My Date [knb]

By KimikoCtz17

50.9K 3.8K 397

Cerita sederhana dengan chara KNB yang dibuat semenarik mungkin untuk fangirls ❤ Just read and enjoy~ Don't f... More

[A/N]
My Kuroko Tetsuya
Come On!{Aniki! Akashi x Imouto!Innocent! Reader // Slight Kuroko x Reader}
My Best Day (Akashi x Reader)
Komitmen [ Kise x Reader ]
My Diary About You { Akashi x Reader }
Don't Be Like That! { Aomine x Reader }
Thank You { Kuroko x Reader }
Tsundere-kun~ { Midorima x Reader }
Switch { Kagami x Reader } | Part 1
Switch? { Kagami x Reader }| Part 2
Valentine {Murasakibara x Reader}
Thank You For Your Love {Aomine x Reader} |Part 1
Thank You For Your Love {Aomine x Reader} |Part 2
Lebih Indah { Nijimura x Reader }
Badboy or Goodboy? {Nash Gold Jr x Reader}
But You Didn't { Kise x Reader }
Badboy or Goodboy? { Nash Gold Jr x Reader } |Part 2
Jealous { Akashi x Reader }
Game { Aomine x Reader}
Bake Date? {Murasakibara x Reader}
The Tragedy [ Christmas Edition ]
Senpai~ | Kise x Reader
Koi no Yokan [Aomine x Reader]

GOOD BOYFIE [Midorima Shintaro x Reader]

267 24 2
By KimikoCtz17

Siapa yang senang ketika bangun tidur dan melihat pada ponsel kalau hari Senin telah tiba?

Yang pastinya bukan [Nama].

Kegiatan relaksasi yang dilakukan pada akhir pekan harus berakhir ketika hari yang disebut telah tiba. Memikirkan kalau kita harus kembali beraktivitas saja sudah membuat semua orang menghela nafas.

Namun tentu saja hidup harus lebih sulit dari itu. Terkhususnya pada kaum hawa yang dikhianati. Oh bukan karena pacar atau teman, melainkan ketika kita sudah merencanakan sesuatu yang baik, namun harus dihancurkan karena satu hal.

Seperti yang terjadi pada gadis kita, [Nama].

Di pagi hari itu [Nama] bangun dengan damai. Gadis itu mengecek langit lewat jendelanya. Senyumannya muncul ketika melihat matahari yang tertutup oleh awan yang tidak terlalu tebal untuk menghasilkan hujan.

Cuaca yang bagus untuk bersantai di rumah. Setelah aktivitas penuh di sekolahnya dari hari Senin sampai Jumat ditambah kegiatan ekstrakurikuler pada hari Sabtu, tubuhnya yang lelah akhirnya bisa beristirahat.

Ketika melihat jam yang menunjukkan masih pukul 6 pagi, gadis itu menghela nafas senang. Betapa bahagianya jika ia terbangun pada pagi hari dan dapat melanjutkan tidur semaunya.

Dirinya juga tak perlu khawatir mengenai orang tuanya, mengingat mereka sedang pergi ke rumah pamannya. Satu hari ini ia dapat merasakan bagaimana menjadi seorang ratu, menikmati waktu sendirinya di rumah tanpa memikirkan apa-apa.

Di dalam suasana yang sepi di kamarnya, [Nama] masih merasakan kantuk. Dirinya pun membiarkan matanya tertutup dan kembali ke dunia mimpi.

Jam menunjukkan angka 9 ketika [Nama] terbangun tiba-tiba. Cahaya matahari yang mulai panas membuat dirinya menyipit matanya dan membiarkan penglihatannya beradaptasi pada cahaya di kamarnya. Kepalanya agak sedikit sakit karena tidur yang terlalu lama.

Namun hal itu bukanlah penyebab dirinya terbangun. Tangan [Nama] menepuk pelan perutnya, rasa sakit yang muncul dengan tiba-tiba membuatnya mengerang pelan. Gadis itu melingkari kedua tangan dan mendekam di dalam selimut, matanya tertutup rapat, berharap rasa sakitnya akan segera pergi.

Beberapa menit kemudian [Nama] menghela nafas ketika merasakan rasa sakit tersebut mulai menghilang. Dirinya terdiam beberapa saat, mencoba untuk tidak memicu rasa sakit itu kembali. Setelah yakin kalau dirinya sudah baikan, [Nama] keluar dari selimut. Suhu yang semakin panas membuatnya tidak nyaman.

Berubah posisi menjadi duduk, [Nama] meregangkan tubuhnya. Tangan dan lehernya terasa pegal akibat posisi tidurnya. Gadis itu menatap lemarinya sejenak, berdebat di dalam kepalanya untuk segera mandi atau menyiapkan sarapannya terlebih dahulu.

Memutuskan untuk menyiapkan sarapan dulu, [Nama] berdiri dan berjalan keluar kamar menuju dapur. Karena memang orang tuanya sedang keluar, ia memutuskan untuk hanya membuat sereal dengan susu saja. Gadis itu makan dalam diam, sesekali melamun sambil mengunyah serealnya.

Sehabis makan [Nama] langsung mencuci piring agar pekerjaan rumahnya tidak menumpuk. Dirinya pun segera ke kamar dan mengambil handuk. Ia pun tak lupa untuk mengecek ponselnya yang berada di meja kecil di samping tempat tidur.

Mom
Hari ini 08.32

Jangan lupa siram tanaman di muka. Besok baru ibu dan ayah akan pulang. Pastikan rumah bersih.

Membalas oke kepada ibunya, [Nama] kemudian melihat pesan berikutnya yang ternyata berasal dari sang pacar, melihat hal itu senyum [Nama] langsung muncul.

Shin
Hari ini 07.03

Hari ini [Zodiak] berada di urutan paling bawah.
Belilah brokoli [Nama].

Dan ini aku lakukan hanya karena tidak ingin kamu datang dan mengeluh tentang kesialanmu padaku!

"Aww, pemuda tsundere." Dada [Nama] terasa hangat membayangkan wajah Midorima yang memerah sambil mengetik pesannya dengan cepat, kebiasaan pemuda itu yang tidak ingin terlihat peduli dengan [Nama]—walaupun kenyataannya bukan begitu—. Gadis itu pun mengetik balasannya dengan cepat, tak lupa diakhiri dengan stiker hati untuk membuat pemuda itu semakin memerah.

Tertawa pelan, [Nama] meletakkan ponselnya kembali dan berjalan ke kamar mandi. Gadis itu bercermin di kaca yang tergantung disana dan entah kenapa merasa sedikit kesal melihat wajah bangun tidurnya.

[Nama] memutuskan untuk mandi cepat menggunakan shower. Dirinya mulai membuka baju namun terhenti ketika melihat sesuatu.

Dan seketika dirinya merasa tak bersemangat.

Pemirsa sekalian, hari ini waktunya bulan datang untuk [Nama]. Dan untuk sepengetahuan kalian, hari pertama ketika datang bulan merupakan hari yang paling dibenci [Nama]

"Bagus, hari yang sangat bagus untuk dapat." Sarkasme yang jelas keluar dari mulutnya.

Gadis itu pun melanjutkan mandinya walau dengan tenaga yang sedikit. Ekspresi muram kini muncul di wajahnya. Padahal ia ingin sekali beristirahat dengan tenang dan menikmati waktu santainya, tapi ternyata kini semua itu hanyalah angan-angan saja.

Setelah selesai mandi, [Nama] mengeringkan tubuhnya dan membuka cermin untuk mengambil pembalut, namun sepertinya keberuntungan tidak berpihak padanya hari ini ketika melihat tidak ada pembalut sama sekali disana.

Terdiam beberapa saat, [Nama] mulai merasa panik. Dirinya pun mulai mencari keberadaan benda yang sangat dibutuhkannya itu hampir di setiap jiku kamar mandi. Merasa semakin panik ketika tidak menemukan apa-apa, [Nama] berdiri di tengah kamar mandi dengan kuku jari yang digigit.

[Nama] kemudian berlari ke kamar dan mengambil ponselnya sebelum kembali berlari ke kamar mandi. Dirinya mengirim pesan pada sang ibu, menanyakan keberadaan pembalut. Sambil menunggu balasan, [Nama] mencoba mengingat-ingat. Mungkin ibunya lupa meletakkan benda itu di kamar mandi.

Ting!

[Nama] dengan cepat membuka pesan dari ibunya.

Mom

Oh astaga sayang.. Maaf tapi sepertinya ibu lupa membelinya

Oh bagus, bagus sekali. [Nama] merasakan dirinya mulai memanas. Sedikit kesal melihat sang ibu yang tak dapat membantunya sekarang.

Mom

Terus apa yang harus kulakukan bu?!
Terkirim

Maaf, mungkin kamu bisa meminta tolong teman-temanmu. Oh atau pacarmu, Si Bintaro.

[Nama] berpikir sejenak. Ia merasa ragu untuk meminta tolong Midorima, apalagi tentang masalah seperti ini. Midorima terlihat seperti tipe pemuda yang akan merasa malu dan menolak untuk pergi membeli pembalut.

Tapi ia bingung harus meminta tolong pada siapa. Semua jarak rumah teman-temannya cukup jauh, dan [Nama] tidak yakin mereka mau membawakannya benda itu.

Oh Momoi!

Momoi
Hari Ini 10.58

Hey Sat! Apa kamu sedang sibuk?
terkirim

Hey [Nama]!
Sekarang ini aku sedang tidak melakukan apa-apa. Tidak ada banyak hal yang bisa dilakukan dalam perjalanan ini selain memarahi Dai-chan :((

Ada apa memangnya?

Benar juga, [Nama] lupa kalau hari ini Momoi sedang pergi ke Kyoto bersama tim basketnya. Helaan nafas pun terdengar dan [Nama] menggigit bibir dalamnya.

Tidak apa-apa kok. Aku hanya ingin mengetahui bagaimana perjalananmu.
Btw Semoga perjalananmu lancar ya :D
Terkirim

Entah Momoi sudah membalas pesannya atau tidak, [Nama] tidak peduli sekarang. Beberapa menit [Nama] berada di kamar mandi, kakinya mulai merasa pegal. Dirinya memutuskan untuk duduk di atas toilet sambil sesekali berdiri. Gadis itu menjelajahi kontak nomornya, mencoba mencari seseorang yang pas untuk menolongnya.

Tanpa disadari ibu jari [Nama] berada di atas kontaknya Midorima. Gadis itu menatap sesaat, rasa ragu tadi kembali muncul. Ia ingin sekali menghubungi Midorima, tapi perasaan ditolak menghantui dirinya.

Bukan hanya ia tidak ingin merepotkan Midorima, tetapi dirinya tak dapat menolong tetapi terluka jika memang Midorima menolak permintaan [Nama], mengingat mereka berdua pacaran sudah cukup lama.

"Ayolah [Nama], jika kamu terus ragu begini, kapan kamu akan maju?" Gumam [Nama] meyakini dirinya sendiri dan menekan tombol panggilan di kontak Midorima.

«────── « ⋅ʚ♡ɞ⋅ » ──────»

Midorima yang saat itu sedang sibuk mencari sepatu basketnya sedikit terkejut ketika mendengar nada panggilan di ponselnya. Pemuda itu menghela nafas dan membetulkan kacamatanya. Dirinya pun berjalan dan mengambil ponselnya yang berada di atas meja, sedikit bingung ketika melihat nama [Nama] yang terpampang di layar ponselnya.

Tanpa menunggu lama, Midorima mengangkat panggilannya.

"Halo?"

"Umm.. Halo Shintaro.."

Mendengar nada ragu [Nama] membuat Midorima mengangkat alis. "Ada apa nanodayo?"

"Apa kamu sedang sibuk?"

Melirik lemarinya yang sedikit berantakan akibat pencarian sepatu basket miliknya tadi, Midorima kembali berfokus pada ponselnya. "Tidak, kenapa memangnya?"

"Aku.. ingin meminta tolong?"

Midorima mulai merasa ganjil dengan gadis di seberang sana. Dirinya pun membetulkan kacamatanya dan duduk di atas kasurnya.
"Apa itu?"

"Sebelum itu, kumohon kamu jangan marah.."

"Jika hal ini berhubungan dengan hal bodoh yang kamu lakukan dengan Takao, tidak nanodayo." Balas Midorima dengan serius.

"E-eh tidak! Bukan itu! Um.. ini termasuk darurat."

Midorima merasa tenang, setidaknya [Nama] tidak tergabung dengan kerjaan bodoh milik Takao. Kini ia merasa penasaran.

"Apa itu?"

"Bisakah kamu.. um.. pergi ke toko?"

Midorima mengerutkan keningnya. "Untuk apa nanodayo? Apa kamu tidak bisa membelinya sendiri?"

"Umm.. Aku tidak bisa, kondisiku sekarang tidak memungkinkan."

"Memangnya kamu kenapa? Apa sesuatu terjadi? Apa kakimu patah lagi setelah lompat dari atas lemari?" Midorima berusaha sekuat tenaga untuk tidak tersenyum mengingat kejadian beberapa bulan yang lalu ketika [Nama] mengalami patah kaki ringan akibat alasan yang bodoh. Siapa yang percaya jika dia adalah penyihir setelah mencoba kuis tentang sihir di internet? Entah gadis itu terlalu polos atau gila.

"Hei! Kenapa kamu masih mengingat hal itu?! Sudah beberapa bulan dan kamu masih mengingatnya! Dan bukan karena hal itu, pokoknya aku sedang darurat sekarang!" Midorima dapat membayangkan gadis itu sedang memerah sekarang.

"Kenapa kamu tidak mau menjawab pertanyaanku nanodayo?"

"Hah.. Intinya, aku ingin kamu pergi ke toko dan membelikanku... um.. itu.."

Rasa kesal yang mulai muncul membuat Midorima menghela nafas. Perlakuan [Nama] sangat aneh. "Itu?"

"Iya.. itu.."

"[Nama], apa itu 'itu'? Bagaimana aku membeli 'itu' di toko?"

"Jadi kamu ingin membelinya? Wah makasih Shintaro!"

Wajah Midorima memerah, dirinya pun kembali membetulkan kacamatanya. "Bu-bukan begitu! Kamu pasti akan terus menggangguku jika aku menolaknya!"

"Um.. Betul juga." Midorima mendengar gadis itu bergumam sebelum tiba-tiba gadis itu berteriak. "Jadi tolong beli pembalut yang bersayap ya! Terima kasih!"

Seketika itu juga Midorima membeku, ia dapat merasakan seluruh tekanan darah menuju ke wajahnya yang menyebabkan kemerahan di pipi. Apa dia salah dengar?

"A-apa?"

"Aku tunggu di rumah ya, kumohon cepatlah."

Sebelum [Nama] memutuskan panggilannya, Midorima berteriak dan berdiri dengan wajah yang memerah. Dirinya membetulkan kacamatanya, dapat dilihat tangannya bergetar sedikit.

"Ta-tapi [Nama], aku-aku tidak bisa.. Umm tidak yakin.." Midorima merasa ragu mengatakan hal itu. Suaranya begitu pelan untuk didengar, namun pemuda berambut hijau itu yakin gadis diseberangnya mampu mendengar jelas perkataannya, akan tetapi ketika ia tak mendengar balasan apa-apa, Midorima yakin ia telah membuat kesalahan besar.

"[Nama]?"

"Please Midorima, aku lagi darurat sekarang." Kenapa Midorima mulai merasa tidak enak?

"Nanti aku bilang Momoi-"

"Momoi tidak bisa karena dia sedang di Kyoto! Bukannya Aomine sudah bilang ke kamu?!" Midorima meringis di dalam dirinya, tak terbiasa mendengar pacarnya berbicara dengan nada seperti itu. "Apa kamu mau membelinya untukku atau tidak?!"

Jujur, Midorima bisa saja pergi membeli, tapi harga dirinya tidak menyetujui. Bagaimana jika ia ditertawakan ketika membeli benda itu? Atau dia bertemu dengan seseorang yang dikenalinya disituasi yang memalukan?

Maka dari itu Midorima hanya terdiam. Ia tak tahu ingin mengatakan apa pada [Nama]. Apalagi ketika sudah menjadi rahasia umum kalau perempuan yang sedang datang bulan itu sedikit... mengerikan. Tapi kalau ia berdiam diri juga tidak akan membawa kebaikan untuk dirinya. Situasi yang cukup buruk, dirinya seakan serba salah.

Beberapa detik yang penuh dengan keheningan dan kecanggungan, yang mampu membuat Midorima merasa tidak nyaman harus terhenti ketika mendengar suara halus [Nama].

"Kalau begitu jangan lagi Midorima, maaf merepotkanmu."

Dan sebelum Midorima membalasnya, [Nama] sudah memutuskan panggilan.

Selama beberapa saat Midorima tenggelam dalam pikirannya dengan ponsel yang masih setia menempel di telinganya. Mungkin ini hanya kesalahan alat pendengarannya tapi dia dapat mendengar suara [Nama] yang seperti ingin menangis.

Astaga apa ini berarti Midorima telah membuat seorang gadis menangis? Terlebih lagi gadis itu adalah pacarnya?

Midorima menghela nafas panjang, mengecek jam yang berada di dinding dan memikirkan skenario terburuk ketika dirinya pergi membeli.

Semoga tidak ada seorang pun yang mengenalinya.

Pemuda itu berjalan menuju pintu depan, tangannya sedikit ragu untuk membuka pintu. Namun Midorima kembali berusaha meyakinkan dirinya sendiri dengan mengatakan kalau [Nama] sedang membutuhkannya, dan tidak mungkin ia akan mengabaikan hal itu.

Tapi kalau menyuruhnya untuk membeli-

Midorima dengan cepat membuka pintu dan berjalan sebelum keraguannya kembali. Pemuda itu mampu membuat orang-orang salah paham, melihat dirinya yang tampak santai dari luar, tidak mengetahui jika ada peperangan batin yang terjadi didalam kepalanya. Dirinya membetulkan kacamatanya, merasa sedikit tenang mengetahui hari ini zodiaknya berada di peringkat pertama, yang berarti semuanya akan baik-baik saja.

Semoga..

Sesampainya di sebuah supermarket yang tak jauh dari rumahnya, Midorima mempersiapkan mentalnya. Ia pun berjalan masuk, berpura-pura untuk melihat-lihat sekitarnya sebelum mencari benda yang dibutuhkan pacarnya.

Mungkin karena memang ini pertama kalinya ia membeli barang seperti itu, sehingga Midorima sedikit kesulitan mencari letaknya. Bersyukur dia melihat seorang gadis yang sedang mengambil salah satu dari sekumpulan merek yang terpampang.

Namun tiba-tiba Midorima berkeringat dingin.

Dia tidak tahu harus membeli yang mana.

Untuk beberapa menit lamanya Midorima berdiam diri, menatap ke depannya. Dirinya sampai tidak menyadari tatapan aneh dari perempuan-perempuan yang melewatinya karena begitu fokus.

Saat matanya menganalisis sekumpulan merek di depannya, ia teringat [Nama] mengatakan sesuatu tentang bersayap. Midorima bahkan tidak tahu apa maksud dari hal itu.

Tangannya mengambil sebuah merek yang mengatakan bersayap pada bungkusnya. Midorima dengan cepat menyembunyikannya di balik lengan dan berjalan menuju kasir. Namun ketika dirinya melewati bagian makanan ringan, dirinya mendapatkan sebuah ide.

Hanya Tuhanlah yang tahu betapa malunya Midorima ketika berada pada antrean kasir. Seorang ibu di belakangnya bahkan tertawa kecil dan mengatakan kalau dirinya adalah pacar yang baik setelah mengintip apa yang dibelinya.

Tak lupa pemuda kasir yang juga sedikit terkejut selama memindai barang-barangnya. Namun syukurlah pemuda kasir itu tidak mengatakan apa-apa kepadanya.

Setelah penantian yang cukup lama bagi Midorima, sang kasir mengucapkan terima kasih dan memberikan plastik berisi barang beliannya. Tanpa menunggu lama lagi Midorima berjalan dengan cepat menuju pintu keluar dan menghela nafas lega sambil membetulkan kacamatanya.

Setidaknya sekarang dia tinggal berjalan menuju rumah [Nama] dan memberikan-

"Oh! Shin-chan!!"

Bukankah hari ini zodiaknya berada pada urutan pertama?!

Takao dengan kencang berlari ke arah Midorima yang terlihat berusaha mengabaikannya, berjalan tanpa mempedulikan keberadaan pemuda berambut belah tengah itu, bahkan dia sangat berharap kalau Takao berbicara dengan orang lain.

Namun sebuah tangan yang tiba-tiba memegang bahu Midorima berkata sebaliknya.

"Shin-chan! Aku memanggilmu sedari tadi, kamu tidak mendengar?" Oh Takao, Midorima sangat jelas mendengar panggilanmu, dirinya hanya berusaha mengabaikan keberadaanmu. Mengertilah...

Akan tetapi mengetahui dirinya yang gagal menghindari Takao, Midorima menghela nafas sambil membetulkan kacamatanya. "Tidak nanodayo."

Mata Takao tampak menyadari keberadaan plastik yang berada pada tangan Midorima. Pemuda itu hendak melihat isinya sebelum Midorima dengan cepat menjauhkan plastik tersebut. "Aku sedang terburu-buru."

Sedikit merasa aneh, Takao hanya mengabaikannya dan menggaruk kepala belakangnya. "Lagipula tumben Shin-chan keluar saat sedang libur, apa beli lucky item untuk hari ini?"

"Iya nanodayo, aku pergi dulu, sampai ketemu besok." Dengan rasa curiga, Takao memperhatikan rekannya dengan seksama.

Ada beberapa hal yang terlihat ganjil di mata Takao. Pertama, Biasanya jika Midorima hendak keluar rumah—walaupun hanya untuk membeli lucky item—pasti Takao sudah siap dengan kereta untuk mengantar wortel berjalan itu. Kedua, arah dimana Midorima berjalan sekarang bukanlah arah rumah pemuda itu. Dan yang terakhir, sudah terlihat jelas bagi Takao kalau Midorima sedang menyembunyikan sesuatu.

Merasa kebingungan, Takao hanya menatap kepergian Midorima yang cukup aneh dilihat dari betapa cepatnya ia berjalan, namun sebelum itu sesuatu yang berada di tas plastik menarik perhatian Takao.

Mata yang melebar, seringai Takao pun muncul ketika mengetahui apa itu. Dengan tanduk iblis imajinasinya, Takao mengeluarkan ponsel dari sakunya untuk memberitahukan tentang kejadian ini pada seseorang.

«────── « ⋅ʚ♡ɞ⋅ » ──────»

"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif-"

"Ugh! Seriusan!? Tidak ada yang bisa menolongku hari ini?" Masih berada di tempat yang sama semenjak 20 menit yang lalu, [Nama] menggaruk kepalanya sedikit kasar.

Entah suatu kebetulan atau apa, dirinya sedari tadi berusaha untuk menghubungi beberapa teman-temannya, namun tidak ada yang bisa membantu dirinya. Berbagai alasan yang dikatakan oleh beberapa temannya didengarkan oleh [Nama] dengan frustrasi. Ia benar-benar kecewa dengan hal ini.

Namun kekecewaan terbesarnya jatuh pada seorang pemuda berambut hijau.

"Si culun berkacamata itu, hii untung aku suka.." Gumam [Nama]. Matanya sedikit berkaca sehabis berteleponan dengan Midorima.

[Nama] tahu, bagi Midorima hal ini cukup ganjil baginya. Melihat pemuda itu begitu kaku dan serius dalam menjalani hubungan dengannya membuat [Nama] yakin ini adalah yang pertama kalinya.

Apalagi ditambah pemuda itu juga mengidap tsundere akut dengan ego yang tinggi. [Nama] seharusnya dapat mengerti keadaan sang pacar

Tapi karena memang [Nama] sedang dalam kondisi yang penuh dramatis dan sensitif, dipicu oleh datang bulannya, gadis itu tetap merasa sedih pada pacarnya.

Ting!

Suara notifikasi pesan di ponselnya menyadarkan [Nama], mata gadis itu melebar dengan senangnya ketika melihat si pengirim.

Takao!

Kenapa [Nama] tidak mengingat pemuda itu dari tadi? Dia bisa meminta tolong Takao, pemuda itu juga pasti tidak akan menolaknya.

Walau nanti akan canggung sih, tapi gadis itu tidak punya pilihan lain.

Ibu jarinya hendak menekan pesan Takao, ingin melihat isinya terlebih dahulu, sebelum layarnya berubah dan menunjukkan nama Midorima. Gadis itu mengangkat alisnya, bingung melihat pacarnya yang menelpon tiba-tiba.

Rasa kecewa tadi kembali, membuat gadis itu memutar bola matanya dan menghela nafas. Dengan malas, [Nama] mengangkat panggilan tersebut. Di dalam hati, [Nama] yakin pemuda itu merasa tidak enak dan ingin meminta maaf padanya.

"Halo Shintaro?"

"[Nama], bukalah pintu rumahmu."

"Apa?"

[Nama] mengecek layar ponselnya, ingin memastikan jika memang benar yang menelepon dirinya adalah sang pacar. Suara Midorima juga kurang jelas, dirinya seakan baru selesai berlari terdengar dari suara tarikan nafasnya yang cepat. Setelah beberapa menit menatap layar ponselnya, [Nama] kembali mendekatkan alat komunikasi itu di telinganya dan berdiri.

"Maksudmu?"

"Um.. Aku berada di depan rumahmu nanodayo."

Tanpa menunggu lebih lama, [Nama] berjalan keluar dari kamar mandi. Dirinya dengan cepat memakai pakaian dan berlari keluar menuju pintu depan rumah.

Midorima hanya mendengarkan suara samar-samar dari ponselnya. Dirinya yakin [Nama] lupa memutuskan panggilan. Ia mematikan panggilan dan memasukkan ponsel ke dalam saku ketika mendengar pintu di depannya berbunyi. Alisnya terangkat ketika melihat [Nama] yang terengah-engah dengan rambut yang setengah basah. Gadis itu dengan cepat membiarkan Midorima masuk sebelum hendak kembali ke kamar mandi namun tangan Midorima menghentikan langkahnya.

[Nama] menatap tangan Midorima sejenak kemudian beralih ke mata hijaunya dengan bingung. Dirinya pun teringat tentang kekecewaannya terhadap si pemuda berambut hijau tadi dan seketika menatap tajam Midorima.

"Seperti yang kamu tahu, aku tidak bisa berlama-lama disini, jadi mohon—"

"Ini."

Melihat tangan Midorima yang menyodorkan sesuatu, [Nama] hanya terdiam. Ia baru menyadari keberadaan plastik di tangan pemuda itu. Perlahan [Nama] mengintip di dalam plastik itu, dan mungkin karena faktor sensitif, matanya berkaca melihat isinya.

"Cepatlah nanodayo, plastik ini berat." Midorima memasang ekspresi kesal, namun pipinya begitu kontras memerah. Ketika [Nama] mengambilnya, Midorima langsung membetulkan kacamata dan berjalan menuju dapur.

[Nama] tersenyum lembut sambil menatap punggung Midorima, kemudian kembali pada plastik di tangannya.

Berat? Bahkan anak kecil dapat memegang plastik ini dengan mudah.

Dengan tawa kecil, [Nama] berjalan menuju kamar mandinya.

«────── « ⋅ʚ♡ɞ⋅ » ──────»

Menghela nafas lega, [Nama] berjalan keluar dari kamar dengan perasaan nyaman. Walau sesekali perutnya kesakitan, namun gadis itu bisa menahannya. Gadis itu pun teringat Midorima yang sedari tadi tidak bersuara.

Ia berjalan menuju dapur, dimana suara dentingan sendok terdengar. Gadis itu mendapati pemuda tinggi itu tengah mengaduk sesuatu pada cangkir kesukaannya. Midorima hanya melirik [Nama] sebentar sebelum memfokuskan dirinya untuk melanjutkan membuat teh hangat.

[Nama] berjalan dan duduk pada kursi di dekat meja makan. Ia meletakkan tangannya dibawah dagu dan dengan senyum lembut menatap sang pacar. Beruntung sekali dirinya mendapat pacar seperti Midorima, keunikannya yang sendiri membuat pemuda itu terlihat spesial di mata [Nama].

Memang terkadang Midorima membuat [Nama] merasa kesal, bahkan pernah [Nama] berpikir apakah hubungan mereka berdua dapat berjalan baik mengingat ini pertama kalinya gadis itu memacari pria yang tsundere. Tapi hei, semua itu menghilang ketika melihat wajah memerahnya Midorima. Lagipula pemuda itu lebih memilih aksi dibandingkan kata-kata, berusaha untuk menjadi pacar terbaik untuk [Nama] dengan caranya sendiri.

Gawat, [Nama] semakin jatuh cinta.

"Menatap orang seperti itu menyeramkan kamu tahu?" Keluh Midorima sambil menyerahkan teh yang dibuatnya ke [Nama], tapi gadis itu dapat melihat dengan jelas semburat merah di pipi pacarnya.

Terkekeh pelan, [Nama] meniup pelan teh yang masih panas sebelum meminumnya perlahan. Rasa hangat yang mengalir dari tenggorokan ke perutnya membuat [Nama] merasa tenang. Ia pun meletakkan cangkir tersebut di atas meja dan menatap Midorima dengan seringai.

"Apakah kamu tidak bisa melihat cinta di mataku ketika menatapmu Shin-kun?"

Perkataan yang cukup alay tapi mampu membuat Midorima terlihat seperti tomat. Pemuda itu hanya bisa memalingkan wajahnya, berjalan menuju sofa yang berada di ruang santai [Nama] dan duduk disana.

Mengangkat cangkir tehnya, [Nama] mengikuti Midorima dan duduk di sofa. Ia meletakan cangkir tersebut di atas meja kemudian menyandarkan tubuhnya pada Midorima, mencoba menahan tawanya ketika merasakan tubuh Midorima yang kaku. Walau mereka sudah berpacaran beberapa bulan, pemuda itu belum terbiasa melakukan hal seperti ini.

Berusaha tenang, Midorima menyadari jika [Nama] tidak membawa tas plastik tadi. "Kamu tidak makan snack yang aku bawakan? Atau kamu sudah menghabiskan semuanya di atas?"

Menggelengkan kepalanya, [Nama] memeluk lengan Midorima dan menenggelamkan wajahnya disana, menghirup aroma parfum Midorima yang mulai menghilang membuat [Nama] merasa tenang.

Melihat pemandangan menggemaskan di sampingnya membuat jantung Midorima berdegup kencang. Ia menelan air ludahnya dan dengan tangan bergetar, ia membetulkan kacamatanya.

"A-apa kamu membutuhkan yang lain?"

Gadis itu menggelengkan kepalanya. "Hanya kamu."

Suara [Nama] teredam oleh lengannya tapi Midorima dapat mendengarnya dengan jelas. Pemuda itu yakin [Nama] dapat membuat dirinya serangan jantung suatu hari nanti.

Untuk beberapa menit mereka berdua berada diposisi tersebut, Midorima mengira gadis itu telah tertidur, tapi [Nama] kemudian mengangkat kepalanya dan menatap Midorima dengan lembut. "Makasih Shintaro."

Terdiam beberapa saat, Midorima hanya mampu mengamati pacarnya dengan hati yang ingin meledak. Ciuman di pipi kirinya membuat pemuda itu tersadar dan melihat [Nama] yang kembali memeluk lengannya dengan erat.

"Dan maaf tadi aku marah-marah." Ujar [Nama] perlahan, merasa bersalah mengingat saat di ditelepon tadi.

"Tidak apa-apa nanodayo. Aku mengerti." Midorima mengangkat tangan sebelahnya perlahan, walau tangannya bergetar sedikit, itu tidak membuat Midorima merasa ragu untuk mengelus rambut [Nama].

Senyuman kecil muncul di wajah Midorima, ini adalah salah satu momen favoritnya semenjak berpacaran dengan gadis yang tengah bermanja dengannya ini. Walaupun Midorima tak bisa membantu banyak gadisnya dalam keadaan seperti sekarang, pemuda itu berharap dengan keberadaannya, gadis itu dapat melewatinya.

Continue Reading

You'll Also Like

34.3K 7.6K 38
Selama ini Taehyun tidak pernah menyadari jika cowok populer di kelasnya itu berhasil membuat dirinya menjadi seperti orang bodoh karena jatuh cinta...
63.4K 6.5K 20
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
69.5K 3.1K 49
Almeera Azzahra Alfatunnisa Ghozali seorang dokter muda yang tiba-tiba bertemu jodohnya untuk pertama kali di klinik tempatnya bekerja. Latar belakan...
122K 8.8K 56
cerita fiksi jangan dibawa kedunia nyata yaaa,jangan lupa vote