Meet You (TAMAT)

De novila07

207K 13.4K 275

Married By Accident. Alasan mengapa Rere dan Dewa menikah. Bukan, mereka bukanlah remaja yang 'apes' karna p... Mai multe

PROLOG
Meet You |1
Meet You |2
Meet You |3
Meet You |4
Meet You |5
Meet You |6
Meet You |7
Meet You |8
Meet You |10
Meet You |11
Meet You |12
Meet You |13
Meet You |14
Meet You |15
Meet You |16
Meet You |17
Meet You |18
Meet You |19
Meet You |20
Meet You |21
Meet You |22
Meet You |23
Meet You |24
Meet You |25
Meet You |26
Meet You |27
Meet You |28
Meet You |29
Meet You |30
Meet You |31
Meet You |32
Meet You |33
Meet You |34
Meet You |35
Meet You|36
Meet You|37
Meet You|38
Meet You|39
Meet You|40
EPILOG
BANTUIN AKU DONG
Meet You | Extra Part Rev
Meet You | Precious
Meet You| Sleeptight Honey
MEET YOU: Rere's Side

Meet You |9

3.5K 290 9
De novila07

"Bunda datang sama Ayah?" Tanya Rere senang saat melihat Ayahnya datang bersama Bundanya. Wajahnya memancarkan binar kebahagian.

Bunda mendengus pelan. Masih berkacak pinggang. "Jangan mengalihkan pembicaraan, Ren." Rere menelan ludah. Bunda akan memanggil nama kecilnya saat sedang serius.

"Em Bunda, kita beneran nggak berantem kok. Tadi Dewa angkat pisau karna Rere mau ambil pisau yang Dewa pakai." bela Dewa. Matanya melirik Rere sebelum kembali menatap Bunda.

Sebuah kekehan memecah keheningan. Ayah Rere. Laki-laki akhir 50-an itu mengangkat kedua tangannya tanpa mengikis senyum lebarnya. "Ini nggak lucu, Mas." desis Bunda Rere kesal.

Dewa melirik Rere yang masih menatap kedua orang tuanya dengan binar yang sama. Teori tentang tertawa atau tersenyum itu bisa menular terbukti saat kedua sudut Dewa juga tertarik membentuk lengkung senyum indah.

"Kamu lucu sayang." goda Ayah Rere dengan senyum lebar yang memenuhi wajah tampanya.

Dewa memajukan tubuhnya, mensejajarkan bibirnya dengan telinga Rere. "Aku penasaran kenapa Kamu pendiam banget sementara Ayah sama Bunda imbang cerewetnya." Rere menoleh dengan senyuman yang lebih lebar. Senyum yang jarang Dewa temui.

Senyumnya bisa di formalin nggak sih?

"Ehm.. Kita masih disini kalau kalian lupa." tegur Bunda saat Dewa dan Rere masih saling pandang dengan senyum lebar.

Rere menunduk tersipu mendapat teguran dari Bundanya. Lagi. "Duduk Bun, Yah." tawar Dewa sambil merangkul Rere yang masih menunduk di dadanya.

"Kamu bikin apa, Re?" tanya Bunda lebih tertarik melihat counter dapur Rere dari pada duduk sesuai yang dipersilahkan Dewa.

"Bikin rainbow cake selai buah naga, Bun."

"Yang di gulung bukan?" Rere mengangguk. Tanganya kembali meraih mixer. Melanjutkan membuat adonan yang Ia tinggalkan untuk meminta pisau pada Dewa yang berujung salah paham pada Ayah dan Bundanya yang baru datang.

"Ayahmu juga suka, bawakan beberapa potong untuknya." bisik Bundanya. Rere tersenyum mengiyakan. Rere selalu merasa bersalah sekaligus bahagia dengan keadaan orang tuanya yang berpisah tapi lebih terlihat bahagia dibanding saat mereka masih bersama.

*****

"Re, sudah siap?"

"Wait, ambil sepatu." jawab Rere yang masih berdiri di depan meja rias. Meletakan kuas dengan asal, Rere melangkah cepat menuju walk in closet untuk mengambil sepatu.

"Bisa tolong pakaikan." Dewa menyodorkan sebuah dasi biru gelap bergaris kepada Rere yang baru selesai memasang strapy heels berwarna krem di kakinya. Membuat tingginya sampai sebatas hidung Dewa.

Dewa tersenyum lebar. Kedua tangannya melingkar di pinggang Rere yang terlihat semakin ramping dalam balutan gaun full brokat berwarna gold berkerah sabrina dengan lengan potongan pita yang hanya terjahit di ujungnya saja. Membuat lengan Rere terekspos.

"Kenapa?" tanya Rere yang masih menalikan dasi di leher Dewa.

"Gaya pakaianmu unik. Jadi makin cantik." puji Dewa.

Rere mendengus pelan. Dewa tahu bahwa istrinya menahan tawa juga malu. Lihat saja pipi putihnya bertambah merah, perpaduan antara blush on dan semu yang selalu muncul saat Rere merasa malu.

"Selesai." ucap Rere lembut. Tanganya menepuk bahu Dewa yang cukup lebar. Bukanya melepaskan pelukanya, Dewa semakin menarik pinggang Rere mendekat. Memangkas jarak diantara mereka. "Dewa, nanti kita telat." cicit Rere. Malu.

"Aku masih bertanya-tanya apa yang telah ku lakuakan sampai Tuhan sebaik ini memberiku istri seperti kamu, Re." Tak berani menatap Dewa, Rere memilih membenamkan wajahnya di bahu Dewa.

"Dewa." Bisik Rere.

"Iya." jawab Dewa. Dia mendaratkan kecupan di leher Rere yang semakin jenjang karna Rere menggulung rambutnya ke atas.

"Udah dong, Aku malu."

See? Ini akan terasa 'wajar' jika mereka belum melakukan hubungan suami-istri. Sedangkan mereka telah berhubungan lama dan Dewa sudah memberanikan diri untuk mengakui perasaannya lebih dulu.

"I love you, darl." memberikan kecupan pada puncak kepala Rere sebelum sebelah tanganya meraih pinggang Rere dan menghelanya lembut.

*****

Rumah kediaman keluarga Dewa terlihat mulai ramai dengan tamu yang berdatangan. Malam ini pesta pernikahan kedua orangtua Dewa. Mereka memilih menggelar acaranya di halaman rumah yang cukup luas dengan dan membiarkan para tamu menikmati taburan bintang sebagai atapnya. Memanfaatkan musim panas yang menyajikan langit cerah, Orang tua Dewa sengaja tidak memasang tenda di luar.

"Tante Rere." sedikit terhuyung, Rere meraih tubuh mungil sebatas pahanya yang menubrukan tubuhnya ke tubuh Rere.

Senyuman lebar terbit di wajah cantik Rere saat mendapati balita dengan rambut yang di gulung keatas dengan jepitan kupu-kupu berwarna perak. "Bita." nama balita itu. Keponakan Dewa.

"Bita kangen Tante Rere." Rere terkekeh mendengar Bita yang sedikit kesusahan mengucapkan huruf R. Ini lebih baik dari pada awal pertemuan mereka di pesta pernikahanya. Bita memanggilnya Tante Lele. Miris.

"Tante juga kangen."

"Sama Om Dewa kangen nggak?" tanya Dewa yang ikut berjongkok didepan Bita. Mengikuti Rere.

"Kangen, tapi sedikit. Masih banyak ke Tante Rere." Dewa mencibir Bita.

"Sudah mbak duga Bita disini."  masih dalam posisi berjongkok, Dewa dan Rere menoleh ke asal suara. Tara, ibu Bita.

Bangkit dari posisi berjongkok, Rere menghampiri Tara yang sudah merentangkan kedua tanganya. "Mbak Tara apa kabar?" tanya Rere masih dalam pelukan Tara. Sementara yang di tanya masih terkekeh.

"Baik. Kangen, Re." Tara kembali memeluk Rere. Dari banyaknya sepupu Dewa, Rere paling dekat dengan Tara meski mereka jarang bertemu karna Tara dan keluarganya tinggal di Batam.

"Sama, Aku juga kangen sama mbak Tara." balas Rere.

"Bita kok nggak di peluk lagi." Rere dan Tara langsung tertawa mendengar rengekan Bita.

"Ini di peluk sama Om Dewa, di gendong malah." Dewa menggoyang gendonganya pada Bita. Mengundang tawa Rere dan Tara lagi.

Bita mendengus kesal. "Tapi Bita maunya di peluk sama di gendong tante Rere." Melihat Bita yang bergerak-gerak minta digedong, Rere mendekat dan meraih Bita dalam gendonganya.

"Kamu pakai heels, Re." cegah Dewa yang masih memegang Bita. Belum sepenuhnya melepas beban berat Bita pada Rere.

"Aman kok, nanti Aku lepas kalo pegel."

"Yakin?" Rere mengangguk mantap.

"Guys, kalian udah pantes loh punya momongan." Meski tak menyentuh tubuh Rere, Dewa tahu bahwa ucapan Tara membuat tubuh Rere menegang.

*****

Gemuruh tepuk tangan kembali menarik kesadaran Rere pada acara yang sedang berlangsung. Dengan tak bersemangat Rere ikut bertepuk tangan atas potongan kue yang dilakukan oleh kedua mertuanya. Menyunggingkan senyum senatural mungkin untuk menyembunyikan segala bisikan dalam otaknya. Lagi-lagi otaknya kembali berpikir keras saat ada kata 'anak' dan 'momongan' yang terlontar.

"Dingin?"

"Uh?"

Dewa tersenyum lembut. Tanganya terulur merapikan poni Rere yang tertiup angin. "Kamu kedinginan?" tanya Dewa lagi. Rere menggeleng pelan dan memasang senyum yang tak kalah lembut pada Dewa.

"Lalu? Ada apa dengan wajah cantik ini, hm?" Dewa mencolek-colek pipi Rere yang bersemu karna sapuan blush on.

Rere tertawa pelan mendapati tingkah Dewa. "Aku seneng liat Papa sama Mama, di usia pernikahan mereka yang ke 31 mereka tampak bahagia dan masih bersama." ada nada getir di akhir kalimat Rere. Ia tak sepenuhnya berbohong kepada Dewa. Rere hanya menutupi hal lain yang mengganggu pikirannya.

Kepala Rere mendongak saat merasakan pelukan Dewa pada pinggangnya. "Kita akan seperti mereka darl dan menua bersama like Ellie and Carl." Dewa mengakhiri kalimatnya dengan sebuh kecupan di pelipis Rere dengan lembut.

Rere menundukan kepala. Dadanya terasa sakit karna dentuman jantungnya yang tak karuan. Menua bersama. Bahkan Rere sangat bersyukur atas kehidupan satu tahun terakhirnya yang tak pernah sekalipun Ia mimpikan. Lebih tepatnya Rere tak berani memimpikanya. Perceraian kedua orangtuanya jelas memberi andil mengapa Rere tak berani memimpikanya. Meski Dia tetap mendapat kasih sayang penuh, jelas gambaran hidup berpasangan Rere tak mendapatkam contoh utama di pernikahan orangtuanya yang harus berakhir.

"Semoga." kata itu terucap, sangat lirih. Hanya sepengucap yang mampu mendengarnya. Karna Rere-si pengucap-percaya bahwa Tuhan pasti mendengar setiap do'a hamba-Nya.

*****

"Teh aja ya?" tawar Rere saat Dewa minta dibuatkan kopi panas.

"Boleh, satu gelas berdua ya?" Rere tersenyum dan mengangguk.

Acara kedua orangtua Dewa sudah usai sejak satu jam yang lalu, namun keadaan rumah masih ramai. Banyak keluarga yang masih berkumpul di ruang tengah juga pihak EO yang sedang membereskan sisa pesta tadi. Dewa memilih melipir ke dapur bersama Rere. Atau lebih tepatnya Rere lah yang berusaha menghindar sejak pesta di mulai.

"Makasih sayang." ucap Dewa saat menerima secangkir teh yang masih mengepulkan asap tipis. Rere ikut bergabung duduk di ayunan kayu yang ada di taman samping dapur setelah meletakan sepotong cake dimeja kecil samping ayunan. Keramaian di halaman samping mengisi keheningan diantara mereka.

"Eh?" Rere menoleh saat cangkir teh Dewa ada di depan wajahnya. "Kenapa?"

Dewa tersenyum. "Tadi kan Aku bilang satu gelas berdua. Ayo bantu abisin."

Meraih cangkir yang di sodorkan Dewa, Rere menyesap pelan teh yang masih terasa panas. Dewa kembali menerima cangkir tehnya sebelum diletakan di meja kecil yang ada di samping ayunan.

"Aku bawa sisa cake tadi, mau?" tawar Rere yang dijawab dengan anggukan oleh Dewa. "Suapin dong." goda Dewa saat Rere mengulurkan piring kecil ke tangan Dewa. Rere tersenyum dan menuruti permintaan Suaminya.
Setelah bergantian menyuapi cake sampai habis, mereka kembali terdiam. Masih terdengar sayup-sayup di taman depan. Membuat keheningan yang Dewa dan Rere ciptakan seakan semu.

"Re."

"Iya?"

Dewa masih diam menatap Rere yang menanti kelanjutan kalimat Dewa. Suaminya itu tampak gelisah dan.. ragu.

"Kenapa, Dewa?"

"Kalau.. Aku minta jawaban sekarang boleh?"

"Jawaban?" beo Rere bingung. Sukses membuat Dewa menghela nafas keras-keras.

"Jawaban soal Aku nembak kamu." tembak Dewa langsung on point. Dewa merasa geli mendengar kata 'nembak' yang Ia gunakan padahal mereka sudah menikah selama satu tahun.

Dewa melihat Rere memejamkan mata. Dewa melihatnya, ada remasan dalam dadanya. Tapi tak menggoyahkan Dewa untuk mengalah kali ini. Ia ingin mendengar jawaban Rere.

"Aku sejauh ini merasa nyaman sama Dewa." jawab Rere pelan. Sangat. Kepalanya menunduk takut.
Dewa masih diam ditempatnya. Membuat Rere merasa bersalah karna tak memiliki keberanian untuk membalas kalimat Cinta yang Dewa utarakan. "Maaf." bisik Rere selirih hembusan angin.

Rere merasakan pinggang dan bahunya ditarik kedalam pelukan hangat Dewa. Mengantarkan wajahnya mendarat di bawah dagu Dewa. "Itu awal yang baik Re, no need to apologize."

"Thankyou."

"Anytime, darl. Itu awal yang baik kok." Dewa tertawa pelan. Bukan sebuah tawa paksa, Dia merasa cukup untuk jawaban Rere.

"Dewa pasti kecewa." ucap Rere menenggelamkan wajahnya di dada bidang Dewa.

"Hei, banyak cewek gagal move on karna terjebak di zona nyaman, ingat?" Rere hanya tertawa pelan, Ia mendongak menatap Dewa yang sedang menundukan wajahnya. "Dewa kok jadi suka gombal."

Mengeratkan pelukanya, Dewa mencuri kecupan di bibir Rere. "Sama istri sendiri ini, Re." Rere terkekeh.

"Ehm.. Bisa kali pacaranya jangan di luar ruangan. Banyak anak-anak tau." gerutu Vanya. Dewa menaikan sebelah alisnya sebelum kembali menciumi bibir Rere berkali-kali yang sukses membuat pipi Rere memerah. Vanya berteriak dan berbalik. Kesal dengan tingkah Kakaknya.

*****

Masih menanti kelanjutan cerita ini?
Semoga masih ya hehe. Jangan lupa vote dan komen kalian.

Big Thanks

Novila07

Continuă lectura

O să-ți placă și

84.4K 5.6K 25
Aku dulu mengira, jika kehidupan pernikahan akan seperti kisah di novel. Setiap ada permasalahan, pasti langsung ada jalan keluar. Di novel, permasal...
2.7K 136 25
Tania Adora Heriyanto merupakan anak dari calon Presiden Indonesia pada pemilu 2019 Budi Heriyanto. Tania sendiri merupakan Anggota Dewan Perwakilan...
99.4K 6.4K 27
Menikahlah ketika sudah siap, baik secara fisik dan mental, itu adalah wejangan dari Oma Santi. Bia tidak masalah jika harus menikah dengan Rafli, s...
44.3K 2.9K 39
Setelah delapan tahun tidak pernah lagi berjumpa, nyatanya hatiku masih berdebar pada pria yang sama.