Between Us // Book 1 [DO NOT...

By bbybreads

34.1K 3.7K 2.1K

Sudah terlalu lama aku diam tak berkata. Tak bisa menyapa apalagi mengutarakan rasa. Sedang kalian tertawa... More

Between Us - 2
Between Us - 3
Between Us - 4
Between Us - 5
Between Us - 6
Between Us - 7
Between Us - 8
Between Us - 9
Between Us - 10
Between Us - 11
Between Us - 12
Between Us - 13
Between Us - 14
Between Us - 15
Between Us - 16
Between Us - 17
Between Us - 18
Between Us - 19
Between Us - 20
Between Us - 21
Between Us - 22
Between Us - 23
Author's Note
Between Us - 24
Between Us - 25
Between Us - 26
Between Us - 27
Author's Note / 2
Between Us - 28
"Looking For You [Short Story]"
Between Us - 29
Between Us - 30
Between Us - 31
Between Us - 32
Between Us - 33
Between Us - 34
Sequel - REACQUAINTANCE
REACQUAINTANCE PUBLISHED!! (harap dibaca)

Between Us - 1

3.6K 194 84
By bbybreads

Hai,

Ini fanfiction pertama yang aku buat. Semoga kalian suka ya! Ya, mungkin ceritanya emang agak gak jelas.

So, happy reading!!

READ THIS FIRST •

Buku ini sedang dalam masa pengeditan dan akan memakan waktu cukup lama. Banyak sekali kesalahan penulisan dan EYD yang berantakan. Pokoknya kalian pasti ngerasa cringe deh, karena aku sendiri agak cringe waktu baca ulang ceritanya. Maklum aku masih 14 tahun waktu nulis cerita ini.

Ada beberapa bagian yang aku ubah alurnya. Ya, bisa dibilang memperhalus alur supaya koheren satu dengan yang lainnya. Begitu juga dengan pemakaian kata yang aku ubah dari "gue" menjadi "aku". Karena alurnya aku ubah, so, kalian akan menemukan bagian yang gak padu. Bisa dilihat dari nama chapternya.

Intinya aku sangat merekomendasikan untuk jangan dibaca dulu cerita ini!

Terima kasih :)

× × ×

|Elena's Pov

"Len, cepet bangun! Ini udah siang. Aku gak mau ya kita telat gara-gara kamu." ucap seseorang dengan menggoyang-goyangkan tubuhku yang masih tertutup selimut.

Huh, dia memang bawel, tapi aku akui, dia lebih rajin bangun pagi, dibandingkan denganku. Aku mendecak sebal di balik selimut.

"Iya, iya bawel, lagi ini juga belom siang banget," ucapku malas sembari mengucek mataku yang susah terbuka ini.

"Tapi ini udah jam tujuh kurang. Mau sampe jam berapa kita nanti di sekolah?" omelnya lagi. Aku menyingkirkan selimut yang membungkus tubuhku.

"Jam tujuh? Hah?! Sekarang udah jam tujuh? Kenapa gak bilang dari tadi sih?!" ucapku kesal sambil berlari melesat ke kamar mandi yang ada di dalam kamarku.

"Yaudah buruan mandinya. Aku tunggu di bawah." ucapnya lagi dari luar kamar mandi.

"Iya bawel!!" sahutku dari dalam kamar mandi. Aku lalu mendengus kesal padanya. Dia memang benar-benar menyebalkan.

. . .

Selesai membersihkan tubuhku, aku memutuskan untuk memakai kaos tanpa lengan berwarna abu-abu yang dipadukan dengan kemeja merah kotak-kotak. Lalu aku keluar dari kamarku dan melesat turun ke meja makan di lantai bawah.

Di depan meja makan terlihat Mom dan Helena sudah duduk di sana. Ya, orang yang tadi berjasa membangunkanku pagi ini.

Mom sepertinya sudah ingin berangkat ke toko. Dan Helena sepertinya sudah akan menyelesaikan sarapannya.

Sedikit cerita tentangku. Namaku Elena Barley dan seperti yang kalian tau. Aku memiliki saudara kembar, Helena Barley. Aku tinggal bersama dengan Mom-ku saja. Namanya Camilla Barley. Ayahku meninggal ketika aku dan Helena berumur 13. Mom bekerja sebagai pelayan di toko roti yang berada di alun-alun kota. Itu kenapa Mom sering sekali membuat kue-kue lezat untukku dan Helena. Haha, baiklah itu tidak terlalu penting.

Mom tersenyum begitu melihatku mendekati meja makan.

"Pagi mom," ucapku mengecup kedua pipi Mom.

"Pagi sayang," sahutnya. Aku lalu duduk di sebelah Helena yang kayaknya udah selesai sarapan.

Aku mengambil dua lembar pancake dari piring di depanku. Setelah mengunyah pancake pertama, sesegera mungkin aku menghabiskan jatah susu milikku.

"Awyo Hewl, kiwta bewrangkwat," ucapku dengan mulut penuh pancake dan susu.

Helena dan Mom terkekeh sambil menggelengkan kepala melihatku.

"Telen dulu itu," ucap Helena.

Aku menyipitkan kedua mataku karena susah untuk tertawa lalu dengan perlahan aku menelan pancake tersebut. Aku berjalan ke arah Mom dan mengecup kedua pipinya.

"Kita berangkat ya, mom. Bye," pamitku. Dan bergantian dengan Helena yang pamit dengan Mom yang juga akan keluar rumah bersamaan.

Helena berjalan lebih dulu di depanku. Aku baru menyadari kalau Helena memakai sweater cream dipadu dengan jeans dan flatshoes. Rambut Helena yang berwarna coklat panjang, Ia biarkan tergerai melewati bahunya.

Aku keluar dari rumah dan berjalan di belakang Helena dengan masih menenteng pancake kedua di tanganku.

Dan gak sengaja aku melirik ke arah rumah kosong di sebelah rumahku. Wah, ada mobil di depan rumah itu.

Mungkin sebentar lagi aku akan dapat tetangga baru, batinku. Dan aku kembali memakan pancake terakhirku.

. . .

Aku dan Helena pun berlari kecil agar tidak terlambat. Hingga akhirnya aku sampai di lorong yang memisahkan kelasku dan kelas Helena.

"Huuh, untung kita gak telat, aku gak mau tau kalo misalnya kita sampe telat kayak waktu itu, cuma karena nunggu kamu yang ketiduran di kamar mandi," omelnya ketika kita berjalan di lorong. Aku memutar bola mataku malas dan melirik ke arahnya yang sedang membaca buku yang ada di tangannya.

"Iya udah, gak usah diungkit-ungkit terus. Sekarang kita gak telat kan, udah ya mau masuk kelas, bye Hel!" ucapku setengah berteriak dan berlari menjauh. Dan kudengar dia menyahut di kejauhan.

Aku berlari menuju loker di samping kelasku. Ini semester terakhirku bersekolah di West High School, Oklahoma.

"Elena, kamu dipanggil Mrs. Reinan ke ruangannya sekarang," tiba-tiba saja Kevin lewat di depanku. Aku diam berusaha mengingat-ngingat ada masalah apa sampai aku harus ke ruangan Mrs. Reinan pagi-pagi begini.

Namun, aku berusaha mengabaikannya dan segera bergegas ke ruangan Mrs. Reinan.

Setelah mengetuk sebanyak tiga kali pintu di depanku, sebuah suara menyuruhku untuk masuk. Aku lalu membuka pintu di depanku ini dan berjalan masuk.

Kudapati Mrs. Reinan sedang mengerjakan sesuatu. Dia lalu menyadari aku yang sudah berdiri di depan mejanya.

"Oh, Elena, saya tidak ingin berbasa-basi sekarang, dan saya yakin kamu pasti sudah lupa dengan hukuman yang saya berikan minggu lalu," ucapnya sambil menatapku.

Aku hendak menertawai ucapannya barusan. Dia bilang gak mau berbasa-basi. Padahal tadi saja dia berbasa-basi padaku. Aku melihatnya bergerak sedikit merubah posisi duduknya agar tegap.

"Dan sekarang saya butuh bantuanmu. Sebagai ganti hukuman saya minggu lalu, saya ingin kamu mengantar murid baru yang kebetulan masuk di kelasmu. Kamu tidak keberatan, kan?" tanyanya dan buru-buru aku menggelengkan kepala.

"Tentu tidak, Mrs," jawabku dengan sedikit memunculkan senyum ramah.

Mrs. Reinan agak mendongakkan wajahnya. Tatapan matanya beralih pada sesuatu di belakang tubuhku.

"Oh, itu anak barunya. Sekarang tolong antar dia, Elena." ucapnya lagi, dan aku jawab dengan anggukan kepala.

Aku lalu berbalik. Terlihat laki-laki dengan kulit yang tidak terlalu pucat berdiri di depanku. Di bahu kanannya, Ia membawa tasnya dengan satu tali. Penampilannya sangat sederhana. Laki-laki ini hanya memakai kaus coklat berlengan panjang yang Ia lipat sampai siku, celana jeans dan sneaker. Rambutnya brunette dan sedikit berantakan. Kulit wajahnya yang lebih pucat dariku memperlihatkan warna bola matanya yang berwarna hazel. Dia lalu membuat lengkungan pada bibirnya. Aku balas tersenyum ke arahnya.

"Ikut aku. Aku antar kamu ke kelas barumu," ucapku setelah bertukar senyum dengannya. Dia mengangguk.

"Aku Greyson. Greyson Chance. Kau?" ucapnya.

"Oh, Elena. Elena Barley." jawabku. Aku lalu berjalan melewatinya.

Lorong di depan kelasku sudah cukup sepi. Karena dari sepuluh menit yang lalu, kegiatan belajar sepertinya sudah dimulai.

Setibanya di dalam kelas, Mrs. Lorance sudah menungguku dengan wajah datar sambil berkacak pinggang.

"Kenapa kamu telat di mata pelajaran saya?!" tanyanya dengan suara lantang.

"Um, saya dipanggil ke ruangan Mrs. Reinan untuk mengantar anak baru, Mrs." jawabku.

"Anak baru?" tanyanya dengan tatapan mengintogerasi. Arah matanya lalu beralih pada Greyson yang berdiri di sebelahku.

"Baiklah, Elena cepat duduk ke tempatmu," ucap Mrs. Lorance dengan tatapannya yang benar-benar menyeramkan.

"Baik, Mrs." ucapku menunduk sambil setengah berlari ke bangkuku. Guru yang satu ini memang tergolong killer di sekolah. Penampilannya selalu formal dengan rambutnya yang dicepol konde. Dan Ia mengenakan kacamata yang bertengger di ujung hidungnya. Seperti kebanyakan profesor.

Aku memperhatikan Mrs. Lorance dan Greyson dari tempat dudukku. Mrs. Lorance sudah menurunkan kedua tangannya dari pinggang.

"Dan kau, Greyson Chance? Murid baru itu?" ucapnya lalu mengambil kertas yang dipegang Greyson dan melihatnya. Mungkin itu jadwal kelas Greyson, atau letak loker? Entahlah. Mrs. Lorance kemudian mengembalikan kertas itu pada Greyson.

"Tidak perlu memperkenalkan diri. Kamu bisa lakukan itu nanti. Jadi, pilihlah tempat dan duduklah," ucap Mrs. Lorance. Kulihat Greyson mengangguk.

"Baik, Mrs." sahut Greyson. Dia lalu berlari kecil ke belakang kelas dan dia duduk di sampingku. Tidak, maksudku, duduk di seberangku.

Setelahnya, Mrs. Lorance mulai menerangkan pelajaran. Mendengarnya mengoceh di depan membuatku mengantuk. Ya Tuhan, aku bahkan tidak tau apa yang ditulis Mrs. Lorance di papan tulis. Itu terlalu abstrak.

Aku mencoba memahami setiap kalimat yang keluar dari mulut Mrs. Lorance. Tanganku sibuk mengetuk-ngetuk pulpen ke meja, lalu mulai mencatat apa yang dapat aku catat.

Suasana hening membuat suara dering telepon milik Mrs. Lorance memenuhi seisi kelas. Aku menghela napas kasar. Semoga saja telepon itu membuat Mrs. Lorance cepat-cepat meninggalkan kelas ini.

Selesai bercakap dengan seseorang di telepon, Mrs. Lorance sibuk membolak-balik buku keramat miliknya.

"Baiklah anak-anak, kerjakan latihan sebanyak 20 nomor di halaman 301. Saya ada urusan yang tidak bisa ditinggalkan." ucapnya, dan setelahnya Ia membereskan buku-buku yang Ia bawa ketika masuk ke kelas ini.

"Selamat pagi," ucapnya lalu Ia berjalan keluar kelas dengan sedikit terburu-buru.

Dalam hati, aku bersorak gembira. Tuhan masih sayang padaku ternyata. Dengan malas aku letakkan kepalaku, tepatnya keningku, di atas meja dan mulai memejamkan mataku. Namun niatku untuk tidur sebentar saja gagal karena suara berisik dari arah kananku.

Aku menoleh dengan malas dan kudapati Greyson menggeser bangkunya ke mejaku.

"Mau mengerjakannya bersama?" tanyanya. Aku menatapnya tidak percaya.

"Mengerjakan soal-soal terkutuk ini?" sahutku dan Greyson mengangguk mantap. Aku mendengus.

"Tidak, terima kasih banyak," jawabku.

"Serius?" tanya Greyson.

"Sangat serius," sahutku lagi tanpa mengangkat kepalaku dari atas meja. Kulihat Greyson mengembalikan bukunya ke atas mejanya. Aku dan Greyson jadi sama-sama diam.

"Jadi, kamu baru pindah kemarin?" tanyaku akhirnya.

"Sebenarnya tiga hari yang lalu," jawab Greyson. Kubalas dengan gumaman. Setelahnya kami sama-sama diam lagi.

Astaga Tuhan, kenapa aku jadi benar-benar bosan? Aku menoleh lagi ke arah Greyson yang sedang memainkan handphonenya.

"Kamu mengerti yang diterangkan sama Mrs. Lorance?" tanyaku. Greyson mengangguk. Aku lalu membuka lagi bukuku.

"Yaudah deh, ajarin aku, sekalian kerjain bareng ya," aku terkekeh. Greyson ikut terkekeh lalu mengambil buku dari atas mejanya.

. . .

Dalam waktu yang singkat aku sudah akrab dengan Greyson. Dia anak yang menyenangkan. Dia juga memberitahuku rumah barunya di Oklahoma, yang ternyata rumahnya itu tepat ada di sebelah rumahku.

Tanpa terasa, bel istirahat sudah berbunyi dari tiga menit yang lalu. Aku baru saja menyelesaikan tugas dari si Peramal Menyeramkan itu alias Mrs. Lorance.

"Akhirnya selesai juga, Ya Tuhan," ucapku menghela napas. Aku menyandar pada bangku dan terlihat seperti orang malas.

Greyson tersenyum puas dan dia mulai menggeser bangkunya ke tempat semula.

Aku memperhatikan Greyson yang mulai sibuk dengan handphonenya lagi.

"Kamu gak ke kantin?" tanya Greyson. Aku menoleh ke arah Greyson duduk.

"Nanti, mungkin?" sahutku. Greyson mengangguk kecil lalu kembali memainkan handphonenya.

"Elena!" Aku menoleh ke arah pintu kelas di mana terdengar suara yang meneriaki namaku.

"Mau ke kantin gak?" tanpa disuruh, orang itu masuk ke dalam kelasku dan menghampiri mejaku.

Aku berdiri malas dan mengikuti laki-laki yang berjalan di depanku ini.

"Mau ikut gak?" tanyaku. Greyson lalu berdiri.

"Boleh," jawab Greyson.

Laki-laki yang bersamaku saat ini adalah Alex. Alexander Butterfield. Dia juga di semester akhir sama sepertiku. Tapi, dia sekelas dengan Helena, saudara kembarku.

Aku dan Alex berteman dari sejak awal semester. Dia anak yang baik, menyenangkan, dan dia adalah orang yang mampu membuatku tidak pernah bosan padanya. Tapi terkadang aku kesal dengannya. Kenapa laki-laki selalu cepat bertambah tinggi daripada perempuan? Karena seingatku, aku hanya setinggi keningnya saat aku bertemu dengannya. Sekarang? Aku hanya setinggi hidungnya. Itu menyebalkan.

Oh iya, ada tiga hal yang aku suka dari Alex. Pertama, aku suka dengan warna rambutnya, setahuku, kakak Alex, Morgan dan adiknya, Lily, memiliki warna rambut coklat terang. Sedangkan warna rambut Alex coklat gelap.

Kedua, aku suka warna bola matanya. Well, warna bola mata dia sebenarnya sama denganku, tapi wajahnya yang pucat membuat warna bola matanya yang biru terlihat seperti menghipnotis. Bahkan, aku serasa dihipnotis apabila dia menatapku. Lalu hal terakhir yang aku suka dari Alex adalah caranya tersenyum. Caranya tersenyum tidak pernah membuatku lupa. Karena kalau Alex tersenyum seperti ada sesuatu yang menahannya untuk tersenyum lebih lebar dan itu membuatku gemas padanya.


. . .

Suasana kantin tidak tergolong ramai tidak juga tergolong sepi. Aku berjalan ke pantry dan mengantri, di belakangku Alex dan Greyson ikut mengantri.

Selesai mengambil makan siangku, aku berjalan ke arah meja yang masih kosong dan cukup untuk kita bertiga.

Kita semua diam dan sibuk dengan makan siang masing-masing. Aku memperhatikan Alex dan Greyson bergantian. Ya, tipikal Alex, dia tidak suka memulai percakapan dengan orang asing.

Tapi, biasanya Alex selalu mengajakku bicara walaupun sedang makan seperti ini. Dan, ada apa dengan Greyson? Tadi dia mengobrol banyak denganku dan kenapa sekarang malah diam?

Sudahlah, lebih baik aku cepat-cepat menghabiskan makan siangku, karena aku tidak melihat Helena di sini, jadi mungkin dia sudah ke kelasnya lebih dulu.

Sekembalinya dari kantin aku dan Alex berjalan ke arah lorong kelas Helena.

"Grey, kamu balik ke kelas sendiri ya, aku mau ke kelas Helena," ucapku sesampainya di lorong kelas Helena.

"Helena?" tanya Greyson bingung.

"Kembaranku," sahutku cepat. Aku lupa memberitahunya tentang Helena, kembaranku.

"Kembar? Kau punya kembaran, Len?" tanya Greyson dalam satu tarikan napas.

"Haha iya, udah ya aku sama Alex duluan," ucapku dan dijawab anggukan pelan oleh Greyson. Wajahnya masih terlihat bingung, tetapi setelahnya Greyson berjalan menjauh.

Seperti biasa juga, aku pasti akan ke kelas Helena sampai bel masuk berbunyi. Entahlah, biasanya aku hanya mengobrol dan bercanda dengan Helena.

"Hai," ucap Helena yang melihatku masuk ke kelasnya dengan Alex. Dia lalu menyunggingkan senyum manis khasnya itu ke arahku.

"Kalian udah makan?" tanyaku. Helena mengangguk. Begitu juga laki-laki yang duduk di sebelah Helena, Logan.

Aku mengambil duduk di depan Helena dan Alex mengambil duduk di sebelahku, tepatnya di depan Logan.

"Ada anak baru di kelasmu ya Len?" tanya Logan ketika aku sudah duduk. Dan aku mengangguk kecil.

"Oh, jadi tadi itu anak baru? Pantes aku baru liat," ucapnya lagi. Dan aku kembali mengangguk kecil.

"Oh, yang tadi itu ya Len? Siapa tadi namanya? Grey-" tanya Alex.

"Greyson," koreksiku cepat.

× × ×

[To be continue]


[a/n] :
Keep reading and vomments! Thank u :))

-naadiaasa

Continue Reading

You'll Also Like

93.7K 1.3K 48
𝐈𝐭𝐬 𝐭𝐡𝐞 𝐟𝐢𝐫𝐬𝐭 𝐝𝐚𝐲 𝐛𝐚𝐜𝐤 𝐭𝐨 𝐬𝐜𝐡𝐨𝐨𝐥 , 𝐀𝐚𝐥𝐢𝐲𝐚𝐡 𝐢𝐬 𝐧𝐨𝐰 𝐢𝐧 𝟏𝟎𝐭𝐡 𝐠𝐫𝐚𝐝𝐞, 𝐰𝐡𝐢𝐥𝐞 𝐬𝐡𝐞𝐬 𝐭𝐡𝐞𝐫𝐞 𝐬𝐡...
263K 7.6K 132
"𝑻𝒉𝒆𝒓𝒆'𝒔 𝒓𝒆𝒂𝒍𝒍𝒚 𝒏𝒐 𝒘𝒂𝒚 𝒐𝒇 𝒘𝒊𝒏𝒏𝒊𝒏𝒈 𝒊𝒇 𝒊𝒏 𝒕𝒉𝒆𝒊𝒓 𝒆𝒚𝒆𝒔 𝒚𝒐𝒖'𝒍𝒍 𝒂𝒍𝒘𝒂𝒚𝒔 𝒃𝒆 𝒂 𝒅𝒖𝒎𝒃 𝒃𝒍𝒐𝒏𝒅𝒆."
190M 4.5M 100
[COMPLETE][EDITING] Ace Hernandez, the Mafia King, known as the Devil. Sofia Diaz, known as an angel. The two are arranged to be married, forced by...
7.3M 302K 38
~ AVAILABLE ON AMAZON: https://www.amazon.com/dp/164434193X ~ She hated riding the subway. It was cramped, smelled, and the seats were extremely unc...