GARDENIA

By Luluk_HF

1M 104K 24.6K

Selamat tinggal. Dua kata yang sangat dibenci oleh seorang Cantik. Selamat datang. Dua kata yang ingin diuca... More

PROLOG
1 - Hai Cantik
2 - SAH?
3 - List Tampan
4 - Calon Pacar
5 - Dua Juta
6 - Untung Cantik
8 - Hallo Tampan. Hallo Cantik
9 - Don't Afraid

7 - Tawaran dan penolakan

59.5K 7.1K 1.2K
By Luluk_HF


Assalamualaikum semuanya. Selamat malam. Bagaimana kabarnya? Semoga selalu baik. Amin 

Akhirnya aku bisa update Gardenia lagi. Doakan ya semoga updatenya bisa kembali rajin. Amin yarabbal alamin. 

Semoga masih suka dengan cerita Gardenia ya. Semoga masih suka dengan Cantik dan Tampan. 

Dan, selamat membaca ^^ 

******

Cantik berdiri di ujung lapangan, menatap hampa lapangan olahraga . Hari ini jadwal olahraga kelasnya. Cantik ragu untuk mengikuti olahraga. Hari ini Cantik puasa, seperti hari kemarin. Cantik berpikir sejenak, apakah ia harus meminta izin atau tetap ikut saja.

"Ayo semuanya kumpul!"teriak Deni sang ketua kelas.

Cantik pun pasrah, memilih untuk ikut pelajaran tersebut. Semoga saja mata pelajaran olahraga hari ini tidak berat.

Semua siswa dan siswi berbaris, lalu melakukan stretchingdipimpin oleh Deni.

"Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan."

Cahaya matahari pagi ini cukup menyengat, padahal baru satu gerakan keringat siswa dan siswi mulai bercucuran, banyak yang mengeluh karena kepanasan.

"Lari lapangan dua putaran," teriak Pak Komar, guru olahraga.

Suara keluhan siswa dan siswi semakin mengeras, tapi ada daya, mereka harus tetap berlari. Mereka semua kan segera berlari, memutari lapangan, seperti yang diperintahkan Pak Komar. Begitupula dengan Cantik.

Cantik lari dengan pelan-pelan, ia tidak ingin sampai kehausan bahkan dehidrasi. Hari masih panjang. Cantik hanya berharap ada keajaiban datang, Pak Komar dipanggil kepala sekolah atau siapapun dan mengosongkan jadwal olahraga hari ini.

Dua putaran diselesaikan Cantik, keringatnya membasahi seluruh leher dan belakang rambutnya. Cantik melihat teman-temannya yang sibuk mengatur napasnya, bahkan ada yang sudah minum, mereka selalu berjaga botol air minum setiap kali pelajaran olahraga.

Cantik terduduk lemas, menjauh dari teman-temannya, tidak ingin tergodah.

"Istirahat lima menit, setelah ini saya akan memberikan mata pelajaran tentang lari Estafet. Semua siswa dan siswi kembali berseru, tidak suka.

Cantik menghela napas berat, sepertinya keberuntungan tidak berpihak kepadannya. Cantik berpikir sebentar, apa yang harus dilakukannya?

Setelah yakin dengan keputusan yang dibuatnya, Cantik segera berdiri, mendekati Pak Komar.

"Ada apa Cantik?" tanya Pak Komar bingung karena siswinya tiba-tiba mendekatinya.

"Pak saya boleh tidak ikut olahraga hari ini?" izin Cantik.

"Kenapa? Kamu sakit?"

Cantik menggeleng. "Saya lagi puasa, dan saya takut lemas dan haus karena pelajaran hari ini. Siang nanti juga saya masih harus kerja, begitupun juga malamnya. Saya juga tidak ingin menyusahkan orang lain kalau tiba-tiba saya pingsan di lapangan ataupun sakit. Boleh tidak Pak?"

Pak Komar tertegun sejenak, kalimat Cantik begitu panjang, butuh beberapa detik bagi Pak Komar untuk mencernannya. Bahkan teman-teman kelas Cantik juga takjub dengan keberanian Cantik.

"Saya akan mengganti mata pelajaran hari ini dengan resumemateri tentang Estafet Pak. Bagaimana?" lanjut Cantik berusaha meyakinkan.

Pak Komar akhirnya mengangguk, mengiyakan. Pak Komar sangat kenal dengan siswinya satu ini. Cantik sangat dikenal siswi rajin di kalangan guru-guru SMA Pelita.

"Kamu duduk saja di pinggir lapangan, rangkum materi yang saya jelaskan hari ini untuk tambahan bahan resume kamu," suruh Pak Komar.

Cantik tersenyum dalam hati. "Iya Pak. Terima kasih banyak."

Cantik pun segera berjalan ke pinggir lapangan, beberapa teman kelas Cantik merasa iri. Cantik tidak peduli, itu bukan urusannya. Terpenting baginya adalah ia tidak menghabiskan energinya.

Cantik memperhatikan teman-temannya yang mulai sibuk mendengarkan penjelasan Pak Komar. Cantik pun tak luput mendengarkan, ia mencatat beberapa penjelasan penting di noteponselnya.

"Sudah bapak bilang berapa kali! Jangan suka nyontek Tampan!"

"Kamu tidak belajar lagi?"

"Nyontek itu tidak baik Tampan! Dosa! Kamu mau belajar jadi koruptor?"

Suara teriakan pak Heri terdengar cukup kencang, bahkan sampai ditelinga Cantik. Cantik menoleh ke belakang, dari kejauhan ia melihat Pak Heri menarik dasi Tampan, sepertinya cowok itu di hukum lagi oleh Pak Heri.

Tampan terlihat meringis memegagi lehernya, ia hanya bisa pasrah dan berjalan dibelakang Pak Heri. Tampan melirik ke samping, sadar keberadaan Cantik dipinggir lapangan olahraga, gadis itu tengah menatapnya dengan raut sangat tenang dan datar.

Tampan menahan tangan Pak Heri, menghentikan langkahnya cepat.

"Bentar-bentar Pak," pinta Tampan, kedua matanya tak bisa teralihkan dari Cantik, meskpun gadis itu sudah tidak lagi melihatnya.

Pak Heri terpaksa ikut berhenti. "Kenapa?"

Tampan memberikan jurus senyuman "maut"nya ke Pak Heri, perlahan melepaskan tangan Pak Heri dari dasinya.

"Pak dua menit aja, bentar ya. Ada urusan mendadak bentar."

Setelah itu Tampan langsung kabur dari hadapan Pak Heri, sebelum guru matematikanya itu sadar. Tampan berlari mendekati Cantik.

"Hai Cantik," sapa Tampan.

Cantik sedikit terkejut melihat keberadaan Tampan yang sudah disampingnya. Kapan cowok ini datangnya? Bingung Cantik.

"Lagi apa disini? Nggak ikut olahraga?" tanya Tampan lagi karena Cantik masih diam.

Cantik membuang mukanya, tak berniat menjawab pertanyaan Tampan. Tampan berusaha sabar menunggu, ia berpikir kemungkinan-kemungkinan yang menyebabkan Cantik tidak ikut pelajaran olahraga.

"Lo sakit Cantik? Sakit apa? Perlu gue anter ke UKS?"

Kali ini Cantik menjawab dengan gelengan singkat tanpa menoleh sedikitpun ke Tampan. Ia memilih fokus untuk membuat rangkuman.

"Kalau gitu ken..."

"TAMPAAN!!"

"Argss..."

Tampan meringis, tiba-tiba Pak Heri datang dan langsugn menjewer telinga Tampan. Cantik terkejut untuk kedua kalinya. Cantik buru-buru berdiri, dan mengangguk sopan ke Pak Heri.

"Kamu itu sudah dihukum masih sempat-sempatnya godain Cantik!" omel Pak Heri.

"Namanya juga usaha Pak," balas Tampan melas.

"Cantik nggak akan mau sama kamu. Cantik itu anak pintar mana mau sama tukang nyontek kayak kamu!" cerca Pak Heri. "Benar kan Cantik?" lanjut Pak Heri meminta dukungan dari Cantik.

Cantik bingung harus merespon bagaimana. Dua pasang mata menatapnya, menunggu jawaban.

"I... ya Pak," jawab Cantik canggung. Toh, jawabannya tidak bohong juga. Mana mau dia pacaran dengan orang bodoh yang suka nyontek! Bukan typecowoknya! Sangat merepotkan jika dia punya cowok seperti itu.

Pak Heri tersenyum puas mendengarkan jawaban Cantik, sedangkan Tampan langsung terlihat kecewa dan sedih.

"Cantik, gue nyontek baru dua kali ini kok. Sumpah," ucap Tampan mencari pembelaan.

"Di pelajaran Bapak? Pelajaran guru-guru yang lainnya? Sudah berapa banyak?" tegas Pak Heri.

Tampan menunduk lemah, kalah telak.

"Saya juga nggak mau jadi bodoh Pak, tapi dikasih otaknya segini ya gimana," lirih Tampan pasrah. "Masak harus beli otak baru."

"Ya kamu harus belajar! Biar nggak bodoh Tampan," gemas Pak Heri. "Sudah! Sudah! Ayo ikut saya!"

Tampan mengangguk pasrah, ia menarik dasinya, mengarahkannya ke Pak Heri.

"Ini Pak dasi saya, silahkan ditarik lagi," ucapnya lebih pasrah.

Pak Heri sedikit kaget, namun segera menerima dasi Tampan dan menariknya. "Ayo!"

Tampan mengangguk lemas, pernyataan Pak Heri bahwa Cantik tidak akan suka dengannya terus terngiang, membuatnya sedikit tidak bersemangat.

Tampan menatap ke Cantik yang juga sedang melihatnya. Tampan melabai-labaikan tangannya ke Cantik.

"Sampai jumpa lagi Cantik."

Setelah itu, Tampan hilang dari pandangan Cantik. Cowok itu sudah masuk ke ruangan guru bersama Pak Heri.

Cantik menghela napas pelan, geleng-geleng melihat kelakuan Tampan. Padahal cowok itu masih tergolong murid baru disini, tapi sudah bikin banyak masalah saja.

****

Tampan kembali ke kelas setelah mendapat banyak ceramah dari Pak Heri. Tampan masuk ke dalam kelas dengan kusut. Ia mendapatkan tugas tambahan dari Pak Heri.

"Selamat datang Raja mencontek abad ini," seru Sema menyambut Tampan.

"Sialan lo!" umpat Tampan sedikit tidak terima menerima ledekan Sema. Tampan segera duduk di kursinya.

"Dihukum apa lo sama Pak Heri?" tanya Abdul penasaran.

"Hukuman batin. Diceramahin gue sampai kuping rasanya mau kebakar," jelas Tampan, ia bergidik ngeri mengingat kejadian beberapa menit lalu di ruang guru. Pak Heri mempermalukannya didepan guru-guru lainnya.

"Kek di ruqyah gitu ya Pan rasanya?" tanya Abdul sok-sok merinding.

"Iya kek gitu Dul. Ngeri," balas Tampan lebih ngaco.

"Makanya jangan suka nyontek Pan," pesan Sema. "Kayak Abdul nih, pakai jurus mengarang bebas."

"Sialan lo Sem!" kini giliran Abdul yang kesal karena Sema.

"Gimana ya caranya pinter?" tanya Tampan entah ke siapa.

"Ya belajar Pan," seru Sema dan Abdul bersamaan.

"Gue nggak suka belajar, tapi gue pingin pinter!" ungkap Tampan sok serius.

Sema menepuk pundak Tampan pelan.

"Lo tau Pan?"

"Nggak tau gue."

"Kalimat lo barusan, kek ayam jantan yang pingin punya telur! Sangat Halu! Ngerti?"

"Ngerti Sem. Makanya gue Cuma... Cum...." Tampan menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. Bingung melanjutkannya.

"Udahlah Pan terima nasib aja," tambah Abdul.

"Nasib apa? Dia bodoh sejak lahir?" timpal Sema.

"Nggak usah lo perjelas Kampret!" kesal Tampan.

"Kan siapa tau aja lo nggak paham sama ucapan Abdul Pan."

Tampan menghela napas berat.

"Gue itu sebenarnya nggak bodoh, percaya nggak lo berdua?"

"Nggak," serempak Sema dan Abdul.

"Gue itu cuma belum pinter aja."

Sema dan Abdul geleng-geleng, tak ingin mendengarkan ocehan Tampan lagi, membuat mereka bertambah gregetan.

"Susah ngomong sama orang yang lahirnya muter-muter dulu di rahim," seru Sema.

"Tapi sem, menurut gue, tuhan itu adil," ucap Tampan tak ingin mengakhiri perbincangan mereka.

"Tuhan dari dulu emang adil Pan!"

"Coba lo perhatikan."

"Apaan?" bingung Sema.

"Gue punya wajah yang Tampan, tapi otak kurang. Si Abdul gantengnya juga jauh dari gue, otak agak mirip sama gue. Menurut lo lebih beruntung mana?"

"Beruntung gue lah Pan! Seengaknya bodohnya gue, nggak sebodoh lo!" sahut Abdul tak terima.

"Tapi gantengan gue daripada lo Dul. Cewek-cewek jaman sekarang mah yang dilihat pertama kali tampangnya."

"Sok tau lo Pan!"

"Mau buktiin Dul? Ayok!"

Brak!

Sema kehabisan kesabaran, ia menggebrak mejanya membuat Tampan dan Abdul terpelonjat kaget, mereka berdua menatap Sema yang sudah berdiri.

Sema menatap Tampan dan Abdul bergantian, kemudian bersuara.

"Mohon maaf, numpang tanya nih. Lo berdua kek bangga banget gitu ya jadi orang bodoh?"

***

Cantik menghabiskan jam istirahat keduanya di perpustakaan. Ia mencari bahan untuk resume pelajaran olahraganya tadi. Setidaknya jika ia mengerjakan saat ini juga, malamnya nanti dia bisa langsung tidur sepulang kerja.

Cantik menemukan buku yang dicarinya, ia segera mengambil duduk di bangku paling ujung. Pandangan Cantik terhenti di satu titik, ia menemukan keberadaan Tampan yang telihat sedang kebingunan. Tampan memegangi kepalanya, rambutnya juga sangat acak-acakan.

Cantik menebak, Tampan sedang mengerjakan tugas hukumannya. Cantik segera mengalihkan pandangannya, bukan urusannya jadi dia tidak peduli.

Cantik pun segera fokus untuk mengerjakan tugasnya sendiri.

****

Tampan membuang bolpoinnya dengan kesal, ia menyerah. Sama sekali tidak bisa mengerjakan tiga soal yang diberi oleh Pak Heri. Padahal ia harus sudah menyerahkan jawabannya sebelum bel pulang sekolah. Jika tidak, Pak Heri mengancam akan menelfon orang tua Tampan.

Tampan mengedarkan pandagannya, mencari pertolongan. Dan, benar saja pertolongan telah datang tanpa terduga. Kedua mata Tampan berbinar-binar melihat seorang cewek yang tengah duduk dibangku ujung perpustakaan.

Tampan tersenyum bahagia. Ia pun segera memberesi buku-bukunya dan peralatannya, kemudian bergegas mendekati cewek tersebut yang tak lain adalah Cantik.

****

"Cantik," panggil Tampan.

Ia menaruk buku-bukunya dihadapan Cantik.

"Mau bantu selamatkan nyawa gue nggak?" tanya Tampan.

"Nggak," jawab Cantik cepat dan singkat. Gadis itu sama sekali tak menatap Tampan. Sibuk menulis di bukunya. Tampan menghela berat, masih tidak ingin menyerah.

"Gue dihukum sama Pak Heri ngerjain tiga soal matematika yang susah banget dan harus dikumpulin sebelum bel pulang sekolah. Gue sama sekali nggak bisa. Otak gue nggak memumpuni untuk menyelesaikannya Cantik," jelas Tampan berusaha menarik simpati Cantik.

"Makanya jangan malas belajar," ucap Cantik.

"Gue janji mulai besok nggak akan malas belajar, tapi saat ini lo mau bantu gue kan?" rajuk Tampan.

"Nggak."

Tampan mendecak pelan, susah sekali membujuk Cantik. Tampan pun mengorek-orek otaknya, agar bisa menemukan cara yang ampuh untuk mengubah jawaban Cantik.

Aha! Tampan mendapatkan cara yang sangat bagus.

"Cantik, gimana kalau lo kasih harga satu soal matematika gue. Jadi lo bantu gue nggak gratis. Gue akan bayar lo," ungkap Tampan.

Seketika Cantik berhenti menulis, kepalanya bergerak mendongak, menatap Tampan.

"Bayar?"

"Iya. Bayar. Gue akan bayar berapapun yang lo mau."

Cantik terdiam sebentar, berpikir. Tawaran yang cukup menarik. Apalagi dia sedang butuh uang.

"Satu soal seratus ribu. Gimana?"

Tampan langsung membelalak, terkejut.

"Busyet mahal banget!" kaget Tampan langsung heboh.

"Yasudah, kalau nggak mau," sahut Cantik masa bodo.

Tampan mendecak pelan, ia mulai dilema. Ini satu-satunya cara agar nyawanya bisa selamat hari ini.

"Cantik, nggak bisa kasih diskon gitu? 10% aja?" pinta Tampan.

"Nggak ada."

"Kalau cashbackada nggak Cantik?"

"Nggak ada."

Tampan mengumpat dalam hati, benar-benar susah merubah jawaban dan merayu Cantik.

"O... Oke deh kalau gitu. Gue setuju. Tiga ratus ribu semuanya? Deal?"

Cantik langsung mengangguk tanpa ragu.

"Deal," seru Cantik menyetuji. "Mana uangnya?"

"Hah? Kerjain dulu, baru uangnya Cantik."

"Nggak ada uang, nggak ada jawaban."

Tampan menghela napas pasrah, ia mengeluarkan dompetnya, dan segera mengambil tiga lembar uang ratusan ribu. Padahal itu adalah uang mingguannya yang belum sempat disentuhnya.

Tidak apa-apa, demi Cantik dan matematikanya. Kan, Tampan sudah berjanji akan buat Cantik bahagia.

"Nih," Tampan menyodorkan uangnya.

Cantik menerimanya dan mengantonginya. Setelah itu, Cantik menarik buku Tampan dan mulai mengerjakannya.

Tampan pun dibuat Takjub, Cantik langsung mengerjakan soal-soal itu dengan sangat cepat. Tampan semakin yakin bahwa Cantik memang siswi yang sangat pandai, dan membuat Tampan bertambah kagum serta menyukai gadis ini.

Tampan langsung teringat perbincangannya dengan sang Papa, mengenai guru Les. Haruskah Tampan menanyakannya ke Cantik? Siapa tau gadis ini tertarik kan?

"Cantik," panggil Tampan.

"Saya nggak butuh pujian!"

"Gue manggil lo!" cibir Tampan.

"Kenapa?" balas Cantik, masih tetap fokus mengerjakan soal-soal Tampan.

"Mau nggak jadi guru les gue?" tanya Tampan. "Papa gue nyuruh gue buat ikut les, tapi gue pingin lo yang jadi guru les gue. Karena gue langsung gampang paham kalau lo yang jelasin. Kayak soal matematikan hari yang lalu," lanjutnya.

Cantik melingkari jawaban terakhir, ia menyelesaikan tiga soal itu dengan sangat cepat. Kurang dari 15 menit, menurutnya soal-soal tersebut cukup mudah, materi Modus dan Median.

Mungkin benar, Tampan sangat bodoh sampai soal segampang ini mau dihargai tiga ratus ribu.

Cantik menyerahkan kertas jawaban dan buku-buku Tampan tanpa mempedulikan pertanyaan Tampan.

"Gimana Cantik?" tanya Tampan karena tidak ada jawaban dari Cantik.

"Saya nggak tertarik."

Deg! Untuk kesekian kalinnya Tampan mendapat penolakan.

"Gue akan bayar lo mahal, seharga di tempat bimbel ternama. Lo butuh uang kan?"

"Iya, saya memang butuh uang. Tapi saya nggak mau jadi guru les kamu."

"Kenapa?"

"Kamu terlalu bodoh!"

Sialan! Ingin rasannya Tampan mengumpati gadis didepannya ini, tapi rasa sukanya terlalu besar dan membuatnya tidak tega melakukannya.

"Makanya ajarin gue, biar gue nggak bodoh lagi."

Cantik pura-pura tak mendengarkan perkataan Tampan. Cantik segera memberesi buku-bukunnya dan meninggalkan Tampan begitu saja.

Tampan pun hanya bisa pasrah mendapat penolakan tersebut. Tampan yakin, meskipun ia membujuk Cantik sekali lagi. Gadis itu pasti tetap tidak akan mau.

Tampan meratapi nasibnya.

"Masa gue harus jadi bodoh sampai akhir hayat?"

****

Tampan akhirnya sampai dirumah, perjalanan pulang dari sekolah tiba-tiba terasa panjang. Hari ini sedikit melelahkan dibanding hari-hari biasanya. Banyak serangan penolakan yang diterimannya.

Tampan tidak langsung masuk ke dalam kamar, ia duduk diruang tengah, memperhatikan TV yang menyala dengan tatapan kosong.

"Kenapa lo? Wajah kek orang susah gitu," tanya Lea, mengambil duduk disamping adiknya.

Tampan menggeleng-geleng lemas, malas untuk bercekcok dengan kakaknya.

"Oh ya, tadi Papa nitip tanya. Gimana guru les lo? Udah dapat?" tanya Lea lagi.

Huft! Tampan menghela napas berat. Nggak disekolah, nggak dirumah, kenapa bahasannya jadi sama! Pertanyaan itu lagi-lagi mengingatkan Tampan kejadian penolakan tadi siang.

"Belum, gurunya nggak mau," jawab Tampan.

"Kenapa nggak mau?" heran Lea.

"Karena...." Tampan menggantung ucapannya, tidak tega untuk meneruskannya, raut wajahnya semakin lusuh.

"Karena?" Lea menunggu, semakin penasaran.

"Karena katanya, gue terlalu bodoh."

"HUAKAKAKAKAKAKAKA" tawa Lea langsung meledak dengan kencang. Bukannya kasihan dengan adiknya, Lea malah terhibur dengan jawaban Tampan yang tak di duganya.

"Puas-puasin ketawanya!" decak Tampan kesal.

Lea berusaha mengurangi tawanya, ia menepuk-nepuk pundak sang adik.

"Akhirnya ada yang nyadarin lo, kalau lo sangat bodoh Pan."

"Nggak usah diperjelas Kak!" cerca Tampan, amarahnya mulai naik.

"Lo mau gue kasih saran nggak?" ucap Lea tiba-tiba menjadi serius.

"Apa?"

"Langsung nikah aja habis ini. Tutup buku, buka tenda biru. Biar nggak ada yang ngatain lo bodoh lagi."

"KAAAKKK!!!" teriak Tampan, emosinya memuncak tinggi.

Sedangkan, Lea sudah langsung kabur dengan tawa meledak-ledak, seolah puas meledeknya. Tampan mendecak kasar, kenapa nasibnya begini amat. Punya kakak-kakak yang tidak punya hati dan kejam mulutnya!

Tampan kembali merebahkan tubuhnya di sofa, menatap TV dihadapannya lagi.

"Nikah muda enak nggak ya?"

*****

Cantik menata snack-snack di rak, menambahkan jumlah stock dan memperbaiki urutannya. Seperti malam-malam sebelumnya, Cantik melakukan pekerjaanya di minimarket. Lelah? Tentu saja. Tapi, Cantik berusaha menikmatinya saja.

"Cantik, bisa saya bicara sebentar?"

Cantik menoleh ke belakang, tiba-tiba dia dipanggil oleh pemilik Minimarket.

"Iya Pak."

Cantik segera berjalan mendekati pria parah baya tersebut. Cantik diam berdiri dihadapan bosnya, menunggu saja. Cantik memperhatikan bosnya terlihat gundah. Sebenarnya ada apa?

"Jadi gini Cantik," pria itu mulai bersuara. "Saya sebelumnya minta maaf sebesar-besarnya ke kamu, kalau yang saya sampaikan ini akan menjadi kabar yang kurang enak."

Cantik menghela napas pelan, mencoba menyiapkan segala kemungkinan agar tidak membuatnya down.

"Minimarket ini akan saya jual ke teman saya karena saya dan keluarga saya akan pindah ke Surabaya. Dan, pemiliknya berkata hanya butuh satu karyawan saja yang bisa kerja dari pagi sampai sore. Karena saya tau kamu masih sekolah, jadi saya tidak bisa rekomendasikan kamu."

Cantik mulai mengerti ara pembicaraan bosnya. Hati Cantik terasa pedih mendengarnya.

"Maaf Cantik, kamu tidak bisa lagi kerja disini mulai besok. Maaf kalau saya pecat kamu tiba-tiba seperti ini. Tapi tenang saja, saya akan tetap kasih kompensasi ke kamu."

Iya. Memang sangat tiba-tiba, itulah yang dirasa Cantik. Dia di pecat padahal dia sangat butuh pekerjaan ini.

"Sekali lagi saya minta maaf Cantik. Semoga kamu bisa mengerti."

Cantik mengangguk lemah. "Iya Pak."

Hanya kalimat itu yang bisa Cantik ucapkan, ia tak bisa melawan karena dirinnya juga bukan siapa-siapa. Cantik setidaknya masih bersyukur dan berterima kasih kepada Bosnya yang sudah mau memperkejakannya walau hanya lima jam saja.

****

Cantik selesai melakukan pekerjaanya, ia keluar dari minimarket dengan tangan membawa amplop putih panjang yang merupakan uang kompensasi dari Bos-nya. Cantik menoleh sebentar, melihat minimarket tersebut.

Dia tidak akan lagi bekerja disana. Satu pekerjaanya sudah hilang. Cantik tak menyangka sama sekali, hari ini dia akan di pecat dari pekerjaanya.

Bagaimana sekarang? Bagaimana Cantik bisa menghidupi kebutuhannya selama satu bulan kedepan. Cantik harus segera mencari pekerjaan lain untuk tetap bisa bertahan hidup.

Cantik tak bisa berkata apa-apa lagi. Sedih? Tentu saja.

Tapi tidak ada yang bisa Cantik lakukan. Menangis? Cantik sudah lupa caranya. Berteriak? Marah? Ke siapa?

Tuhan pun tidak pantas untuk Cantik salahkan. Cantik akan mengganggapnya sebagai ujian. Cantik yakin, Tuhan sudah menyiapkan jalan terbaik untuk dirinnya.

Cantik kembali melanjutkan langkahnya, pergi meninggalkan minimarket. Dipecat sangat tiba-tiba adalah hal yang tak pernah Cantik pikirkan. Terjadi sangat cepat sekali.

Sepanjang perjalanan, Cantik terus berpikir, dimana dia bisa mendapatkan pekerjaan?

****

Sepanjang malam, Cantik tidak bisa tidur. Pikirannya terus berpikir apa yang harus dia lakukan? Bahkan, pagi-pagi buta ia sudah keluar dari kamar dan melakukan bersih-bersih rumah, berharap pikirannya sedikit tenang.

Setelah menyelesaikan aktivitasnya, Cantik berjalan keluar rumah, duduk diteras rumahnya. Cantik lagi-lagi harus berpikir.

"Kerja apapun yang penting halal Cantik!"

****

Cantik memegangi ponselnya sangat erat. Hampir dua jam Cantik berada di teras rumahnya, dari pukul enam pagi hingga delapan pagi. Untung saja hari minggu, jadi Cantik bisa tetap dirumah sembari fokus berpikir masalah pekerjaanya.

Cantik sedang gundah, sejujurnya sejak semalam Cantik selalu teringat akan tawaran dari seseorang. Cantik terus mempertimbangkan kembali pekerjaan tersebut, pekerjaan yang sebenarnya tidak ingin dilakukannya. Tapi, sepertinya tidak ada pilihan lagi untuknya.

Apa Tuhan benar-benar sedang menunjukkan jalan baik untuknya?

Cantik menatap lagi kontak nama itu. Berkali-kali pula ia meragu untuk menghubungi kontak tersebut.

"Entahlah. Semoga ini keputusan yang tepat."

Cantik meng-klik kontak tersebut dan membuat panggilan. Cantik merasa sedikit gugup. Apa yang harus dikatakannya?

Sambungan terhubung.

"Hallo Tampan. Maaf ganggu. Ini saya Cantik." 

****

#CuapCuapAuthor

Hayo. Cantik bakalan ngomong apa ke Tampan?

Kira-kira respon Tampan gimana?

Ada yang bisa nebak nggak?

Penasaran dengan lanjutannya? 

Ditunggu segaraa yaaa ^^ 

Biar aku semakin semangat nulis lanjutannya, jangan lupa COMMENT DAN VOTE dari kalian selalu paling ditunggu yaa ^^

Dan, bantu promosiin cerita GARDENIA di Snapgram kalian yaa dan tag ke Instagramku @luluk_hf . Share juga cerita GARDENIA ke teman-teman kalian, biar ikutan baca GARDENIA ^^

Terus baca GARDENIA yaa. Jangan bosan-bosan dan selalu suka GARDENIA. Support GARDENIA terus ^^

THAANKK YUUU SO MUCH AND LOVEE YUUU MUCH ^^


Salam, 


Luluk HF 


Continue Reading

You'll Also Like

612K 29.5K 46
selamat datang dilapak ceritaku. 🌻FOLLOW SEBELUM MEMBACA🌻 "Premannya udah pergi, sampai kapan mau gini terus?!" ujar Bintang pada gadis di hadapann...
6.1M 262K 58
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
779K 28.4K 50
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
5M 265K 60
Dia, gadis culun yang dibully oleh salah satu teman seangkatannya sampai hamil karena sebuah taruhan. Keluarganya yang tahu pun langsung mengusirnya...