Fairytales

By paleocene

18.1K 769 1.2K

OS gadungan :'( More

Hi, Peri Cantik!
Pilih Kamu Aja
Pilih Kamu Aja (2)
Gen 4 With LuvπŸ’œ
Nasib LDR-an
Kang Gombal Cemburu
Bertemu
Bukan Dilan
My Beloved Bad Girl
Happy Birthday
Takkan Kemana
You
7 Days
(You) and I
Menjelang Patah Hati
Patah Hati Sebenarnya
Masih Saling
Sosok Baru
Alasan
Congratulations
Sekali Ini Saja
Heart Shaker
Ribut
Hot Choccolate & Penyihir
One Step Closer
LDR Paling Jauh
Jinan Berulah
Si Jiban
Sweet Chaos
Ungkapan
Hari Bersamanya
Falling for You
Peri Cintaku
Zona Nyaman Jinan
Beautiful
Sembuh
Berdua Bersama
Hug
Happy Jinan Day
Jinan vs Badrun
Aku Ramal..
Yessica, I Love You!
Dewata Island
Only Today
Balikan Yuk!
Downpour
Above The Sky
Jangan Hilangkan Dia
Jinan

Waiting For (You)

219 12 3
By paleocene

(Masih) kelanjutan cerita "You"

Jinan. Nama itu tak pernah absen barang sehari pun di pikiran Devi. Ada saja hal yang selalu mengingatkan Devi akan sosok sang kakak kelas. Satu yang tak dapat Devi lupakan, pernyataan terakhir Jinan saat Jinan menemaninya pulang dari rumah Brielle.

"Devi Ranita, saya mencintai kamu."

"Aarghhh! Stoop Devi! Berhenti mikirin dia! Dia cuma ilusi, ngga nyata!" Devi mengacak rambutnya kesal.

"Heh! Kenapa teriak-teriak?" Sang Mama muncul dari balik pintu kamar Devi dengan wajah bingung.

Devi memaksakan senyumnya dan menatap sang Mama.
"Gapapa kok, Ma."

"Ada teman kamu di bawah, gih turun!"

"Siapa Ma? Brielle?"

"Temen kamu Brielle doang apa gimana sih? Bukan dia, Mama lupa."

"Yakan cuma Brielle yang deket, Ma. Yaudah Devi turun."

Devi turun ke ruang tamu untuk mengetahui siapa teman yang sang Mama maksud. Devi menemukan seseorang dengan jaket abu-abu tengah menatap ke arahnya.

Devi mendekat, lalu duduk di seberang orang tersebut. Jinan.

"Hai." Sapanya sambil tersenyum.

"Iya." Jawab Devi apa adanya.

"Maaf." Jinan menunduk.

"Buat apa?"

"Saya juga ngga tau buat apa."

"Mending kakak pulang."

Jinan menatap Devi sejenak. Ia merindukan gadis itu, terlebih lagi senyumnya.

"Iya, saya pulang. Sekali lagi maaf."

Jinan pergi meninggalkan rumah Devi. Entah mengapa hanya kata-kata itu yang keluar dari mulut Jinan. Mengapa sulit sekali mengatakan semua yang ingin ia katakan pada Devi. Kenapa Jinan?

Devi hanya menghela nafasnya melihat punggung Jinan yang mulai menjauh. Devi ingin Jinan mengatakan sesuatu padanya. Bukan permintaan maaf, namun penjelasan.

***

Jinan duduk seorang diri di bangku parkiran sekolahnya. Dengan earphone terpasang di telinganya, Jinan memejamkan mata dan menikmati musik yang mengalun.

Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore, Jinan yakin sebentar lagi Devi akan pulang. Itulah alasan utama Jinan berada di tempatnya sekarang.

Benar saja, selang 15 menit Jinan melihat Devi berjalan menuju parkiran. Ia bangun dari duduknya dan tersenyum ke arah sang gadis. Sayangnya lagi dan lagi, Devi mengabaikan Jinan. Devi berjalan melewati Jinan menuju sepedanya. Kemudian ia kayuh sepedanya keluar parkiran.

"Hati-hati di jalan pulang. Saya masih ingin bertemu besok, meskipun kamu ngga ingin." Ucap Jinan ketika Devi melewati dirinya lagi.

Devi mendengar. Bahkan ia sempat berhenti sejenak untuk mendengarkan Jinan berbicara, namun ya seperti biasa. Ia akan pergi setelah Jinan selesai tanpa mengucapkan apapun pada sang lawan bicara.

Devi tak langsung kembali ke rumahnya. Ia mampir sebentar di taman kota. Ia memilih spot yang sepi karena dirinya benar-benar ingin sendiri.

Kenangan antara ia dan Jinan di tempat ini mulai mengganggu fokusnya. Ya, mereka berdua pernah disini pada suatu sore. Saat itu ban sepeda Devi kempes, ia tuntun sepeda itu ke bengkel yang tepat berada di seberang dan Devi memilih beristirahat sejenak di taman ini. Tak disangka, selama Devi menuntun sepedanya, selama itu juga Jinan berjalan di belakangnya.

Devi masih sangat ingat ketika tiba-tiba Jinan menyodorkan air mineral dingin pada dirinya yang tengah kelelahan. Tak hanya itu, Jinan berlutut dihadapannya lalu menyeka keringat di dahi Devi dengan saputangan miliknya.

Sempurna, seperti adegan drakor yang sering Devi lihat lewat layar laptopnya.

"Aku sayang sama kamu, tapi aku ngga bisa. Ngga bisa dengan semua sikap aneh kamu. Ngga bisa dengan semua hal yang kamu udah lakuin ke aku. Buat aku senyum, detik berikutnya aku nangis."

Devi menghela nafas panjang. Rasanya sesak, ketika kamu harus menyangkal sebuah perasaan yang terus tumbuh dengan baik untuk seseorang.

Ia lihat jam tangan berwarna putih yang melingkar di tangan kirinya. Satu jam sudah dirinya berada disini, lalu ia putuskan untuk pulang.

***

Hujan deras mengguyur kota Bandung pada sore ini. Langitpun menjadi lebih gelap dari yang seharusnya pada pukul sekian. Seorang gadis nampak tergesa membuka payung yang ia bawa. Kemudian ia langkahkan kakinya keluar dari area sekolahnya. Devi, gadis itu sekarang memilih berjalan kaki agar ia dapat menggunakan payungnya ketika hujan dan tak terlambat pulang karena harus menunggu hujan reda.

Baru sekitar 200 meter berjalan, Devi menoleh ke belakang karena merasa ada sesuatu. Tepat sekali! Jinan ternyata di belakangnya. Dengan seragam yang dibalut jaket abu-abu berlogo sekolah sihir ternama, Hogwarts yang telah basah kuyup oleh hujan.

Devi menatapnya. Sungguh ia tak tau harus bagaimana. Melihat Jinan seperti ini membuat Devi jauh lebih sakit. Mata yang sayu, wajah yang pucat dan bibir yang bergetar sudah cukup menggambarkan apa yang sedang Jinan rasakan.

"Jalan saja." Perintah Jinan. Ia tersentak kemudian.

Devi berbalik dan melanjutkan perjalanannya. Membiarkan Jinan terus mengikutinya hingga ia sampai di halaman rumahnya.

Gadis itu berhenti dan memandang ke arah kakak kelas yang sedang tersenyum itu. Perlahan gadis yang lebih tua darinya itu mendekat hingga payung yang dipengangnya mampu melingkupi keduanya.

Tanpa aba-aba Jinan memeluk erat gadis di depannya hingga gadis tersebut tersentak. Devi masih diam tak membalas pelukan jinan, namun kini air matanya siap meluncur.

"Saya rindu kamu. Saya mencintai kamu. Saya sungguh-sungguh."
Satu ucapan keluar dari mulut Jinan di tengah pelukannya.

Devi yang sudah tak kuat langsung membalas pelukan Jinan. Ia biarkan payung yang sedari tadi ia pegang jatuh dan membiarkan air hujan membasahi dirinya. Pertahanannya runtuh, ia menangis.

"Jangan nangis, saya ngga suka." Ucap Jinan setelah beberapa menit berlalu.

Devi melepaskan pelukannya, begitupun Jinan. Mereka saling menatap dalam diam.

"Pulang kak, jangan ngelakuin hal bodoh kaya gini."
Devi bersiap pergi dari hadapan Jinan, namun tangannya digenggam oleh Jinan.

Sekali lagi, ia tarik Devi mendekat ke arahnya. Perlahan tapi pasti bibir Jinan menyentuh kening Devi. 30 detik cukup. Jinan kembali menjauhkan wajahnya dari Devi.

Bagaimana reaksi gadis itu? Ia hanya diam mematung di tempatnya. Setelah sadar, ia bergegas masuk ke dalam rumahnya tanpa memedulikan Jinan yang masih berada di sana.

"Dek, itu temen kamu di luar?" Tanya Mama Devi ketika sang anak turun dari kamarnya untuk makan malam.

"Temen?" Devi bingung.

"Iya, tuh liat."

Devi mengikuti arah tunjuk sang Mama. Dan lihat siapa disana? Jinan.
Kenapa ia masih disana?

"Oh bukan, Ma." Jawab Devi.

"Yang bener? Mama kaya ngga asing soalnya? Yaudah biar Mama cek, kasian keujanan gitu."

Perempuan paruh baya tersebut mengambil payung di teras rumahnya dan segera menghampiri Jinan yang masih berada di halaman rumah tersebut.

"Loh Nak Jinan? Kamu kok ujan-ujanan? Ayo masuk dulu, nanti kamu sakit."

"Ngga usah Tante, terimakasih. Jinan cuma nganterin Devi pulang tadi."

"Yaudah yuk masuk dulu, ganti baju pake punya Devi dulu. Nanti kamu masuk angin."

"Gapapa Tante, ngga usah. Tante, Jinan minta maaf."

"Maaf kenapa, Nak?"

"Maaf Jinan pernah bikin Devi nangis."

Sang wanita paruh baya hanya tersenyum mendengar penuturan remaja di depannya.

Remaja memang rumit!

"Itu hal biasa dalam pertemanan Jinan. Eh tapi teman apa teman nih kamu sama Devi?" Mama Devi mulai usil.

"Teman, yang Jinan sayang." Jinan tersenyum.
"Boleh Jinan titip ini?"

Jinan menyerahkan secarik kertas yang sedikit basah pada Mama Devi.

"Buat Devi?"

"Iya Tante."

"Kamu basah kuyup gini kok bisa ya kertasnya cuma basah dikit?"

"Itu baru Jinan tulis di teras rumah Tante tadi, makanya ngga terlalu basah."

"Kalian ada masalah apa sebenarnya?"

"Cuma salah paham Tante, jangan khawatir. Kalo begitu Jinan pamit pulang dulu."

Jinan meraih tangan wanita tersebut dan mencium punggung tangannya, kemudian berlalu.

***

Pagi menjelang, Devi segera bersiap untuk berangkat ke sekolah. Setelah sarapan dan pamit pada kedua orangtuanya, iapun berangkat.

Baru akan keluar gerbang, Devi dikejutkan dengan kehadiran dua sosok manusia. Cindy dan Christy. Persis seperti Jinan, mereka suka muncul tiba-tiba.


"Kak Cindy, Kak Christy?" Sapaan Devi mengalihkan dunia kedua manusia tersebut.

"Ah, hai Devi!" Jawab keduanya.

"Kakak berdua kok tau rumah aku?"

"Oh tau dong, kami kan dukun Dev." Jawab Christy asal dan ditatap kesal oleh dua orang yang lain dan Christy hanya nyengir.

"Iya Dev kita tanya temen kamu. Oh iya mau nanya boleh?" Cindy menatap Devi.

"Boleh kak." Jawab Devi.

"Jam 5.30 sore sekitar tiga Minggu yang lalu di jalan sekitar komplek perumahan Rapsodi Blok 48A kamu lagi sama Jinan? Tanya Cindy.

Devi berpikir sejenak. Perumahan Rapsodi? Terdengar seperti lagu JKT48, eh bukan. Kaya komplek perumahan Brielle. Ah, iya Devi ingat sekarang!

"Iya kak, aku sama dia waktu itu." Jawab Devi murung harus mengingat kejadian itu lagi.

"APAAA?!" Cindy dan Christy terkejut secara bersamaan.

"I-iya kak. Kenapa ya kak?" Devi kaget dengan reaksi keduanya.

"Serius kan?" Tanya Christy.

Devi mengangguk sebagai jawaban. Setelah itu ia ceritakan kejadian tersebut pada keduanya.

"APAA?!" Lagi-lagi ekspresi terkejut dari Christy dan Cindy.

"Lo ngga nengok sama sekali?" Tanya Chtisty.

"E-engga kak." Devi menunduk.

"Lo tau? Jinan pingsan disana woy!" Christy agak ngegas.

"Heh jangan ngegas, kadal!" Cindy menatap Christy tajam.

"Kak Jinan pingsan?"

"Iya Dev. Bahkan dia sakit beberapa hari setelah itu. Jinan ngga bisa lama-lama kena udara dingin, apalagi sampe keujanan. Jinan itu sakit Dev." Jelas Cindy.

Devi terkejut dengan fakta tersebut. Lalu semalam? Jinan bahkan hujan-hujanan berjam-jam di depan rumahnya. Bagaimana keadaannya sekarang? Devi mulai mengkhawatirkan Jinan.

"Terus sekarang kak Jinan dimana? Gimana keadaannya?" Tanya Devi.

"Lah lo ngga tau? Jinan bilang katanya udah ngasih tau lo." Ucap Christy yang sudah mulai reda emosinya.

"Kak Jinan ngga bilang apa-apa semalem."

"Semalem dia disini?"

"Iya kak, tapi dia ngasih surat ke Mama. Belum aku baca."

"Mungkin Jinan ngasih tau kamu di surat itu. Coba baca, tapi jangan sekarang. Kita udah telat ke sekolah." Ucap Cindy.

Sepulang sekolah tanpa mengganti seragamnya terlebih dahulu, Devi segera menuju meja belajar dan mengambil surat dari Jinan semalam.

Tintanya sudah agak luntur mungkin karena hujan, namun masih bisa terbaca oleh Devi.

Haruskah aku bicara. Bahwa mencintaimu, ini lebih dari apa yang ingin kamu dengar. Lebih dari apa yang ingin kamu lihat, dan lebih dari apa yang kamu inginkan dariku.
Mungkin sulit untuk aku sampaikan. Tapi aku harap kamu paham. Bahwa aku, mencintai kamu.

Mungkin ketika kamu baca ini, pesawat saya sedang mengudara di langit. Atau bahkan saya telah berada di belahan bumi yang lain. Saya harus ke sana supaya saya bisa sembuh, supaya saya ngga takut lagi untuk meminta kamu bersama saya. Satu lagi, raga saya mungkin tidak disana tapi hati saya tertinggal di sebelahmu.
Tunggu saya pulang ya.

From,
Dancer sekolah keren kesayangan kamu :)

Devi tak dapat lagi menahan tangisnya, rasa bersalah yang amat sangat ia rasakan. Devi baru menyadarinya bahwa Jinan setulus itu padanya. Harusnya Devi lebih peka dengan alasan tak masuk akal setiap Jinan tiba-tiba menghilang dari dirinya. Jinan sakit, harusnya Devi tau.

Christy dan Cindy menceritakan semuanya pada Devi tadi sebelum pulang sekolah. Jinan sakit. Jinan menyukai Devi sejak awal dirinya menabrak Jinan. Jinan tak cukup berani mengungkapkan semuanya karena keadaan Jinan saat ini. Jinan tak ingin egois, meminta Devi bersamanya namun nantinya Jinan harus pergi meninggalkan Devi karena sakitnya.

"Tolong sembuh, cepet kembali buat aku Kak. Because, i'm here waiting for you. I love you, Kak."

End










Hallo👋

Continue Reading

You'll Also Like

936K 21.5K 49
In wich a one night stand turns out to be a lot more than that.
123K 5.1K 52
β₯β₯β₯ [BNHA x Fem!Reader] ❛❛𝔸𝕝𝕝 π•₯𝕙𝕖 π•£π•šπ•”π•™π•–π•€ 𝕓𝕒𝕓π•ͺ, π•Žπ• π•Ÿ'π•₯ π•žπ•–π•’π•Ÿ π•’π•Ÿπ•ͺπ•₯π•™π•šπ•Ÿπ•˜, 𝔸𝕝𝕝 π•₯𝕙𝕖 π•£π•šπ•”π•™π•–π•€ 𝕓𝕒𝕓π•ͺ...
288K 8.6K 95
Daphne Bridgerton might have been the 1813 debutant diamond, but she wasn't the only miss to stand out that season. Behind her was a close second, he...
107K 3.2K 31
"she does not remind me of anything, everything reminds me of her." lando norris x femoc! social media x real life 2023 racing season