Laki-Laki Biasa [Completed] (...

By TaeIlss_

235K 6.2K 71

Rehan tak pernah mengira niatnya membantu Gunawan membatalkan perjodohan justru menjadi titiknya terjebak pad... More

Blurb [0]
LLB; Tamu Tak Diundang [1]
LLB; Tamu Tak Ter-Undang [2]
LLB; Misi Selesai & Kenyataan Sebenarnya [3]
LLB; Sakit Mendalam Dan Kenyataan Lain [5]
LLB; Pusing Dan Keputusan Mendadak [6]

LLB; Kebohongan Dan Penawaran [4]

8.7K 764 6
By TaeIlss_

Rehan keluar dari ruangannya sendirian. Gunawan yang punya client didalam dan Rehan sendiri hanya bertugas sebagai asisten Gunawan dalam presentasi ini.

Rehan sedari tadi berkali-kali menyentuh kantungnya. Mulai kantung celananya sampai kantung kemejanya bahkan sampai kantung jas nya. Nggak biasanya Rehan kehilangan satu barang itu.

Tadi pagi memang Rehan mengeluarkan KTP-nya untuk meng aktivasi kartu baru di ponselnya. Tapi Rehan yakin dia nggak ninggalin KTP-nya dirumah. Apalagi KTP itu hal penting yang nggak boleh ketinggalan sama sekali.

"Gue taruh dimana tadi ya."

Sambil mencari KTPnya yang mungkin saja terselip, Rehan melanjutkan jalannya menuju parkiran. Mungkin aja jatuh.

Rehan tiba diparkiran dan masih belum bergerak darisana.

Dia memutari sekeliling jalanan parkiran yang ia lewati.

Karena perusahaan Gunawan masih belum terlalu besar dan kantornya juga masih dalam bentuk ruko, maka parkirannya juga bercampur dengan parkiran ruko lain.

Rehan masih terus mencari KTP-nya, ketika tiba-tiba seseorang berdiri didepannya.

"Mas cari ini, kan?"

Rehan mengangkat kepalanya ketika tubuh seorang perempuan ada didepan dirinya, "Loh kok ada  sama Mbak Kanaya?"

Itu Kanaya.

"Mas yang katanya namanya Gunawan, pasti nyari ini kan? Ini punya siapa yah? Punya Gunawan atau Rehan?"

Rehan meneguk salivanya ketika Kanaya menyebut dua nama, "I-itu-"
"Mas jangan coba-coba membohongi saya ya, walaupun saya bukan orang kaya, saya juga punya harga diri. Seenaknya aja Mas bisa menipu saya dengan mengaku sebagai Satria. Mas ini sindikat penculikkan yang lagi beraksi cari mangsa ya? Saya nggak bisa tertipu sama Mas Satria, Gunawan atau siapalah kamu ini."

Rehan menggeleng, "Nggak, nggak, saya bukan penculik atau bahkan sindikat penculikan. Sepertinya ada salahpaham. Beri saya waktu dan saya akan kembali lagi menemui Mbak. Tapi saya minta KTP saya."

Kanaya menggeleng, "Saya nggak akan memberikan KTP ini sebelum Mas Gunawan atau siapalah Mas ini, mengatakan yang sebenarnya."

Rehan mengangguk, "Oke, saya akan mengatakan yang sejujurnya. Tapi saya harus kembali kerumah sekarang. Saya akan menemui Mbak di tempat lain. Bagaimana?"

Kanaya tampak berpikir, "Yasudah, Mas temui saya besok di cafe xxx yang nggak jauh dari ruko ini. Saya tunggu jam sepuluh."

Lalu Kanaya pergi dari sana meninggalkan Rehan yang memilih mengalah dengan perempuan itu.

Biarlah Kanaya pergi sekarang. Rehan yakin perempuan itu akan menyimpan KTPnya dengan aman.

-

"Jadi emang salah, Wan? Kok lo nggak ngomong sama gue?"

Rehan pagi ini datang kerumah Gunawan tanpa ibu tahu karena dirinya beralasan akan joging.

Tapi sebenarnya Rehan mau minta penjelasana kebenaran akan gadis yang dia temui.

"Y-ya, mau gimana Han. Aku juga baru tahu semalam. Lagipula ibuku pun sudah membatalkannya. Dia janda yang sudah punya satu anak, Han. Ibuku sudah ditipu olehnya,  Jadinya aku tenang-tenang saja dengan siapa yang kamu temui itu. Mungkin saja bisa jadi jodohmu, kan?" Ujar Gunawan dengan enteng.

Rehan menjambak rambutnya frustasi, "Tapi lo tahu nggak sih, Wan. Ini semua nggak bener. Perempuan itu merasa tertipu. Karena niat awal kita nggak bener, semuanya juga ikutan nggak bener. Bahkan dia sekarang nahan KTP gue."

Gunawan terbelalak kaget, "Ya Allah! Sadisnya dia. Kok bisa, Han?"

"Waktu itu KTP gue jatuh. Trus dia kayaknya nemuin, dan dia juga tahu kebenarannya. Jadinya pas dia datengin gue lagi kemarin, dia minta penjelasan. Kalau gue nggak mau ngomong, dia nggak mau balikin KTP gue. Mati gue kalau KTP gue sampai dibuang sama dia. Lo tahu sendiri bikin KTP susahnya kayak apa. Udah gitu kan blangko KTP lagi di korupsi." Terang Rehan.

Gunawan mengangguk, "Yasudah kamu jelaskan aja semuanya Han. Apa aku harus ikut juga?"

Rehan berpikir sejenak, "Kayaknya lo ikut juga nggak nyelesain masalah. Yaudah gue aja. Biar gue jelasin ke dia nanti."

Gunawan tiba-tiba tertawa, "Yasudah Han, ajak dia nikah saja sekalian. Hitung-hitung nebus kesalahan."

"Gilaa! Otak lo disudut mana sih, Wan? Sini gue oper otak lo sama otak udang."

Gunawan lalu kabur dari ruang tamu menuju dapur.

Rehan yang melihatnya hanya bisa menyandarkan kepalanya di kepala sofa.

Pusing...

-

"Kamu kok lama?"

"Ada urusan tadi, bu."

"Urusan apa?"

Rehan balik kerumah sekitar pukul delapan pagi. Ibu sudah siap dengan beberapa santapan untuk sarapan.

Tapi yang namanya ibu, kalau Rehan belum mau jawab pertanyaannya, ibu nggak akan biarin Rehan makan makanannya.

"Adalah bu. Sebuah urusan."

"Apaan sih, boy? Jangan suka gitu deh sama Ibu."

Rehan mendesah berat, "Yaudah Aan nggak makan makanan Ibu kalau nggak boleh. Aan keluar dulu, Bu."

Rehan hendak bangkit dari duduknya, tapi ibu keburu menahan tangannya, "Jangan marah kayak gitu, An. Ibu Cuma nggak mau kamu menanggung kesulitan sendiri. Ceritalah sama Ibu." Ujar Ibu sambil mengusap bahu Rehan.

Rehan menutup matanya lalu menghempas napasnya berat, "Nggak ada apa-apa Bu. Tadi Aan Cuma mampir kerumah Gunawan aja. Ngomongin urusan biasa lah."

Ibu duduk di samping Rehan, "Yasudah kalau memang begitu. Kamu sedikit-sedikit jangan marah. Belajar lebih sabar. Ibu minta maaf kalau selalu ingin tahu urusan kamu. Ibu nggak tahu kan kapan lagi Ibu bisa cerewet seperti ini sama kamu? Kamu anak ibu yang paling kecil Han. Walaupun sekarang kamu sudah jadi lelaki dewasa, kamu tetap Aan Ibu yang kecil dan mungil. Kamu tahu An, saat ibu lihat kamu, yang ada dipikiran ibu Cuma bapak kamu. Ibu nggak mau apa-apa terjadi sama kamu. Ibu Cuma mau kamu bahagia. Ibu Cuma mau kamu nggak jadi omongan karena masih sendiri," Rehan menatap Ibu dengan desakan tangis yang mulai memburu di dadanya.

Tangan Ibu bergerak menuang nasi keatas piring Rehan, "Kalau kamu merasa permintaan ibu selama ini adalah beban, yasudah ibu nggak ngomong soal istri lagi sama kamu. Kamu tenang aja ya, Ibu akan tungguin kamu sampai waktunya kamu bisa dapatkan pasanganmu sendiri."

Rehan sudah nggak bisa lagi menahan desakkan didadanya.

Kenapa selama ini Rehan selalu saja gagal dengan urusan asmaranya, alasannya karena Rehan selalu nggak bisa meluangkan sedikit ruang dihatinya untuk orang lain.

Karena sejak dulu, Rehan selalu menempatkan ibu di tempat tertinggi didalam hatinya.

Ibu dan Ghania. Dua orang yang sangat dia cintai. Dua perempuan yang posisinya nggak pernah bisa digantikan dengan siapapun.

Rehan lantas memeluk Ibu dengan erat, "Aan minta maaf bu. Aan Cuma nggak mau membuat ruang di hati Aan diisi dengan orang lain yang bisa saja sewaktu-waktu melupaan Aan dengan ibu juga Ayuk."

Ibu terdengar menangis didalam pelukannya, "Nggak An. Anak laki-laki memang milik Ibunya, tapi anak perempuan milik suaminya. Kalau kamu masih saja memilih ibu dan Ayuk-mu terus menempati posisi tertinggi di hatimu, mau sampai kapan kamu membiarkan anak gadis orang lain tidak bisa mendapat pahalanya dari seorang suami? Relakanlah sedikit ruang untuk orang lain mulai saat ini. Jangan pikirkan ibu dan Ayuk-mu terus, An. Pikirkan dirimu, nak."

Rehan bahkan nggak pernah berpikir sejauh pikiran ibu.

Yang Rehan tahu, dia hanya nggak mau menjadi anak durhaka dengan mengambil sedikit ruang ibu di hatinya.

-

Kanaya datang ke kafe sekitar pukul setengah sepuluh.

Walau Rehan mungkin membuat kesalahan dengannya beberapa hari lalu, tapi Kanaya akan membalas sedikit kebaikan Rehan karena datang tepat waktu saat itu.

Walaupun Kanaya berpikir mungkin saja mereka berdua menjadi korban disini, tapi tetap saja. Kanaya butuh penjelasan.

Tapi alasan lain kenapa Kanaya memilih untuk datang lebih awal adalah, karena Kanaya mau menghindari kesedihan lain yang bisa saja ia terima ketika melihat Bunda.

Kanaya selama ini seperti bersikap layaknya orang bodoh karena dia bahkan nggak tahu kalau Bunda menderita kanker stadium tiga sejak dua bulan lalu.

Nggak ada yang pernah menceritakan itu sama Kanaya sampai akhirnya semalam ketika dirinya pulang, ada tukang pos yang datang mengantarkan surat persetujuan kemoterapi dari rumah sakit.

Hati Kanaya hancur. Apalagi dia bahkan belum bisa membahagiakan kedua orang tuanya.

Dan sejak kehadiran Rehan waktu itu, Kanaya selalu melihat wajah bahagia Bunda yang menceritakan ke beberapa tetangga tentang siapa laki-laki muda yang datang kerumahnya beberapa hari lalu.

Bunda menyebut Rehan sebagai calon suami Kanaya, yang selalu Kanaya ingatkan pada Bunda untuk tidak menceritakannya pada tetangga karena belum jelas.

Tapi Ibu bahagia, dan Kanaya hanya butuh kebahagiaan ibu untuk Hidupnya.

Kanaya terlalu sulit mengatakan kalau semua ini kesalahan Rehan semata.

Karena setelah Kanaya melihat semuanya, Rehan mungkin bisa dikatakan sebagai sebuah anugrah kecil yang datang dan membuat ibu bisa terlihat semangat dan tersenyum belakangan ini.

Kanaya mendengar bunyi lonceng cafe yang berbunyi saat seorang lelaki memasuki kafe.

Kanaya mungkin sudah menjadi Kanaya lain sejak dia memarahi laki-laki itu. Bersikap keras dan galak seperti apa yang sudah dia lakukan.
Mungkinkah Kanaya harus menjadi gadis yang lembut seperti sebelumnya?

"Maaf menunggu lama." Rehan tiba didepannya dengan setelan kemeja rapih dan celana bahan yang terlihat pas di tubuhnya.

Kanaya menggerakkan tangannya mempersilahkan Rehan untuk duduk.
Sunyi beberapa detik karena Kanaya terlalu sibuk dengan apa yang harus ia katakan.

Rehan memanggil pelayan lantas memesan beberapa minuman.

Selepas memesan, Rehan berdeham pelan lantas membuka suaranya, "Mungkin saya akan memperkenalkan diri lebih dulu. Nama saya sebenarnya Kemas Rehan Indra. Sama sekali nggak ada nama Gunawan di akta kelahiran saya, atau bahkan nama Satria. Saat itu saya sebenarnya hanya membantu teman saya. Dan saya minta maaf karena sudah berbohong sama Mbak," Kanaya yang menunduk terdengar mendesah pelan, "Tapi benar Mbak, saya hanya membantu teman saya. Teman saya itulah yang namaya Gunawan Satria. Sebenarnya Gunawan itu korban perjodohan. Dan ini sudah yang ke beberapa kalinya sejak Gunawan di jodohkan. Gunawan sudah menyukai wanita lain tapi masih belum bisa memperkenalkannya pada sang Ibu. Maka saya membantu Gunawan untuk membatalkan perjodohan ini. Karena saya pun merasakan apa yang Gunawan rasakan ketika dijodohkan. Apalagi kami ini lelaki dewasa. Mbak bisa tahu lah bagaimana rasanya."

Kanaya mengangkat kepalanya melihat Rehan yang kini justru menunduk.

Sungguh, Kanaya nggak pernah menyangka kalau begini ceritanya.

"Jadi saya meminta maaf yang sebesarnya pada Mbak Kanaya untuk semua yang sudah terjadi. Berbohong memang tidak benar, dan saya menyadari itu. Maka semua yang sudah saya lakukan pun menjadi salah karena Allah tidak menerima apa yang saya lakukan. Sekali lagi saya minta maaf Mbak."

Kanaya kembali menunduk ketika Rehan mengangkat kepalanya. Wanita itu merasa sesuatu yang salah sebenarnya bukan milik Rehan atau dirinya.

Rehan mungkin benar, kalau dirinya hanya ingin membantu. Tapi dengan cara berpura-pura menjadi orang lain, itulah masalahnya.

"Saya mengerti. Maaf juga sudah menuduh Mas sebagai penculik. Semuanya memang tidak salah kalau sampai Mas bertindak seperti ini, tapi cara Mas yang berpura-pura menjadi orang lain, saya rasa salah. Jadi, kita saling meminta maaf ya Mas. Bukan kepada masing-masing, tapi kepada Allah." Ujar Kanaya memberikan tanggapannya.

Rehan mengangguk, "Iya Mbak. Terima kasih kalau Mbak sudah bisa mengerti penjelasan saya."

"Saya sebenarnya hanya merasa tertipu dengan sikap Mas yang berbohong soal nama. Apalagi saya sendiri sebetulnya mengharapkan pertemuan ini berjalan dengan lancar bersama seseorang yang bernama Satria. Jujur saja Mas, bukan hanya Mas yang mungkin diburu untuk menikah, saya pun begitu." Ujar Kanaya yang dibalas tertawaan kecil milik keduanya.

"Jadi karena saya anggap ini gagal, saya merasa cukup kesal Mas. Nggak ada yang ingin saya lakukan selain hanya untuk membahagiakan kedua orang tua saya. Seperti yang Mas tahu, Mas lihat sendiri kan bagaimana bahagianya orang tua saya saat saya diantar pulang sama Mas. Sebegitu bahagianya lah Bunda saya, Mas. Apalagi-"

Rehan mengernyitakan dahinya, "Apalagi?"

Kanaya terlihat menghempas napasnya berat, "Apalagi saya baru tahu kalau Bunda saya menderita penyakit ganas yang saya sendiri sangat nggak menyangka itu. Saya sendiri bingung bagaimana menyikapinya. Saya hanya ingin membahagiakan orang tua saya, terutama Bunda saya Mas. Saya anak satu-satunya dirumah, dan saya anak perempuan, karena itu Bunda  sangat khawatir dengan bagaimana kehidupan saya kedepannya."

Rehan tampak mengerti akan penjelasan Kanaya.

Rehan sendiri mungkin saja akan bersikap yang sama ketika dirinya berada di posisi Kanaya.

Bahkan dengan Ibu yang tidak menderita penyakit berat sekalipun, sangat susah rasanya untuk membiarkan dirinya bisa berdampingan dengan orang lain. Padahal maksudnya hanya untuk membahagiakan Ibunya.

"Dan, Mas Gunawan-"
Rehan tersenyum, "Mbak Kanaya sudah tahu nama saya kan sekarang? Panggil Rehan saja. Atau Kemas juga boleh."

Kanaya mengigit bibirnya karena malu, "Ah, i-iya."

Lalu Kanaya diam, "Lalu? Tadi Mbak mau ngomong apa?"

Kanaya sedikit bingung untuk memulai katanya kembali.

Tapi dengan tiba-tiba, dia sudah memikirkan semuanya barusan, "Boleh saya mengajukan sesuatu, Mas? Mungkin saja penawaran saya ini bisa membuat semua masalah kita, terselesaikan."

"Apa Mbak?"

Tiba-tiba Kanaya meneguk minum didepannya seperti orang yang sudah siap untuk mabuk, "Apa Mas Rehan mau-" Dia Ragu dengan kata-katanya sendiri. Tapi kemudian Kanaya meyakinkan dirinya. "-apa Ma-mas Rehan mau menikah dengan saya?" Rehan terkejut dengan pertanyaan Kanaya, "Saya tahu ini mungkin terdengar murahan atau malah saya terlihat seperti orang yang sudah kehilangan arah hanya karena melihat kenyataan yang terjadi pada Bunda saya semalam. Tapi yasudah, Mas nggak usah jadikan ini-" Ucapan secepat kilat Kanaya tiba-tiba di potong oleh Rehan.

"Saya akan pikirkan penawaran Mbak."

Rehan juga nggak tahu darimana ia bisa dapat kata-kata kayak gitu.

Yang dia pikir, penawaran itu mungkin nggak akan datang dua kali.

-

"Sudah selesai urusannya, Boy?"

Rehan kembali kerumah sekitar pukul sebelas. Nggak lama dia ngobrol sama Kanaya karena tiba-tiba gadis itu dapat telepon dari seseorang. Tadinya Rehan mau mengantar Kanaya tapi Kanaya menolak dan akhirnya mereka berdua pulang masing-masing.

"Sudah bu."

Ibu lalu meletakan nampan berisi es buah di meja kerja Rehan, "Yasudah kalau kamu lelah, Ibu tinggal dulu yah."

"Ibu disini aja. Aan nggak papa. Pengin peluk Ibu."

Rehan lalu bangkit memeluk Ibu. Ibu hampir terlonjak kalau aja dirinya nggak berusaha menahan keseimbangan tubuhnya, "Ada apa sih An? Cerita coba sama Ibu."

Rehan masih dalam pelukan Ibu, "Sebentar aja bu. Nanti Aan ceritain sama Ibu."

Berapa menit Rehan hanya diam didalam pelukan Ibu. Sementara Ibu hanya mengusap kepalanya dengan pelan.

Rehan lalu melepas pelukan Ibu, lantas menarik Ibu untuk duduk di ranjang single-nya, "Kenapa, kenapa?" Tanya Ibu yang dibalas senyuman Rehan.

"Bu, Aan tanya, kalau misalkan Aan harus dihadapkan sama sebuah penawaran. Menurut Aan mungkin baik, tapi bisa aja menurut ibu nggak, reaksi ibu bagaimana?"

Ibu tersenyum kecil menatap wajah Rehan sambil mengusap pipinya pelan, "Kamu nih. Memangnya itu pertanyaan seperti apa An? Maksudnya, itu tentang apa?"

Rehan tersenyum, "Apa aja, Bu. Ibu bayangkan aja sesuatu, kalau misalkan begitu, reaksi ibu gimana?"

Ibu menepuk bahu Rehan lalu berpindah kearah meja kerja Rehan, menuangkan es buah ke gelas besar yang sudah disiapkan disana. "Ibu sih menurut sama kamu aja. Apapun yang menurutmu baik, ibu ikut. Nanti kalau Ibu nggak nurutin kamu, dan jadinya kamu marah, kita malah bertengkar kan? Ibu sih asal apa yang kamu pilih itu baik, walau mungkin caranya kurang bisa di nalarkan. Yah tapi ibu sih yakin, kamu nggak akan memutuskan sesuatu kalau nggak dinalarkan."

Rehan tersenyum, "Lalu bagaimana tanggapan Ibu tentang perempuan yang menawarkan sebuah pernikahan kepada seorang laki-laki. Apa ibu anggap itu bisa dinalarkan?"
Ibu tertawa, "Kamu jangan suka berlebihan An. Sekarang ini jaman emansipasi wanita, siapa aja boleh berbicara sama, dengan tingkatan yang bisa saja sama juga. Jadi menurut Ibu, bisa aja perempuan yang menawarkan pernikahan lebih dulu. Memangnya siapa yang diajukan hal kayak gitu? Temen kamu?"

Ibu menatap Rehan sambil berdiri disamping meja kerja Rehan, "Bukan siapa siapa Bu."

"Masa bukan siapa-siapa, tapi kamu bisa ngomong gini."

Rehan berdiri dari tempatnya, "Memang bukan siapa-siapa Bu. Tapi Aan sendiri yang mengalaminya."

📹📹📹

Yakkksss udah next... Kayaknya bakal post cepat beberapa waktu kedepan yaakk!!!

Makasih,

Love,

Rasss

Continue Reading

You'll Also Like

19.5K 1.6K 33
[DAFTAR PENDEK WATTYS 2023] Terancam dinikahkan, Rukya Ruhaji---anak pendakwah kondang yang manja dan sok pintar---harus mengubah desa yang berisi pr...
168K 9.7K 36
Seorang mahasiswa fashion design yang harus rela jadi penata busana dan asisten manajer hanya untuk menolak keinginan papa nya bekerja di perusahaan...
512K 73.8K 34
Mili sangat membenci kondisi ini. Dikejar-kejar oleh Mamanya sendiri yang mau menjodohkannya. Bahkan, titah untuk menikah sebelum usia 24 tahun terus...
74.3K 11.6K 21
Talitha sangat menyukai Caramel Latte dengan tambahan gula. Manis sekali. Layaknya hubungan gadis bernama kecil Tata itu dengan kekasihnya, Marvin. ...