Fairytales

By paleocene

18.1K 769 1.2K

OS gadungan :'( More

Hi, Peri Cantik!
Pilih Kamu Aja
Pilih Kamu Aja (2)
Gen 4 With Luv💜
Nasib LDR-an
Kang Gombal Cemburu
Bertemu
My Beloved Bad Girl
Happy Birthday
Takkan Kemana
You
7 Days
(You) and I
Menjelang Patah Hati
Waiting For (You)
Patah Hati Sebenarnya
Masih Saling
Sosok Baru
Alasan
Congratulations
Sekali Ini Saja
Heart Shaker
Ribut
Hot Choccolate & Penyihir
One Step Closer
LDR Paling Jauh
Jinan Berulah
Si Jiban
Sweet Chaos
Ungkapan
Hari Bersamanya
Falling for You
Peri Cintaku
Zona Nyaman Jinan
Beautiful
Sembuh
Berdua Bersama
Hug
Happy Jinan Day
Jinan vs Badrun
Aku Ramal..
Yessica, I Love You!
Dewata Island
Only Today
Balikan Yuk!
Downpour
Above The Sky
Jangan Hilangkan Dia
Jinan

Bukan Dilan

272 15 11
By paleocene

Aku punya cerita, kalian baca ya..

Namaku Made Devi Ranita, kalau terlalu panjang panggil saja Devi, atau terserah mau panggil apa. Asal jangan sayang, karena cuma dia yang boleh. Hehe

Aku seorang mahasiswa DKV di sebuah universitas di kota Denpasar, Ravenclaw University. Aku masih semester tiga. Anak terakhir dari dua bersaudara. Kakakku seorang perempuan, ia kuliah di Jepang. Papahku arsitek sedangkan Mamahku jurnalis.

Sudah cukup perkenalannya? Apa kau ingin tahu sedikit tentang dia? Baik, aku akan ceritakan. Duduklah, jika perlu ambil camilan.

Ravenclaw University, 2018

Hm, hari pertama perkuliahan setelah 3 hari kegiatan ospek. Aku berangkat diantar oleh Papahku. Setelah berpamitan dan mencium punggung tangan Papah, akupun mulai memasuki area kampus.

"Depiii..!"

Kulihat dua orang berlari mendekat ke arahku. Mereka Melati dan Fia, sahabatku. Kami bertiga lalu berjalan menuju gedung fakultas kami, lumayan jauh dari gerbang utama. Sekitar 500 meter.

"Hai Devi. Mau naik?" Seorang pemuda dengan sepedanya berada di sebelahku.

"Engga." Jawabku seperti biasa.

Kami bertemu ketika hari pertama ospek. Dia yang menunjukkan gedung fakultasku saat aku kebingungan mencarinya. Dan sejak hari itu, anak ini sering muncul di hadapanku dan menawarkanku untuk naik sepeda bersamanya. Jangan berpikir aku mengenalnya, tahu namanya pun tidak.

"Hanya menawarkan, barangkali kamu berubah pikiran. Duluan ya." Diapun berlalu meninggalkan kami bertiga. Dengan kedua temanku yang tidak berhenti mengatakan 'ciee' padaku. Menyebalkan.

***

Hari berganti begitu cepat, satu semester telah aku lalui di sini. Bersama teman-teman baru dan manusia aneh itu yang ada dimana-mana.

Seperti sekarang, dia mengikuti kelasku. Aku tahu dia bukan anak DKV tapi entah bagaimana bisa berada di sini. Dan ia duduk di sampingku.

"Ah, Tuhan benar-benar tidak main-main ya ketika menciptakanmu." Ucapnya berbisik. Aku mendengarnya, tapi aku abaikan saja.

"Kamu tau nama dosen yang sedang mengajar itu?" Tanyanya.

"Tau." Jawabku singkat.

"Wah aku ingin jadi dia, biar kamu tau namaku juga."

Haish, manusia ini. Selalu saja mengucapkan kalimat aneh.

"Sepertinya kamu tidak suka aku di sini, padahal aku menyukaimu."

Kau dengar apa yang dia katakan? Kau mau tahu perasaanku? Entahlah, tapi aku degdegan.

"Hei kamu, Burhan! Apa kamu anak kelas ini?" Ucap dosen yang mengajar pada manusia aneh di sebelahku.

"Saya?" Tanyanya sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Iya kamu yang dari tadi mengajak ngobrol anak murid kesayangan saya tapi diabaikan." Ujar Pak Bambang, dosenku itu. Seisi kelas tertawa mendengarnya, kecuali aku. Fia dan Melati yang tertawa paling keras.

"Ah, saya hanya salah masuk kelas Pak. Saya akan keluar." Ucapnya.

Sebelum keluar ia meletakkan sebuah sticky note di mejaku. Kemudian berlalu.

"Pak, apa dia murid kesayangan Bapak?" Tanyanya setelah sampai di depan Pak Bambang.

"Iya, karena dia pintar. Kenapa?" Jawab pak Bambang.

"Tidak apa, salam untuk dia ya Pak. Saya juga menyayanginya." Ia tersenyum ke arahku.

Kelas menjadi gaduh karena ucapannya. Sedangkan aku sendiri hanya menunduk, antara malu dan hmm, senang.

"Kamu sudah menyampaikannya sendiri barusan." Pak Bambang menatapnya tajam.

"Ah, maksud saya sampaikan selalu ketika Bapak mengajar di kelasnya."

"Romantis sekali ya kamu ini." Ucap Pak Bambang setengah meledek.

"Tidak juga. Terimakasih Pak, saya ijin keluar. Oh iya, nama saya bukan Burhan Pak." Ia tersenyum lalu ke luar dari kelasku.

"Itu pacarmu Devi?" Tanya Pak Bambang.

"Bu-bukan Pak." Ucapku gugup. Lagi, seisi kelas ribut. Fia dan Melati tak hentinya menggodaku.

Aku tau, kau penasaran kan dengan apa yang dia tulis di sticky note itu? Bacalah sendiri!

Namaku Jinan. Ingat, Jinan! Bukan Dilan apalagi Burhan. Hati-hati di jalan pulang nanti, karena aku masih ingin melihat senyummu untuk besok dan hari berikutnya

Hari itu pertama kalinya aku mengetahui namanya, dan hari itu pula pertama kalinya aku balas tersenyum. Meskipun setelah ia keluar dari ruangan. Jinan. Ya, akan aku ingat.

Ternyata dia, ehm karena sudah tahu namanya lebih baik aku sebut. Jinan adalah anak seni musik. Gedung fakultasnya tak jauh dari gedung fakultasku. Pantas saja, huh!

***

Menjelang akhir semester dua, aku merasa mulai dekat dengannya. Ketika bertemu dan ia mengajakku berbicara, aku tak lagi mengabaikannya seperti dulu. Kadang kita saling bertukar kabar melalui ponsel. Entahlah, dia berhasil menghilangkan sikap ku yang cuek padanya. Sedikit banyak juga aku mengetahui tentang dirinya.

Namanya I Made Jinan Adinatha. Tentu saja dia anak kedua. Dia memiliki seorang kakak perempuan. Ayah Jinan seorang polisi, sedangkan Bundanya seorang guru musik.

Dia tak semenyebalkan yang kukira. Jinan itu lucu, dan penuh kejutan. Sedingin apapun sikapku padanya, ia akan selalu menemukan cara untuk mencairkannya.

Aku ingat, hari itu hari Rabu. Aku berada di taman fakultas sedang belajar untuk presentasi esok hari. Aku duduk di kursi kayu panjang berwarna putih. Entah darimana datangnya, tiba-tiba Jinan muncul sambil membawa gitar. Ia memberiku kertas yang telah diremas menjadi seperti bola, lalu duduk di rerumputan tepat di hadapanku.

"Hai." Dia kemudian menyapa, lengkap dengan senyuman.

"Hai. Ini kertas untuk apa?" Tanyaku setelah membalas senyumnya.

"Pegang saja dulu." Jawabnya, aku mengangguk.

"Ngapain di sini?" Tanyaku lagi

"Menjalani kehidupan." Jawabnya.

"Serius!" Aku menatapnya tajam.

"Aku mau nyanyi. Dengar ya. Kalau suaraku bikin kamu sakit perut, lempar saja dengan kertas itu." Ia menatapku sembari tersenyum. Jujur saja, senyumnya sangat manis. Akupun mengangguk.

Ia mulai memetik gitarnya dan memainkan intro dari lagu yang akan ia nyanyikan.

Cerita kita tak semanis dongeng
Atau bagai drama sinetron cengeng
Kau bukan artis ku bukan pujangga
Namun kisah ini sangat berharga

Kau tau? Suaranya bagus. Aku mulai tersenyum melihatnya bernyanyi.

Hingga rambutmu memutih
Hingga perutku membuncit
Hati ini takkan pernah tua

Aku ikut larut dalam dunianya, meskipun aku tak tahu lagu apa yang sedang ia nyanyikan. Bahkan tak ada niat sedikitpun untuk melemparkan kertas yang tadi ia berikan padaku.

Kita memang bukan pasangan sempurna
Bukankah Tuhan mengirimmu untuk melengkapi ku?
Aku tidak perlu punya segalanya
Selama kau ada di sini
Hidup kan baik-baik saja

Aku menatapnya yang sedang serius bernyanyi. Tatapan kita pun bertemu. Sesekali aku tersenyum mendengar kalimat lagu yang ia nyanyikan.

Menikmati hujan sambil berdendang
Berpegang tangan saat senja datang
Senyumanmu membuat nyali ciut
Jangan bersedih, kau jelek jika cemberut

Aku tak dapat lagi menahan tawa ketika mendengar lirik lagu yang dinyanyikannya. Lucu. Tapi...sweet. Hehe.

Kita memang bukan pasangan sempurna
Bukankah Tuhan mengirimi untuk melengkapi ku?
Aku tidak perlu punya segalanya
Selama kau ada di sini
Hidup kan baik-baik saja

Lagu yang dinyanyikannya pun berakhir, ia kemudian menatapku.

"Haha, tidak dilempar. Apa suaraku bagus?" Tanyanya seraya tertawa kecil. Aku mengangguk.

"Karena tidak dilempar, jadi bacalah." Perintahnya. Ia masih memasang senyum andalannya.

Ingin sekali aku meneriakinya seperti ini "Jangan selalu tersenyum seperti itu kalau kau masih mau jantungku baik-baik saja!" Tapi tentu saja tak pernah kulakukan.

Akupun mulai membaca kata demi kata yang dituliskannya pada kertas tersebut. Aku membelalakkan mataku, takut salah membaca.

Pasti lagu itu asing untukmu, itu lagu ciptaanku. Lagu yang diciptakan seseorang untuk pasangannya. Sayang sekali aku tidak punya. Apa kamu mau jadi pasanganku? Agar laguku menjadi lebih sempurna.

Aku menatapnya lekat seolah meminta penjelasan dari apa yang ia tulis.

"Aku menyukaimu, menyayangimu, dan jatuh hati padamu. Apa kamu mau jadi pacarku?" Ucapnya menatapku.

Aku masih diam, bingung harus menjawab apa. Jujur, aku juga menyukainya. Tapi apakah secepat ini? Hmm..

"Bagaimana?"

Setelah sekitar lima jam ehm lima menit terjadi musyawarah antara hati dan logikaku, akhirnya mereka mencapai kata sepakat. Aku menganggukkan kepalaku. Iya, aku menerimanya.

"Iya? Benar?" Tanyanya semangat.

"Iya, aku juga suka kamu." Ucapku tersenyum.

"Yesss!" Dia berdiri dan melompat senang.

"Kenapa?" Tanyaku heran. Apa sebegitu senangnya dia?

"Tidak. Aku senang kamu mau sama aku. Hehe. Karena aku sudah punya pasangan, jadi aku bisa nyanyikan lagu itu untuk pengambilan nilai ujianku nanti." Jelasnya.

"Oh jadi kamu nembak aku cuma buat pengambilan nilai?" Ucapku pura-pura marah.

Dia mendekat dan duduk di sampingku.
"Bukan seperti itu. Aku memang menyayangi kamu, karena itu aku berjuang. Soal lagu untuk pengambilan nilai, itu hanya bonus. Karena utamanya adalah kamu." Ucapnya sambil menggenggam tanganku.

"Iya aku tau, aku becanda." Aku tertawa melihat ekspresi wajahnya.

"Ternyata kamu juga bisa menyebalkan ya." Ia mengacak rambutku.

"Aku belajar dari kamu." Aku mencibir. Dia hanya tersenyum menatapku.

"Apa kamu masih ada kelas?"

"Engga. Kamu?

"Ini aku lagi belajar."

"Belajar apa deh?"

"Belajar bagaimana meluluhkan hati manusia sepertimu melalui musik."

"Manusia seperti apa yang kamu maksud?" Aku mendelik ke arahnya.

"Seperti bidadari, ah sepertinya kamu lebih cantik dari mereka." Ucapnya.

Hm, kau tau? Jika didekat Jinan aku merasa menjadi orang paling moody. Tadi aku kesal dengannya, tapi sekarang? Aku malah tersenyum malu-malu ke arahnya. Aneh, dasar Devi.

"Nanti kita pulang bareng ya? Naik sepeda, mau?"

"Mauuu!" Jawabku semangat. Entah, aku senang sekali hari itu.

Hari itu pertama kalinya aku mengiyakan tawarannya untuk ikut bersama menaiki sepeda miliknya.

Aku menyayangimu, Jinan.

***

Nah, begitu kira-kira ceritanya. Hm, itu hanya sepenggal. Banyak kisah lain ketika aku bersamanya. Jangan berpikir hanya cerita yang menyenangkan. Bahkan kita berdua pernah menangis bersama, ketika kelinci peliharaan Jinan mati.
Sepertinya ini karma. Aku sering mengatai Jinan aneh, sekarang aku jadi ikut aneh seperti dia.

Sudah ya? Aku harus bertemu dia sore ini di taman kota. Dia mau konser akbar katanya. Apa kau mau titip salam untuk dia? Tidak boleh!

End

Hallo👋

Btw yg tadi bukan beneran lagunya si Jinan ya😂
Itu lagunya Bang Fiersa Besari. Judulnya "Hidup kan Baik-baik Saja"

Continue Reading

You'll Also Like

932K 21.4K 49
In wich a one night stand turns out to be a lot more than that.
152K 5.5K 42
❝ if I knew that i'd end up with you then I would've been pretended we were together. ❞ She stares at me, all the air in my lungs stuck in my throat...
121K 5.1K 52
❥❥❥ [BNHA x Fem!Reader] ❛❛𝔸𝕝𝕝 𝕥𝕙𝕖 𝕣𝕚𝕔𝕙𝕖𝕤 𝕓𝕒𝕓𝕪, 𝕎𝕠𝕟'𝕥 𝕞𝕖𝕒𝕟 𝕒𝕟𝕪𝕥𝕙𝕚𝕟𝕘, 𝔸𝕝𝕝 𝕥𝕙𝕖 𝕣𝕚𝕔𝕙𝕖𝕤 𝕓𝕒𝕓𝕪...
214K 7.5K 98
Ahsoka Velaryon. Unlike her brothers Jacaerys, Lucaerys, and Joffery. Ahsoka was born with stark white hair that was incredibly thick and coarse, eye...