Apa kamu mengajakku berkencan?" Matanya memandang penuh harap.

Daniel mencoba melihat kemana saja selain menatap balik ke arah sepasang bola mata yang berbinar itu. Wajahnya sudah merah padam.

Dia menunduk. Lalu mengangguk pelan.

Perlahan senyum di wajah Seongwoo merekah.

"Tentu saja." Suaranya mengalun lembut, membuat Daniel tak tahan dan mendongak.

Kali ini mereka sama-sama saling menatap.

Dan sekali lagi Seongwoo menegaskan jawabannya.

"Tentu saja kamu boleh mengajakku berkencan,

Kang Daniel."





🌌🌌🌌



Hyunbin meletakkan bungkusan itu di atas meja, lalu menghenyakkan tubuh jangkungnya di atas kursi kayu reyot.

Professor Jisung meletakkan pena yang digunakannya untuk menghitung rumus-rumus, memandang sekilas ke arah atasannya yang sudah menyilangkan kaki itu, lalu perlahan mengulurkan tangannya.

Dibuka bungkusan itu, yang isinya tepat seperti dugaannya. Remote Hati versi 101 yang sudah diperbaiki. Tak perlu diperintah dua kali, dia meraih sebuah palu dari lacinya, dan dipukulnya benda yang sudah membuat banyak masalah itu hingga hancur.

Lalu Jisung menandang pemilik perusahaan Ong yang sedari tadi mengamati, menunggu instruksi selanjutnya.

"Ada hal-hal yang masih membuatku penasaran." Kata Hyunbin, masih sambil bersandar dengan gaya boss besar.

"Kenapa pengaruh alat itu ke istriku tidak terlalu parah?"

"Kenapa Daniel juga begitu mudahnya berubah?"

"Kenapa Jonghyun masih bisa mengingat sebagian perasaannya?"

Jisung mengetuk-ngetuk dagunya sambil berpikir. Dicondongkan tubuh ke depan, lalu dia menjawab.

"Aku juga tidak tahu."

Mata Hyubin melotot marah. Ingin rasanya dia mencekik leher sang professor dengan wajah pura-pura bloonnya.

Untung Professor Jisung yang menyadari adanya potensi mara bahaya segera menarik mundur tubuhnya, jauh dari jangkauan tangan panjang atasannya.

"Ta.. tapi ...." buru-buru dia menambahkan, mencoba menyelamatkan diri. "Mungkin saya memiliki beberapa teori."

Hyunbin menatapnya tajam, sebelum dia mengangguk, memberi izin pada Professor Jisung untuk melanjutkan.

"Ehem." Professor berdehem.

"Soal Nyonya Besar." dia mengawali. "Mungkin ada hubungannya dengan kehamilannya."

Hyunbin mendengarkan dengan seksama.

"Mungkin...." Jisung terdengar ragu, melirik Hyunbin khawatir. "Mungkin reaksi alat itu terbagi antara Nyonya Besar dan janin di kandungannya?"

Mulut Hyunbin terbuka lebar. "Maksudmu????"

"MAKSUDMU ANAKKU AKAN MENYUKAI SOPIR LANCANG ITU BAHKAN SEBELUM DIA LAHIR???" Hyunbin tak bisa menahan emosinya.

Apa-apaan ini? Seperti plot tidak masuk akal dalam novel fantasi saja. Seluruh bulu kuduknya sudah berdiri membayangkan yang tidak-tidak.

Jisung segera menggeleng kuat sambil menggoyangkan tangannya. "Ti.. tidak demikian maksud saya Tuan. Ii.. itu cuma teori. Belum tentu benar." Kelihatan sekali dia sangat ketakutan. Belum ingin Jisung dipecat, apalagi kalau sampai kehilangan nyawa.

"Huh!" Hyunbin mendengus sambil kembali ke tempat duduknya.

"Bagaimana dengan yang lain?" tanyanya mencoba mengenyahkan jauh-jauh pikiran buruknya.

"Kim Jonghyun." Professor kembali berteori. "Saya rasa alat itu berfungsi dengan baik terhadapnya. Perasaannya sudah benar-benar hilang. Tapi kita tidak bisa mengontrol apa yang terjadi setelahnya."

"Mungkin remote ini hanya berfungsi pada ingatan sadar. Sedangkan foto dan catatan di handphone-nya membangkitkan ingatan alam bawah sadarnya."

Hyunbin mengangguk, walau dia tidak paham apa itu alam sadar dan bawah sadar, kedengarannya teori yang ini cukup masuk akal.

"Soal Daniel." Professor Jisung terdengar ragu. Sesaat dia termenung.























"Maaf." Katanya sejurus kemudian. "Saya tidak bisa menjelaskan apa yang terjadi pada Daniel."





























"Saya rasa dia memang benar-benar sudah jatuh cinta."



🌌🌌🌌



Enam bulan kemudian.



"INGAT YA!! MINTA KAMAR TERPISAH!! JANGAN MAU DIAPA-APAIN! JANGAN GAMPANG DIRAYU MULUT LICIN PRIA!"

"POKOKNYA MAMI GA MAU KALAU KAMU TERPAKSA NIKAH KARENA HAMIL DULUAN, MAMI HARUS MENGIRING KAMU DENGAN KONDISI GENDUT BEGINI!!"

"MAU DITARUH DIMANA MUKA MAMI KALAU GA TAMPIL MODIS DAN SEXY DI DEPAN KOLEGA PAPI??"







"Ish, apaan sih Mami?" Minki yang duduk di sofa besar ruang keluarga bersama koper besar siap di dekat kaki, dengan cuek melambaikan tangannya. "Aku bukan anak kecil, Mi. Tahulah aku kalau cuma soal begitu. Lagipula aku yakin Jonghyun tidak akan mengambil kesempatan seperti yang Mami tuduhkan. Kami benar-benar hanya akan berlibur."

Bibirnya cemberut, tapi tak lama, setelah itu walau masih sambil berdebat dengan ibunya, gadis itu tersenyum lagi. Akhir-akhir ini memang gadis jutek itu lebih sering tersenyum.

Dari seberang ruangan Hyunbin memperhatikan. Dia pun tersenyum.

Sudah enam bulan berlalu setelah insiden dengan alat ajaib itu.

Sudah enam bulan pula semua berjalan dengan baik.

Diluar dugaan, hubungan Jonghyun dan Minki berjalan dengan cepat. Saat dua minggu lalu Jonghyun meminta ijin untuk mengajak Minki berlbur ke Eropa, Hyunbin tak kuasa menolak. Lagi pula dia yakin pasangan itu cukup dewasa untuk tahu nama yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Dia percaya sepenuhnya pada Jonghyun untuk menjaga Minki.

Kehamilan Minhyun pun berjalan dengan lancar, sudah memasuki bulan yang kedelapan. Banyak maunya selama kehamilannya itu, sangat berbeda dengan istrinya yang terdahulu saat mengandung Seongwoo. Tapi semua dijalani Hyunbin dengan sabar. Dia sudah belajar banyak dari peristiwa nyaris tragis sebelumnya.

Sering kali dia akan menuruti saja kemauan istrinya tercinta itu.

Kecuali satu hal.

Hyunbin menentang mati-matian calon nama sang bayi yang diusulkan oleh Minhyun.

Entah kenapa, setiap kali dia mendengar Minhyun mengatakan ingin menamai anaknya Sewoon, hawa dingin seolah menyergapnya, membuat Hyunbin merinding ngeri, seakan memberinya peringatan akan firasat buruk.

Tak peduli alasan Minhyun mengenai betapa cantiknya nama Sewoon dan bagaimana nama itu akan memiliki inisial yang sama dengan Seongwoo, Hyunbin menolak mati-matian.




Bicara soal Seongwoo, Hyunbin mengalihkan pandangan ke arah putri kandungnya. Gadis itu duduk dengan manis di sana, tertawa mendengar perdebatan Minhyun dan Minki.

Bulan lalu Seongwoo dan Minki sudah menamatkan bangku kuliah mereka. Hyunbin cukup terkejut saat Seongwoo mengatakan akan mengambil gelar master. Dia ingin belajar untuk meneruskan pekerjaan Hyunbin memimpin perusahaan Ong.

Gadis itu tahu betul kekasihnya tak memiliki obsesi sebagai pemimpin. Bakat Daniel lebih di bidang inovasi. Dan Seongwoo rela melakukan segalanya untuk semua orang. Demi kebahagiaan Daniel. Demi ketenangan pikiran Hyunbin.

Kalau sudah begini, Hyunbin bisa apa selain memberikan restunya. Lagipula dia yakin Seongwoo dan kekuatan tekad serta kebaikan hatinya bisa menjadi apapun yang diinginkannya.






Seakan merasakan tengah diamati, Seongwoo menoleh. Ayah dan anak itu saling berpandangan, bertukar cerita tanpa kata.






Dan mereka tersenyum bersama.




🌌🌌🌌



Daniel menghentikan mobilnya di depan minimarket dan buru-buru turun. Dia lupa membeli minuman untuk kencannya dengan Seongwoo. Mereka akan berpiknik di tepi pantai.

Seongwoo yang awalnya memilih untuk menunggu di dalam mobil, lama kelamaan tak tahan. Cuaca di luar terlalu indah.

Membuka pintu, dia melangkahkan kaki ke luar. Sambil merentangkan tangan Seongwoo menghirup udara yang segar. Mereka sudah berkendara selama tiga puluh menit, sudah sedikit melewati perbatasan kota.

Seongwoo berjalan memutar dan mendudukkan dirinya di atas kap mobil. Dengan kepala terdongak dipandanginya langit yang biru dan menikmati sinar mentari yang hangat.

Dipejamkan matanya.

Suara deru mesin di udara membuat Seongwoo membuka mata. Sebuah pesawat berwarna putih melintas, semakin lama semakin tinggi dan jauh.

Saat itulah Daniel keluar dengan tas belanja di tangannya. Dilihatnya kekasihnya yang tengah duduk menatap suatu objek di angkasa.

Dia ikut duduk di atas kap, di sisi Seongwoo, dan ikut mencari diantara awan.

"Apa yang kamu lihat?" Tanyanya penasaran.

Seongwo mengankat tangannya dan menunjuk satu titik yang nyaris tak nampak.

"Itu." Katanya.

"Pesawat."

"Mungkin itu pesawat yang dinaiki Minki dan Jonghyun."

Daniel diam tak menjawab. Kepalanya tertunduk mengamati tas belanja plastik yang masih ada di tangannya.

"Kamu OK?" Tanyanya tanpa mengalihkan pandangan.

"Hmm?" Seongwoo bergumam, masih memandang ke angkasa.

"Kamu tidak merasa cemburu?"

Bisa merasakan nada sedih di pertanyaan itu, Seongwoo menoleh.

"Kepada siapa aku harus cemburu?"

Masih menunduk Daniel menjawab. "Minki."

Suaranya terdengar getir. "Jonghyun mengajaknya berlibur ke Eropa. Sedang aku hanya bisa mengajakmu ke pantai."

Seongwoo tak langsung menjawab. Diamatinya pria yang duduk di sampingnya. Memang jika dibandingkan hubungan Jonghyun dan Minki, perjalanannya dan Daniel bisa dibilang lambat.

Pendekatan mereka kembali lagi dari awal, karena Daniel tidak bisa mengingat semuanya. Tapi Seongwoo tak merasa keberatan. Bukankah ini justru sebuah berkah, mengulang hal-hal indah masa awal berpacaran yang nyaris terlupakan?

"Buat apa aku cemburu?" Jawabnya hati-hati.

"Kelihatannya aku lebih suka yang lebih sederhana." Ia mengulang jawaban yang diberikan Daniel kepadanya beberapa bulan berselang.

Melihat Daniel masih tak bergeming, Seongwoo meraih tangan pria itu, memaksa kekasihnya melihat ke arahnya.

Wajah tampan itu masih digayuti kerisauan.

Seongwoo tersenyum, tahu ini saatnya dia harus mengatakan sesuatu untuk memperbaiki suasana hati Daniel yang tiba-tiba sendu.






"Aku tidak membutuhkan itu." Katanya.







"Walau hanya ke pantai, atau taman bermain.




Atau pun hanya ke dalam sebuah mimpi di musim panas.



Asal itu bersamamu.



Itu sudah cukup bagiku."







Daniel menatap lurus-lurus mata orang terkasihnya. Menimbang. Menilai. Mencoba mencari ketulusan dibalik kata-katanya.

Terbawa oleh senyum itu, bibir Daniel pun perlahan ikut merekah.

Dia menyadari kebenaran kata-kata Seongwoo.

Mereka tak membutuhkan banyak hal.

Selama mereka ada untuk satu sama lain, itu sudah cukup.















Karena yang mereka butuhkan hanya cinta.










Daniel mencondongkan tubuhnya ke depan, memisahkan jarak diantara mereka.

Dan di bawah langit musim panas yang cerah, mereka berciuman.





🌌🌌🌌



Dari mana datangnya cinta?





Sebuah lagu lama mengatakan 'dari mata turun ke hati'.

Benarkah?

Lalu apakah cinta hadir karena penampilan fisik semata?






Orang-orang tua pernah berkata, 'cinta ada karena biasa'.

Benarkah?

Lalu bagaimana kamu akan menjelaskan cinta pada pandangan pertama?





Apakah cinta bisa dijelaskan?






Apakah cinta perlu dijelaskan?







Daripada membuang waktu memperdebatkan cinta, kenapa tidak kita gunakan detik yang berlalu untuk lebih mengenal cinta?

Kekasih.

Teman.

Keluarga.





Karena semua orang butuh dicintai.




Karena semua orang perlu mencintai.







Dan kalau kamu merasa cinta belum datang menghampirimu, cobalah pejamkan mata. Siapa tahu suatu hari nanti, dalam sebuah mimpi indah di musim panas, peri cinta akan menancapkan panahnya.









THE END




🌌🌌🌌


Author's Note



Akhirnya setelah ribuan purnama, cerita ini kelar juga.

Akhirnya satu lagi book-ku yang tamat.

Fiuhhhh....

Terima kasih buat yang setia menunggu dengan sabar updatean-ku yang makin lama makin ga jelas waktu dan isinya ini.

Akhirnya melenceng jauh cerita ini dari aslinya. Ya sudahlah.

Semoga bisa menghibur yang baca. Dan seperti biasa, harapanku, ada suatu makna yang sama-sama bisa kita dapatkan.

Awalanya mau kubuat 1 chapter ending, 1 chapter epilog. Tapi ternyata isinya sama-sama nanggung, jadi kusatuin aja deh.

Bonus chapter? Gak janji ya? Butuh semadi untuk mencari inspirasi. Atau ada ide mau bahas apa? Coba nanti kupertimbangkan deh.

Selanjutnya apa yang mau ditamatin duluan?



Sekali lagi terima kasih atas support-nya selama ini.

Sampai jumpa di book lain yang belum tamat, atau di book baru lain di masa depan.

I love you all



-eVe-



A Midsummer Night's Dream
30.01.2020



🌌🌌🌌

Continue Reading

You'll Also Like

260K 29.1K 33
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ° hanya karangan semata, jangan melibatkan...
64.9K 3.3K 8
meskipun kau mantan kekasih ibuku Lisa😸 (GirlxFuta)🔞+++
55.6K 5.1K 14
[FOLLOW SEBELUM BACA] Brothership, Harsh words, Skinship‼️ ❥Sequel Dream House ❥NOT BXB ⚠️ ❥Baca Dream House terlebih dahulu🐾 Satu atap yang mempe...
189K 18.6K 70
Freen G!P/Futa • peringatan, banyak mengandung unsur dewasa (21+) harap bijak dalam memilih bacaan. Becky Armstrong, wanita berusia 23 tahun bekerja...