FLAWSOME #PasqueSeries I

By shaanis

1.1M 124K 10K

FLAWSOME "Your flaws are perfect for the heart that is meant to love you." -- Zhao Walker, adalah contoh pria... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
EPILOG
MAS ZHAO

11

28.7K 3.9K 298
By shaanis

"Mas Zhao akan jadi dokterku?" tanya Iris saat Pascal pulang dan menemaninya bersiap untuk pemeriksaan.

Pascal mengangguk, "Tapi masih nanti, kalau keadaan tulang belakangmu sudah dipastikan dan cukup kuat menerima terapi."

"Mas Zhao beneran jadi dokterku?" tanya Iris lagi, membuat Pascal menatap sang adik.

"Iya, tapi masih nanti... kamu termasuk istimewa lho, Ris... dirawat sama orang-orang nomor satu di rumah sakit ini."

"Mas Zhao nomor dua."

Pascal nyengir, "Di unitnya dia nomor satu."

"Enggak ada dokter lain memangnya?"

"Aku mau kamu dirawat sama dokter terbaik."

"Kalau gitu, aku minta dirawat di Singapore aja, atau Jerman."

Pascal geleng kepala, "Aku belum bisa pergi jauh, banyak urusanku di sini dan penting untuk selalu awasi kamu."

"Tapi aku—"

"Kenapa memangnya? Malu sama Zhao?" tanya Pascal, menyela adiknya.

"Ya... ya bayangin aja, aku 'kan perempuan, dirawat sama dia, temannya kamu."

"Bukannya bagus? Zhao bukan orang asing dan pasti lebih pengertian memikirkan keadaanmu."

Iris menggigit bibir bawahnya, memang benar bahwa Zhao bukan orang asing dan sudah jelas pria itu pengertian. Dengan intensitas seringnya Zhao mampir, sekadar menemani atau memeriksa apakah Iris baik-baik saja.

"Zhao bilang kamu dianggap seperti adik sendiri, jadi kalau dia baik..."

bla bla bla... Iris tidak mendengarkan lagi, justru termenung menyadari seperti apa posisinya setiap kali Zhao datang dan duduk di tempat Pascal berada kini. Ia tak lebih dari adik Pascal, tidak lebih dari pesakitan yang akan segera menjadi pasien Zhao.

Kenyataan itu, entah kenapa lebih menganggu dibanding rasa nyeri di punggung Iris.

== [flawsome] ==

"Jadi, selain aku enggak bisa mengontrol kemampuan buang air, aku juga enggak bisa mengontrol gemetar dan kesemutan mengerikan yang kurasakan tiap malam? Dan dosis obat penahan rasa sakitku justru dikurangi?" tanya Iris mencoba tidak memaki dokternya, terus saja ada hal buruk yang disampaikan padanya.

"Penting untuk tubuhmu mulai beradaptasi dengan keadaan ini, obat penahan rasa sakit bisa membuatmu ketergantungan dan itu enggak bagus," kata Hoshi.

"Keadaan ini sudah enggak bagus sejak awal, sudah tiga minggu aku enggak bergerak dari tempat tidur sialan ini!" teriak Iris, tidak peduli bahwa orang yang diteriakinya ini adalah orang nomor satu di Rumah Sakit. Yang dengan satu panggilan telepon bisa membuatnya dilempar ke jalanan.

"Keadaanmu membaik," ujar Hoshi mengangkat komputer tablet yang memuat hasil scan terbaru pasiennya ini. "Sudah waktunya tubuhmu mulai beradaptasi dengan keadaan yang sebenarnya. Jika kamu gemetar, kesemutan, nyeri, atau bahkan kedinginan, itu justru suatu kemajuan."

Iris berdecak, merasa keadaannya justru semakin mengerikan akhir-akhir ini. Ia bahkan ingin berteriak meluapkan rasa frustasi setiap kali tubuhnya tidak terkontrol.

"Minggu depan kamu akan dipindahkan ke ruangan yang lebih luas, di sana kamu bisa berteriak sepuasnya... bertahanlah sampai saat itu tiba." Hoshi memberi tahu dengan nada datar dan membuat Iris terkesiap.

Apakah semua dokter bisa membaca pikiran pasiennya? pikir Iris.

Meski tampaknya bisa membaca pikiran, Hoshi tidak pernah berusaha berbaik hati padanya. Setiap kali melakukan pemeriksaan, tidak tersenyum, tidak pula bersikap hangat, berbanding terbalik dengan Zhao. Hoshi bertanya hal-hal yang menyangkut keperluan perawatan. Saat menjelaskan hasil pemeriksaan juga, seburuk apapun hasil pemeriksaan, Hoshi menyampaikannya begitu saja. Tidak mencoba menggunakan istilah yang membangun harapan baik dalam benak Iris.

"Kapan gipsku bisa dilepas?" tanya Iris melirik ke tangannya.

"Nanti sore," jawab Hoshi lalu mengamati hasil pemeriksaan harian yang dicatat oleh suster. "Saat obat penahan rasa sakitmu dikurangi, tubuhmu akan beradaptasi, untuk satu hingga tiga hari ke depan kamu akan mengalami demam... karena itu harus banyak minum, habiskan setiap menu makananmu dan junk food dilarang di rumah sakit."

Iris mendengus, dua hari ini ia memang menolak makanan rumah sakit. Ia tidak tahan dengan rasa hambar dan tekstur lembek yang terus dihidangkan. Ia memaksa Pascal membelikan burger, dengan tambahan dua slice keju kualitas premium. Iris mencecap dalam hati mengingat kenikmatan yang dirasakan lidahnya.

"Saat Pascal kembali, bilang padanya untuk menemuiku," pinta Hoshi lalu mengembalikan papan periksa Iris. Sesaat sebelum berlalu, Hoshi mengamati ponsel yang Iris pegang. "Ponsel itu ..."

"Mas Zhao yang kasih pinjam, soalnya barang-barangku belum dikembalikan."

Hoshi mengerutkan kening, "Itu tidak mungkin, semua barang-barang pasien akan langsung dikembalikan setelah operasi selesai."

"Pascal enggak menerimanya." kata Iris lalu mengangkat dagu. "Anting dan kalungku keluaran Cartier, itu—"

"Kami akan bertanggung jawab jika memang barang-barangmu hilang." sela Hoshi.

Iris menghela napas, "Aku sebenarnya enggak begitu peduli pada perhiasanku, tapi ponselku sangat penting."

"Akan kutanyakan pada suster," kata Hoshi, masih menatap ponsel digenggaman tangan Iris. "Jika ponselmu enggak ketemu, aku akan membelikanmu ponsel baru, tolong kembalikan ponsel itu pada Zhao."

Iris mengamati ponsel di tangannya, "Pascal bisa membelikanku ponsel, enggak usah repot-repot," katanya lalu mengingat beberapa email yang belakangan masuk ke ponsel Zhao. "Mas Zhao lagi dijodohkan ya?"

Hoshi tidak menjawab, hanya menajamkan sorot matanya.

"Email pribadinya penuh undangan, tapi Mas Zhao sering kali justru berakhir di tempat ini," ujar Iris, sebenarnya juga tidak enak dengan keadaan itu. "Menurutku dia—"

"Menurutku, kamu harus segera mengembalikan ponsel itu." Hoshi bersedekap kaku dan memberi tatapan datar. "Menurutku, kamu juga enggak seharusnya salah menanggapi sikap Zhao."

"A... apa?"

Hoshi mengangguk, "Zhao memang anak yang seperti itu, dia peduli pada teman-temannya... kamu adik sahabat terdekatnya dan yang selama ini dia lakukan hanyalah untuk membantu."

Iris terdiam, merasa tidak memiliki satupun kalimat yang tepat untuk menanggapi.

"Pascal sangat kerepotan, dimulai sejak kmau teridentifikasi mengkonsumsi Meth lalu skandal memalukan orang tuamu, kecelakaanmu ... Zhao enggak bisa meninggalkan Pascal menghadapi semua masalah itu sendirian."

"Meth?" tanya Iris, terus terang bingung.

"Obat terlarang, bisa disebut ekstasi jenis baru. Seandainya tidak mengingatmu sebagai adik Pascal, aku bisa saja membuat laporan kepolisian." Hoshi kemudian beranjak ke pintu. "Know your place, itu adalah kalimat terpenting dalam menjaga hubungan baik, antara kamu dan keluargaku."

Begitu pintu tertutup kembali, Iris tidak mengerti kenapa rasanya kalimat Hoshi membuatnya begitu kesal dan sedih. Tiba-tiba air matanya menetes, dan mengapa hatinya begitu sakit?

== [flawsome] ==

Walker, Zhao
Pascal, belikan ponsel, terbaru, terbaik, tercanggih. Urus juga nomor lamaku, mau kontak teman-temanku!

Walker, Zhao
AKU MAU PONSELNYA SIAP NANTI SORE! ENGGAK MAU TAHU! I WANT A BRAND NEW FUCKING PHONE.

Pascal mengerutkan kening, ini pertama kalinya Iris mengirim pesan dengan kalimat semacam itu. Sebelum hari ini, adiknya itu lebih sering merecoki dengan permintaan berbagai makanan tidak sehat. Burger, French fries, fried chicken, bahkan es krim. Pascal sudah berusaha menolak, tapi Iris benar-benar tersiksa karena makanan rumah sakit.

Pascal meraih telepon di meja kerjanya, menekan angka satu yang langsung terhubung pada sekretarisnya.

"Masayu is here," sapa Masayu, sekretaris Pascal.

"Carikan ponsel terbaru, terbaik, tercanggih, lalu hubungi provider untuk mengurus nomor ponsel Iris," kata Pascal.

"Sure ... anything else?"

Pascal berpikir-pikir sejenak, "Saat Iris ulang tahun, aku pernah menghadiahinya strap ponsel, berwarna ungu, itu produk custom dari LV-phone... pesankan itu juga."

"Apakah strapnya mau disulam nama seperti dulu? Atau initial saja E.L.?"

"Initial saja, minta mereka menggunakan gold yarn, metalik."

"Sure," jawab Masayu lalu mengakhiri teleponnya.

Tepat sebelum jam kantor berakhir, Pascal mendapati sekretarisnya itu memasuki ruangan. Ada dua buah paper bag di tangannya.

"Ponsel terbaru, terbaik, tercanggih." Masayu mengulurkan tas kertas pertama.

Pascal membukanya, menemukan jenis ponsel yang baru-baru ini diiklankan seorang penyanyi.

"Nomor ponsel atas nama Eiris Lantana Pasque, bisa langsung digunakan setelah dipasangkan ke ponsel." Masayu mengulurkan tas kedua, yang ukurannya lebih kecil. "Untuk strapnya, karena custom made, harus menunggu setidaknya dua minggu. Aku sudah berusaha mendesak untuk jadi dalam minggu ini, tapi mereka tidak bisa menjaminnya, bahannya harus dikirim dari Italia."

"Okay ... thank you for this."

Masayu mengangguk, tepat sebelum berbalik, menatap Pascal. "Bagaimana keadaan Iris?"

"She's getting better, sudah mulai merepotkan lagi." Pascal mengangkat dua tas kertas di tangannya.

Sebagai sekretaris yang cukup lama bekerja untuk Pascal, Masayu salah satu saksi hidup yang mengetahui betapa merepotkannya saat Iris mulai berulah. Masayu menghela napas dan mengangguk formal. "Good afternoon then, Mr. Pasque," pamitnya lalu undur diri.

== [flawsome] ==

"Singkirkan ponsel itu dariku," kata Iris begitu mendapatkan ponsel baru.

Pascal menatap ponsel sahabatnya yang tergeletak begitu saja di nakas. "Ini barang berharga tau, Ris." Pascal mengenali ponsel yang selalu dibawa-bawa sahabatnya. "Ini hadiah dari mendiang Opanya Zhao, pemilik rumah sakit ini sebelum Kak Hoshi."

"Like I care."  Iris sudah sibuk mengutak-atik ponsel barunya.

"Semua barang-barang Zhao awet banget dari dulu, laptopnya sekarang masih laptop yang dia pakai sejak kuliah, mobil juga, ada kali sepuluh tahun umurnya tuh mobil."

"Ck!" decak Iris lalu menatap tajam kakaknya. "Zhao, Zhao terus, apasih!" serunya kesal.

Pascal mengerjapkan mata, bingung karena sikap adiknya. "Aku kan cerita, Ris... ada banyak hal dari Zhao yang bisa ditiru, dia tuh—"

"Dia tuh orang yang paling baik, perhatian, peduli, sayang keluarga... sempurna banget pokoknya," kata Iris, dengan nada yang membuat pujian itu terdengar layaknya sindiran tajam. "Enggak layak dia tuh temenan sama orang yang keluarganya berantakan kayak kita."

"Iris!" tegur Pascal, tidak mengerti kenapa adiknya jadi begini.

"Loh! benar kok!" Iris menatap Pascal lekat, memberitahukan satu hal penting. "Jangan kasih dia masuk-masuk ke ruanganku lagi."

"Zhao biasa bantu aku untuk—"

"Enggak butuh bantuan dari dia, memangnya dia siapa? Badan amal penyedia stok perhatian?"

Pascal geleng kepala, "Kamu ini kenapa? Ada masalah sama Zhao, dia tegur kamu apa?"

"Enggak ada! Aku cuma enggak mau aja ditemani sama dia."

Pascal menoleh pada Suster Aida yang mulai hari ini bekerja sebagai suster pendamping adiknya. "Suster, tadi Zhao kemari? tegur Iris kenapa?"

Suster menggeleng, "Oh setahu saya, dr. Zhao belum datang jenguk hari ini."

"Ada seseorang selain saya atau Zhao yang hari ini datang jenguk Iris?" tanya Pascal lagi

Suster Aida menggeleng lalu menatap jam dinding, "Setengah jam lagi jadwalnya Iris untuk lepas gips."

"Oh iya." Pascal mengamati adiknya yang muram. "Zhao enggak pernah enggak baik sama orang lain, dia sahabatku dan dia bantu aku dalam banyak hal ... dia orangnya tulus, dan enggak pernah memandang rendah orang lain, apapun keadaannya."

Iris diam saja, justru memilih membuang muka.

"Ya sudah kalau mungkin kamu malu, atau—"

"Kamu kayak homo tahu nggak sih? bela-belain dia!" sela Iris membuat Pascal tidak habis pikir. Bisa-bisanya adiknya berkata seperti itu.

"Enough! sekarang bilang aku, ada apa? aku enggak suka kamu tiba-tiba bersikap kasar begini." Pascal bersidekap kaku, menunjukkan perhatian lekat. "Kenapa sih, Ris?"

"Enggak papa! Pokoknya aku enggak mau teman kamu itu tebar-tebar kebaikan di sini, aku udah rusak ya rusak aja."

"Iris!"

"Dia pikir dia siapa? Sok baik, perhatian, kayak aku butuh aja!" tandas Iris lalu terkesiap karena pintu ruang rawatnya terbuka. Zhao ada di sana dengan sebuket bunga matahari.

"Zhao ..." kata Pascal, seketika merasa tidak enak.

Zhao menatap bunga di tangannya, "Aku bawakan bunga karena hari ini Iris lepas gips, tapi kalau ternyata memang ... Mm— yah, forget it." katanya lalu kembali menutup pintu dan berlalu pergi.

[tbc.]

Continue Reading

You'll Also Like

428K 58.3K 34
Gimana rasanya kalau ada orang yang ngikutin gaya kita? Dari fashion, potongan rambut, sampai gaya bicara, diikuti juga! Kesal, nggak, sih? Itulah ya...
804K 75.6K 32
Menjadi gadis paling yang tidak menonjol adalah tujuan Andrea. Selama hidupnya, Ibunya tidak suka jika ia berdandan berlebihan memperlihatkan kemolek...
236K 13.2K 18
Gimana rasanya putus sama pacar dan saling ngatain, tapi besoknya harus tetap ketemu di kantor? Mengencani teman sekantor jelas keputusan terburuk ya...
2.2M 106K 45
•Obsession Series• Dave tidak bisa lepas dari Kana-nya Dave tidak bisa tanpa Kanara Dave bisa gila tanpa Kanara Dave tidak suka jika Kana-nya pergi ...