SENJA (Revisi 2023)

By De_Amanina

1.1M 37.1K 3.1K

Patah hati. Entah harus berapa lama lagi Senja menahan rasa sakit itu sendirian, diam-diam. Terjebak dalam c... More

Part 1 : Memori
Part 2 : Sekolah Baru
Part 3 : Insecure
Part 4 : Balap Liar
Part 5 : Surat dari Wira
Part 6 : Rooftop
Visual Cast
Part 8 : Satria
Part 9 : Hari yang Buruk
Part 10 : Tidak Bisa Ditebak
Part 11 : Satria Itu, Seperti Apa?
Part 12 : Kebenaran
Part 13 : Dilema
Part 14 : Barbeque
Part 15 : Tepi Barat
Part 16 : Jaga Hati
Part 17 : Move On
Part 18 : Truth or Dare
Part 19 : Jaga Jarak
Part 20 : Konspirasi Devin
Part 21 : The Power of Devin
Part 22 : Hanya Teman
Part 23 : Bayu
PROMOSI CERITA (SAVIOR)

Part 7 : Insiden Bus

17.4K 1.5K 131
By De_Amanina


"Ayo nikah!"

~Satria~


***

Di kamar Senja, gadis itu menatap keluar jendela, berharap dapat melihat Satria di sebrang sana.

Sejak tadi pulang ke rumah, Senja langsung mendapat bom pertanyaan dari mamanya. Kemana Senja pergi? Tentu saja Senja tidak mengatakan yang sebenarnya. Mama bisa cemas jika tahu Senja dikunci di rooftop dan kehujanan di sana. Senja bukan tipe orang yang suka mengadu. Untuk saat ini, Mama cukup tahu kalau Senja pergi kerja kelompok bersama temannya.

Mengingat rooftop, Senja jadi ingat Satria yang menolongnya. Seketika senyum terbit di bibir Senja, tersenyum sendiri seperti orang gila.
Sesekali dia menggigit ujung bantal saat mengingat dirinya yang tiba-tiba memeluk Satria.

"Rasanya nyaman dan hangat." Batin Senja sambil mendekap bantal.

Tiba-tiba Senja tertawa dan menyentuh kepalanya yang tadi sempat terkena lemparan sepatu oleh Satria. Meski rasanya sakit, tapi menurut Senja itu momen lucu bersama Satria, memanjat tembok dan berakhir berlari menuju halte bus.

Tawa Senja terhenti saat dia ingat sesuatu di bus. Senja memukul-mukul bantal, melampiaskan kekesalannya pada Satria. Bisa-bisa nya Satria membahas soal dada nya yang datar.

"Dasar mesum!" Senja semakin gencar memukul bantal dengan tangannya.

"Ja?" ujar Luna merasa bingung dengan tingkah Senja.

"Hah? Kamu sejak kapan di sini?!" tanya Senja kaget.

"Sejak kamu mukul-mukul bantal gak jelas."

"Ah, i-itu. Ngapain ke sini?" Senja berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Gimana tadi reaksi Satria saat makan nasi goreng buatan ku?" tanya Luna berbinar-binar.

"Gak tau," jawab Senja seadanya.

"Kok gak tau? Tadi aku ketemu Satria katanya enak lho." Luna kurang puas dengan jawaban Senja.

"Emm ... Maksud aku, aku gak liat Satria makan. Ya pasti enak lah nasi goreng buatan kamu." Senja tidak tega jika harus mengatakan kalau Satria tidak memakannya. Tapi Senja juga tidak sepenuhnya berbohong. Dia memang tidak melihat Satria memakannya, karena yang makan Rey dan Devin.

Luna mengangguk.

"Tadi dia bilang makasih pas ambil itu dari aku," tambah Senja.

Luna tersenyum senang. "Makasih ya Ja. Nanti kapan-kapan aku titip lagi."

Senja mengangguk. "Na, kamu gak kepikiran buat naik bus?" tanya Senja menghentikan pergerakan Luna yang akan ke luar kamar.

Luna mengernyit.

"Satria. Aku pernah liat dia naik bus." Senja menjawab keheranan Luna.

"Oh ya? Sayangnya aku gak suka naik angkutan umum Ja." Luna sedikit kecewa mengetahui fakta tentang Satria. Dia kira Satria pergi ke sekolah dengan Papanya karena yang dia tahu motor Satria memang disita.

"Kenapa?" tanya Senja heran.

"Angkutan umum kan kotor, sesak, dan yang paling penting itu gak aman buat gadis seperti kita." Luna memberikan alasan.

"Kalo naik bus nya sendirian mungkin gak aman. Tapi kan ada Satria." Batin Senja.

Tapi kemudian Senja menggeleng kepalanya, Satria juga kan kurang ajar padanya tadi. Tapi kenapa hati kecil Senja merasa tidak terima Satria seperti itu. Bagaimanapun, Satria berjasa sudah menolong Senja.

"Padahal, maksud aku tuh kamu bisa sering ketemu Satria di bus," usul Senja membujuk Luna.

"Banyak cara untuk mendapatkan Satria. Selama ini pun, aku selalu mendapatkan cowok yang aku mau tanpa repot kan?" Luna tersenyum percaya diri.

Senja mengangguk. Menyetujui ucapan Luna. Memang benar, Luna selalu mendapatkan apapun yang dia mau. Luna itu cantik, siapa yang mau menolak Luna? Senja merasa sesak menyadari itu, bagaimana jika Satria benar-benar bersama Luna? Rasanya ingin pergi jauh jika itu sampai terjadi.

Tapi. Sebagai saudara Luna, Senja tetap harus mendukung Luna. Jika memang Satria itu jodoh Luna, Senja akan berusaha ikhlas menerima kenyataan yang nyatanya sangat pahit untuk dirasa.

"Gak masalah gak ketemu Satria di bus. Aku tau bisa ketemu Satria di mana." Luna tersenyum penuh arti.

"Di mana?" tanya Senja ingin tahu.

"Di club malam. Jangan bilang Mama," bisik Luna.

"Hah?!" Senja terperajat kaget.

"Jangan kenceng-kenceng Ja." Luna membekap mulut Senja.

Senja mengangguk.

"Temen baru aku di SMA cerita, kalau dia pernah liat Satria CS nongkrong di club," jelas Luna pelan.

Kaki Senja rasanya lemas, Satria benar senakal itu kah? Jadi, saat Satria pulang malam dan memanjat pohon, dia pulang dari club? Senja tak habis pikir.

"Na, kamu mau main ke tempat seperti itu?" tanya Senja.

"Tentu, lagian gak ada yang aneh. Di Jakarta juga aku sering main ke club bareng temen-temen," jawab Luna santai.

"Jangan lagi Na! Nanti Mama marah!" Suara Senja meninggi. Dia tak habis pikir, Luna sejauh itu dalam bergaul.

"Ya makanya, mama sama papa jangan sampe tau." Luna itu memang keras kepala.

Senja mendesah pasrah. Karena percuma juga menasehati Luna yang memang sejak dulu selalu bersikap semaunya.

"Udah malem Na, kita istirahat yah," ucap Senja tersenyum, menghentikan pembicaran nya dengan Luna.

"Mimpi indah ya Ja." Luna membalas senyum Senja dan berlalu meninggalkan kamar.

***

Besok harinya, sepulang sekolah. Senja mengerjakan tugas kelompok bersama Rey, Devin, dan Satria. Kebetulan, rumah Devin paling dekat dengan sekolah. Demi menghemat waktu akhirnya mereka memutuskan untuk mengerjakan tugas di rumah Devin.

Rumah Devin terlihat besar, tapi sayangnya cukup sepi. Hanya ada pembantu di rumah itu. Menurut penjelasan Devin, orang tuanya sibuk bekerja jadi memang jarang di rumah.
Mungkin itu juga sebabnya Satria dan Rey sering menghabiskan waktu di rumah Devin.

"Jadi, kita mau bikin proposal tentang usaha apa nih?" tanya Senja, agar tugas dapat segera selesai.

"Terserah Ja," jawab Rey yang fokus dengan bermain PS.

"Tanya Satria aja Ja, dia pinter. Otak gue males ngerencanain anggaran kaya gitu." Devin juga sibuk menggerakan stik PS melawan Rey.

"Gue nyesel sekelompok sama kalian," desah Senja.

Bu Mitha, guru kewirausahaan. Membagi kelompok sesuai tempat duduk. Jadi, mau tidak mau Senja masuk kelompok Devin CS.

Sebenarnya tugasnya cukup mudah jika dikerjakan bersama-sama. Hanya membuat proposal perencanaan usaha dan nanti dipresentasikan di depan kelas. Tapi jika Rey dan Devin sibuk bermain, kapan ini akan selesai.

Senja melirik Satria yang sibuk sendiri dengan laptop milik Devin. Entah dia sedang apa.

"Sat." Senja memberanikan diri memanggil Satria.

"Hm." Satria mendongak.

"Jadi, apa ide usahanya?" tanya Senja.

"Bikin aja apa yang lu mau bikin."

"Huh." Senja mendesah. "Gue pulang aja yah, ini kan kerja kelompok." Senja kesal jika seperti ini, kenapa semuanya melimpahkan pada Senja.

"Gih, pulang aja. Gak guna juga lu di sini." ucap Satria datar, pandangan nya masih fokus pada layar laptop.

"Dasar es mambo rasa rujak." Senja bergumam mengutuk Satria. Mulut Satria itu benar-benar. Kalau diam auranya dingin. Sekalinya bicara kok nyelekit yah, pedes.

"Gue denger." Satria mendelik tajam pada Senja.

"Gue gak takut," tantang Senja.

"Goooooolll. Gue menang!" teriak Devin sambil berselebrasi mengacungkan tangannya.

"Curang lu. Ulang, ulang." Rey tidak terima dengan kemenangan Devin.

"Ok kita ulang kekalahan lu." Devin menerima tantangan Rey dengan senang hati.

Senja menatap keduanya. Apa seseru itu bermain PS sampai mereka merasa dunia milik berdua. So sweet sekali.

"Ah, jadi ngantuk. Kerja kelompok macam apa ini?" Senja menelungkupkan tangannya di atas meja.

Sementara Satria masih fokus mengetikkan jari tangan nya di atas keybord.

Satria melirik Senja karena tidak mendengar pergerakannya dalam beberapa menit terakhir. Senja ternyata sudah terlelap. Satria menggelengkan kepalanya. Ini sama saja dia mengerjakan tugas sendirian.

***

Jam 5 sore. Senja masih belum bangun dari tidurnya. Satria melirik Rey dan Devin yang juga sedang tidur di karpet depan tv.
Ini sebenarnya acara apa? Kerja kelompok atau tidur masal?

Satria membereskan buku-buku ke dalam tas nya. Mematikan laptop setelah menyalin data terlebih dahulu pada flashdisk. Ternyata sejak tadi Satria sibuk mengerjakan tugas kelompok sendirian. Rey dan Devin memang selalu mengandalkannya jika urusan kerja kelompok. Satria sudah hafal betul, karena mereka selalu satu kelas sejak pertama masuk SMK. Entah itu keajaiban, anugerah atau bahkan musibah bagi Satria.

Satria memandang Senja sejenak. Mengulurkan tangan kearah wajah Senja. Mungkin ingin menyingkap rambut yang menutupi sebagian wajah Senja.

Pergerakan tangan Satria yang lembut membuat Senja sedikit terganggu dalam tidurnya. Otomatis Satria langsung menarik tangannya menjauh. Bisa malu jika Senja memergokinya.

"Bangun." Satria mengguncang lengan Senja yang terletak di atas meja.

"Hm." Senja bergumam tapi kemudian tidur lagi.

"Dasar kebo," cibir Satria.

Satria mengambil air putih yang tersedia di atas meja. Mengambil sedikit lalu mencipratkan pada wajah Senja.

"Apaan sih?!" tanya Senja dengan suara keras. Mungkin merasa tidurnya diganggu.

"Sa-satria?!" Senja kaget saat membuka mata mendapati Satria ada di hadapannya.

"Sana cuci muka, iler lu berantakan," ujar Satria memalingkan wajah.

"Hah?!" Senja reflek menggosok bibir dan pipinya. Setelahnya melesat ke kamar mandi.

***

"Pelan-pelan dong Sat jalannya, nyawanya belum kumpul," ucap Senja terengah-engah menyamai langkahnya dengan Satria.

"Keburu bus nya lewat." Satria masih berjalan tanpa mengurangi kecepatan.

"Sat, gue laper. Di rumah Devin yang mewah itu gak disuguhin makan." Senja cengengesan saat ditatap oleh Satria.

"Mampir minimarket dulu yah, please." Senja memasang wajah melas pada Satria.

"Ayo." Satria menyerah

***

Satria menatap Senja yang lahap sekali memakan mie instan cup miliknya. Tadi di minimarket Senja memang membeli mie cup sekalian diseduh di sana. Sementara Satria tidak berminat untuk makan apa-apa.

Sekarang mereka sedang berada di halte untuk menunggu bus datang.
Hari mulai gelap, sepertinya sudah mau maghrib.

Selain mereka berdua, banyak juga orang yang sedang menunggu bus. Maklum, ini jam nya orang pulang kerja dan banyak juga murid sekolah yang baru pulang.

Tak lama, bus datang dari kejauhan. Senja buru-buru melempar sisa mie nya ke tong sampah dan meneguk air mineral.
Setelah bus berhenti di halte, Satria menarik tangan Senja untuk masuk ke dalam bus. Beruntungnya mereka masih mendapatkan tempat duduk.

"Makasih." Senja tersenyum pada Satria, dia merasa senang Satria peduli padanya. Mengingat, Senja tidak tahu caranya naik bus. Ternyata harus gerak cepat agar dapat kursi.

Sedetik kemudian, Senja cemberut dan memilih memalingkan wajahnya kearah jendela, karena dia memang duduk di pojok. Dia kesal karena Satria tidak menjawab ucapan terimakasihnya dan justru sibuk dengan ponsel.

Satria melirik Senja sekilas, memastikan apakah Senja tidur lagi seperti di rumah Devin. Ternyata dugaan Satria tepat, Senja tidur lagi. Padahal ini baru 5 menit bus berjalan. Dasar muka bantal.

Seseorang yang sedang berdiri di samping Satria terus saja memerhatikan Senja. Posisi orang itu memang sedikit di depan Satria beberapa centi, menghadap ke arah Satria dan Senja.

Menyadari ada yang tidak beres, Satria mengikuti arah pandang orang itu. Sialan! Ternyata pria itu memerhatikan rok pendek Senja yang sedikit tersingkap karena tidur Senja yang tidak tenang. Menampakkan sedikit paha mulus Senja.

"Balik badan. Atau lu gue hajar!" Satria menggeram marah dengan tatapan membunuhnya.

Pria itu langsung balik badan, merasa malu tertangkap basah sekaligus takut dengan tatapan Satria.

Huh. Satria mendesah. Lalu kemudian dia melepas sweater hitam miliknya, menutupi paha Senja yang terekspos.

"Lu itu ceroboh." Satria mengacak rambut Senja.

Sepanjang jalan, Satria terus memerhatikan Senja yang sedang tidur. Kenapa gadis ini bisa-bisanya tidur nyenyak di tempat umum. Benar-benar menghawatirkan.

Satria membuang muka kearah lain saat tiba-tiba saja Senja bangun dari tidurnya. Mungkinkah dia merasa diperhatikan?

Gadis itu mengerjapkan matanya perlahan, lalu menyadari ada sweater di pangkuannya. Senja tahu itu milik Satria, tapi kenapa bisa ada di atas pahanya.

"Ini punya lo?" tanya Senja sambil menyodorkan sweater itu pada Satria.

Satria menerimanya tanpa menjawab.

"Kenapa ada di sini?" Senja bertanya lagi.

Masih tidak menjawab, Satria malah bangun dari duduk nya saat bus berhenti di halte tempat biasa mereka turun. Otomatis Senja mengikuti Satria untuk keluar.

"Sat, bisa pelan gak sih jalannya? Gue capek ngejar-ngejar lu terus," gerutu Senja saat lagi-lagi harus berusaha menyamai langkah Satria.

"Ngejar-ngejar?" tanya Satria ambigu.

"I-iya. Dari tadi kan gue ngejar lu." Senja jadi merasa pertanyaan Satria menyudutkannya. Mengejar-ngejar apa maksudnya? Ngejar jadi pacar? Sudah jelas dia mengejar langkah Satria.

Satria tak menanggapi lagi. Dia kembali melangkah mendahului Senja.

"Ish." Senja lagi-lagi tertinggal di belakang.

Hening.

Beberapa menit berlalu tanpa suara. Langkah Satria tidak secepat tadi, jadi Senja bisa jalan berdampingan dengan Pria itu.

Hari sudah gelap, sudah lewat waktu maghrib sepertinya. Mereka sudah memasuki komplek perumahan. Tapi perjalanan menuju rumah masih membutuhkan beberapa menit lagi. Karena rumah mereka terletak di blok E. Lumayan cukup jauh.

"Sering-sering aja tidur di bus," ucap Satria tiba-tiba memecah keheningan.

"Hah?" Senja mengernyit bingung.

"Kalo bisa, rok nya lebih pendek lagi." Ucapan Satria semakin membuat Senja berpikir.

Senja tidak mengerti. Kenapa sih? Dia melirik rok sekolahnya. Perasaan tidak terlalu pendek dibanding siswi lain di sekolahnya. Rok Senja masih di bawah lutut.

"Paha lu putih, dan mulus. Mungkin juga halus." Satria berbisik di telinga Senja.

BUK!

"Aaakh." Satria meringis merasakan sakit di kaki nya. Injakan kaki Senja sungguh luar biasa.

"Sialan lu ya!" Senja mengumpat sambil meninggalkan Satria yang kesakitan.

Senja sama sekali tidak peduli. Harga dirinya seperti di obral oleh Satria. Kemarin dia membahas dada Senja yang datar, sekarang paha. Dasar otak mesum.

"Jangan marah Ja," ucap Satria terengah karena mengejar langkah Senja.

"Jangan deket-deket." Senja menjaga jarak dengan Satria.

"Waspada banget sih lu."

"Harus! Cowok mesum kaya lo emang gak boleh dideketin." Suara Senja meninggi.

"Jangan selalu nyalahin cowok yang mesum, itu artinya cowok normal. Para cewek juga perlu jaga diri dari cowok setipe gue. Jangan pake rok pendek kalo gak mau jadi pelampiasan hasrat para cowok." jelas Satria panjang lebar.

Senja menatap Satria Sejenak.

"Besok, gue pake ROK PANJANG!" ucap Senja lantang dan penuh penekanan .

Senja pergi meninggalkan Satria di belakangnya. Senja benar-benar malu membahas hal seperti ini dengan laki-laki. Terlebih itu Satria yang selama ini terlihat dingin, tapi ternyata sisi lain dari Satria sama sekali tidak diduganya.

"Jangan! Entar gue gak bisa liat lagi." Satria berteriak dengan nada mengejek pada Senja.

Wajah Senja makin memerah. Perpaduan antara malu dan marah. Satria benar-benar. Sudah habis kesabarannya.

Senja membalik tubuhnya.

"Jangan harap!" ucap Senja dengan tatapan tajam.

"Cuma suami gue yang boleh liat." sambung Senja. Kemudian kembali membalikkan badan dan pergi menjauhi Satria.

"Ayo nikah!" Lagi-lagi Satria berteriak pada Senja.

Senja terdiam, mencerna ucapan Satria barusan. Itu bukan lamaran, jelas-jelas itu sebuah ejekan.
Senja malas meladeni Satria yang otaknya mungkin sedang geser saat ini. Dia lebih memilih mempercepat langkahnya demi menjauhi Satria. Senja merasa benar-benar dipermalukan.

Sementara Satria menyeringai di belakang Senja.

Setelahnya, Satria kembali memasang wajah dingin.
Kenapa dia bisa bersikap seperti itu pada Senja? Seperti bukan dirinya. Atau mungkin Satria sudah menganggap Senja bagian terdekat dalam hidupnya? Sama seperti terhadap Rey dan Devin. Atau mungkin lebih? Satria tidak tahu. Yang pasti, menggoda Senja seperti itu sungguh menyenangkan. Apalagi saat melihat gadis itu marah-marah.

***

De_Amanina

Bogor, 12 Maret 2019
R

evisi 20 Januari 2023

Terimakasih udah mampir, kasih krisar nya di kolom komentar yah. Biar aku bisa selalu memperbaiki tulisan ini.
Jika suka silakan berikan vote.
Follow dan tambahkan ke library biar gak ketinggalan setiap cerita ini update. Salam kenal 😁

Continue Reading

You'll Also Like

15.8K 325 10
Nah yang suka cari sana sini bingung gimana style yang lagi ngeptrend gue ada nih :)))
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.1M 287K 33
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
50.4K 1.5K 32
Follow dulu bole mereun :) Entah ada masalah apa dengan hati dan pikiran Mawar, yang jelas dia tidak suka bertemu dengan cowok dingin yang bernama Vi...
5.1M 183K 38
Sequel (The Other Side) "Buat apa lo mertahanin suatu hubungan kalo lo berjuang sendirian?" "I can't say hello to you and risk another goodbye." Apak...