FLAWSOME #PasqueSeries I

By shaanis

1.1M 124K 10K

FLAWSOME "Your flaws are perfect for the heart that is meant to love you." -- Zhao Walker, adalah contoh pria... More

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
EPILOG
MAS ZHAO

1

92.9K 5.3K 210
By shaanis


"One shot! One shot! One shot!"  teriakan itu diucapkan bersamaan, membelah keriuhan acara pesta ulang tahun Eiris Lantana Pasque yang kedua puluh.

"Iris! Iris! Iris!" teriakan berikutnya bergema, mengalahkan musik latar berirama dansa elektronik.

Iris mengangkat botol minumannya, lawan minumnya melakukan hal yang sama. Jonas memberi seringai saat Iris mengedipkan sebelah mata. Keduanya saling menautkan lengan sebelum sama-sama unjuk kemampuan menenggak sebotol alkohol tanpa jeda. Suara tepuk tangan, riuh teriakan, sekaligus musik latar, memanaskan suasana. Iris yang lebih dulu menandaskan isi botolnya, beralih melepaskan jaket jeans yang melingkupi gaun pendeknya.

"Striptease! Striptease!" teriakan itu yang selanjutnya terdengar riuh.

Iris tertawa-tawa lalu beralih menaiki meja dengan tiang yang biasa digunakan untuk pole dance. Tanpa ragu, Iris memutar tubuhnya, berlagak seperti penari erotis. Teman-temannya kembali berteriak riuh sembari menyodorkan lebih banyak botol minuman.

"Ris, apa hadiah lo tahun ini?" tanya Amanda saat Iris memutuskan turun dari meja, langkahnya sudah sedikit sempoyongan mencari-cari tempat duduknya semula.

"Emm... Pascal kasih gue unlimited credit cardnya, Bokap bayarin pesta ini, Nyokap... emm, nyokap nanti gue tagih..." jawab Iris yang meski langkahnya sudah sempoyongan, tubuhnya tetap bergoyang-goyang mengikuti irama lagu.

"Besok kita shopping dong," kata Amanda.

"Shopping? ajak gue dong, Ris..." Florence menimpali.

"Gue juga!" Gabby tak mau kalah.

Iris mengangguk-angguk, "Easy girls... easy..." katanya.

"Nyokap lo, kemarin photoshoot pakai tas terbarunya MerchantG... minta itu aja, Ris," usul Cece sembari menyerahkan segelas minuman ke tangan Iris.

"Emm.. kay!" kata Iris lalu dengan segera mengosongkan gelas minuman di tangannya.

"Ce, Iris udah kebanyakan minum." Amanda memperingatkan karena gerakan menari Iris semakin tidak beraturan.

"Nggak papa, Jonas yang jaga," kata Cece lalu mengedipkan mata pada lelaki yang malam ini jadi pasangan Iris.

Jonas tersenyum, merangkul Iris. "Udah capek belum? Istirahat yuk."

"Emm... sini nari sama aku," pinta Iris lalu beralih merangkulkan lengan ke leher Jonas.

Jonas adalah salah satu senior paling bermasalah di kampus, tidak hanya biang kerusuhan, namun juga ketua geng balapan liar paling terkenal di Jakarta. Sama-sama hidup sebagai pembuat masalah, Iris langsung merasa cocok dengan Jonas.

"Aku mau kasih kamu hadiah, Ris..." bisik Jonas.

"Emm?" Iris mendongak dengan wajah bertanya.

Jonas menariknya kembali ke tempat duduk, "You'll love this..." bisik Jonas lalu mengeluarkan sebuah plastik kecil berisi beberapa gram bubuk putih.

"No drugs, Jo... kalau ketahuan Pascal, bisa abis gue," kata Iris sambil menggeleng.

"Try this one, c'mon... this is our night," kata Jonas lalu mengecup bibir Iris.

"Mmm..." Iris membalas kecupan Jonas dengan ciuman panjang.

Jonas terkekeh, menyadari perhatian Iris teralihkan, sengaja menenggelamkan obat terlarang itu ke dalam gelas minuman. Berlama-lama menciumi Iris hingga obat tersebut larut.

"Take a break, baby... minum lagi." Jonas mengulurkan gelas minuman yang disiapkannya.

Iris tersenyum, menggeleng sembari menyandarkan kepala. "I'm at my limit..."

"Ayolah, ini cuma setengah gelas," bujuk Jonas.

"No..." kata Iris lalu terkekeh. "Aku tahu reputasimu... I'm okay with kiss, alcohol, wild race, wild club... but no drugs."

Jonas mengangguk, "I know, this is for your birthday, final shot!"

Iris tertawa, "Okay... final shot!" katanya lalu mengambil gelas dari tangan Jonas dan begitu saja menenggaknya. Iris langsung menyipit merasakan kerasnya efek alkohol yang baru ditenggaknya itu.

"Damn... it's..." Iris tak sanggup menyelesaikan kalimatnya, tubuhnya benar-benar terasa ringan dan pikirannya seketika kosong.

== [flawsome] ==

"Pascal!" panggil Zhao pada pria bersetelan jas abu-abu, yang baru saja keluar dari lift.

Pascal menoleh ke sumber suara, mengangkat tangan, "Sorry, telat," katanya sembali berjalan mendekat.

Zhao mengangguk, mengulurkan tangannya untuk berjabatan. "Mr. CEO Pasque Techno Indonesia."

Dengan senyuman lebar, Pascal membalas jabatan tangan itu. "Dengan begini, kalau HW-Hospital butuh alat medis baru, nggak usah impor dari Jerman."

Zhao balas tersenyum, "Siapkan penawaranmu."

"Timku siap presentasi kapanpun Kak Hoshi ada waktu."

Sembari melepas jabatan tangannya, Zhao berjalan bersama Pascal menuju coffe shop, ada teman lain yang sudah menunggu di sana. Teman-teman satu asrama saat bersekolah di London Medical School. Zhao dan Pascal akrab bukan hanya karena sama-sama berasal dari Indonesia, namun juga hubungan kerjasama bisnis. Zhao salah satu pewaris HW-Hospital, jaringan rumah sakit terbesar di Asia Tenggara, sedangkan Pascal adalah pewaris Pasque Techno, perusahaan penyedia peralatan rumah sakit.

Meski tidak sesering tahun sebelumnya, Zhao dan teman-temannya memang rutin bertemu. Mereka punya hobi yang sama sekaligus menyukai klub bola yang sama, Liverpool FC. Karena itu, sebulan sekali mereka menyempatkan bertemu, untuk sekadar bermain futsal bersama atau menonton pertandingan Liverpool.

"CEO baru, masih pakai Jas... udah jam sepuluh malam," seru Adrian.

Pascal hanya tertawa sembari duduk, "Enggak sempat pulang."

"Julianne titip salam," kata Edgar begitu Zhao duduk di sampingnya.

Zhao hanya menanggapi dengan senyum tipis, "Udah sehat dia?"

"Enggak sabar buat sakit lagi malah," gerutu Edgar sambil geleng kepala.

"Julianne?" ulang Pascal, "Adik tirimu itu?"

Edgar mengangguk, "Baru sekali ketemu, udah naksir Zhao."

"Debby aja, kalau nggak keburu nikah sama gue, pengin usaha deketin Zhao," komentar Adrian.

Pascal tertawa, sementara Zhao menggeleng-gelengkan kepala.

"Enggak ah, berlebihan," kata Zhao beralih membuka buku menu.

"Slogannya para ibu belum berubah kayaknya," ujar Pascal dengan seringai tawa.

"Iyalah!" sahut Edgar mengendikkan dagu pada Zhao, "Pilih putra pejabat, pengusaha sukses atau Zhao Walker saja."

Kelompok pria di meja kopi tersebut seketika tertawa, Zhao hanya meringis dan mengangkat tangan untuk menyebutkan pesanan minuman. Saat pelayan perempuan itu mendekat, tidak sengaja menyenggol meja, membuatnya oleng. Zhao reflek berdiri, menahan pelayan itu agar tidak jatuh.

"Eh! Enggak papa?" tanya Zhao.

Pelayan yang terpesona hanya mampu terpana menatapnya. Adrian yang pertama terkekeh-kekeh, diikuti Edgar. Sadar situasi sahabatnya tidak cukup baik, Pascal berdeham-deham, membuat si pelayan seketika sadar posisinya.

"Oh, maaf." Pelayan itu langsung mengambil sikap formal. "Maafkan saya."

Zhao mengangguk, "It's okay ... kami siap memesan."

"Baik." Pelayan langsung siap dengan pena dan kertas catatannya.

Zhao menyebutkan menu pesanannya, diikuti teman-temannya yang lain.

"Pakai ini untuk tagihannya." Pascal mengulurkan kartu pembayaran.

"Woo, Mr. CEO..." seru Edgar.

Pascal nyengir, "Sekali-kali, biasanya Zhao."

"Tapi... tadi kartumu, sepertinya—" Adrian menyadari perbedaan kartu pembayaran yang Pascal gunakan, kartu tersebut tidak seperti yang biasanya mereka pakai.

"Iya, kartuku ada di Iris... hari ini dia ulang tahun, biar beli hadiahnya sendiri," kata Pascal.

"Lulus kuliah belum sih, Iris?" tanya Adrian.

"Baru masuk lagi, tahun lalu drop out."

"Wah!" seru Edgar tak menyangka.

Pascal angkat bahu, "Asal masih mau kuliah."

"Daripada kejadian tahun lalu terulang lagi ya, Pas..." komentar Adrian.

Pascal memilih tidak berkata-kata, tahun lalu secara mengejutkan Iris tampil sebagai model sampul MEN'S Magazine, bukan sekadar belahan dada, adiknya itu mengenakan pakaian sewarna kulit asli, orang awam akan mengira Iris telanjang di majalah tersebut.

"Iris ulang tahun yang ke berapa?" tanya Adrian.

"Dua puluh, tapi tingkahnya kayak anak sepuluh tahun," kata Pascal.

"Minta dirayakan ya, Pas?" tebak Edgar.

Pascal mengangguk, "Rooftop bar hotel ini, dibooking buat dia dan teman-temannya."

"Rooftop bar? seluruh area?" Adrian terkesiap.

"Bokap sih, lebih baik kasih banyak uang daripada kasih perhatian."

"Someday they will understand" kata Zhao yang memang sedikit banyak tahu persoalan keluarga Pasque.

Pascal nyengir, teralihkan oleh cangkir-cangkir kopi yang dihidangkan pelayan. Masing-masing dari mereka segera menikmati pesanan kopi dan mengganti pembicaraan dengan hal seputar pertandingan sepak bola yang akan mereka tonton.

Sembilan puluh menit kemudian, setidaknya masing-masing dari mereka menghabiskan dua cangkir kopi dan sepiring makanan ringan. Adrian yang pamit terlebih dahulu, disusul Edgar dan terakhir Pascal pulang bersama Zhao.

"Kenapa, Pas?" tanya Zhao saat sahabatnya itu sibuk bertelepon namun tak juga segera berbicara.

"Ponsel Iris mati," kata Pascal lalu menatap lift.

"Mau cek dulu ke lantai atas?" tawar Zhao.

Pascal memeriksa jam di pergelangan tangannya, "Dia pasti mabuk, aku paling malas melihatnya saat seperti itu."

"Teman-temannya bisa dipercaya?"

Pascal menatap tidak yakin, "Para gadis itu terlihat sama hebohnya dengan Iris saat membicarakan rencana pesta atau clubbing."

Zhao menatap petugas penjaga yang berdiri dekat lift, segera mendekat. "Maaf, pesta ulang tahun di rooftop bar, apakah sudah selesai?"

"Oh sudah, kru pengawas acara terpaksa membubarkan lebih awal," kata petugas.

"Apa?" tanya Pascal, segera ikut mendekat.

"Iya, yang punya acara mabuk berat, beruntung sudah pesan kamar jadi tidak—"

"Damn!" seru Pascal langsung beralih menekan tombol lift agar terbuka.

Zhao segera membuntuti sahabatnya memasuki lift. "Kenapa?"

"Iris minta pesta tapi nggak minta nginap, dia jelas bilang pulang," kata Pascal kembali sibuk dengan ponselnya. Mereka bergegas ke front office untuk mencari tahu.

"Atas nama Eiris Pasque, apakah dia melakukan pemesanan kamar di sini?" tanya Pascal

Petugas penerima tamu menatap tidak yakin, "Maaf, apakah—"

Pascal buru-buru menunjukkan kartu identitasnya, "Saya Pascal Pasque, kakaknya, adik saya yang mengadakan pesta di rooftop bar malam ini, silahkan diperiksa."

Petugas melihat kartu identitas Pascal sebelum melakukan pencarian dengan komputernya. "Benar, ada pesanan pesta ulang tahun di rooftop bar dan lima belas menit lalu ada pemesanan kamar, atas nama Eiris Pasque."

"Saya harus memeriksanya, adik saya enggak bisa dihubungi!" desak Pascal.

"Di lantai delapan, kamar delapan enam satu," kata petugas, menyerahkan keycard cadangan.

Pascal bergegas kembali memasuki lift, Zhao mengikutinya, saat mereka sampai di lantai delapan. Pascal langsung berlari mengamati deretan nomor kamar. Zhao yang pertama kali memperhatikan pasangan yang berangkulan ganjil. Gadis di pelukan pria itu tampak terlalu lemah, bahkan mungkin tidak sadarkan diri.

"Eiris..." kata Zhao lalu mendekat. "Eiris... Iris!" panggil Zhao membuat pria yang merangkul perempuan itu kaget.

Pascal mendengar panggilan itu, segera teralihkan.

"Sialan!" seru Pascal, bergegas mengejar pria yang begitu saja menjatuhkan adiknya dan berlari kabur.

Zhao reflek menahan tubuh limbung yang diarahkan kepadanya, Iris langsung terkulai dengan tubuh yang benar-benar lemah. Kelopak mata gadis itu terbuka saat Zhao mengangkatnya dalam gendongan. "Pas...cal," panggil Iris sebelum kembali terlelap lagi.

[tbc.]

Continue Reading

You'll Also Like

862 146 9
Pacar atau Sahabat? Awalnya, Sola berpikir bahwa ia tak lagi membutuhkan seorang kekasih karena kedua sahabat laki-laki Sola selalu setia menjaga da...
188K 18.4K 22
[HIATUS] [Content warning!] Kemungkinan akan ada beberapa chapter yang membuat kalian para pembaca tidak nyaman. Jadi saya harap kalian benar-benar m...
25.9K 3K 25
Thana hanya ingin dianggap ada. Thana hanya ingin kelahirannya diinginkan. Namun agaknya itu berlebihan ya? Pengandaian hanya milik manusia tanpa har...
959K 113K 54
Namanya Dewangkara Maheswara. Namun, seluruh anak buahnya sepakat mengganti namanya menjadi Dewa Angkara Murka. Selain tukang murka, dia juga suka be...