Lovely Glacie (Terbit; Penerb...

By honeydee1710

512K 55.9K 17.8K

(PART TIDAK DIHAPUS) Glacie : Aku pernah mencintainya. Sekarang, mungkin aku masih mencintainya. Aku menikahi... More

Dear Readers
Please, don't open! This's just a joke.
Descent Past
New Beginning
Just After My Fall
Imperfect Life
Breath, Pray, Love
Picture of Us 1
Song of the Party
The Drama
Call Me By His Name 1
Call Me By His Name 2
Heart of Mine
Under the Sun
Insecure
Third Person
Broken Wings
Melancholia
Heath : Confession
Pictures of Us 2
Heath; Ashes to Ashes
Heath; Birthday Wish
Lovely Glacie
Girls in His Life

Heartgasm

19.8K 2.5K 817
By honeydee1710

Paginya, aku bangun dengan tubuh yang capek banget. Aku menggeliat di tempat tidur. Bantalnya kosong. Aku sendirian. Aku berbaring lagi. Kusisipkan tangan ke bawah bantalnya. Udara yang kuhirup masih sangat beraroma percintaan. Waktu mandi, kakiku masih gemetar. Aku duduk di samping bak mandi menunggu air hangat terisi penuh. Tenggorokanku kering banget. Aku sampai minum dua gelas sekaligus.

Tubuhku merinding mengingat yang dilakukan Heath semalam. Aku nggak tahu aku bisa seperti itu. Heath bikin aku mengambang di antara sadar dan nggak. Bibirku masih terasa bengkak. Nggak cuma bibir, seluruh tubuhku terasa nggak keruan. Ya ampun, cuma mengingat begini saja, jari kakiku sampai mengerut.

Aku pengin dia lagi.

Dia di dapur, menggendong Vi. Di tangan Vi ada pisang yang sudah dimakan separuh. Dia berbicara pada Mila yang berdiri di sebelahnya. Mila berpaling padaku. "Hai, Mommy!" Anak itu memelukku.

Waktu menggendongnya, rasanya bagian belakang sampai ke pahaku sakit.

"Kamu sudah makan?" tanyaku setelah menciuminya.

"Sudah. Mommy, Daddy mau ajak aku naik kuda lagi."

Aku membawanya berjalan ke meja dapur. "Oh, ya? Terus yang lain mana?"

Heath memeluk pinggangku dan menciumku. "Selamat pagi, Mommy. Yang lain ada di belakang bersama Lou dan Mary. Mereka membuat rajutan bersama Nanna."

"Kenapa kamu biarkan aku kesiangan?"

Dia mengecup bibirku. "Kukira kamu butuh tidur lebih lama. Aku tidak enak mengganggumu mengorok," jawabnya sambil mengusap punggungku. "Bagaimana kabarmu?"

"Parah," jawabku.

Dia mengangkat alis, menungguku menjelaskan.

"Aku kayak korban perang."

Sambil tertawa, dia menempelkan tangan di punggungku dan menggiringku ke teras belakang. Dia berdiri sangat dekat denganku untuk berbisik, "Kamu seksi sekali."

"Masa?" Kukira dress biru selutut ini sama sekali nggak seksi. Dress ini nggak ada bentuknya dan nggak ada motifnya. Ini cuma baju biasa dengan kanding depan dari atas sampai bawah.

Sophia sedang ngobrol dengan Lou. Rosie memainkan spagetinya sampai berantakan. Tapi, kelihatannya dia masih berniat menghabiskan makannnya itu. Mila bergabung dan membuat spageti mereka makin berantakan.

"Pagi, Ma!" sapaku sambil mencium kepalanya. "Hi, Lou! Apa yang kalian kerjakan."

Heath menarik kursi untukku dengan satu tangan, lalu menurunkan Vi di kursi sebelahnya. Anak langsung makan stroberi dan apel sekaligus.

"Mau makan apa? Sophia membuat makanan untuk satu minggu," kata Heath dengan suara keras agar Sophia mendengarnya.

Sophia tertawa. "Kukira kalian kelaparan setelah membuat keributan semalam." Dia menurunkan kacamatanya ke hidung, lalu memandangku dengan tatapan menuduh. "Lain kali lakukan di kamar. Cucu-cucuku jadi susah tidur gara-gara kalian."

Heath terbahak-bahak. Wajahnya sampai merah saking serunya dia tertawa. Wajahku mungkin juga merah, bukan karena ketawa. Malu! Sumpah!

"Masa sih kedengaran, Ma?" bisikku saat Heath memperbaiki tempat duduk Vi.

Sophia tersenyum. "Aku bersyukur mendapat tempat tidur di atas.

Astaga! Kok aku nggak sadar sih sudah ribut gitu? Iya aku memang bersuara gitu. Tapi, masa sampai ke kamar Sophia? Apa ini juga alasan Heath bikin kamar kami jadi kedap suara?

"Mommy, aku mau lihat ayam," kata Rosie.

"Habiskan dulu makananmu, baru kita bermain dengan ayam," kata Sophia sambil mengelap mulut Rosie yang belepotan saus keju.

"Mommy nggak ikut?"

"Ikut dong--"

"Lihat ayam dengan Nanna saja," potong Sophia. "Mommy ada urusan dengan Daddy."

Heath tersenyum. Aku meremas tangan Sophia. "Aku nggak apa-apa, Ma." Aku melotot buat ngasih kode keras.

Dia mengerutkan kening. "Kalian sudah dua minggu menikah tanpa melakukan apa-apa. Kalian butuh waktu untuk melakukan apa-apa. Siapa tahu cucuku bertambah lagi." Sophia terkekeh.

Aku menahan rasa malu sambil menyendok risotto buatan Sophia ke piringku. Kok Sophia bisa tahu kalau aku nggak ngapa-ngapain kemarin? Apa aku heboh banget sampai dia tahu itu malam pertama kami?

Bagaimana perasaan Sophia? Apa dia nggak memikirkan Dave?

Waktu membereskan piring setelah sarapan, aku memberanikan diri bertanya pada Sophia, "Mama... uhm... nggak apa-apa?"

Dia mengerutkan alis padaku. "Aku sehat. Kenapa?"

"Uhm... maksudku... mama... uhm...."

Sophia berhenti menumpuk piring kotor dan berkacak pinggang padaku. "Apa yang ingin kamu bicarakan? Jangan menyimpan perasaan padaku."

Aku tersenyum geli. Sophia sama sekali nggak punya bakal jadi mertua judes. Wajahnya selalu terlihat tersenyum seperti anaknya.

"Aku cuma kepikiran apa Mama memikirkan... Dave. Mama tahu, kebanyakan ibu mertua nggak ikhlas istri anaknya menikah lagi."

Dia tertawa. Dikibaskan tangannya seperti mengusir lalat. "Sekali lagi kamu bilang begitu, tidak akan pernah lagi kubuatkan es krim taro kesukaanmu."

"Mama!"

"Glacie, perlu kamu catat, jangan samakan aku dengan orangtua lain. Kamu juga tidak boleh menjadi orangtua seperti itu nanti. Sudah kukatakan, aku menyayangi Heath seperti anakku sendiri. Aku juga sangat mencintaimu. Aku tahu yang kamu rasakan. Mendengar... uhm, kelakuan kalian semalam, aku berdoa terus sampai tidur, Nak. Aku berdoa untuk kebaikan kalian. Kuharap Tuhan mendengar doaku dan mengabulkannya. Yang kuinginkan saat ini hanya melihat kalian bahagia seperti itu terus."

Kupeluk dia erat-erat. "Terima kasih, Mama."

"Buatkan aku cucu lagi. Aku ingin cucu laki-laki seperti Archie dan River. Nanti kalau hamil, aku akan menjagamu agar anakmu tidak jadi bucin seperti Archie."

Aku terbahak-bahak. Mungkin tertawaku terlalu keras. Heath yang sedang menemani anak-anak bermain dengan kelinci di halaman sampai menoleh. Aku jadi malu sendiri.

Dulu, pas sama Dave, aku bisa ngakak sepuasnya. Kayaknya lepas banget. Aku nggak pernah takut berbuat salah. Aku nggak pernah takut gila-gilaan. Aku bisa heboh jingkrak-jingkrak sambil main hujan atau hal gila lainnya. Sama Heath, aku nggak enakan. Rasanya malu kalau dilihat salah sama dia. Dia memang nggak pernah komen yang aneh atau julid kayak Drey. Lihat aku ngakak gitu juga dia cuma tersenyum lebar. Tapi, hatiku yang resah. Nggak tahu deh. Pokoknya, rasanya aku takut salah.

Mungkin karena Heath pendiam, ya? Aku jadi lebih segan sama dia.

Setelah memandikan dan menidurkan Vi, Sophia minta izin mengajak anak-anak ke kandang domba. Katanya domba di sana mau dicukur. Lou mengajak mereka melihat cara mengolah bulu domba.

"Heath di istal. Siapa tahu kamu mencarinya," kata Sophia sambil berkedip.

Eh? Kenapa aku cari Heath? Nggak ah. Kasihan dia kalau kuganggu terus pas kerja.

Tapi, waktu membereskan kamar, aroma bantal Heath bikin aku merinding. Buru-buru aku pakai parfum dan melompat-lompat ke kandang kuda. Rasanya seperti mau ketemuan sama pacar.

Di sana, dia sibuk menggosok kuda hitamnya. Sambil menyikat, dia bergumam seperti sedang bicara dengan kuda itu.

"Heath?"

Dia berpaling dari kudanya. "Di sini bau, Bee. Kenapa ke sini?"

"Masa istri peternak kuda nggak tahu bau kandang kuda?" Aku duduk di bangku kayu kecil di dekatnya. "Enak ya jadi kuda."

Dia mengganti sikat kudanya. Kali ini dia menyikat surai dan ekor kuda. "Kenapa?"

"Bisa dijamah sama kamu."

Dia tertawa. "Apa kamu tidak punya pekerjaan lain selain menggoda koboi?"

"Kukira menggoda-goda suami orang itu tugasku."

Dia berhenti menyikat kuda untuk tersenyum padaku. "Nanti suamimu marah, Mrs. Grahamm."

"Kamu seksi sekali. Coba lihat kaus basahmu itu. Bikin aku ngiler. Hot!"

"Ini?" tanyanya sambil menunjuk bagian depan kaus basahnya. Waktu aku mengangguk, dia mengambil air dan menyiram lagi kaus itu sampai basah kuyup. "Bagaimana sekarang? Apa aku sudah lebih dingin?"

"Kenapa koboi itu seksi?"

Dia mencebik. "Sebenarnya, koboi tidak seksi, Bee. Koboi berasal dari cow dan boy. Ini sebutan untuk penggembala sapi. Di Texas ini tidak subur. Sulit sekali mendapat rumput. Jadi, penggembala sapi membawa sapi-sapinya ke tempat yang banyak rumput. Kadang mereka butuh berhari-hari hanya untuk mencari rumput dan air. Jika di perjalanan ada yang membeli sapi, mereka akan melepaskan sapi itu."

"Terus buat apa bawa senapan dan laso?"

"Senapan untuk menakuti anjing liar dan hyena. Juga untuk mengusir pencuri ternak. Laso untuk menangkap sapi yang lari atau sapi yang masuk ke sumur seperti waktu itu." Dia merendam sikatnya dengan air. "Film Hollywood yang mengubah pandangan orang tentang koboi. Mereka memilih lelaki seksi untuk menjadi koboi. Siapa yang tidak tergila-gila pada lelaki tampan, luntang-lantung, bisa menembak, melawan penjahat, dan bersikap seenaknya?"

"Kamu mendeskripsikan diri sendiri?"

Dia tertawa. Sampai membuang air sisa memandikan kuda, dia masih terus tertawa.

"Ngomong-ngomong, lukamu sudah sembuh?"

"Belum. Rasanya sakit sekali."

"Eh? Yang benar? Apa kamu nggak perlu ke dokter?"

Dia menatapku lama-lama dengan senyum yang bikin bibirnya terlihat tipis sekali. "Kalian memang sama."

"Siapa?"

"Kamu dan anak-anak." Dia menggeleng. "Kalian mudah terharu dan khawatir."

"Nggak bagus ya kalau kayak gitu?"

"Bagus. Memang seharusnya gadis-gadis seperti itu. Hanya saja, kita perlu menjadikan anak-anak sedikit lebih tegas untuk menjaga mereka dari orang yang hanya memanfaatkan saja."

"Biar nggak kayak aku, ya?"

"Hei," dia mendongakkan daguku. "Kamu sudah belajar banyak sekarang."

Reggie dan beberapa pekerja laki-laki yang nggak kukenal masuk untuk membersihkan kotoran kuda. Mereka memasukkan kotoran kuda dalam ember besar. Begitu kotoran itu bersih, mereka menyemprot kandang dengan air bertekanan tinggi. Jauh deh dengan kandang yang pernah kulihat waktu kecil. Lihat, kuda-kudanya juga klimis dan ganteng disikat terus begitu.

"Mau dibawa ke mana kotorannya?"

"Kami mengumpulkan kotoran untuk dijadikan pupuk. Sebagian kami keringkan dan kami taburkan ke rumput dan tanaman di sekitar rumah. Ini pupuk organik, tapi buruk untuk anak-anak. Aku mengkhawatirkan bakteri di dalamnya. Pastikan anak-anak selalu memakai sepatu saat ke luar rumah, Bee," jelas Heath saat mencuci tangan di keran tempat mengisi minum kuda.

Reggie dan temannya membersihkan kotoran dan jerami sisa sampai bersih. Mereka juga mengumpulkan jerami baru untuk dikunyah kuda-kuda itu. Sepertinya mereka benar-benar memastikan kuda-kuda ini bersih dan sehat.

"Buat apa orang membeli kuda?"

"Tunggangan, pacuan, hiburan, atau diwarnai untuk sekadar peliharaan orang kaya. Setiap kuda punya karaker yang berbeda. Kalau Drey tidak melarang, Claire mau membawa satu ke LA."

"Aku baru tahu kalau patah hati bisa bikin orang jadi sukses begini. Kukira aku sendiri yang melakukan usaha mati-matian buat move on dari kamu," kataku, memperhatikan wajah tampannya yang berkeringat. Rambutnya lengket di dahi dan pelipis. Keringat berlomba turun lewat hidung dan pipinya, menghilang di antara berewoknya yang makin lebat.

"Waktu itu, aku sangat ingin kembali, Bee. Aku sangat ingin bersamamu lagi. Aku mabuk di ujung kandang itu," dia menunjuk sudut gelap yang ada kursi goyang kayu bobrok. "Tiga hari aku di situ hanya dengan minuman samlai Reggie menemukanku dan membawa ke rumahnya. Lou menyelamatkanku. Itu ulang tahun terburuk dalam hidupku."

Kusentuh dadanya untuk merasakan detak jantungnya yang selalu terasa cepat. "Apa rasanya, Heath? Apa rasanya melihatku jadi milik orang lain?"

"Seharusnya menyakitkan." Dia tersenyum. "Yang semalam itu sudah membuatku lupa bagaimana rasanya." Dia menarik pinggangku merapat, membelaiku dengan lembut. "Yang kuingat hanya suaramu, Bee."

"Ka-kamu nggak punya niat main di kandang kuda, kan?"

Dia mengangkat bagian belakang rokku dan mulai menjelajah. "Ini salah satu impianku sejak dulu. Ya, Tuhan. Apa yang sudah kulakukan sampai membuat yang di bawah ini menangis?" Dia menggigit bibir. "Kamu menginginkanku?"

"Ng-nggak." Kupegang bahunya erat-erat, bukan takut jatuh. Aku merinding.

Tangannya makin liar di balik celanaku. "Ayolah. Mengaku saja tidak apa-apa. Lihat... kamu basah kuyup. Ada badai di bawah ini." Dia mengangkatku duduk di pagar kayu tebal. Dengan cepat, dia menarik celana dalamku.

Aku nggak bisa ngomong lagi. Dia mengangkat kaki kiriku dan menurunkan celananya sendiri. Hal terakhir yang kudengar jelas adalah saat dia berteriak, "GET OUT, REG! GET OUT!"

***

Anu... rumahnya gede, Mas. Kenapa main di kandang kuda, sih? Wkwkwkwk...

Gimana part ini? Kalian bahagia?

Bagus. Saya cuma mau bilang, nikmati yang bahagia-bahagia ini sebaik-baiknya sebelum masuk ke bagian kalian nangis sesenggukan karena ada satu kematian di sini. Satu kematian yang membuat hidup Glacie jungkir balik lagi.

Ngakak setan dong saya.

Sebenarnya, part nana-nina Heath dan G masih panjang. Tapi, karena di part yang lalu banyak yang komentar belum cukup umur, maka saya hapus bagian nana-nina mereka. Saya sudah berunding dengan teman-teman di grup Not Little Bee. Daripada ada yang repot terus story ini hilang, lebih baik saya ambil jalan aman. Makanya part ini terasa lebih pendek dari sebelumnya.

Nanti, bagian tersebut akan ada di buku Lovely Glacie.

See you next part, ya.

Nikmati ya masa-masa bahagia G dan Heath. Penuh bunga, lho di sini. ♡♡♡

With love,

Honey Dee

Continue Reading

You'll Also Like

68.1K 3.5K 21
Spin off dari LUCIUSERA (ini tentang Xavier, anak dari Lucius & Sera) ***** Xavier, si putra mahkota yang ditunjuk Ratu Zenith, akan dinikahkan denga...
8.2K 945 40
SEKUEL THE DARK DESIRE : Kinara 'Ara' Hartono. 21.Agen muda Badan Intelijen Indonesia yang memiliki senyum cantik dan secerah matahari. Bertekad menj...
19K 4.2K 15
Sebuah kisah sedih yang terjadi di antara seorang wanita rapuh penyandang beasiswa di sebuah universitas dengan seorang bad boy yang kurang kasih say...
91.3K 8.8K 19
Usia 28 tahun membuat Marly dikejar kewajiban untuk menikah. Patah hati membuatnya belum ingin menikah. Namun, ibu dan keluarganya menjodohkan Marly...