breathing fire ─ changlix

By lixygens

41.7K 6.8K 415

(n.) Felix hate at people who is rude, but exception for Seo Changbin. ─yaoi, bxb, gay story. More

1
2
3
4
5
7
8
9
10
11
12
13
14
15

6

3K 530 60
By lixygens

Felix tidur ditaksi karena kekenyangan. Hal itu membuat Changbin harus setia menunggu di dalam taksi sampai laki-laki itu bangun.

Sebenarnya malas, cuma setelah mengingat kisah sedih yang laki-laki itu rasakan, hati Changbin sedikit tergoyah untuk menunggunya.

Benar-benar kejam, bagaimana bisa orang tuanya memperlakukannya dengan seperti itu? Selalu memarahi anaknya yang bahkan dengan hebatnya bisa mendapatkan penghasilan dari hasil kerja kerasnya? Bukankah seharusnya bangga?

Lihatlah tingkahnya, sungguh kekanakan namun sudah bisa bekerja keras. Tingkah saja yang seperti bocah, pikiran dewasa.

Felix membuka matanya dengan perlahan, melihat seseorang duduk di sampingnya dengan samar-samar.

Terdengar suara helaan napas dari hidung Felix membuat Changbin menolehkan wajahnya, menatap yang lebih muda.

"Tidurnya lanjut di hotel," kata Changbin sebelum akhirnya keluar dari taksi, meninggalkan Felix yang masih mengumpulkan nyawanya di dalam taksi.

Beberapa menit setelahnya, Felix keluar dari taksi dan berjalan masuk ke hotel. Ia melihat Changbin yang sedang berdiri di depan resepsionis sembari berbicara pada karyawan disana.

Setelahnya, laki-laki yang lebih tua membalikkan tubuhnya dan menatap Felix seolah menyuruhnya untuk mendekat.

"Dimana tasku?" tanya Felix ketika mendekat.

"Di kamar," sahutnya sebelum jalan menuju kamar Changbin yang terletak di lantai 4 hotel.

Benar saja, sampai di kamar sudah ada tas hitam milik Felix disana yang diletakkan di atas sofa.

Laki-laki yang lebih tua duduk di sofa sembari memainkan ponselnya, begitu juga dengan Felix yang ikut duduk di sofa samping laki-laki itu.

Rasanya tak nyaman jika ia harus selaku menumpang kamar pada Changbin. Bahkan, duduk berdua begini saja Felix tak nyaman, takut menganggunya.

Felix mengambil tas hitamnya dan memakainya di punggungnya. "Makasih untuk tempat tidurnya semalam,"

Changbin mengangguk dan meletakkan ponselnya di sampingnya, kemudian menatap Felix dengan tatapan bertanya.

"Aku mau pesen kamar sendiri, kasian kamu butuh privasi juga, 'kan?"

"Harus banget?" tanya Changbin.

Felix mengganguk.

"Lo ini nggak nyaman sama gue apa gimana?"

"Bukan gitu,"

"Nggak usah aneh-aneh, lo bisa tidur di kasur, gue di sofa. Nggak usah pesen kamar," kata Changbin.

"Nggak papa, aku punya uang,"

Changbin menghela nafasnya, "Simpen uang hasil kerja keras lo, lo bisa gunain tuh uang buat kebutuhan lo atau sesuatu yang lo pingin,"

"Kalau sekarang lo adalah tanggung jawab gue, soalnya gue yang udah bawa lo kesini. Jadi, nggak usah merasa nggak enak sama gue," lanjut Changbin.

"Aku nggak minta balas budi," sahut Felix membuat Changbin yang semula menatapnya jadi melengos.

"Terserah lo,"

Felix memutar kedua bola matanya sembari mulutnya ikut bergerak ke kanan dan ke kiri.

"Biaya per malam disini emang berapa?" tanya Felix.

"1,5 untuk kamar kayak gini,"

Changbin menyahut dengan santai, berbeda dengan Felix yang merespon dengan membulatkan matanya.

Duit hasil kerja gue sebulan ini tinggal setengahnya karena udah beli tiket pesawat. 1,5 belum sama makanannya? Ah, bisa-bisa gue utang hotel ini mah!

Kemudian Felix kembali duduk di kursi dan melepaskan tas ransel yangs semula ia pakaikan di punggung.

"Aku nggak jadi pesen kamar sendiri," kata Felix.

Felix mengira bahwa Changbin akan tersenyum karena ia telah menuruti ucapan Changbin, tapi tidak. Changbin yang semula bermain ponselnya itu mendongak dan justru hanya merespon dengan tatapan datarnya.


"Labil banget, sih, bocah."

Kenapa selalu ada 'bocah' nya sih?

"Aku bukan bocah, ya!" Felix mengelak. "Lagian aku juga nggak labil!"

Changbin tak ambil pusing, laki-laki itu melepas hoodie hitamnya yang menyisakan kaos polos berwarna hitam tanpa lengan.

Kini otot bisep milik laki-laki itu terpampang nyata di depan Felix yang sedang melotot melihatnya.


Badannya kecil, tapi bisepnya oke juga!?

"Ngapain liat-liat?" Changbin menangkap basah Felix yang sedang melihatnya dengan mata lebar.

Felix yang kaget langsung menggeleng, "Nggak."

"Lo kalo mau mandi silahkan, baju lo masih sisa 'kan?" tanya Changbin.

Felix mengangguk.

"Lo kalo laper telepon pelayan hotel aja. Gue yang bayar,"

Felix kembali menganggukan kepalanya, tapi sekarang sembari membatin dalam hatinya.

Dia ini sekaya apa, sih? Semuanya dia yang bayar?

"Gue nggak sekaya itu,"

Felix melotot, "Hah? Kamu bisa baca pikiran, ya, Kak?"

Changbin menaikan sebelah alisnya, "Nggak ada orang yang bisa baca pikiran di dunia ini, hidup lo halu terus,"

"Ih, ada tau!"

"Terserah lo," sahut Changbin. "Buruan mandi, gue juga mau mandi!"

"Yaudah, Kakak duluan aja yang mandi!" Felix menyahut tak kalah.

Terdengar decakan dari mulut Changbin sebelum laki-laki yang lebih tua itu masuk ke dalam kamar mandi.

Felix menyenderkan punggungnya di sofa yang ia duduki, wajahnya mengadah ke langit-langit kamar.

Sebelumnya tak pernah terpikirkan oleh Felix, bahwa ada laki-laki yang baru ia temui langsung bersikap begitu baik padanya.

Oh ya, jangan lupa, sedikit menyebalkan pun ada.

--

hai, gimana chapter 6??

aku gak nyangka udah 2k readers, makasi semuanya😭❤️❤️

anyway,

i made new story, is there who want to read it?><

Continue Reading

You'll Also Like

55.5K 5.1K 31
° WELLCOME TO OUR NEW STORYBOOK! ° • Brothership • Friendship • Family Life • Warning! Sorry for typo & H...
240K 19.4K 94
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
945K 77.4K 28
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
394K 31.7K 63
"ketika perjalanan berlayar mencari perhentian yang tepat telah menemukan dermaga tempatnya berlabuh💫"