SEKEPING HATI UNTUK, RINAI...

By RispiraLubis1701

417K 15.8K 330

Saat sebuah kemalangan masa lalu terus saja menghantui dan membebaninya. Kehadiran Pram dihidupnya malah mena... More

Prolog - REVISI
Satu-Repost
Dua-Repost
Tiga-Repost
Empat-Repost
Lima- Repost
Enam
Tujuh - Repost
Delapan
Sembilan - Revisi
JUST INFO
INFO 2
INFO 3
SEPULUH- REVISE
DUA BELAS - REVISE
TIGA BELAS - REVISI
Empat Belas
LIMA BELAS
ENAM BELAS
TUJUH BELAS
DELAPAN BELAS
SEMBILAN BELAS
DUA PULUH
DUA PULUH SATU
DUA PULUH DUA
DUA PULUH TIGA
DUA PULUH EMPAT
DUA PULUH LIMA
DUA PULUH ENAM
READY E-BOOK
HOW TO ORDER EBOOK?

SEBELAS - REVISE

1.7K 206 2
By RispiraLubis1701

Rinai menderita Rape trauma syndrom (RTS), trauma akan kejadian pelecehan seksual yang menimpanya di masa lalu. Sehingga ia selalu merasa takut dan tidak nyaman jika berada dekat dengan lawan jenis, terlebih yang tidak ia kenal dekat. Pengobatan selama hampir separuh hidupnya memberikan dampak positif hingga ia memutuskan berhenti melakukan terapi. Ia sudah baik-baik saja sebelum kehadiran Pram justru membangkitkan bayangan-bayangan buruk di dalam dirinya. 

Pram, melangkah keluar dari ruangan Bagas setelah mendengarkan penuturan tentang persoalan yang menyangkut Rinai. Wanita itu menghilang dari bangku tunggu yang ada di lorong, membuat Pram mengernyitkan dahi dan mencari keberadaan wanita itu. 

"Melihat dari gejala yang dia tunjukkan, kemungkinan terburuk bisa saja terjadi. Ia tidak hanya merasa takut kepadamu, tapi bisa jadi terhadap orang banyak di sekitarnya. Serangan panik, dan cemas dapat menderanya dengan mudah kali ini, aku hanya tidak ingin ia kembali kehilangan keseimbangan mental seperti yang dulu pernah diceritakan dokter Edy kepadaku, dokter Edy adalah dokter yang menangani Rinai sejak kecil." Pram, teringat perkataan Bagas barusan. 

"Dari kecil? Jadi maksudmu Rinai mengalami pelecehan seksual sejak kecil?" 

"Iya, begitulah yang kudengar dari dokter Edy. Sayangnya aku bertemu dengan dirinya saat keadaan sudah terlihat lebih baik, jadi aku hanya membaca dan mendengar sejarah penyakit dan serangan yang seringkali ia dapatkan." lanjut Bagas, 

"Jadi, Rinai...., gadis itu maksudmu seseorang telah,,,.-" Pram tercekat dan tidak dapat meneruskan kata-katanya. 

"Tidak," Sela Bagas "Bukan ia yang menjadi korban saat itu, tetapi teman kecilnya. Rinai, tidak dapat melakukan apapun untuk menolong kawannya itu dan hanya dapat melihat pemandangan buruk itu dengan mata kepalanya sendiri."

"Oh ya Tuhan...." Pram menutup mata kedua tangannya, mengumpat kasar membayangkan perilaku keji tersebut. 

"Beruntung ia dapat melarikan diri setelah hampir 8 jam ikut tersekap di ruangan gelap dan sunyi, usianya baru 10 tahun saat itu. Jadi, dapat dibayangkan betapa mengerikannya bukan!" 

Sekarang ia tahu mengapa wanita itu takut akan gelap. 


Kini, ia berlari mencari keberadaan wanita itu dari satu lorong rumah sakit ke lorong yang lain dengan cemas. Hingga akhirnya ia menemukannya, sedang duduk di lobi rumah sakit seorang diri. Pram, mengatur nafasnya sebelum mendekati wanita itu. 

"Kenapa pergi tanpa memberitahuku? Aku mencarimu kemana-mana!" Suara Pram cukup kencang saat mengatakannya, hingga membuat orang-orang yang ada disana tersentak kaget. Tidak terkecuali Rinai. 

Alih-alih menjawab, wanita itu hanya diam melihat ekspresi wajah Pram yang terlihat cemas. Seumur hidupnya, Pram adalah pria kedua setelah Bapak yang menunjukkan ekspresi ketakutan seperti itu untuk dirinya. 

"Maaf, aku hanya berjalan-jalan sebentar dan tiba-tiba merasa pusing hingga kuputuskan untuk menunggumu disini." 

Pram sedikit lega dan menyesal telah membentaknya di khalayak ramai. "Ayo, kita pulang sekarang." Pram, mengulurkan tangannya ke arah Rinai dan seakan baru ingat pesan Bagas untuk sementara menghindari aktifitas fisik dengannya, Pram pun menarik kembali uluran tangannya untuk wanita tersebut. 

Rinai tahu tanpa ia bertanya, pasti Dokter Bagas telah menceritakan semuanya kepada Pram, karena itulah pria itu tampak semakin bersikap dingin saat ini. Sikap yang sama dengan yang ia terima 17 tahun lalu. 

Kenyataan bahwa ia adalah salah satu dari dua orang anak yang hilang dalam waktu 8 jam lebih. Maya, adalah teman sekolahnya, teman sebangkunya dan teman sejak mereka duduk di Taman kanak-kanak.  Meski sudah dijelaskan berapa kali bahwa hanya Maya seoranglah yang dilecehkan hingga nyawanya tidak terselamatkan, dan beruntung bagi Rinai ia dapat kabur dari tempat itu dan selamat. 

Tapi, bukan dukungan dan Iba yang ia dapatkan. Sebaliknya, sorot mata tajam dan dingin ia dapatkan dari lingkungan sekitar. Petugas dari departement sosial selalu mengajaknya ikut bergabung untuk bersenang - senang bersama dengan para korban pencabulan. Bully-an mulai ia dapatkan mulai dari 'teman yang tidak setia kawan' karena ia kabur seorang diri tanpa Maya disampingnya. 

'penyebab kematian Maya' karena dirinyalah yang mengajak Maya untuk mampir ke sebuah toko bunga yang ada di seberang sekolah dan bukannya langsung kembali ke rumah. Hingga seorang pria berusia empat puluh tahunan merayu mereka akan menunjukkan kebun bunga yang lebih indah dari sekedar penjual bunga di tepi jalan itu. 

Rinai yang begitu menyukai keindahan tanaman pun terbujuk, ia mengajak Maya serta bersamanya! 

'Anak korban cabul' ejekan itulah yang seringkali ia dapatkan dari teman-temannya dirumah maupun disekolah. Para orang tua tetangga melarangnya berteman dengan anak anak mereka, sorot mata mereka seolah melihatnya dengan jijik dan takut! Takut akan bernasib seperti Maya. 

Hal yang lebih naas lagi adalah, adanya oknum guru pria yang malah sesekali berbuat lancang kepadanya dengan sesekali menyentuh buah dadanya yang bahkan baru akan tumbuh itu. Rinai, menyerah dan memutuskan berhenti sekolah hingga akhirnya Ibu dan Bapak memindahkannya ke sekolah baru. 

"Mas,," panggilnya, begitu mereka sampai di rumah. 

"Hmmm,,," gumam Pram tanpa menoleh. Membuat hati Rinai terluka, 

"Jika kamu menyesal dengan pernikahan ini, tolong jangan salahkan aku, Mas yang memintanya." 

Pram, menghentikan langkahnya dan menoleh kepada wanita itu. Sebenarnya ia merasa Iba, ia tidak pernah mengerti mengapa anak-anak selalu saja menjadi korban orang dewasa. "Apa aku bilang padamu bahwa aku menyesal menikah denganmu setelah apa yang kudengar barusan dari Bagas? Aku bilang seperti itu?" 

Rinai menggeleng, menunduk lemah "Tapi sikapmu berbeda dari biasanya," 

Pram, menjatuhkan dirinya di sofa dengan lelah "Aku hanya tidak tahu harus berbuat apa, Rin, tiba-tiba kabar ini seolah menghantam keras kepalaku. Usiaku menginjak 38 tahun dalam 5 bulan lagi, dan aku sangat berharap mendapatkan kehadiran seorang anak diantara kita. Aku tidak semuda yang kamu bayangkan, untuk menunggumu,---" kata-katanya terhenti. Rinai paham maksudnya, wajah Rinai memerah dan terlihat sedih. 

Pram, tidak suka pada wanita yang terlalu sering bersikap cengeng sepertinya. Ia pun bangkit dan berjalan ke luar. Ia butuh menenangkan fikirannya saat ini dan menjauh dari wanita itu adalah jalan yang terbaik!

Hingga malam menjelang ia tetap tidak kembali, Pram, larut pada pikirannya sendiri harus menunggu hingga berapa lama sampai wanita itu pulih total. Sedangkan ia sudah menjalani pengobatan sejak lama dan hasilnya tetap seperti ini. Ponselnya bergetar, Pram, membuang putung rokoknya ke bawah dan menginjaknya hingga mati. Rinai, menelponnya. 

"Mas,,,," suaranya bergetar. 

"Pram,,,, " wanita itu memanggil namanya dengan jelas, tidak biasanya. 

"Ada apa?" 

"Disini mati lampu dan,--"

"Demi Tuhan Rin, haruskah kamu menelponku hanya karena hal sepele seperti,,-" dan detik berikutnya ia mengutuk dirinya sendiri. Rinai, menjadi sangat fobia terhadap kegelapan dan ia tahu alasan dibalik itu semua siang tadi. 

"Tunggu aku, aku akan segera kembali. Duduklah di teras depan rumah, cari penerangan dan tetap kendalikan dirimu." dalam pikirannya ia takut Rinai kembali mengalami Hiperventilasi, komplek rumah tidak ramai seperti rumahnya dulu di Bantul, ia khawatir istrinya justru tidak sadarkan diri dalam keadaan sulit bernafas. Pram segera meraih kunci mobil dan melaju pulang. 

Rinai, duduk meringkuk di teras depan rumah sambil terus menyalakan lampu handphonenya. Pram, berlari melihat kondisi wanita itu yang sepertinya terlihat baik-baik saja. Ia berlari ke dalam, mencari lampu darurat dan menyalakannya hingga teras depan terlihat terang. Pram, kembali mendekat ke arah Rinai, tangannya gemetar dan dingin. Tubuhnya terus saja bergoyang-goyang tanpa sadar. 

"Pria itu,,, priaaa itu,,, memperkosa May di,, depan mataku." Rinai meracau, Pram coba menyentuh bahunya. Kini kepalanya yang mulai bergerak menggeleng-geleng. Sepertinya sebentar lagi ia membutuhkan bantuan Bagas kembali, Pram sudah bersiap menyalakan ponselnya. 

Rinai, mulai terisak perlahan, tangisannya pelan namun menusuk hati Pram "Aku kabur seorang diri,, aku meninggalkan May disana," Rinai terisak semakin kencang "Ia menatapku dengan tatapan kosong, kukatakan padanya bahwa aku akan kembali dan mencari bantuan, tapi....., tapi,,,, " 

"Sssstt, sudahlah tidak perlu diceritakan. Sudah,, " Pram menepuk bahu Rinai pelan, mencoba mengikis jarak diantara mereka. "Kedua tangan dan kaki kami terikat, seluruh tubuhku lebam-lebam karena terjatuh beberapa kali saat melarikan diri, aku,.. aku hanya tidak ingin ia memperkosaku seperti ia melakukkanya kepada May berulang kali." Kini ia berteriak histeris, menyayat-nyayat hati Pram yang beku. Pram, membawanya ke dalam pelukan dan memeluknya erat. 

"Tenangkan dirimu, ingat untuk bernafas perlahan... semua sudah berlalu Rin,"

Rinai menghempaskan tubuh Pram hingga terlepas, "Bukankah aku juga korban? Bukankah aku juga terluka meski tidak harus mati dan mengalami hal yang sama seperti May, tapi kenapa mereka menyalahkanku dan membuat hidupku seperti ini? May mungkin mati sejak dulu, tapi bukankah aku juga mati dengan keadaanku yang begini." 

Pram mengetik pesan dengan cepat dan mengirim kepada Bagas agar pria itu datang dan membawa suntikan penenang. 

"Apa yang kamu lakukan sudah benar, dengan berlari kabur dan meminta bantuan adalah sudah benar. Jadi, kumohon untuk tenanglah dan berhenti menyalahkan dirimu sendiri." Hardik Pram, berharap wanita itu sadar atas mentalnya yang mulai tidak stabil. 

Rinai berdiri, menarik rambutnya dengan sebelah tangan "Kenapa kalian para dewasa melakukan hal itu kepada anak kecil, kenapaaaa?" teriakannya membuat Pram mau tidak mau berhambur dan mendekap wanita itu ke dalam pelukannya. Sekuat apapun Rinai meronta, tenaga Pram jauh lebih kuat hingga akhirnya wanita itu tidak sadarkan diri. 

Rinai, terjatuh lunglai ke bawah dalam dekapan Pram. Dalam penerangan lampur darurat wajah penuh airmata Rinai bahkan masih terlihat mempesona dimatanya. Ia tidak tahu sejak kapan jantungnya berdebar melihat Rinai seperti itu, sejak kapan emosinya terpancing mendengar cerita mengerikan itu dari mulutnya langsung. 

Tanpa sadar, Pram mendaratkan kecupan di kening Rinai dan memeluk tubuhnya, berharap Bagas dapat segera sampai dan menolong wanita malang ini. 


-----Bersambung-----




Continue Reading

You'll Also Like

1M 114K 52
[PRIVATE ACAK! SILAHKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] "NENEN HIKS.." "Wtf?!!" Tentang kehidupan Nevaniel yang biasa di panggil nevan. Seorang laki-laki yan...
585K 2.2K 8
Kocok terus sampe muncrat!!..
603K 56.9K 45
Demi menghindari sebuah aib, Gus Afkar terpaksa dinikahkan dengan ustadzah Fiza, perempuan yang lebih dewasa darinya. Gus Afkar tidak menyukai Fiza...
40K 2.4K 17
Akankah lian kembali membuka hati untuk salma? ikuti cerita aku terus yaa