Elemetal Foréa

By TitanPTY

112K 4.3K 362

Aku tidak percaya tentang ramalan seseorang. Tapi, takdir punya rencana lain. Karena entah kenapa, seluruh ke... More

Prolog
Reizen I - Osilon Village : Part 1
Reizen I : Part 2
Reizen I : Part 3
Reizen I : Part 4
Reizen I : Part 5 (Last part)
Reizen II - Vânt City : Part 1
Reizen II : Part 2
Reizen II : Part 3 (Last part)
Reizen III - Weldron Forest : Part 1
Reizen III : part 2
Reizen III : Part 3
Reizen III : part 4 (Last part)
Reizen IV - Aéra City : Part 1
Reizen IV : part 2
Reizen IV : part 3
Reizen IV : part 4 (last part)
Reizen V - Weldron Forest 2 : Part 1
Reizen V : part 2
Reizen V : part 3 (last part)
Reizen VI - Ravenos City : Part 1
Reizen VI : part 2 ( Kitrino's POV)
Reizen VI : part 3
Reizen VI : part 4
Reizen VI : part 5 (last part)
Reizen VII : part 1
Reizen VII : part 2
Reizen VII : part 3
Reizen VII : part 4
Reizen VIII : part 1
Reizen VIII : Part 2
Reizen VIII : part 3
Reizen VIII : part 4
Reizen VIII : part 5 ( last part)
Reizen IX : part 1
Reizen IX :part 2
Reizen IX : part 3
Reizen IX ( Bonus Part: Lacie's POV)
Reizen IX : part 4
Reizen IX : part 5 (last part)
Reizen X : Duel of Destiny ( part 1)
Reizen X : part 2
Reizen X : part 3
Reizen X : Part 4
Reizen X : part 5 ( last part)
Reizen XI : Part 1
Reizen XI : part 2
Reizen XI : Part 3

Reizen VII : part 5 (last part)

1.7K 81 7
By TitanPTY

" Waaaa!"

Aku baru merapikan kembali lukisan yang miring saat tiba - tiba sang putri lari terburu - buru menaiki tangga dan menabrakku.

" Urg... " sang putri memegang kepalanya.

" Bisakah kau segera berdiri dari tubuhku?" Gumamku sambil menatapnya. 

" Hah? Oh! Maaf! " Sepertinya dia baru sadar kalau menimpa tubuhku. Dia segera berdiri dari tubuhku. Begitu juga aku. 

" Tidakkah kau tahu kalau berubahaya berlarian saat menaiki tangga? Untung saja kita tidak jatuh terguling - guling." Gerutuku sambil menepuk - nepuk bajuku yang terkena debu.

" Maafkan aku. Aku sedang terburu - buru! " Dia tersenyum meminta maaf. Senyum sama yang diberikan Kítrino kalau sedang meminta maaf.

" Sudah ya! " Sang putri sudah mulai menaiki tangga lagi. " Oh ya, jangan ceritakan pada siapa pun tentang di gua tadi! Termasuk kakak! " dan Sang putri sudah terburu – buru menghilang di balik tangga.

Dia pasti baru pulang dari goa itu. Dia masih memakai kaus lusuh lengan panjang yang gulung dan celana panjang. Mungkin dia mau ganti baju. Tadi dia memegang gaun berwarna hijau tozka. Sekarang sudah mendekati jam makan malam, makanya terburu - buru seperti itu. Entah apa alasannya dia rela sampai segitunya agar bisa memainkan pedang.

Aku menuruni tangga hingga lantai terbawah dan segera menuju pintu belakang yang terletak di dekat dapur. Berjalan secepat mungkin melewati ruang tengah. Aku berpapasan dengan para pengawal dan pelayan yang sepertinya sedang mencari sang putri. Sehingga mereka tidak menyadari keberadaanku. Dapur masih sama sibuknya seperti saat tadi aku menyelinap masuk. Aku juga langsung menuju pintu keluar memasuki taman indah yang sekarang dominan berwarna jingga karena pengaruh langit yang sudah memerah.

Aku berjalan cepat melewati taman dan segera melewati pintu jeruji. Jalanan sudah mulai sepi dari para pejalan kaki ataupun kereta kuda. Aku langsung menuju mess para tentara. Selama berada di kota ini aku tinggal di kamar Téchoun bersama Gin.

Aku sudah hampir sampai depan mess ketika aku melihat Téchoun dari arah balai latihan. Dia melambaikan tangan kearahku yang segera kubalas.

" Hai. Baru pulang dari bertemu pangeran? " Tanyanya.

" Umm. Mana Gin? "

" Dia tadi duluan ke mess." Téchoun terdiam. Lalu tersenyum. " Kau pasti bertanya - tanya apa alasanku menyarankanmu pada pangeran. Ayolah. Kita pindah ke atap mess. Aku akan menjelaskannya disana." Dia sudah masuk ke dalam mess.

Karena aku penasaran, aku mengikutinya hingga ke atap mess. Aku mengikutinya duduk di atas genteng berwarna biru tua.

" Jadi... Apa alasannya?" Tanyaku langsung.

" Hmm.. Tidak alasan khusus. Hanya saja, duel itu merupakan taruhan besar untuk Kítrino. Dia akan kehilangan tahta yang seharusnya memang menjadi miliknya. " dia berhenti sejenak. " Kau punya potensial lebih. Mintalah sekali lagi pada Néir untuk mengajarimu. Kau pasti bisa setara dengan Néir atau Zurgré. Terlebih dengan fisikmu yang lebih dari manusia. Itu merupakan keuntungan tersendiri bagimu dan untuk pangeran. Ada yang aneh dengan kerajaan akhir – akhir ini. Walaupun aku tidak tahu kenapa. Dan Kitrino tidak mau membicarakannya begitu juga Zurgré."

Kami terdiam, sibuk dengan pikiran masing - masing. Cukup lama setelahnya sebelum Téchoun kembali bersuara.

"Baiklah, Selamat berjuang!" Téchoun menepuk bahuku dan bangkit.

Dia sudah menuruni tangga tali kecil menuju kamar. Sementara aku masih duduk di atas genteng memandang bintang - bintang yang sudah mulai nampak dilangit yang gelap. Udara tidak dingin juga tidak hangat, jadi aku memutuskan untuk merebahkan diriku di genteng ini.

Kenapa mesti aku? Aku masih tidak mengerti. Padahal ini semua tidak ada hubungannya dengan diriku. Aku mengambil kalung yang kini sudah berada kembali di balik tunikku. Hanya ini satu - satunya petunjukku. Aku harap, segera setelah duel ini berakhir, aku bisa ke selatan mencari kepingan - kepingan puzzle yang tersisa.

***

Pagi - pagi sekali aku dibangunkan oleh patukan si burung hitam. Akhir - akhir ini aku baru menyadari dia akan mematukku kalau tidak mendapatkan jatah makanannya. Dimana pun aku berada, dia selalu tahu aku berada dimana saat jam makan tiba. Dan dari kemarin malam aku belum memberinya makan, jadi dia mematukku keras - keras.

Aku memberikan tikus putih terakhir yang khusus kusiapkan untuk si burung hitam. Aku memandang si burung hitam yang sibuk memakan tikus putih. Kalau kupikir - pikir sudah sebulan si burung hitam bersamaku dan sampai sekarang aku hanya memanggilnya si burung hitam. Aku harus memberikannya sebuah nama. Seperti yang disarankan oleh ibu penjaga perpustakaan itu.

" Mulai sekarang namamu Rezer ya, burung hitam."

Si burung hitam masih sibuk dengan makanannya. Tapi, sejenak dia memandangku ketika aku memberikan sebuah nama. Dasar burung aneh.

Aku bangun dari sofa yang sekarang menjadi tempat tidurku. Aku pindah ke kamar Téchoun dan Gin. Karena, setelah di jemput Pardaíle 3 minggu yang lalu, Zurgré tidak kembali lagi. Dan kamar yang kemarin aku tempati bersamanya dipesan atas nama Zurgré. Jadi setelah dia pergi, aku juga harus pergi.

Aku melihat sekelilingku. Yang lain masih tidur, aku keluar dari kamar dengan berjinkrak - jinkrak agar tak membuat yang lain terbangun.  Jam besar di dekat pintu keluar mess masih menunjukkan pukul 3 pagi. Harusnya aku kembali tidur, tapi aku juga tidak mau melanjutkan mimpi itu.

Aku keluar dari mess dan berjalanan malas menuju Pohon Legidösse. Jalan utama sepi. Hanya beberapa pelancong yang masih berada di jalanan jam segini.

" Vanir! "

Aku berbalik dan melihat Néir di ujung jalan utama yang sedang berjalan menuju kearahku. Aku menunggunya hingga sampai ke tempatku.

" Ada apa Néir? "

" Hanya menyampaikan pesan dari Tuan muda. Nanti siang, kamu diminta bertemu dengan Klav, pembuat pedang Tentara, untuk membuatkan sepasang untukmu." Néir memberikan sepucuk surat berwarna putih gading yang di tulis dengan tinta emas.

" Pedang? Aku kan sudah punya Aldebaran." Kataku sambil membaca surat itu. Surat itu sepertinya surat pengantar yang ditulis Kítrino untuk Klav.

" Karena pedangmu terlalu mencolok. Hanya kamu satu - satunya yang punya pedang merah berhiaskan batu rubi. Kalau kau gunakan pedang itu, Tuan muda takut nanti identitasmu akan ketahuan."

Aku memasukkan kembali surat itu ke amplopnya dan memasukkannya kebalik tunikku. " Baiklah. Dimana aku harus menemui Klav? "

" Kau bisa menemuinya di bengkelnya di jalan Çleir di selatan kota. Dan satu lagi pesan Tuan muda. Dia memintaku untuk melatihmu. Aku hanya punya waktu dari jam 3 pagi hingga 5 pagi. Kalau kau memang berniat, datang saja ke balai latihan. "

" Tentu saja aku mau."

" Kalau begitu sampai jumpa besok di balai latihan." Néir berbalik menuju kastil dan dia pun berlalu.

Aku melanjutkan perjalananku ke pohon Legidösse. Tentu saja tidak ada orang lain selain diriku di kompleks taman Pohon Legidösse ini. Aku langsung memanjat dan duduk di dahan yang menghadap ke gua yang kemarin digunakan sang putri untuk berlatih. Aku masih penasan dengan alasan sang putri kenapa segitu inginnya bisa menggunakan pedang.

Setelah beberapa saat menatap bintang - bintang dilangit, akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke gua itu untuk melihat - lihat. Aku sudah dimulut gua dan aku melihat seberkas cahaya. Jangan bilang....

Aku masuk kedalam gua. Dan ternyata dugaanku benar. Si putri memang ada disini. Dia tertidur dengan memegang sebuah longsword yang kelewat gede sambil sedikit menggigil. Sepertinya dia kelelahan lalu tertidur di sini. Dia tidur seperti anak kucing. Meringkuk di pojok gua.

" Hei. Jangan tidur disini." Aku mengguncang tubuhnya.

" Eng... Uh.. " Dia mengguman tidak jelas. Tapi, tiba - tiba dia membuka matanya dan panik. " Hah! Jam berapa sekarang?"

" Tenanglah. Sekarang masih jam 4 pagi. Ngomong - ngomong, kenapa kau tidur disini? Kau masih berlatih? " Tanyaku sambil membantunya berdiri.

" Uhh ya. Aku tadi ketiduran. Tunggu, kenapa kamu ada disini? " jawabnya sambil menerima uluran tanganku hingga berdiri.

" Aku sedang duduk di pohon Legidösse dan aku melihat cahaya. Tidak kusangka kau benar - benar masih berada disini." Aku memandangnya dari atas hingga bawah. Baju lengan panjang kelonggarannya sudah penuh dengan tanah.

" Uh, kenapa kau sangat sering duduk di pohon Legidösse? Hanya kau satu - satunya orang yang kutahu yang bisa memanjat pohon itu. Dan hanya kau yang tahu rahasiaku selain kak Carnosa dan Néir. Aku harap kau benar - benar memegang janjimu untuk merahasiakan hal ini. Aku tidak mau berurusan dengan nenek - nenek bawel itu." si putri itu menepuk - nepuk bajunya yang kotor oleh tanah. Meskipun itu nampaknya percuma.

" Ya. Aku mengerti. Lagian tidak ada untungnya bagiku membocorkan rahasia kecilmu ini. " Aku mengambil pedang si putri yang tak jauh dari kakiku. " Aku masih tidak mengerti kenapa kamu mau belajar pedang. Kalau kuperhatikan, tidak ada yang mengajarimu kan?"

" Mau bagaimana lagi? Tidak ada yang berani menentang nenek - nenek itu kecuali kakak. Dan kakak terlalu sibuk untuk mengajariku. " Jawab si putri sambil menadahkan tangannya tanda dia meminta pedangnya kembali.

Aku memberikan pedang itu tanpa berkomentar apa pun. Dia menerima pedangku dalam diam dan segera membungkusnya dengan kain kumal. Lalu dia membereskan barang - barangnya yang berserakan. Dia menatapku sekarang.

" Apa? Ada yang salah? "

Dia memalingkan pandangannya.

" Tidak. Tidak. Mm, aku akan segera kembali ke kastil. Terima kasih telah membangunkanku." Dia tersenyum.

Senyum itu berbeda dari senyum yang dia berikan saat pertama kali bertemuku. Apa yang berbeda? Aku juga tidak tahu. Aku hanya merasa senyum itu berbeda dari sebelumnya. Dan aku tertarik untuk membalas senyumannya.

" Ya. Sama - sama."

Dia masih tersenyum. Lalu permisi untuk keluar lebih dulu agar tidak ketahuan nenek - nenek yang diceritakannya. Aku memandang punggung kecil yang berlari sambil membawa pedang besar yang sudah dibungkus kain kumal di dadanya hingga sepenuhnya punggung kecil itu menghilang. Sekarang aku hanya sendiri di gua ini. Tanpa menunggu lebih lama lagi, aku juga keluar dari gua itu dan kembali duduk di atas dahan pohon Legidösse.

Tak lama setelah matahari terbit, aku kembali ke alun - alun kota. Jalanan masih belum ramai. Orang - orang masih sibuk menyiapkan barang dagangan toko - toko mereka. Beberapa yang lainnya ada yang menyapu jalan , membersihkan jendela dan lain - lain. Aku sengaja datang lebih pagi agar tidak berada di kesibukan rutinitas masyarakat kota Ravenos yang akan dimulai sebentar lagi.

Aku segera menuju jalan Çleir yang berada di selatan. Di kota bagian selatan ini penuh dengan berbagai macam bengkel. Dari bengkel kereta kuda, peralatan rumah tangga, hingga bengkel pandai besi. Sekarang aku sudah berada di jalan Çleir. Berbagai papan dengan berbagai macam bentuk dan tulisan terpasang di setiap pintu. Dan sayangnya aku tidak tahu apa nama toko milik Klav.

Dimana tokonya? Ah. Ada orang baru membuka tokonya di ujung jalan. Toko itu sedikit tersembunyi, kalau bukan karena ada yang baru membuka toko itu, mungkin aku tidak akan menyadari kalau ada sebuah toko disitu. Laki - laki yang baru membuka tokonya itu, bertubuh kekar dan berewokan. Kalau bisa, aku tidak ingin bertanya padanya, tapi aku tidak punya pilihan lain.

" Maaf mengganggu sir. Dimana aku bisa menemukan bengkel seseorang bernama Klav?" Tanyaku sesopan mungkin.

Laki - laki itu berbalik dan menegakkan tubuhnya. Ini pertama kalinya aku bertemu orang yang lebih tinggi dari padaku. Meski pun tinggi tubuhku tidak terpaut terlalu jauh. Hanya sekitar 5 cm. Dia memandangku dengan satu alis kiri yang dinaikan. Lalu, dengan tiba - tiba dia menarikku ke dalam bengkel kecil yang baru dibuka itu dan kembali menutup pintu yang baru saja dibuka.

" Darimana kau tahu Klav?! " Tanya pria itu dengan kasar di depan mukaku.

Hembusan nafas berat dan basahnya mengenai mukaku. Aku terdiam. Aku baru mau membuka mulutku ketika suara pintu di bagian belakang terbuka.

" Hentikan Curtis. Dia tamu sang pangeran. Dia bukan bagian dari orang - orang itu. Lepaskan dia."

Aku memalingkan wajahku kearah pintu. Aku kembali kehilangan suaraku yang tadi sudah di pangkal lidahku. Aku masih meragukan pandanganku. Apa itu benar - benar Orc? Aku tidak sedang bermimpikan?

Kukira mereka sudah punah seperti yang kubaca disalah satu buku. Orc itu tidak jauh berbeda seperti yang digambarkan dibuku. Tinggi badan yang sangat besar melebihi 2 meter dengan kulit yang kehijauan dan rambut dan jenggot panjang yang semuanya sudah memutih. Daun telinganya juga lancip seperti yang digambarkan.

Laki - laki besar dan kasar yang disebut Curtis itu menjauh dariku. Sekarang laki – laki itu tidak nampak besar kalau dibandingkan dengan Orc itu. Aku mengambil surat putih gading yang kuselipkan dibalik tunikku. " Ini surat dari Kít- maksudku pangeran untuk seseorang bernama Klav."

Orc itu maju dan mengambil surat ditanganku. Jadi dia yang bernama Klav? Dia hanya membacanya sekilas." Aku sudah menerima surat yang sama dengan itu kemarin malam. Kau sudah boleh masuk nak. Tolong maafkan Curtis. Dia tidak bermaksud buruk. Curtis, tutup bengkel hari ini. " Jawab Orc itu sembari mengembalikan surat itu kepadaku.

" Baik guru."

" Dan kau anak muda ikut aku." Orc itu kembali masuk ke dalam.

Aku memasukkan kembali surat putih gading itu kebalik tunikku lalu mengikuti Orc bernama Klav itu ke dalam bengkel. Benkel itu tidak besar tapi tidak pula kecil. Biasa saja. Tapi yang jelas, bengkel ini beratap lebih tinggi dari bengkel manapun yang pernah kulihat.

Berbagai senjata terpajang di dinding selayaknya toko - toko senjata lainnya. Orc itu terus berjalan hingga ke bagian belakang toko , tempat tungku pembakaran. Dia duduk di sebuah kursi pendek tak jauh dari tungku pembakaran. Dia menunjuk sebuah kursi di dekat tempat penempaan.

" Kulihat kau sudah punya pedang. Lalu untuk apa pangeran itu memintaku membuatkan pedang lagi untukmu? Dan aku tidak suka menyia – nyiakan kemampuanku untuk membuat pedang sebagai pajangan." Tanyanya sambil menunjuk pedangku.

“ Untuk alasan tertentu, pedangku akan sangat menarik perhatian. Jadi dia mintamu untuk membuatkan yang baru.” Jawabku acuh tak acuh.

“ Kau bukan tentara kan? Hanya tentara Tingkat I yang kubuatkan pedang. Aku tidak pernah mengakui selain tentara Tingkat I. kau harus mengalahkanku dulu.” Tantang si Orc itu.

Oh. Kenapa hal ini jadi merepotkan? Tapi, bolehlah. Badanku bisa rontok kalau tidak pernah digunakan. Sudah lama sekali aku tidak memainkan pedangku. Kemampuanku bisa tumpul kalau begitu terus. “ Baiklah. Aku tidak keberatan.”

“ Bagus. Karena aku tidak suka menerima kata ‘tidak’.” Orc itu menyerigai. Orc itu berdiri. Dan dengan gerakan tangan yang ringan dia memintaku untuk mengikutinya.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ditunggu segera Vommentnya kawan - kawan!~! :D

Continue Reading

You'll Also Like

141K 13.2K 37
Teman SMA nya yang memiliki wangi feromon buah persik, Arion bertemu dengan Harris dan terus menggangunya hingga ia lulus SMA. Bertahun tahun tak ter...
170K 10.2K 42
Aletta Cleodora Rannes, seorang putri Duke yang sangat di rendahkan di kediamannya. ia sering di jadikan bahan omongan oleh para pelayan di kediaman...
2.3M 137K 49
•Airis Ferdinand. Aktris cantik dengan puluhan mantan pacar, baru saja mendapatkan penghargaan Aktris terbaik di acara Awards international. Belum se...
370K 21.4K 25
KAILA SAFIRA gadis cerdas berusia 21 tahun yang tewas usai tertabrak mobil saat akan membeli martabak selepas menghadiri rapat perusahaan milik mendi...