Hellebore

By hyptin

565K 72.1K 32.9K

[SUDAH DIBUKUKAN] [COMPLETED] Kim Taehyung selalu mengatakan pada diri sendiri bahwa dia telah melakukan semu... More

▐ ACT. 01 : Alamort
Trailer
Chapter 01
Chapter 02
Chapter 03
Chapter 04
Chapter 05
Chapter 06
Chapter 07
Chapter 08
Chapter 09
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
▐ ACT. 2 : Querencia
Chapter 30 [Querencia Prologue]
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37 A
Chapter 37 B
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Epilogue
[I]. Knitting Pain
[READY STOCK UPDATE!]
[next ready stock!]

Chapter 29 [Alamort Epilogue]

9.3K 1.4K 846
By hyptin

700 comments?

"Hei, Naeul, kau baik-baik saja?" Mungkin Jimin tidak akan tahu bagaimana rasanya, tetapi melihat bagaimana Naeul hanya diam sepanjang perjalanan, terus-menerus mengutili kuku-kuku tangannya hingga nyaris berdarah, membuat ia menjadi benar-benar khawatir. Menyetujui keinginan wanita itu untuk datang ke tempat ini bukanlah perkara mudah. Jimin setidaknya butuh seharian penuh untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa Naeul dapat melakukannya dengan baik. Ya, wanita kuat itu bisa melakukannya dengan begitu luar biasa.

Memaksa seulas senyum terpatri pada bibir, kenyataannya Naeul hanya berusaha untuk tidak kembali menelan kekecewaan pada diri sendiri. Dia menoleh, menatap pada seraut wajah khawatir Jimin yang duduk di balik kemudi mobil. "Jim, apa aku terlihat begitu mengerikan?"

Jimin memerhatikan dengan seksama, tetapi kendati tidak benar-benar melakukannya, dia justru bergerak pelan ke arah Naeul, menyisipkan helai rambut wanita itu ke belakang telinga lantas berujar, "Tidak. Kau terlihat jauh lebih baik."

Meski faktanya Naeul sendiri tahu bahwa Jimin hanya mengada-ada tentang hal itu, nyatanya ia tidak bodoh saat menatap pantulan bayangan dirinya. Dia benar-benar mengerikan. Entah bagaimana kehilangan banyak bobot tubuh, mata yang berubah cekung dan sedikit berkantung, juga wajah yang pasi setengah ingin mati, tentu saja adalah hal mengerikan yang ia sadari dengan pasti.

"Bagaimana aku harus berada di sana dengan penampilan seperti ini? Aku hanya datang untuk mempermalukan diriku sendiri."

Jimin menyela cepat . "Hei, hei, dengar. Kau tidak datang untuk menjatuhkan diri di tempat ini, oke, kau datang untuk membuktikan bahwa semua akan berjalan jauh lebih baik."

"Apa aku bisa mendapat sebutir obat itu darimu? Hm? Mungkin ini akan menjadi kali terakhir aku mengkonsumsinya. Aku janji."

Jimin menggeleng tegas, memerhatikan wajah itu dengan seksama. Suaranya pelan tetapi terdengar jelas menolak dengan tegas saat menjawab, "Tidak. Kau sudah berjanji padaku untuk tidak mengkonsumsinya lagi, bukan? Aku tidak ingin kau menjadi bergantung pada sebutir obat dan menjadi kecanduan. Obat penenang itu tidak baik untuk terus diandalkan, cukup percaya pada dirimu sendiri. Kau ingin menjadi lebih baik 'kan?"

Naeul mengangguk pelan saat Jimin kembali melanjutkan, "Kalau begitu, kau harus melakukannya dengan kesadaran yang penuh. Agar kau dapat mengingat setiap momen yang kau lalui dengan baik. Bayar semua hal yang terjadi selama ini dengan cara paling baik."

Kemungkinan kecil dari perkataan Jimin itu memang benar, tetapi melihat bagaimana pria tersebut tersenyum tepat ke arahnya dengan cara yang lembut, juga keputusan baik yang sudah ia pertimbangkan, membuat seluruh semesta seolah memberi kekuatan pada dirinya, jadi dengan langkah yang mantap berjalan menyusuri koridor yang lengang, berhenti sebentar di sudut koridor, tepat di sisi pintu darurat, Jimin justru menariknya masuk.

"Ke sini sebentar."

Naeul mengikutinya dengan tatapan setengah bingung, tetapi ketika pintu besi itu tertutup perlahan, Naeul dapat merasakan Jimin mendekap erat tubuhnya hingga ia dapat dengan jelas mendengar suara deguban jantung Jimin yang berdetak tidak karuan. Hal tersebut membuat Naeul diam-diam tersenyum kecil, ikut melingkarkn kedua tangan pada perut lawannya saat merasakan kepalanya dielus pelan, menciptakan perasaan nyaman yang membuatnya ikut menenggelamkan wajah pada ceruk leher Jimin yang dalam.

Jimin mungkin tidak banyak mengatakan apapun padanya, tidak juga memberikan kata-kata dorongan yang sejujurnya tidak banyak membantu, tetapi dia melakukannya dengan cara yang jauh lebih baik. Naeul membutuhkan sebuah dekapan yang hangat sebab ia harus melangkah seorang diri, dia harus bisa berdiri dengan kedua kaki sendiri, jadi dia butuh setidaknya sokongan kekuatan dan Jimin paling tahu bagaimana memperlakukannya dengan cara terbaik.

"Maaf aku tidak bisa menemanimu di dalam sana. Itu bisa mempengaruhi rencana kita." Jimin meletakkan kedua tangan pada wajah Naeul, memerhatikan wajah itu dengan seksama. Sial, seandainya dia bisa, mungkin Jimin benar-benar akan masuk ke dalam sana kemudian memberikan sebuah pukulan kecil pada pelipis Taehyung, tetapi ia tidak boleh gegabah, bisa-bisa seisi ruangan mendadak menjadi berantakan hanya karena amarah sepihak darinya.

"Aku bisa melakukannya, Jim! Aku tahu ini terdengar sedikit konyol, tapi aku benar-benar bisa melakukannya." Naeul mengucapkan kalimat tersebut dengan begitu yakin.

Melesakkan napas dengan sedikit gugup lalu tersenyum lembut ke arah Jimin yang menatap perutnya, membuat ia mendadak terkekeh-kekeh pelan saat mendengar Jimin berkata, "Hei, jagoan. Jaga ibumu di dalam sana, ya."

Kalau saja Naeul bisa tinggal di sana sepuluh menit lebih lama bersama Jimin, mungkin dia bisa lebih percaya diri. Tetapi kendati kakinya telah melangkah dengan hentakan mantap menuju pintu besar dengan dua sisi yang tertutup rapat, dia tidak bisa kembali lagi, jadi, Naeul hanya memejamkan mata sejenak, merasakan seluruh kekuatan mengalir memenuhi tangannya saat ia membukanya secara perlahan, begitu berhati-hati masuk ke dalam ruangan yang cukup dipenuhi oleh beberapa pasang mata yang langsung menatapnya penuh perhatian. Mendadak membuat nyalinya menciut.

Dia benci menjadi pusat perhatian.

Tetapi kendati mencoba berjalan dengan risih, ketika akhirnya setelah melalui malam yang sulit juga hari yang berat, di sini, di ruangan tertutup dengan ornamen kayu, juga beberapa pasang mata yang menatap penuh perhatian, Naeul berhasil menatap kedua netra Taehyung yang menatap lurus tepat ke arahnya setelah sekian lama.

Mendadak atmosfir di sana membuat Naeul merasa sesak. Jantungnya bekerja berkali lipat lebih cepat dari normal saat melihat kedua netra yang sudah cukup lama tak ia temui. Tetapi sayangnya, Naeul tidak dapat menyaksikan kedua netra tersebut mendadak terlihat begitu merindukan dirinya saat ia memilih mengalihkan tatapan pada deretan kursi kayu di sisi kiri, menemukan sepasang mata yang menatap antusias kepadanya seraya tersenyum tipis─terlihat jelas mencoba untuk mengejeknya.

Tetapi hal tersebut tidak membuat Naeul bergeming sedikit pun. Ingatannya bergerak pelan pada malam itu, malam dimana ia menemukan semua fakta yang selama ini ia cari. Sebuah potongan puzzle yang membuatnya menemukan begitu banyak jawaban atas semua rasa penasarannya selama ini. Jimin dengan penuh kesabaran menceritakan segala sesuatu yang ingin ia ketahui. Semuanya. Sampai-sampai Naeul tidak memiliki ruang penyimpanan yang tersisa untuk mengingat semua rentetan hal yang sudah terjadi padanya sejauh ini.

"Maaf saya terlambat." Naeul terlihat membungkuk sangat dalam pada seisi ruangan yang mulai berbisik miring padanya. Naeul tidak peduli, yang ia inginkan hanyalah mengakhiri semua hal ini dengan cepat. Jadi, ketika ia selesai membungkuk, berjalan dengan langkah kelewat tenang melewati kedua orang tua Taehyung yang datang sebagai saksi di dalam sidang perceraian mereka, membuat semua mata menatap lurus ke arahnya. Hal itu membuat Naeul menjadi sedikit tidak nyaman. Seolah-olah ia adalah seorang tersangka utama atas kasus pembunuhan yang siap untuk diadili.

Sedikit menyapa kuasa hukum yang dipercaya Jimin untuknya, Naeul membagi senyum tipis. Ikut duduk di sisi sang pengacara seraya menegakkan punggung─siap untuk memulai fase dimana ia dan Taehyung yang akan segera berakhir

Netranya menatap sekitar, melihat Nyonya Kim tersenyum tulus dengan air mata yang menggenang membuat Naeul mau tidak mau mengalihkan tatapan setelah mengulas sebuah senyum tipis. Dia tidak bisa menatap wajah wanita itu lebih lama, Naeul tidak mau terlihat lemah di sini. Ia tidak ingin menangis kemudian membuat seisi ruangan menjadi gaduh, seakan-akan ia sedang mencari perhatian. Jika ingin menang, ia harus terlihat jauh lebih kuat, bukan begitu?

Sementara seisi ruangan masih menanti dengan cemas, Nyonya Kim rupanya tidak bisa untuk tidak terisak ketika melihat Naeul duduk dengan wajah kuyu. Sulit mengenali anak perempuannya yang dulu terlihat sangat manis, satu-satunya yang ia lihat saat ini adalah seorang wanita yang entah mengapa terlihat seperti kehilangan bobot tubuh dengan drastis. Wajahnya tidak seceria dulu. "Ayah, Naeul kita terlihat sangat buruk. Lihat, bajunya terlihat sangat kebesaran pada tubuhnya. Apa dia makan dengan baik? Oh, Tuhan, apa yang sudah kulakukan padanya. Dia benar-benar terlihat menderita." Tuan Kim tidak bereaksi banyak. Hanya memeluk sang istri yang terisak pelan ke dalam dekapan, merasa begitu terluka ketika melihat anak perempuannya berusaha dengan sangat hebat untuk tetap duduk tegak, sementara jelas terlihat bahkan hanya untuk melangkah saja, Naeul terlihat benar-benar rapuh.

Kendati mencoba untuk terlihat baik-baik saja, nyatanya ketika secara tak sengaja tatapan mereka bersirobok, Naeul tidak dapat memungkiri ada banyak bagian di dalam hatinya yang mendadak hancur berkeping-keping. Mencoba untuk melawan tatapan Taehyung yang terkesan intens padanya dengan cara yang sama, Naeul nyaris menitikkan air mata, tetapi cepat dihentikan oleh Hoseok yang berbisik pelan di sisinya. "Jangan menangis sekarang. Kau harus terlihat kuat. Ingat, semua hal yang sudah kita bicarakan semalam? Aku akan membantumu untuk mengungkap semuanya hingga akhir." Si pengacara tersenyum kalem pada Naeul, membuat wanita tersebut mendadak mengangguk kemudian menegakkan kepala seraya mengalihkan tatapannya dari Taehyung dengan tatapan kuat. Tak terlihat sedikit pun perasaan terluka yang selama ini ia rasakan. Wanita menyedihkan yang Taehyung lihat terakhir kali mendadak terlihat sangat berbeda. Naeul terlihat sangat tenang, ia bahkan tidak terlihat cemas seperti apa yang Taehyung rasakan saat ini. Ia melihat Naeul menjadi sosok yang sangat berbeda, kuat dan menjadi sedikit tidak peduli. Benar-benar berbeda dari Naeul yang selama ini ia kenal.

Netra gelap itu terus-menerus menatap ke arahnya tanpa jenuh, membuat Naeul menjadi sedikit terganggu. Ia hanya tidak menyadari bahwa Taehyung tengah mencoba menggali bongkahan jawaban atas setiap pertanyaan yang memenuhi isi kepalanya. Dia tampak kurus, apa dia makan dengan baik? Rambutnya sedikit dipangkas, bukankah terakhir kali melihatnya, rambutnya jatuh menjuntai tepat di atas pinggang? Bagaimana dengan waktu tidurnya? Semua pertanyaan itu seolah-olah merasuki diri Taehyung, membuat tatapannya terpaku pada sosok wanita yang saat ini, dalam detik yang akan habis ditelan oleh waktu, tidak akan pernah sama lagi untuknya.

Dulu mereka dua, tetapi setelah ini, mereka akan meninggalkan satu sama lain. Satu meninggalkan satu, kemudian tidak akan ada lagi yang tersisa, seperti perasaan yang perlahan terkikis oleh kekecewaan kemudian lenyap.

Melihat Taehyung yang menatap Naeul hingga tak bergeming membuat Sua menjadi sangat geram. Ia melebarkan kedua mata ketika melihat Naeul menatap penuh intimidasi pada seisi ruangan. Sorot matanya terlihat tajam dan Sua menemukan bahwa ia telah gagal menghancurkan wanita itu menjadi bagian terkecil. Sial, ada apa ini? Mengapa wanita itu mendadak terlihat sangat tidak peduli? Sebentar lagi semuanya akan berakhir, tetapi mengapa semuanya tidak berjalan seperti apa yang aku bayangkan? Bukankah seharusnya dia sekarang tengah terisak lucu ketika memohon pada Taehyung untuk menghentikan perceraian? Astaga, ini benar-benar memuakkan.

Naeul melirik pria di sisinya. Kacamata silindernya berdenyar saat menyerap semua gugatan, membaca dengan serius, bahkan bertindak dengan tegas. Naeul sendiri tidak banyak menyimak, hanya akan menjawab ya atau tidak, sama sekali tidak menatap Taehyung yang berulang kali menatap ke arahnya, membuat Sua digelitik oleh rasa kesal. Semuanya akan selesai. Sebentar lagi semuanya hanya akan menjadi sebuah kenangan.

"Sekali lagi saya bertanya pada anda. Apa anda yakin untuk berpisah dengan suami anda?"

Majelis Hakim menjatuhi sebuah pertanyaan retoris yang akan menjadi titik akhir dari segala sesuatunya. Naeul sendiri tidak menyadari bahwa waktu bergerak cukup cepat, membuat persidangan akan segera berakhir dalam beberapa menit. Itu berarti, dia hanya memiliki beberapa menit terakhir untuk merasakan bagaimana ia dan Taehyung yang saling memiliki kemudian akan saling berpisah, melupakan semua kenangan yang pernah terjadi, ikatan mereka juga setiap cerita yang telah tercipta akan diakhiri untuk selama-lamanya oleh sebuah ketukan palu yang akan terdengar sebanyak tiga kali. Setelah itu, semuanya akan nyaris menghilang. Dia tidak memiliki Taehyung lagi, begitu pun sebaliknya. Semuanya benar-benar akan berakhir. Jadi cepat dan tanpa keraguan sedikitpun wanita itu mengangguk lantas menjawab, "Ya. Saya benar-benar yakin."

Jawaban lugas tersebut membuat Taehyung dan Sua mendadak diserang panik. Ini tidak seperti apa yang Sua harapkan. Dia ingin melihat Naeul hancur menjadi kepingan terkecil, bukan seperti ini. Ada yang aneh. Apa Jimin sudah mencuci otak wanita itu? "Sial!"

"Untuk anda Kim Taehyung. Apa anda yakin untuk berpisah dari istri anda?"

Entah apa yang terjadi, Sua menjadi benar-benar kesal setengah mati ketika melihat Taehyung tidak cepat menjawab pertanyaan tersebut. Ia terlihat tidak benar-benar berkonsentrasi, tatapannya melemah, bahkan untuk sesaat ia dapat menangkap bahwa Taehyung menjadi ragu atas tindakannya. Mungkin sekitar lima menit berpikir, baru lah pria itu mengangkat wajahnya setelah cukup lama menunduk dengan wajah sulit, membuat Sua geram hingga mengepalkan kedua tangan dengan erat─nyaris membuat telapak tangannya terluka, menjawab dengan sedikit berat. "Ya. Saya yakin." Si Kim mengangguk dua kali. "Tolong lanjutkan."

Naeul tersenyum tipis. Keputusan telah dikemukakan. Pernikahan mereka putus oleh perceraian saat palu diketok sebanyak tiga kali.

Selesai sudah.

Semuanya benar-benar telah selesai kali ini.

"Apa semuanya sudah selesai?" Dia bertanya demikian ketika melihat seisi ruangan perlahan beranjak dengan argumen atas semua hal yang telah berlalu di dalam sana sekitar hampir tiga jam, membuat Hoseok yang tengah mengemas tasnya mengangguk sekali lantas menyunggingkan senyum kecil.

"Aku tidak percaya bahwa semua yang telah aku lalui sejauh ini akan berakhir dalam sekejap." Dia yang sedari tadi hanya memandang kosong mendadak memalingkan wajah pada lawan bicara saat melanjutkan, "Apa kau berpikir demikian? Untuk waktu yang berharga selama lebih dari ribuan jam yang kita lalui, berakhir dengan dalam waktu singkat. Aku bahkan tidak benar-benar merasakannya, Tuan Jung."

Ada jeda yang tidak terlampau lama ketika Hoseok menemukan bahwa kekuatan Naeul mendadak berkurang drastis. Wanita itu mungkin bisa melalui tiga jam yang berat tanpa menitikkan air mata dengan baik. Tetapi saat merasa dunianya kembali tenang dan ia menemukan bahwa hanya dirinya yang tersisa bersama perasaan yang terluka, Naeul benar-benar tidak bisa untuk tidak menunduk kemudian merasakan bahunya menurun berkala ketika ia menggigit bibir, berupaya dengan sulit untuk menemukan kembali kepingan kekuatannya yang nyaris melebur bersama perasaan terluka.
Ia akan benar-benar sendirian kali ini. Tanpa harapan, dia hanya akan hidup dengan menyedihkan, menghabiskan banyak waktu hanya untuk mengenang hal bahagia yang pernah terjadi sebelumnya. Seakan-akan semuanya masih terus berlanjut walau hanya di dalam setiap kenangan yang tersisa.

Melepaskan rupanya butuh lebih banyak keberanian daripada mempertahankan.

Naeul mulai terisak lemah. "Aku melakukannya dengan baik, bukan?"

Hoseok tidak cepat menjawab. Ia justru menatap langit-langit ruangan saat menepuk lembut bahu wanita tersebut, kembali merasakan atmosfir yang sama ketika ia selesai dengan satu keputusan persidangan. "Tidak apa-apa. Kau bisa melakukannya di sini. Semua orang baru saja pergi."

Didetik yang bergerak lambat, seisi ruangan yang mendadak senyap terisi oleh isakan kecil yang berusaha untuk ditahan. Naeul hanya semakin menunduk, menutup wajah dengan rambut panjangnya, membekap mulut dengan punggung tangannya saat air matanya luruh dengan cepat menuruni kedua sisi wajahnya─berusaha sekuat mungkin untuk tidak mengeluarkan isakan, tetapi ia gagal bahkan sebelum mencobanya dengan baik. Dadanya sesak, kepalanya mendadak menjadi semakin berat, napasnya memburu, tetapi ia tetap menangis sekitar hampir lima menit dengan isakan yang kuat yang terkadang ditekan hingga membuat tenggorokannya sakit juga kedua mata terpejam erat hingga membuat kerutan hebat pada dahinya. Apa aku akan baik-baik saja setelah ini? Apa semuanya akan baik-baik saja?

Sakit. Dadanya sakit luar biasa.

Tetapi dia tidak bisa menghentikan semuanya dengan mudah. Bagaimana bisa? Naeul mendadak nyaris kehilangan oksigen saat merasakan sesak hebat menghimpit dadanya, ia memukulnya pelan, merasakan hatinya semakin terluka.

Kini, ia menjadi selangkah di belakang Taehyung.

Aku akan berjalan pulang seorang diri.

"Menangislah selagi kita berada di ruangan ini. Setelah kau keluar, pastikan bahwa semuanya telah jauh lebih baik, oke?"

Lebih baik? Naeul pikir hal itu dapat diucapkan dengan sangat mudah. Tetapi untuk melakukannya dengan cara terbaik─terhitung tanpa mengeluarkan setetes air mata, mungkin adalah hal yang mustahil. Sangat. Tetapi ketika ia melangkah keluar dari dalam ruang persidangan dengan langkah pelan, diiringi sebuah tatapan sengit yang mendadak menyungging senyum, Naeul tahu bahwa ia harus jauh lebih kuat dari apa yang Hoseok maksud.

Wanita itu terlihat mengenakan gaun hitam miliknya yang Taehyung berikan tepat di hari ulang tahunnya beberapa tahun silam. Berdiri dengan santai di hadapan Naeul dengan sepasang senyum yang merekah di atas wajahnya. Namun satu hal yang membuat Naeul terkejut melebihi pakaian yang ia kenakan adalah, sebuah cincin pada jari manisnya yang terlihat persis seperti miliknya.

"Aku menikmatinya. Ini jauh lebih menarik dari semua tontonan yang pernah aku saksikan." Sua terkekeh setengah mengusap puncak hidungnya.

Naeul mendadak menahan napas sejenak. Memejamkan kedua netra demi menahan dirinya untuk tidak menanggapi semua hal yang keluar dengan mudahnya dari mulut Sua. Wanita itu meyakinkan diri sendiri, merasa dapat melakukannya kendati harus menahan semuanya di dalam dada.

"Benarkah?" Naeul menjawab kalem─masih enggan menatap ke arah Sua yang mendadak kehilangan segaris senyum. "Jika menikmatinya, mengapa tidak membeli sekotak pop corn dan segelas kola?"

"Apa?"

Kini Naeul mau tidak mau memalingkan wajah demi menatap seraut wajah yang tengah melebarkan kedua mata, mengepalkan kedua tangan tersulut emosi. "Tidak mendengarnya? Ah, aku lupa kau bahkan tidak bisa membelinya, kau hanya bisa mencurinya. Bukan begitu Nona pencuri hm?" Dia mengangkat sebelah alis, mendadak tersenyum sengit saat mendadak merasakan seluruh kekuatan memenuhi dirinya ketika melanjutkan dengan sangat tenang─sukses membuat Sua jengkel setengah mati. "Nikmati hasil curianmu, sayang. Kau hanya tidak akan tahu kapan keadaan akan berbalik, kemudian sesuatu yang berharga itu akan dicuri oleh orang lain dari kedua tanganmu."

Naeul melangkah tenang─setengah bergegas─ketika tahu bahwa berpura-pura terlihat kuat itu tidak mudah. Jadi, sebelum kedua tungkainya mendadak kehilangan cara untuk berpijak, ia harus segera keluar dari dalam gedung tersebut. Tepat saat ia melangkan meninggalkan lobi, ponselnya berdering pelan di dalam saku. Mengeluarkannya dengan tergesa, mendadak perasaannya menjadi sangat kacau tatkala melihat nama Park Jimin tertera pada layar panggil. Ia mengangkatnya dengan cepat, saat menghentikan langkah, menatap langit yang berubah kelabu, mendadak menitikkan air mata.

"H-halo?"

"Hei, jangan menangis sekarang, oke? Setidaknya jangan sampai kau benar-benar meninggalkan tempat itu."

Terkekeh pelan, Naeul kemudian mengusap jejak air mata yang meluncur cepat melalui pipinya, melangkah cepat diantara kerumunan pejalan kaki, berusaha untuk terlihat baik-baik saja saat melangkah kembali seorang diri. "Aku sedang berada di persimpangan."

"Aku menunggumu di seberang jalan."

Naeul memalingkan wajah, menemukan Jimin yang melambai ringan ke arahnya tepat di seberang jalan, dia hanya perlu melangkah beberapa langkah lagi sebelum benar-benar terisak pelan di dalam dekapan hangat pria itu. "Aku melihatmu."

"Melangkahlah perlahan. Aku akan menunggumu di sisi hidup yang baru."

Air mata itu mendadak melesak turun secara cepat tatkala mendengar Jimin berkata dengan sangat pelan diikuti seulas senyum lembut di seberang sana. Ya, semuanya sudah berakhir. Ia harus tetap melanjutkan hidup. Dia tidak sendirian, Jimin ada di seberang sana untuk membantunya melangkah dengan baik, ia hanya perlu menyeberangi jalan, melupakan semua yang telah terjadi di perhentian tersebut, kemudian melangkah dengan cepat untuk masuk ke dalam dekapan hangat Jimin yang terlihat merentangkan kedua tangan ketika Naeul hendak melangkah, tetapi harapan itu terlalu cepat untuk dibayangkan. Sebab, di detik yang sama ketika Naeul merasakan tubuhnya didorong dengan keras tepat saat sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi.

Satu-satunya hal yang dapat Naeul rasakan saat itu adalah air matanya yang luruh dengan sangat lambat dari pelupuk matanya, seakan-akan waktu berjalan sangat lambat di sekitarnya ketika menyaksikan kendaraan itu mendekat hingga hal terakhir yang dapat Jimin saksikan hanyalah suara decitan ban yang panjang, kemudian disusul suara benturan yang keras diikuti tubuh Naeul yang berguling cepat melalui badan mobil, setelahnya jatuh terhempas di atas aspal jalanan dengan asap kendaraan yang membuat suasana menjadi kabur. Tetapi satu hal yang Jimin tangkap dengan baik tatkala ia melangkah pelan─nyaris kehilangan tenaga pada kedua tungkai─saat menghampiri tubuh Naeul yang tergeletak adalah bau anyir yang pekat, juga tubuh yang bersimbah darah.

Jimin benar-benar kehilangan pijakan kakinya saat tubuhnya ambruk di sisi genangan darah yang menganak sungai, menatap Naeul dengan air mata yang meluncur cepat. Kalimatnya tersendat, seolah pasukan oksigen menipis saat ia berhasil meraih tubuh itu ke dalam dekapan.

"N-Naeul─" suaranya nyaris tersendat saat membawa tubuh Naeul yang terkulai─minim kesadaran, pada dekapannya. Melupakan fakta bahwa sekujur tubuhnya mendadak tidak dapat merasakan apapun.

Wanita tersebut hanya tersenyum kecil bersama kesadaran yang menipis. Kedua kelopak matanya bergerak pelan, menatap tepat ke bawah dan menemukan genangan darah mengucur cepat melalui kedua kakinya.

Sekujur tubuh Jimin bergetar hebat ketika melihat darah melalui kaki Naeul justru mengalir semakin banyak, pria itu berteriak nyaring, mengatakan pada seisi jalanan yang tengah menjadikan mereka tontonan untuk segera menghubungi ambulan. Tangannya meraih jemari Naeul yang bersimbah darah, meletakkannya pada pipinya yang basah oleh air mata, membuat jejak darah tercetak di atas sana. Hal tersebut membuat Naeul dapat merasakan dengan jelas air mata juga tubuh Jimin yang bergetar hebat.

"B-bertahanlah. Mereka akan tiba sebentar lagi, hm."

Semuanya benar-benar berakhir hari ini. Naeul kehilangan Taehyung juga bayinya dalam sekejap.

"J-jim─" Naeul berkata dengan sedikit terbatuk-batuk. Darah ikut keluar dari mulutnya saat ia melanjutkan dengan kesadaran yang hampir menghilang bersama detak jantungnya yang mendadak menjadi jauh lebih pelan. "Pada akhirnya aku akan berjalan pulang seorang diri." Tepat setelah ia selesai dengan ucapannya, mendadak semuanya menjadi sangat kabur, dengingan hebat memenuhi telinga, dan hal terakhir yang dapat Naeul saksikan adalah tubuhnya mendadak menjadi sangat ringan dan semuanya benar-benar gelap. <>





Fin.

Continue Reading

You'll Also Like

201K 19.2K 71
Freen G!P/Futa • peringatan, banyak mengandung unsur dewasa (21+) harap bijak dalam memilih bacaan. Becky Armstrong, wanita berusia 23 tahun bekerja...
233K 20.5K 33
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...
1.6M 146K 74
Ziel adalah candu. Tawanya Candanya Aroma tubuhnya Senyum manisnya Suara merajuknya dan Umpatannya. . . . "Ngeri bang." - Ziel "Wake up, Zainka."...
936K 77K 28
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...