The Way You Look At Me

By ZakielImmanuel

11.1K 756 91

ABOUT THIS STORY Setelah pergantian tahun ajaran baru. Sam dan sahabatnya yang juga sekaligus guru pribadi Sa... More

1. Heterochromia
2. I don't understand, Lucas
Lucas's mind
3. Perfect Family?
4. Sweet Lie
5. Musician Genius
6. Ferris Wheel
Sammy's mind
7. Movement
8. Cloud
9. Two Point Three
10. Solitude
11. Bitter Party
12. Homie and Ethanol
13. Good Morning
14. New Team
16. The Open Doors
17. Bond
18. Old but Gold
Greeting from Author
19. Demoiselle
20. Nuvole Bianche
21. A Boy with Freckles
22. Unexpected Sunset
23. Manta Ray
24. Heaven
25. Presentiment
Lucas's mind

15. Three (stupid) Musketeers

261 27 2
By ZakielImmanuel

Hari Minggu ini aku habiskan dengan tertidur pulas. Ponsel yang aku cas selama aku tidur sudah terisi penuh. Aku nyalakan ponselku dan sederet pesan menyapaku di layar juga beberapa laporan telepon tidak terangkat. Semua itu pesan dan miss call dari orang tuaku.

>Kita sudah sampai Washington dari tadi siang

>Bagaimana pestamu?

>Kabari kalau ada apa-apa

>Sam ibu meneleponmu lebih dari tiga kali, coba angkat teleponmu

>Sam

>Sam

Aku langsung menghubungi ibuku. Suara  menyambungkan berbunyi di ujung telepon. Ada hening beberapa detik sebelum suara ibu terdengar di telinga.

"Syukurlah Sam, akhirnya kamu menelepon."

"Ponselku mati Bu."

"Kamu nggak apa-apa?"

"Nggak apa-apa bu."

"Ayah bilang kemarin malam kamu datang ke pesta, bagaimana pestanya? Kamu tidak mabuk kan? Sidney bilang kamu menginap. Kamu sudah makan?"

"Pestanya seru. Iya Sam menginap dan Sam sudah makan," aku tidak menjawab pertanyaan ibu soal mabuk. Dan anehnya ibu tidak sadar.

"Kamu baik-baik saja di sana?"

"Semuanya baik-baik Bu."

"Syukurlah."

Ibu sepertinya menjauhkan teleponnya karena aku mendengar ada suara orang-orang yang sedang mengobrol di sana.

"Sam ibu sedang menemani ayah di kantor barunya, pemilik perusahaan sudah datang. Ibu kabari kamu lain waktu."

"Baik sa—"

Tut.

Sambungan itu terputus sebelum aku ucapkan salam. Ibu dan ayah mungkin benar-benar sedang sibuk karena ini hari pertama ayah mengurusi urusan di kantornya.

Aku lempar ponselku ke kasur dan pergi menuju dapur. Jujur saja aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang, aneh rasanya kalau aku menjadi begitu semangat untuk hari esok. Mungkin karena alasanku jelas, aku bisa bertemu Lucas.

Semangkuk salad sayur sudah ada di pelukanku dan aku bawa untuk menonton TV. Jariku tidak berhenti memencet tombol remot untuk mengganti saluran. Tidak ada yang menarik. Salad sayurku habis bahkan sebelum aku menonton betul acara di TV. Aku putuskan untuk mematikan TV dan masuk kembali ke kamarku.

Sakit kepalaku sudah hilang, rasa mual bekas semalam juga sudah tidak terasa lagi. Aku benar-benar ingin mengakhiri hariku sekarang.

Aku baringkan tubuhku di kasur, musik Jazz sudah beralun dari speakerku. Denting piano terdengar lembut di telinga menggiringku untuk menutup mata. Sepertinya aku harus membeli piano atau keyboard di rumah. Aku bisa mati bosan jika tidak melakukan apa-apa.

Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat, pukul setengah sebelas malam dan mataku masih sulit terpejam.

***

Mataku membelalak tidak percaya karena aku bangun kesiangan, alarmku tidak berbunyi. Shit. Aku melompat ke kamar mandi dan mengurusi urusanku cepat. Aku ambil tas dan kunci mobilku lalu pergi ke garasi secepat mungkin. Mobilku melesat keluar pelataran rumah menuju sekolah. Sial, aku belum pernah seperti ini.

Suasana lorong sekolah sudah sepi, bel masuk sudah berbunyi sekitar lima belas menit yang lalu. Aku mengetuk pintu kelasku perlahan dan Miss Parkinson sudah ada di kelas menatapku dengan tatapan sinisnya yang menelisik dari ujung kaki ke ujung kepala.

"Saya tidak percaya Mr Nicholas bisa terlambat hari ini," ucap Miss Parkinson. Guru fisika sekaligus kesiswaan paling garang di muka bumi.

"Sorry, I overslept."

"Kamu tahu apa yang Albert Einstein ucapkan tentang waktu?"

Mr Parkinson mengira aku tidak bisa menjawab.

"Time is what the clock says," jelasku.

Miss Parkinson menghela nafasnya. "Sit, I don't wanna see you in my office."

Aku melangkahkan kakiku canggung untuk duduk di kursi. Beberapa teman melirikku, sebagian aku lihat ada yang menahan tawa, mungkin karena rambutku yang masih berantakan. Lucas ada di kursinya. Menatapku dan tersenyum lebar. Aku merasa pipiku memerah. Aku benar-benar memalukan.

***

Jam pelajaran sudah berlalu walau tidak terlalu baik. Lucas menepuk pundakku sebelum ia keluar dari kelas dengan membawa tas dan sepatu latihannya. Cara kita berkomunikasi masih belum terbuka, tapi aku bisa merasakan kehangatan yang sama. Terlebih saat ia menatapku dan tersenyum. 

Tenggorokanku serat. Aku sudah berada di cafetaria yang sibuk seperti biasanya, aku melihat ke sekeliling berharap mataku menemukan Sidney atau Jordan.

Tapi yang aku dapat adalah suara seseorang mencela sambil berteriak.

"You're a fucking fag! just like him!"

Kerumunan kecil langsung terjadi di meja tempat pemain sepak bola biasa makan siang. Aku berusaha untuk tidak peduli sampai aku mendengar beberapa siswa lain berteriak. Piring besiku belum terisi karena aku masih mangatre, aku simpan piringku dan mencoba untuk mengintip apa yang sebenarnya terjadi.

Mike sudah berbaring di lantai dengan luka lebam dan bibir yang sobek. Derek dengan logat sok jagoan berdiri dengan kepalan tangan yang berurat didampingi dengan dua temannya yang sibuk menertawakan. Dari semua orang yang menonton tidak ada satu orang pun yang mengambil tindakan, aku terheran.

Carol, pacar Mike yang sepertinya baru keluar kelas berlari mendekat ke arahku. Aku menarik tangannya langsung.

"Panggil Miss Parkinson sekarang," bisikku pada Carol.

"I want to see my boyfriend."

"Kalau kamu mau tolong pacarmu, panggil Miss Parkinson sekarang!"

Carol mengangguk,  wajahnya sedikit cemas. Ia langsung berlari menuju kantor.

Aku tidak melihat Lucas dan teman-temannya yang lain, sepertinya mereka sudah mulai latihan. Aku yakin Lucas dan lainnya tidak akan membiarkan ini terjadi kalau Mike sedang bersama mereka. Entah kenapa aku merasa terpanggil untuk membereskan permasalahan ini. Mike sudah kenal denganku. I have to do something.

Aku menyalip beberapa orang untuk mendekati Mike dan membantunya berdiri.

"So, this is your boyfriend, huh?" ledek Derek.

Mike menyeka darah di bibirnya, mengepal tangannya dan bermaksud menghajar balik Derek.

"Stop it Mike, he's not worth it," pantrangku.

"It's not your fucking problem weirdo."

Aku menatap Derek tajam. "Yeah I know, It's your problem with her."

Mataku tergiring untuk melihat Miss Parkinson yang sedang berjalan dengan langkah kaki yang besar sambil bertolak pinggang. "You little pest!"

Nice timing. Eat your detention as lunch, Derek.

"You three. Come to my office now!" Miss Parkinson menunjuk Derek dan dua temannya yang lain.

"You can't do this," ucap teman Derek menentang Miss Parkinson.

"Of course I can! I can kick your ass out of here and call your parents to take junks like YOU out from this school!"

Wajah Derek dan dua temannya mendadak pucat pasi. Seluruh siswa di cafetaria menatap dan sebagian menertawakan mereka. Mike masih merangkulkan tangannya di pundakku saat Carol menghampiri dengan nafas yang satu-satu.

"Thanks Sam," ucap Carol.

"Untung kamu datang tepat waktu," aku pindahkan tangan Mike ke pundak Carol.

"Untung kamu cerdas dan menyuruhku memanggil Miss Parkinson."

Aku hanya tersenyum tipis.

Kita bertiga memutuskan untuk duduk di meja kosong saat tiga serangkai bodoh itu pergi menuju kantor. Tidak lama dari itu, Miss Parkinson datang menghampiri.

"Mr Boston, saya tunggu kamu juga di kantor," ucap Miss Parkinson.

"Baik Miss," ucap Mike.

"Kamu mau aku temani?" Tanya Carol.

"Nggak usah, kamu di sini saja dulu bareng Sam. Jangan khawatir, aku punya alasan kuat biar nggak disalahkan."

Mike dan Miss Parkinson berjalan menyusul Derek dan temannya itu ke kantor meninggalkan aku dan Carol di meja. Siswa-siswa lainnya sudah bubar dan sibuk kembali dengan urusannya masing-masing.

"Kamu tahu alasan Derek menghajar Mike?" tanyaku pada Carol.

"Sepertinya karena Mike juga memutuskan untuk keluar dari tim sepak bola seperti Lucas."

Aku mendengus, sedikit tertawa.

"Dia memang gila, pantas saja tim sepak bola dia tahun ini tidak di ajak bermain di Homecoming."

"Yeah I know," ucap Carol lirih.

"Mm, kalau begitu. Kamu mau makan siang?"

"Yeah, boleh, aku lapar."

Di pantry, aku yang sedang berbaris untuk mengambil makanan bersama Carol melihat Sidney dan Jordan yang baru datang ke cafetaria.

Mereka berdua sedikit berlari menghampiriku.

"Sam kamu masih mengantre? Aku pikir sudah selesai."

"Kamu melewatkan momen besar Sidney," ucap Carol.

"What just happened?"

"Sammy baru saja jadi pahlawan," jawab Carol sambil tersenyum lebar kepadaku.

Oh sungguh, itu terlalu berlebihan.

Vote and Comment will be highly appreciated

Love, Zakiel 

Continue Reading

You'll Also Like

2.2M 129K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
645K 67.3K 40
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
RAYDEN By onel

Teen Fiction

3.6M 221K 67
[Follow dulu, agar chapter terbaru muncul] "If not with u, then not with anyone." Alora tidak menyangka jika kedatangan Alora di rumah temannya akan...
ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.1M 115K 59
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...