1 Detak 2 Detik

By ta_taa24

2.2K 1.4K 1K

Saat semua itu terbongkar, ekspresi apa yang cocok untuk mengungkapkan kejadian ini? Ekspresi sedih atau sena... More

prolog
kena hukum
suatu kebetulan atau sudah ditakdirkan?
Kesepakatan
Rambut Nenek
Rindu
Seragam

mimpi kembali ke masa lalu

214 128 136
By ta_taa24

🐊JANGAN PM CERITA DIKOLKOM.
🐊 TYPO BERTEBARAN, BANTU KRISAR.
🐊 JANGAN LUPA FOLLOW AKUN KU ta_taa24
🐊HAPPY READING.

🦎🦎🦎

"Gue dimana? dan tempat apa ini? Gelap banget. Hey? hello, ada orang kah?" teriak Rahel menggema di seluruh ruangan.

"Hai Rahel," sapa seseorang.

Entah siapa itu, namun suaranya familiar di telinga Rahel.

"Ya, ini aku. kembaran mu, Rasel," jawabnya seperti bisa menebak apa yang dipikirkan Rahel.

Rahel menoleh kesana-kemari, mencari keberadaan Rasel.

"Asel?" panggil Rahel memastikan.

"Jika benar kamu Asel, maka keluarlah. aku mohon!" teriak Rahel dengan celingak-celinguk.

Tiba-tiba muncullah cahaya terang di depan Rahel dan menampakkan Rasel dengan wajah yang sama, pakaian yang sama, tinggi yang sama dan suara yang sama seperti 12 tahun yang lalu.

"Hai Ara," sapa Rasel dengan riang.

"Ha..hai ju..juga A..a..Asel," jawab Rahel terbata-bata.

Rahel sungguh tak percaya apa yang dia liat saat ini, terkejut sekaligus senang bercampur aduk jadi satu.

"Wah Ara sudah dewasa dan cantik," puji kak Rasel. "Sedangkan Asel masih belum dewasa seperti Ara," sambung Rasel. Tampak raut wajah Rasel sedih.

Rahel menundukkan badan, mensejajarkan dengan tubuh Rasel yang kecil dan pendek.

"Gak apa-apa kok, Ara masih sayang Asel," kata Rahel, dan langsung memeluk tubuh mungil Rasel. Rasel pun membalas pelukan itu.

"Asel, Ara kangen sama Asel, Asel gak kangen sama Ara?"

Rasel yang masih kecil itu, mengelus punggung Rahel dengan berkata, "Asel juga kangen sama Ara. Oh ya, gimana kabar keluarga? Mama dan Papa?"

Mendengar pertanyaan itu Rahel langsung melepas pelukannya dan memasang wajah datar, entah mengapa rasa ingin menangis Rahel menghilang.

"Keluarga? Mama? Papa?" gumam Rahel kecil.

"Ara kenapa raut wajah mu berubah?" tanya Rasel bingung.

"Tak ada yang baik sejak Asel menghilang, dulu di keluarga kita ada canda dan tawa, namun sejak Asel nggak ada di keluarga kita, canda tawa itu sudah hilang, itu semua salah Papa! Ara benci Papa! Ara benci! Bahkan Semenjak kecelakaan itu Ara pun enggan untuk diantar ke sekolah sama Papa"

Rasel memegang kedua pundak Rahel.

"Hei Ara. Ara gak boleh benci sama Papa, itu Papa kita berdua, tanpa dia kita tidak akan ada di dunia ini, kenapa Ara gak mau dianterin papa? Ara trauma? Ara harus lawan rasa trauma itu. Ketika Ara sudah malawan rasa trauma itu, kebahagiaan keluarga kita akan kembali."

"Ara tau Asel, tapi Ara benci sama Papa, karena Papa udah ngejauhkan Asel dari Ara," kesal Rahel.

"Pokoknya Ara gak boleh benci sama Papa, dan Ara bilang apa tadi? Ara jauh dari Asel? Itu tidak benar Ara! Ara tuh ada di hati Asel, begitupun sebaliknya, Asel juga ada di hati Ara," tutur Rasel.

"Gak Asel, ini semua gara-gara papa, aku benci Papa! aku benci!" jerit Rahel.

"Ya udah iya, jangan nangis," bujuk Rasel dengan mengelap air mata Rahel menggunakan tangan kecilnya.

"Dek?" Panggil Rasel.

"Iya, ada apa?"

"Boleh peluk lagi nggak?"

"Iya boleh lah."

Rasel memeluk Rahel dan Rasel pun membalas pelukan darinya.

"Mau ikut Asel nggak?" tanyanya masih dengan memeluk Rahel.

"Ikut Asel kemana?"

"Ke masa-masa dimana kita masih bersama," Rasel berkata dengan senyum yang tulus.

"Hah? Maksudnya?" tanya Rahel heran.

Rasel hanya diam. Tiba-tiba ruangan gelap tersebut menjadi terang dan menampakkan 2 anak kecil, sedang berada di taman bermain.

"Itu kan...."

"Ya itu kita berdua waktu kecil, saat dimana kita masih bersama."

"Ara, ayo sini!"

Terdengar suara dari salah satu anak kecil itu, yaitu Rasel memanggil Rahel waktu kecil. Rahel Inget dulu setelah Rasel memberikan kalung bulan, dia langsung mengajaknya ke taman bermain depan kompleks.

Pergi tanpa sepengetahuan papa dan mama, alhasil waktu meraka pulang langsung mendapatkan omelan dari Mamanya, lebih tepatnya ke Rasel.

Rahel sabagai adik merasa senang dan sedih, senang karena bisa liat saudaranya di marahin dan sedih karena saudaranya di marahi.

"Ada apa kak?" tanya Rasel

"Sini deh, ayo main ayunan biar Asel yang dorong,"ajak Rasel

Rahel pun mulai duduk di ayunan dan didorong oleh Rasel.

Rahel yang melihat hanya terkekeh kecil.

"Liatlah mereka berdua," tujuk Rasel.

"Mereka berdua tertawa lepas bagai tak punya beban dalam hidupnya, mereka tak memikirkan betapa sangat khawatirnya orang tua mereka, pergi tanpa pamit," sambung kak Rasel diikuti kekehan kecil.

"Hem.. Asel masih ingat juga," lirih Rahel.

Rahel berlari menuju mereka berdua yang tengah asik bermain ayunan, dia mencoba memegang salah satu dari mereka, namun dia tidak bisa menyentuh atau pun memegang.

"Ara kamu ngapain sih?" tanya Rasel yang sudah berada disampingnya.

"Ara mau pegang mereka, tapi kenapa Ara nggak bisa?"

"Ara kita di sini hanya roh tanpa raga."

"Hah? Apakah Ara sudah meninggal?! Apakah Ara mengalami kecelakaan?!" teriak Rahel keras.

"Tidak Ara, Ara belum meninggal, kamu hanya berada di alam bawah sadar."

Mendengar penjelasan itu, Rahel bernafas lega.

Tiba-tiba keadaan menjadi gelap lagi, tak lama kemudian keadaan menjadi terang kembali dan menampilkan Rahel sedang mengejar Rasel waktu kecil.

"Ara kamu masih ingat kejadian ini?" tanya Rasel dengan menatap Rahel dalam.

"Ya, Ara ingat, Ara kejar Asel gara-gara Asel patahin Barbie dan ngatain Ara."

"Yups, Ara benar."

Bugh..akh..

Terdengar suara orang jatuh terduduk di lantai.

"Hahah... sukurin, dasar ceroboh udah gede lari aja nggak bisa," ejek Rasel.

"Huaa..Asel, Asel jahat hiks..nggak mau nolongin Ara hiks..hiks" tangis Rahel pecah.

"Punya saudara cengeng amat sih, sini Asel bantu berdiri," tawar Rasel dengan mengulurkan tangannya.

"Em.. ternyata Ara dulu cengeng ya," gumam Rahel pelan

"Baru tau?" tanya Rasel. Rahel kira Rasel gak bakal dengar gumamnya itu. Namun, Rahel salah.

"Lucu ya kalau Ara lagi nangis," ujar Rasel dengan melihat ke arah Rahel kecil yang sedang menangis.

"Kan aku emng imut dari kecil," ucap gw dengan bangga.

"Kan Ara emang imut dari kecil," ucap Rahel dengan bangga.

"Iya dulu Ara imut-imut sekarang amit-amit hahaha.."

Sementara Rahel mendengus kesal, Rasel yang melihat itu pun semakin tertawa kencang.

"Hehehe maafin Asel, Asel hanya bercanda, Ara masih imut kok sampai sekarang."

Rahel hanya diam mendengar permintaan maaf dari Rasel.

"Eh.."

Keadaan menjadi gelap, namun tak seperti biasanya.

"Hah? Apa? Gelap lagi? Kenapa lama terangnya? Nggak kek biasanya?" tanya Rasel entah ke siapa.

Setelah lama Rahel menunggu, akhirnya keadaan kembali terang.

Dan sekarang Rahel berada di dalam mobil bersama keluarganya, yang pasti Rahel masih roh tanpa raga.

"Eh Asel kemana?" tanya Rahel dalam hati.

"Rasel?" Panggil Rahel.

"Rasel?!"

"Ara bisa diem nggak? Dan ya panggil aku Asel," suruh Rasel.

"Oh ya, maaf lupa. Asel kamu lagi main game apa sih? Seru banget kayaknya."

Rasel tak menjawab pertanyaan dari Rahel, dia malah asik memainkan gamenya.

"Yahahhaahh ternyata kamu main game cooking Mama, cowok kok main masak-masakkan hahahah." Tawa Rahel pecah, ketika melihat Rasel sedang memainkan game masak-masakkan.

"Biarin lah, suka-suka Asel, Asel kan masih kecil, kenapa kamu mau ikut main?"

"Heheheh iya kak."

"Ya udah nih."

Drt..drt..

Tiba-tiba hp Pradana berbunyi, ia langsung mengambil hpnya tersebut dan sialnya hpnya terjatuh kebawah, otomatis dia mengambi hp itu yang sedang jatuh.

"Ah.. sial" umpat Pradana.

"Sayang ada anak-anak, kamu jangan ngomong kotor kayak gitu, gak baik," tutur Yana.

"Iya ma, maafkan papa."

Tanpa disadari ada truk yang sedang melaju kencang, dan Pradana langsung membanting setir ke kanan, arah jurang.

"Ara awas!!" Teriak Rasel dan langsung memeluk sang adiknya.

"Aswl!!" teriak Rahel langsung bangun dari mimpi.

Hoss..hoss...

Nafas Rahel tersengal-sengal.

"Kenapa gue mimpin masa lalu yang kelam itu?" tanya Rahel ke diri sendiri dengan heran.

"Andai waktu bisa diputar, pasti gue akan kembali ke masa lalu untuk memperbaikinya, masa-masa dimana gue masih bersama Asel," sambung Rahel.

Rardl liat jam weker di atas nakas.

"Hah!? Apa 06.01 pagi?"

Rahel menyibak selimut lalu bangkit dari ranjang berjalan menuju kamar mandi untuk mandi, selasai mandi Rahel memakai seragam sekolah dan langsung bergegas turun untuk sarapan pagi.

"Pagi Ma, Pa," sapa Rahel.

"Pagi juga sayang," sapa Pradana.

"Pagi juga, sini nak makan dulu, Mama dah nyiapin nasi goreng kesukaan mu."

"Hem, iya Ma," Rahel langsung duduk dan memakan nasi goreng kesukaannya.

"Huft..gue harus lawan trauma gue, seperti apa yang dikatakan Asel," batin Rahel.

Selesai makan Rahel mencoba untuk bicara sama Pradana, papanya. walaupun ada rasa takut yang menyelimuti hati Rahel.

"Pa..papa," Panggil Rahel.

Mendengar Rahel manggilnya, Pradana langsung memberhentikan aktivitas makannya.

"Ya nak, ada apa?" tanya Pradana.

"Em..Papa boleh nggak anterin aku ke sekolah?" tanya Rahel ragu namun pasti.

"Boleh banget, tapi serius kan nak kamu mau Papa anterin?" tanya Pradana memastikan.

antara girang dan tak percaya karena setelah sekian lama akhirnya Rahel mau di anterin olehnya. Rahel hanya menganggukkan kepala.

"Yauda akan papa anterin, kamu dah selesai kan makanannya?"

Sekali lagi Rahel hanya diam saja, tanpa berkata satu kata apapun.

Senyum senang terpancar di wajah Pradana.

"Em..apakah ini yang di maksud Asel? Seneng ya liat papa tersenyum," batin Rahel.

Hening menyelimuti mereka berdua di dalam mobil, tak ada yang memulai pembicaraan, hanya ada rasa canggung di antara mereka.

Sesampai di sekolah....

"Pa Rahel berangkat sekolah dulu," pamit Rahel dengan mencium punggung tangan Pradana

Rahel pun turun dan di ikuti Pradana.

"Tunggu nak" cegah Pradana

Rahel pun membalikkan badan. "Ya Pa, ada apa?"

"Kamu nggak marahkan sama papa?"

"Nggak kok pa, aku nggak marah"

"Serius?"

Rahel hanya menganggukkan kepalanya.

"Nak boleh papa peluk kamu ngk?"

Rahel langsung berlari dan memeluk Pradana yang sedang merentangkan kedua tangannya.

"Terimakasih nak," kata Pradana seraya mencium kepala Rahel.

"Terimakasih? Terimakasih untuk apa pa?" tanya Rahel heran.

"Untuk memaafkan papa," ucap Pradana dengan senyum.

"Hem iya pa, papa nggak salah kok," kata Rahel dengan melepas pelukan.

"Pa uda dulu ya, aku mau masuk soalnya 5 menit akan bel."

"Dah Pa."

"Ya nak, belajar yang giat, biar bisa banggain mama papa!" teriak Pradana. Rahel pun bisa mendengarkan teriaknya.

Di sepanjang koridor seperti biasanya Rahel memasang wajah datar, tak peduli orang yang lewat ataupun yang menyapanya.

🦎🦎🦎

Semakin kamu menunjukkan rasa suka sama seseorang yang kamu suka,semakin orang itu gak tertarik sama kamu.

🦎🦎🦎


TBC

Next part, semakin ke sini semakin geje ya?🙁 Maaf klu ngk gk nyambung🙁
Pokoknya terima kasih buat kalian yang masih setia sama cerita ku yang alurnya ngk bisa di tebak alias gj.

Janlup tinggalkan jejak kalian berupa vote dan komen, sekalian share.

[Update suka-suka]

Continue Reading

You'll Also Like

2.3M 234K 58
Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita?
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

3.9M 228K 28
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
4.9M 370K 52
❗Part terbaru akan muncul kalau kalian sudah follow ❗ Hazel Auristela, perempuan cantik yang hobi membuat kue. Dia punya impian ingin memiliki toko k...
2.1M 127K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...