M A R R I E D ? ? ?

By candlelightme

116K 19.7K 1.9K

Atsna yang mendambakan pernikahan indah bersama laki-laki pilihan orangtuanya. Irshad yang memutuskan untuk m... More

Cast
Prolog
1. Mau ya, nduk?
2. Serpihan Kisah
3. Pasfoto 3x3
4. First Meet
5. Berlanjutkah?
6. Failed First Impression
7. First Chat
8. Harga Diri atau Gengsi?
9. Tanggung Jawab
10. Parfum
11. One Step Closer
12. Hubungan yang Seperti Apa?
13. Move On
14. Wanita Gampangan?
16. Kejelasan
17. Jangan Terlalu Lama
18. Rindu Sendirian
19 Jadi Lamaran?
20. Ya, aku terima.
21. Intan
22. Kenapa?
23. Aku Takut

15. Siap Nikah?

2.7K 555 55
By candlelightme

Suara kendaraan menemaniku yang tengah berdiri di depan sebuah rumah makan malam ini. Sembari menggenggam ponselku aku melihat sekeliling. Aku saat ini tengah menunggu seseorang. Sebenarnya orang itu sudah sampai duluan, hanya saja aku takut bingung sendiri ketika masuk mencarinya. Rumah makan ini cukup besar.

"Kok belum juga dibales ya?" 

Tak lama kemudian ponselku bergetar, bukan karena balasan tari pesan whatsapp melainkan panggilan masuk.

"Asslammualaikum, sampean di sebelah mana?"

Suara beratnya mengalun di balik ponselku. Membuatku sedikit tertegun tak segera menjawabnya.

"Halo?"

"Ah iya, mas."

Memalukan.

"Aku masih di depan. Nggak jauh kok dari kasir. Mas Irshad di mana?"

"Yaudah bentar aku jalan ke sana. Sampean tunggu di situ saja."

Ia langsung memutus panggilannya. Ah dasar si kaku itu memang benar-benar.

Ya, pada akhirnya untuk pertama kali aku bertemu Mas Irshad di luar rumah. Sebenarnya aku tadi tidak pamit orangtuaku kalau aku ingin menemuinya. Aku tahu ini tidak baik, hanya saja entah kenapa aku takut jika harus pamit. Takut dimarahi. Tapi aku memang harus bicara berdua dengan Mas Irshad, benar-benar harus bicara berdua. Tentunya kami tidak bodoh hanya untuk menyadari bahwa perkenalan kami ini adalah perjodohan yang diperhalus.

"Udah lama banget ya nunggunya? Aku tadi nggak liat hp."

Aku mendongakkan wajahku dan kudapati wajah teduh Mas Irshad yang tengah tersenyum kepadaku. Gelengan kepalaku sebagai jawaban atas pertanyaannya tadi.

"Ayo masuk," ajaknya sembari membimbingku masuk ke dalam rumah makan. "Aku tadi belum pesen, sengaja nunggu sampean. Sampean mau pesan apa?"

"Sebenernya aku tadi udah makan Mas," jawabku. Aku dalam program diet sekarang, 2 kg sangat cukup membuat pipiku seperti bapau.

"Jangan diet, udah segitu udah bagus."

Seketika aku mengatupkan bibirku rapat sembari menatapnya tak percaya. Sungguh di luar dugaan. Bagaimana ia tau tentang aku diet?

"Ayo apa nih?" Ujarnya sembari membolak-balik buku menu. "Aku kuetiau goreng seafood aja deh. Ayo jadi pesen apa?"

"Aku cumi goreng aja wes, Mas.." kataku sembari menunduk. Aduh berat badanku naik lagi, batinku. Kemarin temanku mengajar di sekolah bilang kalau aku jadi sedikit berisi. Ayolah setiap perempuan pasti langsung frustasi.

"Cumi nggak akan langsung bikin berat badan naik kok." Membuatku refleks menatapnya yang kini tengah tersenyum sembari menatapku.

Setelah pramusaji membawa buku menunya aku dan Mas Irshad sama-sama diam. Ya memang sebenarnya yang mengajak keluar aku, tapi aku bingung harus memulai dari mana. Bahkan aku sampai chat Audy bagaimana cara memulai pembicaraan dan Omelan lah yang aku dapatkan.

Audy:
KOK KAMU MALAH MAIN HP SIH! ITU NAMANYA NGANA NGGAK MENGHARGAI IRSHAD!!! YA TANYAIN LAH SOAL KERJAANNYA HARI INI GIMANA.
Masak gitu aja harus diajarin sih Na? 😑

Lalu aku mencoba melirik Mas Irshad pelan. Kini ia juga mulai sibuk dengan ponselnya. Ah situasi macam apa ini. Aku benar-benar ingin lari dan berguling di eskalator.

Aku memilih menyimpan ponselku. Benar kata Audy tidak seharusnya kami sibuk dengan ponsel masing-masing. Kami harus memanfaatkan momen ini.

"Mmm..  Mas tadi pulang kerja jam berapa?"

"Aku tadi jam setengah enam baru sampe rumah. Pas banget pas Maghrib itu."

Aku tersenyum canggung. Merasa tak enak mengajak orang ketemuan di jam yang seharusnya ia gunakan untuk istirahat setelah seharian bekerja. Aturan aku ajak bertemu weekend. Dasar Atsna!

"Sampean tadi ngajar?"

"Enggak Mas. Nggak ada jam hari ini."

"Ooh iya Senin sama Kamis sampean kosong ya?"

"Hehe iya.."

Wow aku tidak menyangka dia hafal jadwalku mengajar.

"Ayah sama ibu sehat kan?"

"Alhamdulillah sehat Mas, ayah ibu Mas gimana?"

"Alhamdulillah sehat juga.."

Sudah hampir satu bulan Mas Irshad tidak ke rumah. Biasanya setiap hari Sabtu dua minggu sekali dia selalu ke rumah. Sedangkan aku sendiri juga belum pernah lagi bertemu dengan orangtuanya setelah perkenalan itu.

Perbincangan basa-basi kami pun akhirnya berlanjut hingga pesanan kami datang. Kami pun sibuk dengan makanan masing-masing. Tujuanku mengajaknya bertemu hari ini pun belum tersampaikan. Padahal aku sudah menyusun kata-kata yang akan aku sampaikan, tapi semuanya di luar ekspektasiku.

"Di sini tuh kuetiaunya enak banget. Langganan aku sama orangtuaku."

"Oh ya?"

"Iya beneran, sini deh cobain." Ia menggeser piringnya ke arahku.

"Nggak usah Mas. Mas lanjutin makan aja.." kataku tak enak.

"Ayo deh coba dikit.."

Tiba-tiba ia mengambil alih garpuku dan menyendok kuetiaunya. Membuatku berdetak tak karuan. Lalu ia meletakkan garpu tadi di piringku.

"Ayo coba.."

Kalian berpikir ia akan menyuapkannya padaku bukan? Sama. Aku pun begitu. Tapi jelas itu tidak akan terjadi karena itu adalah Irshad Maulana Adi.

"Gimana? Enakkan?" Tanyanya setelah aku menyiapkan satu sendok kuetiaunya tadi.

"Hmmm.." aku mengangguk sembari sibuk mengunyah.

Lalu kami sibuk dengan makanan masing-masing. Hingga aku merasakan ponselku bergetar. Ada pesan dari Audy.

Audy:
Gimana? Udah ngomong?

Beloooom... Aku bingung ngomongnya gimana.

Yah gimana sih Na? Buruan ngomong. Sekarang lagi ngapain?

Dia lagi makan. Kasian pulang kerja blm sempet makan kayaknya.

Yaudah biarin ngisi perut dulu. Kalo mau ngomongin hal serius perut harus terisi. Pokoknya jangan sampai ya ini pertemuan ngana sama dia jadi sia-sia

Iya iyaaa

Aku kembali memasukkan ponselku ke dalam tas selempangku. Bersamaan dengan Mas Irshad yang telah menghabiskan makanannya.

"Kok nggak diabisin?" Tanyanya karena melihat cumi goreng milikku yang masih bersisa cukup banyak.

"Asin banget mas," jawabku. "Cobain deh," lalu menggeser piringku ke arahnya.

"Iya asin banget ini. Aku belum pernah nyobain cumi goreng di sini sih."

"Kaaan beneeer..."

"Udah pengen nikah itu yang masak kayaknya," candanya.

Suasana hening kembali tercipta. Aku sibuk dengan pikiranku tentang bagaimana membuka poin penting obrolan yang seharusnya kami obrolkan saat ini. Sementara Mas Irshad terlihat mengecek ponselnya.

"Eh liat deh itu anak kecil lucu banget ya, gemuk putih gitu. Udah pinter makan sendiri," ujar Mas Irshad tiba-tiba sembari menunjuk batita perempuan sekitar dua tahunan yang sibuk dengan makanannya.

"Hehehe iya mas lucu banget. Itu kayaknya usianya sekitar dua tahunan deh. Tapi emang iya pinter banget udah bisa makan sendiri."

"Hu'um.." jawabnya seraya masih sibuk memandangi batita itu.

Aku memejamkan mataku. Meyakinkan diriku, inilah saatnya. Kalau tidak sekarang maka belum tentu akan ada kesempatan lagi.

"Nggg...  Mas kapan ayah sama ibu ke rumah lagi?"

"Hah?" Mas Irshad terlihat shock mendengar pertanyaanku.

Apakah ada yang salah dengan pertanyaanku?

"Maksud aku orangtua Mas jadi ke rumah lagi kapan? Aku denger dari Tante Qori orangtua mas mau ke rumah lagi."

"Iya memang ada rencana seperti itu. Tapi nggak bawa keluarga besar loh, cuma ayah sama ibu pengen main lagi ke rumah sampean."

"Sebenernya niat aku ngajak ketemu mas buat bahas hal ini," ujarku takut-takut. Sementara Mas Irshad masih setia menatapku menantikan kata-kata apa lagi yang akan kulontarkan.

"Aku sama Mas tentunya nggak bodohlah tentang maksud perkenalan kita ini. Jadi aku pengen ngelurusin dulu sebelum orangtua Mas ke rumah lagi." Aku diam sembari menetralisir degupan tak karuan yang ada di dadaku.

"Jadi?"

"Mas sendiri gimana sama aku? Karena jujur aku aja nggak tau gimana mas sama aku tapi masa iya tiba-tiba orangtua mas mau ke rumah lagi."

Bukannya langsung menjawab, Mas Irshad malah tersenyum kecil. Aku menunduk karena malu. Tidak tau malu kenapa. Pokonya aku malu.

"Aku tau cinta memang gak datang gitu aja, tapi aku rasa kamu akan jadi orang yang bisa mengerti aku," ujarnya diiringi dengan senyuman lembut.

Membuatku tidak bisa berkata-kata. Aku hanya bisa menelan ludahku kasar.

"Kalau kamu gimana?"

"Gimana apanya Mas?"

"Ya kamu gimana sama aku?"

Jujur aku belum menyiapkan jawaban apa soal pertanyaan ini. Bodohnya aku yang tak menyangka bahwa pertanyaan ini akan terlontar darinya.

"Nggg... Ya sejauh ini aku nyaman-nyaman aja sih Mas. Kita baru kenal juga sih soalnya hehe," jawabku yang aku akhiri dengan cengiran.

Sejujurnya aku juga belum tau harus menjawab apa. Jadi aku jawab sekenanya saja.

"Kamu sudah siap nikah?"

Mengheningkan cipta mulai.


TBC

Continue Reading

You'll Also Like

565K 79.9K 35
Mili sangat membenci kondisi ini. Dikejar-kejar oleh Mamanya sendiri yang mau menjodohkannya. Bahkan, titah untuk menikah sebelum usia 24 tahun terus...
575K 54.9K 123
Gadis Sekarwangi, tidak pernah menyangka jika rumahtangga yang ia bangun bersama suaminya, Pradipta harus berakhir ditengah jalan karena sang suami k...
201K 10.3K 36
Naksir bapak kos sendiri boleh gak sih? boleh dong ya, kan lumayan kalau aku dijadikan istri plus dapet satu set usaha kosan dia
2.4M 12.8K 26
Menceritakan kehidupan seorang lelaki yg bernama Nathan. dia dikenal sebagai anak baik yg tidak pernah neko neko dan sangat sayang pada keluarganya...