Ajarkan Aku Cara Bertahan ||...

By bananabanban18

289K 12.3K 1.5K

Spritual ~ Romance📌 ⚠Don't Copas My Story!⚠ Bertemu dengan gadis ingusan seperti Dzakira tidak pernah terlin... More

Prolog
AACB - 01
AACB - 02
AACB - 03
AACB - 04
AACB - 05
AACB - 06
AACB - 08
AACB-09?
AACB-09
AACB-10
AACB-11
AACB-12
AACB-13
AACB Visual Cast Utama
AACB-14
AACB-15
AACB-16
AACB-17
AACB-18
AACB-19
AACB-20
AACB-21
AACB-22
AACB-23
AACB-24
AACB-25
AACB-26
AACB-27
AACB pamit?
AACB-28
AACB-29
AACB-30
Info Sequel
Epilog
Iklan. Jangan diskip!
REGRET
TERBIT?

AACB - 07

7K 374 2
By bananabanban18

Ujian ada untuk membuat orang semakin kuat. Jangan mengeluh ketika mendapat ujian dari Allah, tapi mengeluhlah kalau Allah tidak memberimu ujian.

-Ajarkan Aku Cara Bertahan-

🌸🌸🌸

"Mas, aku rela kamu menikah dengannya. Aku ikhlas dimadu asalkan kamu tidak meninggalkanku." Wanita itu bersimpuh di lutut suaminya. Pipinya sudah begitu basah dengan air mata. Sudah bisa ditebak seperti apa perasaan dia saat ini.

"Tidak, Zahra! Aku tidak akan menduakanmu. Lebih baik kita berakhir sampai sini!"

Wanita itu menggelengkan kepalanya tanda tidak mau. "Tidak, Mas, jangan ceraikan aku! Tiga tahun kita menikah apa harus seperti ini akhirnya? Mas, pikirkan Naura juga yang masih kecil, dia butuh perhatian kedua orang tuanya."

Ryan berjongkok menyamai tubuh istrinya. Dengan tersenyum berat dia berkata, "Zahra Annisa, hari ini, jam ini, menit ini, dan detik ini juga ... aku, Ryan Tamabara suamimu menjatuhkanmu talak satu."

Zahra terdiam syok. Tangan kanannya terulur menyentuh bibirnya. Kepalanya menggeleng lemah tidak kuasa. "Mas Ryan, setega itu kamu padaku, pada Naura? Baik, aku akan pergi dan Naura akan ikut bersamaku! Aku tidak akan membiarkan dia tinggal bersama wanitamu itu!"

"Zahra."

Wanita itu tak menggubris, dia segera berlalu dan mengemasi baju-baju miliknya dan anaknya. Tak harus patuh lagi bukan karena Ryan sudah bukan suaminya lagi sekarang.

Tangan yang selama ini lincah mengurusi kebutuhan rumah tangga, mulai menarik perlahan koper berukuran sedang tersebut. Dengan berusaha menahan air matanya agar tidak luruh, dia mengepalkan sebelah tangannya yang terbebas.

"Zahra, maafkan aku. Aku-"

"Tidak apa, Mas, aku tidak memaksamu. Semoga kamu bahagia selalu dengannya dan anak yang tengah dikandungnya."

"Hiks, hiks." Dzakira mengusap air matanya yang lolos dari pertahanannya.

Sudah beberapa menit berlalu dan dia sudah berada di pertengahan bab novel yang dibelinya tadi. Entah kenapa isi novel tersebut seperti mengisahkan tentang dirinya, hanya saja suaminya tidak seperti dan semoga saja tidak akan pernah begitu.

Ponsel Dzakira yang di atas nakas tampak menyala. Sepertinya ada notifikasi masuk atau seperti panggilan suara? Perempuan itu mendekat dan mendapati suaminya menelpon.

"Assalamualaikum, A," sapanya.

Terdengar suara helaan napas berat di ujung sana. Hal itu membuat Dzakira merasa was was, seperti akan ada sesuatu yang akan terjadi. "Waalaikumussalam Dzakira. Aku hanya ingin memberi kabar kalau nanti malam pulang agak sedikit larut, aku ada urusan mendadak di kantor."

Dzakira mengernyitkan keningnya. "Kantor? Bukannya mas ada di kampus?" tanyanya kemudian.

"Ra, aku ikut pegang cabang perusahaan Papa. Aku kerja di dua tempat makanya aku sering keluar malam. Sekarang kamu mengerti?"

Dzakira hanya manggut-manggut saja meski suaminya itu tidak dapat melihatnya. "Ya sudah kalau gitu, A, jangan capek-capek ya. Jangan lewatin jam makan. Assalamu'alaikum."

"Iya, Ra, Waalaikumussalam."

(*^^*)//

Azka memutar-mutar ponsel yang berada di genggamannya. Lagi dan lagi dia harus membohongi istrinya. Padahal dia hanya cukup sampai sore hari mengurusi perusahaan papanya.

Karena ucapan Bella siang tadi, kepalanya tidak dapat berpikir jernih. Apakah ini akibat dari menentang ucapan mamanya? Haruskah cobaannya sebesar ini? Haruskah Dzakira dia korbankan dan akan menjadi yang tersakiti?

"Mama benar. Aku sudah punya cinta yang halal, tapi kenapa aku tetap memilih dia yang seharusnya tidak aku dekati?" gumamnya pasrah.

Kepalanya kini menyender di punggung kursi kebesarannya. Sebelah lengannya ia gunakan untuk menutupi bagian matanya. Dia benar-benar butuh hiburan sekarang ini dan nanti malam adalah waktu yang tepat.

Azka mengusap layar ponselnya dan mencari kontak seseorang. Setelah menemukannya, dia segera menghubungi orang tersebut.

"Hallo, Ngga," ucapnya setelah nada sambung terhubung.

"Iya, Ka, ada apaan nelpon gue?"

"Ntar malem ketemu di tempat biasa, ya?"

"Weh, serius lu, Ka?" Terdengar nada terkejut dari orang itu. "Lu kan udah ada bini, gak takut lu?"

Azka berdecak pelan. "Udah gue atur tadi. Gimana? Mau gak?"

"Hah, iya deh gue join. Udah lama juga gue gak ke klub. Jam delapan gue tungguin di sana."

"Sip, bro! Thanks yo!"

Setelah mendapat balasan dari seberang sana, Azka menyudahi panggilannya. Dia benar-benar membutuhkan pelarian sekarang ini.

Laki-laki itu segera mengerjakan laporannya agar tidak terlalu lama selesainya. Dia juga tidak ingin membuat Dzakira menunggunya terlalu lama di rumah nanti.

"Hah." Azka mengembuskan napasnya kasar. Dia sedikit merasa aneh dengan otaknya. Kenapa akhir-akhir ini Dzakira selalu memenuhi kepalanya, bahkan dia hampir sering menghubungi istrinya itu untuk memberitahu aktivitasnya. Tidak biasanya dia begitu.

****

Malam yang begitu dingin tidak menyurutkan setiap orang yang sudah berniat untuk mendatangi tempat terlarang itu.

Gerimis yang mulai turun di penghujung November ini tak menyurutkan kegiatan malam yang tampak hingar bingar itu. Termasuk Azka salah satunya. Pria itu terlihat berlari-lari kecil dari tempat parkir menuju klub megah yang terlihat begitu ramai oleh pengunjung.

Pria itu mengedarkan pandangannya dan jatuh tepat di sebuah meja baru. Di sana, Rangga-sahabatnya, sudah duduk sambil memutar-mutar sebuah gelas.

"Udah lama, Ngga?" tanyanya setelah menghampiri lelaki bujang itu.

Rangga menoleh lalu menggeleng sekilas. "Baru aja dateng lima menit yang lalu. Gue kira lu gak dateng, man!"

"Udah janjian masa gak dateng," ucapnya. Dia kemudian memesan sebotol anggur merah.

"Gak biasanya lu mesen segitu, Ka. Lu lagi ada masalah?"

Azka terdiam dan berpikir sejenak. Apakah dia harus menceritakan masalah Bella pada Rangga? Bagaimana kalau Rangga akan menceritakan hal itu pada mamanya? Lalu bagaimana jika Dzakira tahu masalah ini?

"Ka, are you okay?" Rangga kembali mengeluarkan suaranya dan menarik Azka kembali dari dunia berpikirnya.

Azka mengangguk ragu. Dia memutuskan untuk memendam masalah ini sendirian. Lebih baik jika dirinya menjauhi Bella untuk saat ini dan mendekatkan diri pada istrinya, Dzakira.

Azka menuangkan anggur merahnya ke dalam gelas hingga penuh lalu meneguknya sampai habis tak bersisa. Apakah sekalut dan sefrustasi itu dirinya?

"Ka, apa pun masalah yang sedang lo hadapi, gue cuma minta satu hal. Lo harus hadapi itu dan terima semua risikonya. Pasti ada pelajaran yang bisa lo dapat dari masalah itu," petuah Rangga yang hanya mendapat tatapan memohon dari Azka. Sayangnya, Rangga tidak tahu apa yang diminta Azka saat ini.

Azka memijat keningnya. Sebenarnya dia paling tidak kuat meminum minuman seperti itu, tapi terkadang dia tetap meminumnya dalam keadaan seperti ini. Sensasi kepala pusing dan rasa ringan pada tubuhnya seperti tiada beban, itulah yang dibutuhkan Azka.

Menit menit telah terlewati. Azka masih menyisakan satu gelas anggurnya yang terakhir dan kini keadaan pria itu sangat mengkhawatirkan. Rangga sudah berkali-kali menasihati sahabatnya itu agar tidak melanjutkan lagi acara minumnya, tapi seperti itulah Azka jika sedang banyak tekanan. Lalu bagaimana cara lelaki itu akan pulang?

Rangga memutuskan untuk menyingkirkan gelas terakhir itu sebelum benar-benar diminum oleh Azka. Dia memapah tubuh pria itu menuju mobilnya. Dia akan mengantarkan pria ini pulang ke rumahnya apapun yang terjadi.

Ketika di dalam mobil, Azka terus-menerus berbicara tak jelas. Mulutnya juga hanya mengeluarkan sebuah geraman kesal. Rangga sangat penasaran, sebenarnya apa yang terjadi dengan lelaki yang duduk di sebelahnya itu. Hingga sebuah suara yang keluar dari mulut Azka membuatnya diam membeku.

"Seharusnya lo milih istri lo, Azka," gumam pria itu.

"Sekarang Bella udah kaya gitu. Lo terlambat memperbaiki semuanya." Azka seperti sedang menceramahi dirinya sendiri.

"Ka, sebenarnya apa yang terjadi sama lo?" tanya Rangga cemas.

"Dzakira cantik kan, Ngga? Gue jadi pengen tidur sekamar bareng dia."

Lagi-lagi ucapan Azka membuat Rangga terdiam. "Bukankah mereka itu sepasang suami-istri, tapi kenapa Azka berbicara seperti itu?" Benaknya bertanya-tanya. Apa pernikahan mereka tidak baik-baik saja?

Rangga memilih diam dan kembali fokus pada jalanan. Dia tak lagi memikirkan ucapan-ucapan Azka. Mungkin saja itu efek dari mabuknya.

Setelah menempuh perjalanan yang membutuhkan waktu 20 menit lamanya. Akhirnya Rangga mulai memasuki kawasan kompleks perumahan Azka. Rumah di hadapannya itu masih terang padahal jam sudah menunjukkan pukul 23.00 WIB.

Rangga membantu Azka turun dari mobil lalu memapahnya hingga ke depan pintu. Syukurnya, pintu gerbang belum tertutup jadi Rangga tidak perlu repot-repot mendorong pintu pagar besar itu.

Rangga berusaha menekan bel yang berada di dekat pintu dan tak menunggu lama suara kunci terbuka telah terdengar. Pria itu benar-benar salut, apakah Dzakira memang menunggu kepulangan suaminya itu?

"Assalamualaikum, Ra," ucap Rangga.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Loh, A, itu suami saya kenapa?" tanya Dzakira panik.

"Ceritanya panjang. Maaf, tapi kamu mau bawa suami kamu ke dalam sendiri atau?"

"Aa, tolong bantu bawa A Azka ke kamar ya. Kira nggak yakin kuat bawa sendiri."

Rangga hanya mengangguk lalu membawa Azka memasuki rumah tersebut setelah diberi jalan oleh Dzakira. Azka benar, Dzakira sangatlah cantik meski tanpa balutan make up dan hanya tampil sederhana dengan gamis dan hijab lebarnya. Astaghfirullah, Rangga menggelengkan kepalanya tak sadar. Dia tidak boleh berpikiran seperti itu, dosa. Mau bagaimanapun juga, Dzakira adalah istri sahabatnya.

"Ra, kalau gitu saya langsung pulang aja, ya. Udah kemaleman soalnya. Tolong dijaga baik-baik Azkanya. Takutnya nanti dia ngelakuin di luar nalar," tukasnya yang dibalas anggukan kepala.

"Jazakallah khair, A, atas bantuannya."

"Wa jazakillah khair, Ra. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh."

Dzakira menutup pintu gerbang sekaligus pintu rumahnya dan memastikan semuanya sudah terkunci dengan baik. Perempuan itu lalu berjalan tergopoh-gopoh menuju kamar suaminya.

"Aa, apa yang sudah terjadi?" tanyanya yang sudah duduk di sebelah suaminya yang tengah berbaring lemas.

"Ra," panggil suaminya dengan nada berat.

"Iya, A?"

Azka tiba-tiba terbangun. Kedua bola mata pria itu memerah, membuat Dzakira bergidik ngeri. Tanpa aba-aba, Azka langsung menjatuhkan tubuh istrinya ke kasur miliknya lalu mengurungnya dengan kedua lengannya.

"Aa, mau ngapain?" tanya Kira takut-takut. Jantungnya berdetak tidak karuan sekarang ini.

"Aku meminta hakku, Ra!"

****

Alhamdulillah update lagi. Cukup panjang kali ini, wkwk. Gimana feelnya? Belum dapat ya? Yah, ya udah banana usahakan lagi yaa. Selamat malam ahad☺

Continue Reading

You'll Also Like

2.3M 19.4K 43
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
156K 11.9K 47
cerita ini hanya ada di wattpad! BLURB Ketika Rasyana Saraswati Putri Prasetya mengaharapkan Alifandra Malik Ibrahim yang menjemputnya. Seseorang yan...
44.3K 1.5K 25
Ariana yang sudah berumur 26 tahun terus di desak oleh orang sekitarnya untuk segera menikah namun dirinya masih betah untuk sendiri hingga seorang g...
2.5M 269K 47
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...