[Book 2] Seoul City ▪ HenXiao...

By Olyzeev

38.5K 6.5K 1.6K

Kota Seoul menjadi saksi bagaimana pertemuan tanpa disengaja mereka perlahan menciptakan letupan afeksi penuh... More

Pt.1 : Xiao Dejun
Pt.2 : Hendery Huang
Pt.3 : The Concept of Destiny
Pt.4 : Here You Are
Pt.5 : Closer to Me
Pt.7 : Beautiful Mistake
Pt.8 : An Unwritten Rule
Pt.9 : Step Away
Pt.10 : I'm Nothing But a Mess
Pt.11 : No One is Left by My Side
Pt.12 : Hello Again
Pt.13 : Destiny (END)
Epilogue : Seoul City
(1/2) Special Part
(2/2) Special Part

Pt.6 : There is Something Between Us

2.3K 472 61
By Olyzeev

Xiaojun yang baru saja keluar dari kamar mandinya menghela napas penuh kejengahan saat mendapati Xukun yang telah memakai piyama tidur kini berbaring di kasur sembari bermain game tanpa raut rasa bersalah sedikitpun. Xiaojun mendekat, melipat kedua tangan di depan dada dan berhenti tepat di samping kanan kasur itu.

"Apa yang kau lakukan?"

Xukun meliriknya sekilas dengan tak fokus, sebelum sekon berikutnya kembali tenggelam dalam permainan ponselnya meski tetap menjawab. "Aku ingin tidur disini."

"Lalu untuk apa kau merengek menginginkan kamar VVIP jika akhirnya kau hanya membuang uang perusahaan?"

Xukun menarik nafas, lalu menarik diri untuk duduk tegap sambil membanting ponselnya asal di atas kasur.

"Jujur padaku. Fotografer itu... apa hubunganmu dengannya?" Xukun bertanya tajam. Meneliti setiap sudut dari garis wajah Xiaojun seolah tak akan meninggalkan barang satu inchipun lengah dari jangkauan pandangnya.

Mendengarnya, Xiaojun menaikkan sebelah alis. Tak mengerti bagaimana Xukun tiba-tiba membahas perihal Hendery sementara pembicaraan mereka sebelum ini tidak memiliki kolerasi apapun terhadap fotografer itu. "Kenapa? Apa urusannya denganmu? Keluar dari ruanganku sekarang, demi apa ini telah lewat dari tengah malam. Besok kau akan memulai pemotretan, Cai Xukun."

"Huang Hendery, benar?" Xukun memilih abai. Bersikap setengah berpikir dengan mengusap dagunya. "Bagaimanapun aku memikirkannya, aku tetap merasa ada yang salah dengan pria itu."

"Xukun."

"Kau tidak berpikir dia menganggapmu sebagai pria?"

Xiaojun terdiam untuk beberapa saat setelah kalimat itu keluar dengan begitu gamblang. Mencoba abai, Xiaojun berdecak malas.

"Lalu, kau pikir aku wanita?"

"Kau tahu bukan itu maksudku." Xukun berujar tenang. Lantas beringsut untuk lebih dekat dengan Xiaojun. "Dia pasti seorang gay."

Xukun mendongak, Xiaojun masih tak bergeming di tempatnya. Seolah tak puas dengan posisinya, Xukun kemudian berdiri tepat di hadapan Xiaojun. Lalu mendekatkan diri sambil berbisik, "dan dia tahu kau seorang biseksual."

Xiaojun mendorong Xukun ketika sadar jarak di antara mereka terlalu dekat. Ia menghindar, berlalu dari hadapan Xukun dan mengambil pengering rambutnya dari kopor yang telah terbuka.

"Dia hanya kenalanku, tidak lebih. Berhenti mengatakan hal konyol dan keluar sekarang. Atau kau akan menerima konsekuensinya pada pemotretan besok."

"Persetan dengan konsekuensi." Xukun berbalik, mengikuti pergerakan Xiaojun dengan netra hazel miliknya, "Gege, kau sendiri? Apa juga... tertarik pada pria sialan itu?"

"Sialan? Apa ada alasan mengapa kau menyebutnya sialan di hari pertamamu kenal dengannya?"

Tentu saja ada!

Teriakan Xukun hanya sampai pada tenggorokan. Ia bahkan tak bisa mengatakan apapun sebagai pembelaan diri dalam situasi ini. Xukun hanya bisa menghela napas panjang. "Apa itu poin pembicaraanku?"

"Ya, itu." Xiaojun mulai menyalakan pengering rambutnya dan mengarahkan alat itu ke kepalanya, ia melirik Xukun dari cermin panjang di hadapannya dan berujar. "Ini Korea. Jangan tinggalkan kesan buruk dengan siapapun. Atau aku akan menulis surat pengunduran diri karena malu."

"GE!"

"Kalau sudah selesai bicara, keluarlah. Aku ingin istirahat."

Xukun terlihat masih memiliki banyak hal yang ingin ia ucapkan. Namun ia memutuskan untuk menelannya dan hanya berdesis pelan. "Aku akan mengawasi kalian."

"Itu yang seharusnya kukatakan kepadamu."

Xukun terlihat seperti ia berada di tempat yang begitu sesak. Dengan kasar, Xukun meraih ponselnya dan berlalu keluar dari ruang kamar itu dengan bantingan pintu keras.

Meninggalkan Xiaojun yang menatap arah kepergiannya dengan sorot ambigu.

🔸️Seoul City🔸️

"Well.. kau tak membalas pesanku."

Xiaojun tengah menata beberapa pakaian yang akan Xukun kenakan untuk pemotretan hari pertama. Dan kini harus terganggu dengan seorang pria jakung yang mendadak menghampiri. Xiaojun melirik, menemukan Hendery menatapnya penuh tuntutan. Seketika pembicaraannya dengan Xukun malam kemarin terbayang, membuat Xiaojun merasa sedikit jengah dan menginginkan untuk menghindar saat itu juga.

Namun, yang Xiaojun bisa lakukan saat ini hanya menghadapinya. Situasi menuntutnya demikian. Dengan nada tanpa minat, Xiaojun membalas. "Kau mengirim pesan terlalu larut."

Hendery mengangkat bahu, "Itu bahkan belum tengah malam."

Xiaojun menghela nafas, kembali menata pakaian meski ia tak lantas abai. "Aku disini untuk bekerja, tentu jam istirahat yang cukup menjadi prioritas."

Hendery mengangguk pada detik berikutnya, mencoba mafhum. "Bagaimana dengan nanti malam?"

Xiaojun menautkan alis seolah tak menduga dengan pertanyaan Hendery itu. "Nanti malam?"

"Makan malam bersamaku." Hendery tersenyum tipis, "Setidaknya kau berada di Seoul empat hari lebih lama dari tahun lalu. Aku memiliki lebih banyak waktu untuk bersamamu."

Xiaojun selesai dengan setelan terakhirnya, kini berdiri sepenuhnya mengahadap Hendery yang masih pada posisinya--bersandar pada sisi tembok dengan tatapan lurus kearah Xiaojun. "Sekali lagi, aku kemari hanya untuk-"

"Ayolah, ini hanya makan malam. Tidak akan membutuhkan waktu yang telalu banyak. Kau akan memiki waktu istirahat yang cukup."

Xiaojun terlihat menimang untuk sesaat, lalu dengan helaan nafas kecil pertanda menyerah, ia mengangguk. Ia tahu Hendery akan menjadi keras kepala jika ia menolaknya.

"Baiklah."

Lagipula, bagus untuk Xiaojun.

Dengan bersama Hendery sedikit lebih lama, ia bisa memastikan perasaannya. Hal yang selama ini ia coba sangkal, ia dapat memastikan kebenarannya.

🔸️Seoul City🔸️

Kilat cahaya dari kamera menyerang tanpa henti pria dengan busana penuh bulu halus yang kini memamerkan segala macam pose yang ia kuasai. Bidikan profesional dari tangan sang fotografer mengambil alih atensi setiap staf yang mengamati di sekitar studio, memuji diam-diam atau bahkan secara terang-terangan melalui pandangan mereka tentang seberapa hebat si fotografer dalam mengambil gambar meski namanya belum terlalu dikenal publik. Para staf semakin menaruh harapan kepada hasil proyek yang tengah dikerjakan. Pikir mereka, kolaborasi  antara fotografer rupawan dengan bakat terpendam dan aktor-model papan atas yang merajai Asia menyerupai bom waktu yang siap meledak dalam waktu yang telah ditentukan. Dan pengendalian waktu ada di tangan mereka!

Johnny datang diikuti seorang pria mungil dengan kacamata bulat yang memegang beberapa dokumen di pelukannya--pria mungil itu, tidak diragukan lagi merupakan sekretaris pribadi Johnny. Mereka datang mengalihkan perhatian hampir semua orang di studio itu, terkecuali Hendery dan juga Xukun yang masih terpaku pada pekerjaan mereka. Para staf seketika membungkuk dalam untuk menyambut atasan mereka.

"Kapan wawancaranya dilakukan?" Johnny bertanya pada pria di sampingnya yang kini membenarkan letak kacamatanya ketika menjawab pertanyaan Johnny.

"Besok siang, sekaligus pemotretan konsep ketiga." Ten Chittapon--nama pria mungil itu--menjawab, pandangannya kemudian lurus ke depan, mengamati jalannya pemotretan dengan mata awas.

"Siapa yang melakukan wawancara?"

Ten kini melirik Johnny, lalu berpikir sejenak sebelum menjawab. "Kurasa Winwin dan Doyoung melakukannya."

Johnny mengangguk beberapa kali, lantas berjalan menuju jejeran monitor yang menampilkan hasil potret di depan sana. Johnny mengamati dengan senyuman puas. "Hendery, beruntunglah aku mengenalmu." Gumam Johnny pelan.

"Direktur, anda bicara sesuatu?" Ten hanya mendengar sekilas gumaman Johnny, ia bahkan sampai turut sedikit memajukan tubuhnya agar lebih dekat dengan atasannya itu. Namun, jawaban Johnny di luar ekspektasinya.

"Ah, bukan hal penting."

"Ah... begitu."

"Chitta, berikan waktu istirat selama tiga puluh menit dan kita lakukan dengan setelan berikutnya setelah istirahat."

Ten mengangguk mengerti, kemudian berseru kepada seluruh staf untuk mengambil waktu istirahat. Ia mengatur beberapa setel pakaian selagi Johnny berurusan dengan Hendery yang kini telah berdiri di sampingnya.

"Bagaimana menurutmu? Ada hasil yang kau sukai?"

Hendery mengangguk selama beberapa kali menanggapi pertanyaan sahabat sekaligus mitra kerjanya itu. "Ya, kurasa ada beberapa yang bagus."

Johnny terkekeh, menepuk pelan pundak Hendery lalu kembali mengamati layar di depannya itu dengan mata berbinar. Ia terlihat begitu puas dengan pekerjaan Hendery yang melampaui ekspektasinya.

"Kau penyelamatku, kau tahu itu kan?" Johnny nyaris saja memeluk Hendery jika saja tidak segera ditepis kasar oleh pria itu.

"Kupikir kau homophobic?"

Johnny berkedip duakali menanggapinya, "Memangnya, kalau aku homophobic aku tidak boleh memeluk pria?"

"Kau tidak merasa risih?"

"Jika untuk memelukmu sebagai ucapan terima kasih, aku jelas tidak."

Hendery memutar bola matanya malas, "Idiot."

Johnny berdecak, menatap Hendery yang kini sibuk membenarkan peralatan fotografinya sembari melipat kedua tangannya di depan dada. "Kau tak berniat mengabaikanku 'kan?"

"Kapan aku mengabaikanmu?"

"Kau bersikap terlalu cuek,"

"Kau mengeluh sekarang?"

Johnny hendak membalas pertanyaan sarkas Hendery dengan penuh emosi, namun kedatangan Ten menghentikannya.

"Tim Kecantikan baru menghubungiku, mereka mengalami sedikit masalah dengan klien dan memintamu datang ke rapat mereka."

Johnny mengerutkan dahi dengan raut tidak senang. "Masalah?"

"Mereka... sepertinya memiliki kesalahpahaman dengan sponsor."

"Sponsor yang mana... sebentar, jangan bilang--"

"Ya, dari Etude Home." Ten membalas dengan senyuman paksa, ponsel yang masih terhubung dengan Tim Kecantikan berada di genggamannya.

Johnny memijit pelipis mendengar hal tersebut, ia benar-benar susah payah dalam mendapatkan Etude Home sebagai sponsor dan tidak boleh ada kendala apapun atau ia akan mati karena stress.

"Mereka selalu terkena masalah." Johnny bergumam sebentar, kemudian menatap Hendery yang sama sekali tidak terganggu. "Hei, karena aku pria sibuk, aku pergi dulu. Kita bicara setelah ini selesai."

Hendery mendengus, ia bahkan tidak mengerti pembicaraan apa yang Johnny maksud--dan menurutnya tidak ada hal besar yang harus dipusingkan antara dirinya dan Johnny. Karena itu, Hendery sama sekali tak berniat mengacuhkan Johnny bahkan hingga pria itu pergi dari studio bersama sekretarisnya. Yang ia lakukan hanya terus membersihkan lensa kamera dan mengecek alat lainnya.

Tak jauh darinya, Xukun yang tengah duduk dengan kaki bersilang mengamatinya di tengah penata rias yang berkutat dengan wajahnya. Xukun mengarahkan tatapan lurusnya yang tajam kepada Hendery, sekaligus terlihat tengah mempertimbangkan beberapa hal ditelisik dari kerutan pada dahinya.

"Bisa kau melanjutkannya nanti?" Xukun bertanya pada gadis penata rias itu menggunakan bahasa Inggris yang kental akan aksen Cina, memasang wajah ramah agar gadis itu tidak tersinggung.

"Oh, tentu."

Ponsel miliknya bergetar tepat ketika gadis bersurai pendek itu melangkah pergi. Xukun lantas mengeceknya. Seketika bersemangat mendapati pesan balasan dari managernya setelah beberapa menit.

Manager Xiao

Kau dimana?
Kenapa meninggalkan artismu di tengah pekerjaannya?

Aku ada beberapa urusan.
Hubungi aku jika kau memerlukan bantuan

Senyuman asimetris terbit pada bibirnya, Xukun memiringkan kepalanya sembari membalas pesan Xiaojun dengan cepat.

Manager Xiao

Kuharap kau tidak dengan sengaja menghindari fotografer itu.


Setelah memastikan Xiaojun tidak lagi membalas pesannya, Xukun menyimpan ponselnya sembari beranjak dari duduknya. Mengayunkan tungkai ke arah Hendery dengan langkah santai.

"Boleh aku melihat hasilnya?"

Hendery menoleh, lalu menatap Xukun yang kini mengamati hasil potret dirinya dengan senyuman kecil.

"Apa aku melakukannya dengan baik?"

"Ya." Hendery menjawab singkat, masih bersikap tak acuh dan kembali pada peralatannya.

"Kupikir kalian dekat satu sama lain." Xukun memulai topik, ia duduk bersandar pada sebuah meja dengan beberapa kotak snack yang masih utuh dengan tangan terlipat natural. "Maksudku, kau dan Xiaojun Ge."

Hendery tahu cepat atau lambat Xukun akan membicarakan perihal Xiaojun dengannya, entah bagaimana ia merasa ada sesuatu antara sang bintang besar terhadal manajernya itu. Karena itu, Hendery  tak menunjukkan reaksi apapun selain duduk menghadap Xukun dan tersenyum kecil.

"Mungkin," Hendery menjawab, sengaja mengatakannya dengan nada tak pasti. Ia tak melepaskan tatapannya untuk mengamati reaksi dari Xukun. "Meski kurasa tak sedekat kalian."

Xukun mengangguk beberapa kali, sama santainya dengan fotografer di depannya dan tak ingin terpancing barang sedikitpun. "Kupikir sesuatu terjadi saat kalian bertemu kemarin.. atau bahkan mungkin juga tahun lalu?"

"Memang, itu alasan kenapa aku kembali mengajaknya untuk berhubungan baik setelah aku merasa kita tidak akan pernah bertemu kembali."

"Kita.." Xukun bergumam pada dirinya sendiri, sedikit tersenyum mendengus dengan remeh. Sebelum kemudian melanjutkan ucapannya. "Dan apa itu alasan dia menghindarimu saat ini?"

"Dia menghindariku?"

"Atau tidak?" Xukun berdiri, mulai merasa tak nyaman berhadapan dengan Hendery--meski faktanya, ia yang memulai percakapan ini. "Adakah alasan lain? Dia manajerku selama hampir lima tahun sejak aku debut. Dan ini pertama kalinya dia meninggalkanku sendiri dan memilih untuk berkeliaran daripada menghadapi masa lalunya."

"Apa hubungannya denganku?"

"Kalian bertemu kemarin. Dan tadi pagi tepat sebelum pemotretan dimulai."

"Jadi kau menyalahkanku hanya karena itu..."

"Ayolah, aku hanya bertanya. Aku khawatir jika sesuatu mengganggu sikap profesionalisme dari manajerku. Atau barangkali kalian membutuhkan bantuan untuk menyelesaikan masalah kalian."

Hendery tersenyum kecil, kini mendongak menatap Xukun--posisinya masih duduk sementara pria di hadapannya kini berdiri menjulang dengan tatapan remeh.

Dengan santai, Hendery berujar. "Maaf, tapi sepertinya tebakanmu meleset. Aku dan dia tidak memiliki masalah apapun."

"Benarkah?"

"Mungkin, dia terlalu gugup berada di dekatku." Hendery balas tersenyum miring, merasa menang melihat ekspresi kesal Xukun yang perlahan terlihat jelas. "Kau benar tentang sesuatu terjadi diantara kami satu tahun yang lalu. Dan kau menyadarkanku jika Xiaojun masih memiliki ingatan itu hingga sekarang, mungkin itu yang membuatnya kehilangan profesionalitas--seperti perkatamu."

Hendery bahkan dengan gamblang menyebut nama Xiaojun di hadapannya. Xukun tak tahu apa ia bisa lebih kesal dari sekarang jika terus berhadapan dengan pria itu. Xukun lantas memilih untuk mengalah, hanya untuk saat ini.

"Kuharap bukan sesuatu yang buruk." Xukun menatap Hendery penuh peringatan, kini secara gamblang menunjukkan emosinya tanpa berniat untuk memakai topeng apapun. Ia jengah. "Aku tak akan tinggal diam jika mendengar kabar buruk tentangnya."

"Tak perlu khawatir," Hendery ikut berdiri, tersenyum kecil dan mencoba untuk tenang sebisa mungkin. "Karena aku akan melakukan hal yang sama."

To Be Continue


2K WORDS🔥
Sebelumnya cuman 1.5k aja padahal, tapi masih berantakan. Mengingat lagi, aku jadi malu dulu publish ff ini dalam kondisi seberantakan itu tatabahasaku 😭

Btw, harusnya Xiaojun yang manggil Xukun Gege. WKWK

Continue Reading

You'll Also Like

777K 79.4K 55
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
988K 59.9K 35
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
179K 6.6K 21
𓄼 ₍ᐢ..ᐢ₎ 𖥻 step father ᕱ ⑅ ᕱ ୭ Mature !! ୭ bxb ୭ hvmv ୭ homophobic ? Pls dni ! ୭ end ⸙͎۫˖⁺ ☁⋆ ୭ 🕊.⋆。⋆༶⋆˙ Ji-Sung menikahi ibu chenle bukan atas da...
5K 794 4
Mereka tidak pernah saling mengenal sebelumnya. Sampai takdir akhirnya turun tangan, melukiskan kisah indah nan tragis bagi keduanya. warn! bxb, char...