Beyond the Ice (Completed)

By Ayas_Ayuningtias

94K 7.3K 585

[Sudah diterbitkan oleh KMC Publisher] [Complete wattpad version] [KMC Romance Series] Afra Gaia Puteri (Rara... More

When the Story Begin
2. Colder
3. My Bestfriend
4. Secrets
5. Eyes to Eyes
6. Melting Ice
7. With You
8. Bad Bad News
9. Closer
10. Sorry Not Sorry
11. Hari Bersamanya
12. Breathe
13. Stay with Me
14. Story of My Life
15. Bad Day
16. I'm Falling for You
17. Is It Called Love?
18. Better Together
19. I Think I Love You
20. Waiting for You
21. The Day I Meet Him
22. Mad at You
23. This is It
24. My Darkest Day
25. Broken Vow
26. I Go Crazy
Cuap-cuap (Menuju Versi Cetak)
Cuap-cuap (Bikin Gemes)
Vote Cover
OPEN PRE ORDER
BONUS
Edisi Lebaran

1. Cold as Ice

6K 408 37
By Ayas_Ayuningtias

Rara melepas jaket dengan bulu imitasi yang dikenakannya. Mereka baru sampai di South Pole Station, stasiun penelitian yang terletak di Kutub Selatan. Suhu minus 28 derajat celcius dan kondisi berangin yang membekukan, membuat gadis bertubuh langsing itu memakai dua sweater sebelum jaket tebal.

Stasiun penelitian memang memiliki pemanas ruangan, namun itu tetap saja membuat Rara langsung merindukan kehangatan sinar mentari khatulistiwa yang sepanjang tahun menyinari negaranya. Dia meletakkan barang bawaan di kamar yang akan menjadi tempat tinggalnya selama tiga bulan ke depan lalu duduk di pinggir ranjang.

Gadis itu tidak bermaksud untuk tidur, tapi sebelum disadari, dia sudah berbaring telentang. Matanya menerawang jauh melintasi lautan dan benua, mengingat keluarga dan sahabat yang untuk sementara ini dia tinggalkan.

"Rara! Apakah kamu lelah? Profesor Nikijima mengajak kita untuk makan malam." Sebuah ketukan dan suara Profesor Ezra membangunkan Rara dari lamunan.

Dia membuka pintu dan menemukan laki-laki setengah baya yang berkacamata dengan rambut menipis di bagian atas kepalanya, sedang berdiri sambil tersenyum. Atasannya di Biotechnology Research Centre itu memandang dengan rasa ingin tahu.

"Saya sudah siap, Prof. Tidak perlu berganti-ganti baju di sini. Malah kita harus menambah baju kalau suhu terus turun." Gadis berambut panjang itu keluar dari kamar sambil tertawa.

"Kamu tahu, Ra? Menjadikanmu asisten saya di sini adalah keputusan tepat. Kamu orang yang penuh dedikasi dan selalu berpikiran positif." Profesor Ezra tertawa kecil.

Mereka sampai di sebuah ruangan berbentuk persegi yang dijadikan sebagai ruang makan. Ada tiga puluh orang dari berbagai negara dengan bermacam-macam profesi ada di sana. Semuanya memiliki peran penting bagi penelitian kali ini.

Beberapa bulan lalu, salah seorang peneliti senior pulang dari South Pole Station dengan membawa kabar buruk. Pemanasan global membuat es mencair lebih cepat bahkan di musim semi. Es mencair membuat bakteri dan virus yang sudah tertidur selama jutaan tahun mulai membayangi manusia. Itu sebabnya Badan Peneliti Dunia memutuskan untuk mengirim tim khusus untuk mengambil sampel-sampel yang diperlukan.

Tim penelitian mereka bertugas untuk membawa pulang kemungkinan bakteri dan virus yang akan kembali hidup serta mengembangkan antivirus yang tepat. Selain itu, mereka akan meneliti sejauh mana dampak pemanasan global terhadap lingkungan dan ketinggian air laut.

Rara mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Dia adalah salah satu orang termuda di tim mereka. Sambil tersenyum sopan, gadis itu mengambil tempat duduk di samping atasannya.

Suara ketukan membuat mereka semua menoleh. Seorang laki-laki muda dengan wajah datar dan serius memasuki ruangan. Mata mereka bertemu dan seketika Rara menggigil entah mengapa. Dia memalingkan wajah dan kembali merapatkan jaket.

"Trius, glad to see you!" Seorang profesor maju untuk menjabat tangan laki-laki muda itu. Seulas senyum tipis terbit di wajah datar itu.

Rara mendesah, laki-laki yang baru saja meliriknya terlihat meremehkan. Demitrius Fujikawa, Trius, seorang jenius berdarah campuran yang baru saja menyelesaikan studi doktoral di bidang Biologi dan sedang mengejar status profesor muda, juga bergabung di tim penelitian ini. Sejak pertemuan mereka di Tasmania, Trius selalu menganggap Rara adalah kesalahan yang ditempatkan dalam tim mereka.

Menurut kabar yang didengar Rara, Trius adalah orang yang sangat kompeten dalam pekerjaannya. Kekurangan laki-laki itu hanya satu. Dia terlampau dingin seperti tundra beku di Antartika. Otak yang jenius itu hanya berpikir secara logika dan bukannya emosional. Terbukti, dari beberapa pertemuan mereka, tidak ada satupun kesan manusiawi yang dirasakan oleh Rara.

"Menyenangkan rasanya ada dua anak muda dalam tim kali ini," ujar Dokter Edward yang bertanggung jawab di bidang medis.

"Tentu menyenangkan. Asalkan dia tidak menangis ketakutan karena bekerja di tempat terpencil tanpa internet." Ucapan manis itu berasal dari bibir si laki-laki es, tentu saja.

Rara mendengkus kesal dan sebelum dia sadar, kata-kata sudah meluncur dari bibirnya. "Bekerja tanpa internet tidak lebih mengerikan dibanding bekerja sama dengan orang berhati dingin, bukan?"

Ruangan langsung sunyi ketika kata-kata itu terucap. Trius memandang Rara dengan dingin seolah tidak peduli. Gadis itu pun membuang muka sekali lagi sambil menahan emosinya. Siapa pun juga tahu kalau South Pole Station ini dilengkapi oleh jaringan internet. Laki-laki itu pasti hanya ingin membuatnya kesal.

"Baiklah! Mari kita makan malam. Tim kita sangat beruntung karena chef Mikail bersedia ikut kali ini." Ucapan Dokter Edward disambut dengan tepuk tangan gembira oleh yang lain.

Mikail adalah salah satu chef yang cukup terkenal di Australia. Dia mengelola restoran dengan menu Asia di Perth. Dia sudah beberapa kali ikut dalam rombongan tim penelitian jadi sudah terbiasa dengan iklim luar biasa di daerah ini. Rara senang dengan laki-laki ramah yang pandai memasak itu.

"Maafkan Trius karena telah berlaku tidak sopan padamu, Rara." Profesor Nikijima sedikit membungkukkan badan saat mereka berdiri berhadapan setelah makan malam, membuat Rara tidak enak.

"Tidak apa-apa, Profesor. Maafkan saya juga yang mungkin sudah berkata kasar. Apalagi ini malam pertama kita di sini." Gadis itu juga sedikit membungkukkan badan.

"Anak itu ... lagaknya saja yang dingin. Sebenarnya di dalam sini, dia kesepian." Rara hampir saja mendengkus tidak percaya mendengar ucapan Profesor Nikijima. Untunglah dia bisa menahan diri tepat pada waktunya dan menganggukkan kepala dengan sopan.

"Semoga kalian bisa berteman." Profesor Nikijima menganggukan kepala dan berpamitan padanya untuk istirahat.

"Sebaiknya kamu juga istirahat, Ra." Suara Profesor Ezra membuat gadis itu menoleh.

"Ya, Prof. Setelah kubantu chef Mikail membereskan meja makan dan dapur."

Rara sadar diri, dia hanyalah asisten Profesor Ezra yang bertugas menangani masalah administrasi dan segala pekerjaan membosankan lainnya. Keputusan untuk ikut dalam tim ini hanya karena dia ingin lari dari perjodohan yang diatur oleh orangtuanya. Maka, sejak awal dia bertekad tidak akan merepotkan yang lain dan berusaha sebaik mungkin membantu dalam tim.

Selepas membantu chef Mikail, gadis itu berjalan menuju ruang duduk yang memiliki jendela besar. Langit berwarna-warni karena Aurora Australis. Pemandangan ini sangat indah. Aurora Australis tidak bisa diprediksi kapan akan muncul, itu sebabnya Rara mengambil gawai dan mengabadikan keindahan alam itu.

"Ck, seperti baru pertama melihatnya saja." Ucapan itu terdengar dingin, siapa lagi kalau bukan si manusia es, Dimitrius Fujikawa.  Laki-laki itu berdiri sambil memasukkan keduatangannya ke dalam saku celana. Mata di balik kacamata bingkai hitamnya terlihat mengejek.

"Aku memang baru melihatnya, Olaf! Sekarang menyingkir! Kantukku langsung datang begitu ada kamu," ucap Rara lalu berderap menjauhi ruang duduk.

Entah kenapa laki-laki itu seperti ada masalah dengannya. Bukan salah Rara kalau dia salah satu perempuan dari dua orang yang di tim ini. Elaine, perempuan satunya lagi adalah Doktor yang meneliti tentang pengaruh pemanasan global pada dunia.

Sambil menggertakkan gigi, Rara memasuki kamarnya. Bertekad untuk bekerja sebaik mungkin dan berusaha tidak merepotkan anggota lainnya. Dia membuka laptop, lalu mengecek daftar kegiatan dari Profesor Ezra.

Setelah semua selesai, dia membaringkan badan, bersiap istirahat. Membayangkan keluarganya yang berada di Jakarta. Apakah sekarang dia menyesal karena mengambil keputusan untuk pergi ke sini?

Rara menggelengkan kepala untuk menghilangkan pikiran aneh. Dia harus bertahan selama tiga bulan ini, apapun yang terjadi. Dimitrius Fujikawa tidak boleh meremehkannya. Sejenak gadis itu tercenung. Kenapa pula Trius yang muncul dalam pikirannya?

*

Hai ... Ayas kembali dengan cerita baru nih.
Udah gemes pingin nyubit Trius? Belum? Coba kita lihat sejauh mana di Trius membuat kalian pingin nyubit-nyubit. 😁😁

Eniwei, cerita ini butuh banyak sekali bantuan kalian. Pertama tentu saja, demi Aurora di langit Selatan tolong klik tanda bintang di bagian kiri. Kedua, jangan lupa komennya. Plus yang belum follow, boleh yaaaa follow Ayas.

Sebagai ucapan terima kasih, Ayas kasih penampakan Trius.

Ada yang tahu siapa castnya? Yang bisa nebak, Ayas kasih kiss kiss virtual hahaha. 😘😘

Jangan lupa ikuti terus yaaaa cerita Rara ini. Soalnya di jadwal Ayas, Insya Allah akan update dua part pagi dan malam. Biar nyaingin resto padang terkenal itu. 😁😝😝

Salam Aurora,
Ayas

Continue Reading

You'll Also Like

3.4K 263 10
Yang bilang cinta tak harus memiliki, pasti belum pernah jatuh cinta. "Kalau Mas Bagas-mu itu begitu hebat, kenapa kamu nggak pacaran aja sama dia?"...
4.9M 61.6K 40
Cerita Dewasa! Warning 21+ Boy punya misi, setelah bertemu kembali dengan Baby ia berniat untuk membuat wanita itu bertekuk lutut padanya lalu setela...
4.7M 173K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...
4.9M 264K 52
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...