EPHITYMIA

Oleh permen_jahe

40.7K 3.6K 250

Disc : Naruto by Masashi Kishimoto No Summary Lebih Banyak

Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 10
Bab 11
Ekstra

Bab 9

2.1K 240 11
Oleh permen_jahe

"Aku kaget kau ingin bicara denganku'' Kabuto meneguk soda dalam kaleng yang tadi dibelinya di salah satu vending machine, memutar - mutarnya sebentar lalu meletakan begitu saja di pegangan bangku yang tengah dia duduki ''Nah... apa ini tentang Naruto?''

Sedikit memiringkan tubuhnya agar bisa lebih leluasa menatap pemuda yang duduk di sampingnya.

Sasuke menelan ludah. Duduk dengan kepala menunduk dan tangan memainkan sekaleng minuman bersoda yang dibelikan Kabuto untuknya. Dia belum meminumnya, otaknya terlalu lelah karena sejak tadi terus berpikir dan menimbang apa yang akan dia lakukan.

Keduanya duduk di bangku. Di pinggir jalan, di depan sebuah minimarket dua puluh empat jam. Sasuke hanya datang sebentar ke kafe, meminta tolong pada Kakashi agar memberinya kontak milik Kabuto. Bosnya itu terlihat ragu awalnya, tapi setelah Sasuke mengatakan kalau dia ada urusan dengan pria itu dan ini berkaitan dengan Naruto, membuat Kakashi memikirkan kembali permintaan Sasuke. Cukup sulit meyakinkan Kakashi, baru setelah Sasuke berbohong dengan mengatakan kalau Naruto sendiri yang memintanya untuk menemui Kabuto, Kakashi akhirnya memberikan apa yang diminta Sasuke.

"Kau...'' suara Sasuke tercekat di tenggorokan ''Apa yang kau ceritakan tentang Naruto, kau tahu darimana?''

Kabuto memperbaiki posisi duduknya agar lebih nyaman, mengeratkan jaket yang membalut tubuhnya. Matahari sudah tenggelam beberapa saat yang lalu, dan kini semilir udara malam mulai menyelimuti kota.

"Aku sudah berteman lama dengannya. Tentu aku tahu''

Sasuke memicingkan mata, menatap tidak yakin pria yang kini tengah menghabiskan minuman sodanya.

"Oke.. kau boleh tidak percaya padaku, tapi memang itu kenyataannya'' Kabuto memasukkan kaleng minumannya yang sudah kosong ke tempat sampah yang kebetulan ada di dekatnya.

"Kau sudah tahu seperti apa Naruto dan masih berani berteman dengannya?''

Kabuto mengangkat bahu ''Dia hanya sedikit tidak umm...'' Bola mata Kabuto berputar sedang memikirkan kata apa yang tepat untuk mendeskripsikan Naruto ''maksudku... dia hanya unik''.

"Dia bisa mencelakai orang dan kau sebut itu... unik'' Sasuke tidak percaya dengan pendengarannya. Apa yang dikatakan Kabuto baginya tidak masuk akal.

"Naruto bisa saja menjadi psikopat gila, tapi selama ini dia tidak pernah benar - benar mencelakai orang, setidaknya tidak fatal. Dan lagi untuk apa aku takut, Naruto hanya akan bersikap seperti itu pada orang yang menarik perhatiannya. Aku jelas tidak masuk kriterianya, kau pernah lihat kan bagaimana sikapnya padaku''

Sasuke ingin membantah namun urung dilakukan karena tidak menemukan kata yang tepat untuk melawan ucapan Kabuto.

"Lalu... kenapa kau berpikir kalau Naruto tertarik padaku?''

Kembali Kabuto memutar bola matanya, namun kali ini karena merasa jengkel dengan pertanyaan Sasuke. Bukankah dia sudah memberi tahu alasannya tempo hari kenapa masih bertanya lagi.

"Aku sudah pernah bilang kan padamu alasanya''

"Tapi buatku itu sama sekali tidak meyakinkan'' Sasuke masih tidak habis pikir kenapa ini terjadi padanya.

"Lalu apa yang bisa meyakinkanmu?'' Kabuto menyondongkan tubuhnya lebih dekat ke Sasuke.

"Aku...''Sasuke mengacak rambutnya ''Aku.. tidak tahu'' lanjutnya lirih, terdengar sangat putus asa. Dia tidak ingin percaya dengan apa yang tengah dialaminya. Tidak mungkin dia menarik perhatian seorang psikopat, sial sekali nasibnya.

Kabuto menatap Sasuke dengan pandangan prihatin. Sebenarnya Naruto tidak akan melewati batas seandainya orang yang disukai Naruto mengerti keadaan pemuda itu. Hanya memang siapa yang mau hubungan sosialnya dibatasi.

"Ngomong - ngomong kau belum mengatakan tujuanmu. Iya kan?''

Sasuke mengerjap. Dia sampai lupa dengan hal yang harus dia tanyakan pada Kabuto.

"Hinata menghilang''

"Hinata? Siapa?'' Kabuto menaikan sebelah alisnya. Dia tidak mengenal nama itu. Dan kenapa Sasuke bertanya padanya.

"Salah satu temanku'' Sasuke menelan ludah ''Aku takut dia bertemu Naruto dan...''

"Teman? Jika dia hanya temanmu, Naruto tidak akan melakukan apa - apa'' jawab Kabuto santai.

Jika yang dikatakan Kabuto benar, memang tidak akan terjadi apa - apa, tapi Sasuke merasa sudah membuat Naruto marah dengan tidak menjawab telepon temannya itu. Dia merasa sudah berbuat sesuatu yang fatal dengan mengabaikan telepon dari Naruto.

"Naruto sepertinya berpikir aku ada hubungan dengan Hinata'' suara Sasuke lirih, tidak terlalu yakin dengan perkataannya ''Aku mengabaikan teleponnya. Dan aku menemukan ponsel Hinata pada Naruto. Naruto juga mengirimiku pesan dengan ponsel Hinata, berpura - pura menjadi gadis itu''

Helaan napas kasar dikeluarkan Kabuto. Bola matanya berputar, ekspresinya seolah tengah menyesali sesuatu.

"Apa yang bisa kubantu?'' Kabuto menepukkan kedua tangannya ke paha. Menegakan punggungnya.

"Apa kau tahu, kira - kira dimana gadis itu? Mungkin kau bisa menanyakannya pada Naruto. Aku khawatir sudah terjadi sesuatu yang buruk pada Hinata''

"Aku tidak yakin bisa membantu jika itu yang kau minta. Seharusnya kau lapor polisi''

"Aku... tidak bisa'' Sasuke terlihat putus asa. Seharusnya memang begitu. Seharusnya Sasuke lapor polisi. Dia menemukan ponsel Hinata ada pada Naruto. Itu bisa jadi bukti. Atau kalau tidak ingin ikut campur dia bisa memberitahu kakak Hinata apa yang dia tahu.

Tapi Sasuke tidak ingin melakukan itu. Dia merasa bersalah. Sasuke merasa apa yang terjadi pada Hinata adalah kesalahannya. Seandainya dia tidak mengabaikan telepon Naruto, ditambah lagi Sasuke menduga Naruto tahu dia menelpon Hinata setelah tidak menjawab teleponnya.

Seharusnya itu hanya masalah kecil. Seharusnya masalah seperti itu hanya akan menimbulkan sedikit kesalah pahaman yang bisa langsung di atasi saat keduanya bicara. Seharusnya begitu. Tapi nyatanya tidak. Karena Naruto bukan orang kebanyakan. Karena apa yang Sasuke anggap kecil, bagi Naruto bukanlah sesuatu yang sepele. Dan Sasuke terlambat menyadari itu.

Pemuda raven itu menggigit bibir. Perasaan bersalah menggumpal di dadanya. Kalau sampai hal buruk terjadi pada Hinata, itu semua salahnya dan jika sampai Naruto melakukan hal buruk pada gadis itu, itu juga salahnya. Kenapa disini malah terkesan dia yang jadi orang jahat.

"Oke. Aku akan membantumu'' jawaban Kabuto sedikit melegakan bagi Sasuke ''Tapi aku tidak janji semuanya akan baik - baik saja''

"Tidak apa. Terima kasih sebelumnya aku...''

Getaran ponsel di saku menghentikan ucapan Sasuke. Wajah pemuda itu yang memang sudah pucat, semakin pucat begitu melihat nomor siapa yang menghubunginya. Dengan jari sedikit gemetar Sasuke menggeser tombol hijau dan meletakan benda tipis itu ke telinga.

Suara ramah dan sopan terdengar dari benda canggih itu, hanya saja, raut wajah Sasuke tidak sejalan dengan suara ramah yang dia dengar. Tangannya gemetar dan hampir saja ponsel di tangannya tergelincir jatuh.

Tanpa bicara apapun lagi. Sasuke berdiri dan melesat pergi, tidak memedulikan Kabuto yang berteriak memanggilnya. Menanyakan apa yang terjadi.

Secepatnya Sasuke ke halte. Beruntung bus segera datang kurang dari lima menit. Sasuke melompati tangga bus nyaris membuat seorang bapak tua jatuh, jika saja tangannya tidak cekatan berpegangan pada pinggiran pintu saat akan turun. Si bapak tua mengomel dengan kelakuan Sasuke, dan pemuda itu hanya membungkuk meminta maaf dengan wajah bingung.

Melihat raut wajah Sasuke yang tampaknya sedang tidak baik - baik saja, membuat si bapak tua urung meneruskan omelannya dan memilih untuk meneruskan perjalanannya.

Sasuke duduk di kursi paling belakang. Bus tidak terlalu ramai hanya ada setengah kursi yang terisi dari jumlah keseluruhan. Sasuke memeluk tas di depan dadanya sambil menggigit bibir. Buku jarinya sampai memutih, terlalu kuat meremas tas di pangkuannya.

Rasanya ingin menangis saat mengingat semua kesulitan yang menimpanya. Namun ditahannya hingga membuat napasnya sesak. Sepanjang perjalanan di lalui Sasuke dengan penuh ketakutan terjadi sesuatu yang buruk pada orang yang disayanginya.

Kabuto tidak bisa menerka apa yang terjadi pada Sasuke yang tiba - tiba saja pergi tanpa memberi penjelasan, tapi pria itu tidak ambil pusing. Dia harus mencari Naruto. Bukan karena ingin membantu Sasuke, tapi karena dia sendiri punya urusan dengan teman pirangnya itu. Setelah beberapa saat terdiam, memikirkan dimana dia bisa menemukan Naruto, Kabuto berdecak. Rasanya menyebalkan jika harus berurusan dengan pemuda itu. Tentunya Kabuto bukan takut pada teman pirangnya, tapi kadang Naruto sangat menyebalkan jika sudah memiliki keinginan.

Membenarkan letak kaca mata di wajahnya dengan ujung jari, Kabuto meninggalkan tempat duduknya. Kedua tangannya dimasukan dalam saku hoodie yang dia pakai. Berjalan santai di trotoar yang lumayan ramai dengan menundukkan kepala seolah tidak ingin orang lain memperhatikan keberadaannya. Dalam sekejap sosoknya sudah tidak lagi terlihat. Tertelan keramaian dari banyaknya orang.

Sasuke membeku di tempatnya berdiri. Tujuannya masih sekitar sepuluh meter lagi, namun kakinya berat untuk digerakan, seolah gravitasi menjadi lebih besar hingga untuk mengangkat kakinya saja rasanya sulit.

Di ujung lorong dengan dinding serba putih yang dilewatinya adalah tempat yang dia tuju. Sasuke melihat beberapa orang pria dan wanita berbaju putih memasuki ruangan itu dan Sasuke yakin di dalam sana ibunya berada sekarang, namun bukan itu yang membuat langkah Sasuke berat untuk hanya datang menghampiri. Seorang pria paruh baya dengan kemeja putih dan sweater abu lengan panjang yang berdiri di depannya yang membuatnya enggan untuk mendekat.

Dari postur tubuh dan cara pria itu berdiri, Sasuke sudah bisa menduga siapa adanya pria itu. Sasuke mungkin tidak lebih dari dua kali bertemu dengannya, tapi tentu saja dia bisa mengenali ayahnya. Perawakannya yang tinggi dengan pundak lebar tidak mungkin bisa Sasuke lupakan meski sekarang pria itu tengah berdiri membelakanginya.

Pria itu, ayahnya, berdiri dengan punggung tegak dan dua tangan bersilang di belakang punggungnya. Kepalanya sedikit mendongak mengamati bagian atas pintu ruangan yang tertutup rapat.

Sasuke masih sedikit terengah setelah tadi berlarian ketika baru menuruni bus. Siapa yang tidak panik dan ketakutan saat mendapat kabar jika ibunya yang berada di rumah sakit mendadak keadaannya kritis dan perlu penanganan serius. Sasuke sudah tidak bisa berpikir macam - macam lagi, bahkan tidak mengacuhkan Kabuto yang pasti heran dengan tingkahnya yang mendadak pergi. Tapi Sasuke mana peduli hal itu untuk saat ini. Yang dia inginkan hanya secepatnya sampai ke rumah sakit dan melihat keadaan ibunya.

Dan yang dia temukan saat ini adalah pria itu. Menghela napas kasar, Sasuke meneguhkan diri untuk berjalan mendekati ruangan dimana ibunya berada. Langkahnya pelan, namun kesunyian di lorong itu membuat suara sekecil langkahnya mampu menarik perhatian pria yang kini tidak lagi menunduk. Kepalanya menoleh, melihat ke belakang dengan tubuh yang tetap tegak ke depan. Memastikan siapa yang datang.

Sasuke mengepalkan tangan, sekedar mengusir gemetar disana. Mengeringkan telapaknya yang basah oleh keringat.

"Kau sudah datang?''

Sasuke baru beberapa kali bertemu dengan pria ini sepanjang hidupnya, tapi suara berat dan dalam milik seorang Uchiha Fugaku memang tidak mudah dilupakan. Udara di sekeliling Sasuke mendadak terasa berat, membuatnya sedikit kesulitan bernapas. Padahal yang terjadi sebenarnya hanya karena detak jantung Sasuke yang meningkat.

Fugaku berbalik dengan gerakan anggun dan elegant, sangat mencerminkan kepribadiannya yang tenang. Menatap Sasuke yang tengah menelan ludah, gugup.

Pemuda itu tidak menjawab sapaan Fugaku. Sasuke hanya membungkukan badan, sekedar menunjukkan rasa hormat. Dia tidak pernah berharap akan bertemu dengan ayahnya hanya berdua saja. Rasanya canggung dan tidak nyaman.

"Ibumu di dalam''Fugaku mengawali orolan ''Tiba - tiba saja dia kesulitan bernapas''

Tanpa diminta Fugaku menjelaskan apa yang terjadi. Kedua bola mata Sasuke membulat. Mulutnya terbuka ingin bertanya.

"Dokter belum mengatakan apapun. Jadi belum bisa dipastikan keadaannya''.

Pertanyaan Sasuke tertelan lagi demi mendengar penuturan Fugaku. Memangnya apalagi yang ingin dia tanyakan. Sasuke tidak pintar berbasa - basi. Jadilah hanya kesunyian yang menjalar diantara keduanya.

"Ada yang ingin kau katakan?''

Sasuke tertegun, raut wajah pria di depannya ini memang tidak berubah, tapi kerutan di wajahnya sedikit menghilang. Ada gurat lelah di wajah tua itu. Tidak, sebenarnya Fugaku belum terlalu tua, kerut di wajahnya menunjukkan bahwa dia memiliki banyak masalah akhir - akhir ini.

"Tidak'' jawab Sasuke ragu ''Hanya, terima kasih'' Sekali lagi Sasuke membungkuk di depan Fugaku.

"Sasuke...''

Sasuke mundur selangkah saat Fugaku mengulurkan tangan ingin menyentuhnya. Membiarkan tangan pria itu melayang dan menggapai udara kosong.

Pria itu mendesah lelah, memaklumi sikap putranya yang tidak pernah dia temui. Sasuke berhak marah padanya bahkan menolaknya dan Fugaku tidak punya alasan untuk menyalahkan Sasuke.

"Mikoto bilang kau tidak suka sekolah barumu? Benar begitu?'' Nada suaranya tetap tegas, sepertinya itu sifat bawaan.

"Tidak. Hanya kurang nyaman saja'' seketika pikiran Sasuke berkelebat ke beberapa waktu belakangan ini. Memutar lagi hampir seluruh peristiwa yang dia alami selama pindah ke sekolah barunya di otaknya.

"Kau bisa pindah kalau memang tidak suka''

Fugaku menegakan lagi tubuhnya, sikapnya kembali seperti saat pertama Sasuke melihatnya beberapa saat lalu. Berdiri dengan kedua tangan di belakang punggung.

Sasuke jelas ingin pindah. Pergi sejauh mungkin dari temannya yang bernama Naruto, tapi sekarang dia harus lebih dulu menyelesaikan masalah yang ada. Terutama mencari keberadaan Hinata. Sasuke tidak ingin gadis itu mengalami hal buruk karenanya.

Satu dentingan pelan terdengar. Bunyi notifikasi dari ponsel miliknya. Sasuke merogoh saku, menjumpai nomor asing yang tidak di kenalnya mengiriminya pesan. Rahangnya terkatup rapat, meski nomor itu tidak tersimpan di ponselnya, tapi Sasuke tahu pemiliknya.

Dengan dahi berkerut Sasuke membuka dan membaca isi pesan yang dikirimkan untuknya. Detak jantungnya yang mulai menenang kembali meningkat begitu membaca isi pesan dari Kabuto. Sebuah pesan singkat yang menjelaskan jika pria itu sudah tahu keberadaan Hinata.

Tbc.

Aku potong dulu ya. Lagi gak mood nulis karena banyak drama. 🙃.

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

17.9K 2K 14
[Lokal au] One piece fanfiction | Zolu . . . . . Katanya sih cuma teman, tapi kelakuan seakan bilang lebih dari teman. Yang satu gak peka, yang satun...
Fairy Tale (NS) Oleh joe

Fiksi Penggemar

26.6K 1.3K 5
fanfic random tentang narusasu ©Naruto belongs to Masashi Kishimoto
1.4M 81.3K 31
Penasaran? Baca aja. No angst angst. Author nya gasuka nangis jadi gak bakal ada angst nya. BXB homo m-preg non baku Yaoi 🔞🔞 Homophobic? Nagajusey...
77.6K 7.7K 23
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...