Profitable Love

By itserimnida

132K 8.9K 21.7K

[RE-WRITE] Setelah hubungannya dengan Daniel berakhir, Feira benar-benar dirundung rasa ketidakpercayaan. Dia... More

prologue
01. pertengkaran pagi
02. pertemuan menyebalkan
03. hal langka
04. insiden memalukan
05. usulan teman
06. bertemu kembali
07. permintaan mengejutkan
08. hari menyebalkan
10. posisi tak aman
11. timbul rasa
12. sebuah rencana
13. perasaan aneh
14. kali kedua
15. memanfaatkan keadaan
16. insiden di minimarket
17. permintaan konyol
18. jawaban tak terduga
19. sebuah permintaan
20. keterkejutan mutlak
21. setitik penyesalan
22. hari terberat
23. akhir yang gagal

09. insiden mengejutkan

2.3K 408 761
By itserimnida

"Apa? Si Daniel ke rumah lo? Mau ngapain?" tanya Tasya dengan begitu hebohnya bersama tampang amat terkejut; karena lihat saja, kedua matanya terbelalak setelah mendengar beberapa hal yang telah diceritakan oleh Feira  perihal pertemuannya dengan Daniel beberapa hari yang lalu.

Kini Feira dan Tasya tengah berjalan beriringingan di koridor, sekolah sudah tampak sepi, hanya ada beberapa orang saja di sana lantaran bel pulang sudah dua puluh menit yang lalu berbunyi. Bukan tanpa alasan Feira dan Tasya pulang telat seperti itu, lantaran keduanya lebih memilih untuk pergi ke kantin terlebih dulu sebelum pulang, membeli beberapa makanan ringan yang dapat disantap ketika dalam perjalanan menuju rumah--baik saat menunggu angkutan umum di halte, ataupun ketika berada didalam kendaraam umum.

Hari-hari biasa Feira selalu pulang bersama ketiga temannya yang lain, tetapi karena hari ini Kanaya dan Amanda masih sibuk dengan estrakurikulernya, menjadikannya hanya pergi berdua saja dengan Tasya sembari mengobrol panjang lebar. Sepersekian detik kemudian, Feira mulai menanggapi pertanyaan Tasya dengan sebuah anggukan kepala, membenarkan. "Ira yang ajak, sih. Awalnya, Ira gak sengaja lihat dia nangis di taman deket rumah, yaudah Ira ajak aja ke rumah karena gak baik juga kena angin malam. Lagian, ada Kaivan juga di rumah."

"Nangis?" tanya Tasya heran.

"Ibunya kecelakaan dan lagi dirawat."

"Wah, kasian juga." katanya dengan menggantung apik ekspresi iba pada wajahnya seraya membuka bungkus makanan ringannya ditengah jalan, mulai mengunyahnya sembari bertanya lagi dengan keingin-tahuan yang lebih besar, "Terus, kalian ngobrol apa aja?"

"Dia minta maaf ke Ira atas insiden waktu itu."

Tasya dibuat terkejut lagi. "Serius? Terus, lo maafin dia?"

"Iya, karena semuanya udah berlalu juga, Ira cuma pengen berdamai sama masa lalu aja."

Tasya mendorong sebelah bahu Feira dengan unsur bercanda, "Wesss, gaya lo, Ra." lalu menertawakan sikap sok bijak temannya tersebut dalam beberapa saat. "Tapi, bagus juga deh kalau kalian udah berdamai. Gak baik juga musuhan lama-lama, hidup gak bakal tenang."

Feira mengangguk setuju dengan hal itu. Karena lagipula, masalahnya dengan Daniel memang terhitung sudah lama juga, semuanya dirasa telah berlalu. Selagi Daniel ingin berdamai, maka Feira harus menyetujuinya. Sebab, Tuhan pun maha pengampun, masa manusia fana sepertinya bersikap angkuh. Well, tampaknya goresan luka Feira pun telah lekas membaik, sehingga dia sudah mulai dapat berdamai dengan masa lalunya, sekalipun itu dirasa menyakitkan.

Tasya tampak masih sibuk memakan camilannya, sementara Feira mendadak bungkam beberapa saat, dalam hati merasa agak ragu ketika hendak kembali melanjutkan ceritanya yang realitasnya belum tuntas. Tetapi, jika dipendam pun rasanya terasa begitu mengganjal. Maka dari itu, Feira lekas mengambil ancang-ancang terlebih dulu sebelum mulai bercerita kembali, "Sya."

"Hm?"

Kendati merasa ragu, akhirnya Feira pun berhasil mengutarakan tuturan kalimatnya tanpa cacat dengan gamblangnya, "Daniel juga minta balikan sama Ira."

Lagi-lagi Tasya dibuat terkejut untuk kesekian kali. Namun bedanya kali ini, dia tersedak oleh makanannya sendiri  sebelum akhirnya terbatuk-batuk untuk beberapa waktu, lalu setelahnya mulai bereaksi berlebihan lagi. "Hah? Terus, lo jawab apa?"

"Ira belum ngasih jawaban, Ira masih bingung."

"Emangnya lo masih sayang sama dia?"

Feira tampak kebingungan saat hendak menjawab pertanyaan tersebut, ia tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya membalas, "Kalau rasa sih, masih ada. Cuma, Ira takut aja kalau kejadian kayak kemarin-kemarin terulang lagi. Ira takut Daniel mempersalahkan lagi soal Ira suka sama K-pop."

"Gue rasa, gak bakal deh, Ra. Soalnya si Daniel sebelum minta balikan sama lo pasti mikir mateng dulu, dia bisa terima atau enggak kalau lo masih ngebucinin Korea. Soalnya alasan kalian putus karena itu. So, dia pasti udah terima, 'kan? Makanya minta balikan juga."

"Ah, bener juga."

"Lo juga harus pikirin mateng-mateng, Ra. Takutnya lo salah ambil opsi yang malah bikin lo nyesel. Terus, lo ngasih jawabannya kapan?"

"Kepengen dia secepatnya, sih."

"Ikutin kata hati lo, Ra."

Tanpa mengatakan sepatah kata apa pun lagi, Feira hanya mengangguk sebagai tanggapan, mengerti maksud Tasya meskipun dia sendiri masih merasa sangat kebingungan mengenai perasaannya. Karena, hatinya pun tidak mengetahui harus memilih salah satu opsi antara ya atau tidak. Semuanya ia rasa masih tampak abu-abu; ia memang masih memiliki sedikit rasa terhadap Daniel, namun disisi lain ia pun merasa khawatir insiden yang lalu-lalu terulang kembali.

Lamunan Feira mendadak terpecahkan ketika Tasya yang baru saja membuka ponsel dan mendapatkan sebuah pesan dari sang kekasih--tiba-tiba berkata, "Ra, si Dion barusan dia ngirim chat, katanya pelajaran tambahannya udah selesai. Lo ikut pulang bareng sama gue, ya? Dia bawa mobil, kok."

"Ah, enggak deh, Sya. Makasih, Ira mau naik ojol aja." tolaknya cepat tanpa pikir panjang.

"Bareng sama kita gratis lho, Ra." tawar Tasya mulai memengaruhi agar lawan bicaranya berubah pikiran.

"Gratis sih gratis, tapi Ira males jadi obat nyamuk diantara kalian."

"Gak bakal, gue bakalan ajak lo ngobrol terus."

"Pokoknya, gak mau, Sya. Lagian, Ira mau mampir dulu ke toko kue abis ini."

"Ya udah deh kalau lo gak mau. Gue pergi duluan, ya. Lo hati-hati pulangnya."

"Iya, Tasya juga." Feira balas melambai ketika Tasya mulai pergi meninggalkan lantaran tujuan mereka mulai berbeda. Tasya yang hendak pergi ke parkiran, sementara Feira lekas menuju halte.

Kini, tinggallah Feira seorang diri di sana. Namun, ketika posisinya berada dekat toilet perempuan, ia mendadak mendengar suara jeritan seorang gadis di sana, lalu Feira tak sengaja melihat ada sekumpulan senior yang tengah mengerumuni seorang gadis yang tampak familier di matanya. Ah, Feira baru ingat, itu adalah Rifa; teman seangkatannya.

Awlanya Feira hendak mengambil langakah lebih mendekat agar mengetahui apa yang tengah terjadi di sana, namun ketika ia melihat daksa Rifa baru saja didorong oleh salah satu seniornya dengan begitu kuat hingga bertabrakan dengan dinding yang berada dibelakangnya, membuat niat Feira yang akan menyelamatkan Rifa mendadak urung. Ia mulai dilanda ketakutan yang berlebih, tubuhnya stagnan dan tidak mengetahui harus melakukan apa. Sial, dia begitu pengecut, pikirnya.

Namun, satu hal yang Feira pikirkan didalam kepalanya hanyalah pergi dari sana dan lekas meminta bantuan dengan cepat. Feira lantas buru-buru berlari menuju ruang guru yang letaknya berada di lantai satu. Namun, jika dipikir kembali olehnya, waktu yang ia miliki sepertinya tidak akan cukup, lantaran kini posisinya masih berada di lantai dua dan ia pun merasa takut jika keadaan Rifa semakin parah. Maka dari itu, Feira berencana akan meminta tolong kepada siapapun yang pertama kali ia lihat.

Namun, sayang sekali sepertinya para murid sudah pulang, kecuali--ah, ia baru saja menemukan seorang pemuda yang tengah berjalan menuruni undakan anak tangga. Membuat Feira kembali menambahkan kecepatan gerak kakinya untuk segera mencapai posisi pemuda yang Feira tidak ketahui namanya tersebut. Ketika posisi mereka mulai lebih dekat, Feira lekas menepuk pundak pemuda tersebut beberapa kali hingga orang yang berada didepannya berbalik dengan cepat.

Sial. Ternyata pemuda yang kini berhadapannya adalah Fanza. Pemuda tersebut menatapnya dengan begitu datar seraya bertanya, "Apa?"

Feira menelan ludahnya sendiri dengan penuh kepayahan, mendadak nyalinya semakin bertambah menciut. Namun, ia terus terpikirkan keadaan Rifa, maka dari itu, Feira berusaha memberanikan diri untuk segera mengungkapkan tujuan utamanya menghentikan gerak langkah Fanza, "Kak, maaf. Saya boleh minta tolong, gak?"

"Minta tolong apa?"

"Itu, anu ... " Feira menggelang pelan. Bisa-bisanya dia bertambah gugup, padahal lawan bicaranya terlihat biasa saja. Ditambah, ia pun malah teringat pertanyaan konyol Fanza ketika dirinya mengatakan sesuatu hal seperti yang baru saja diucapkan tatkala berada di rumah Tasya. Tidak, jangan sampai hal itu terjadi kembali. Maka, dia pun buru-buru menjelaskan, "Maksudnya, ada temen saya yang lagi dibuli sama kakak kelas."

"Lo laporin ke guru."

"Jauh, Kak. Keburu temen saya kenapa-napa."

"Dimana?"

"Kantor guru 'kan dibawah, Kak. Harus turun tangga dulu, rib--"

Fanza mendesah, lalu menukas, "Temen lo yang dibuli dimana?"

"Oh, disana, didepan toilet perempuan, Kak." Feira menggaruk rambutnya yang tidak gatal sama sekali, merasa agak malu lantaran salah menjawab pertanyaan.

Tanpa membuang waktu lama lagi, Fanza segera mengambil langkah cepat, Feira mulai mengikutinya dari belakang dengan jantung yang berdegup lebih kencang dari biasanya. Dia mengkhawatirkan segala hal yang akan terjadi. Apalagi perihal keadaan Rifa.

Ketika sampai didekat posisi toilet perempuan, Feira dan Fanza mulai dapat melihat ada dua orang yang Feira yakini merupakan kakak kelasnya. Kedua orang tersebut tampak terkejut ketika melihat presensi Feira dan Fanza.

Sial, Feira pun ikut andil terkejut tatkala mengetahui jikalau Rifa sudah tidak berada di tempat yang semula. Sepertinya, seniornya yang lain telah membawanya masuk kedalam toilet. Feira semakin dibuat khawatir saja karenanya.

"Siapa didalam?" tanya Fanza dengan nada yang tak bersahabat.

"G-gak ada siapa-siapa." jawab salah satu gadis tersebut dengan terlihat gugup.

Namun di sana, Fanza segera menggeser posisi kedua gadis tersebut agar dapat segera menjauh dari pintu toilet, tanpa membuang waktu lebih lama lagi, Fanza segera membuka pintu toilet yang ternyata tidak dikunci dengan lebar-lebar, sehingga ia dapat melihat sebuah pemandangan seorang gadis yang tengah duduk di lantai dengan keadaan seluruh tubuh basah kuyup, ditemani oleh sekitar tiga orang senior yang salah satu diantaranya Fanza kenali.

"Farah, anak orang lo apain?"

Gadis yang baru saja Feira ketahui namanya Farah itu pun tampak terkejut, begitu pula dengan kedua temannya yang lain. Masing-masing sepasang netranya terbelalak. Farah bahkan dibuat kebingungan ketika menjawab. Karena seperti yang terlihat, dia baru saja tertangkap basah tengah melakukan hal yang tidak pantas oleh orang yang sangat ia sukai. "Ah, itu--"

Fanza menyela dengan nada agak meninggi, "Lo mau gue bilangin ke orangtua lo?"

Farah dibuat ketakutan, dia mendadak mendekati posisi Fanza sembari memohon serta-merta memegang sebelah lengannya. "Fanza, jangan."

Namun, Fanza segera menepisnya dengan agak kasar. "Makanya jangan jadi sok jagoan." ia kemudian menoleh cepat ke arah Feira dan berkata, "Bawa temen lo pergi."

Feira yang baru saja tersadarkan, lantas buru-buru membantu Rifa untuk berdiri. "Rif, ayo."

Feira kemudian lekas bergegas pergi dari toilet dengan menggandeng Rifa yang sepertinya kesusahan untuk berjalan. Di sana ia meninggalkan Fanza, Farah dan beberapa temannya di sana tanpa mengatakan apa pun lagi. Feira sungguh tidak peduli nasib Farah dan orang-orang jahat itu. Karena yang ia khawatirkan sekarang adalah keadaan Rifa, apalagi gadis itu mendadak menangis ketika mulai berjalan. Namun sepetinya, Rifa sudah sejak tadi menangis, terlihat jelas dari kedua matanya yang tampak sembab. Tentu saja, orang mana yang diperlakukam tidak mengenakkan seperti itu tidak menangis sama sekali?

Ketika ditengah perjalanan, tiba-tiba saja muncul salah satu teman Rifa yang bernama Dara. Gadis itu datang berasama Bu Nia yang merupakan guru konseling, mereka lantas berlari kencang menghampiri.

"Rifa, maaf gue telat nolongin lo." sesal Dara dengan napas yang memburu.

"Feira, cepat bawa Rifa ke UKS. Lalu, Farah dan teman-temannya dimana?" sama halnya dengan Dara, Bu Nia pun tampaknya merasa kelelahan setelah berlari. Bu Nia kemudian mulai mengedarkan pandangannya ke setiap penjuru sekolah, mencari presensi orang yang dimaksud.

"Di toilet perempuan, Bu."

"Saya kesana dulu, nanti langsung ke UKS."

"Baik, terima kasih, Bu."

Setelah melihat kepergian Bu Nia dari hadapannya, Feira lekas kembali melanjutkan perjalanannya dengan menuntun Rifa yang dibantu oleh Dara. Tidak membutuhkan waktu lama, ketiganya cepat sampai ke UKS lantaran posisinya memang tidak terlalu jauh dengan posisinya sekarang.

Begitu datang, Rifa ditangani cepat oleh petugas kesehatan di sana, diberi pinjam pakaian ganti milik Dara. Setelah melihat keadaan Rifa mulai sedikit membaik, Dara segera pergi keluar menemani Feira yang tengah duduk sembari bermain ponsel di luar UKS.

"Ra, kalau lo mau pulang, silakan. Gue yang bakal antar Rifa pulang, kok."

Feira mendongak, lalu mengangguk dan tersenyum paham. "Bentar lagi, nunggu ojolnya datang dulu."

"Oh, gitu."

Ketika Dara sudah duduk disebelahnya, Feira mulai bertanya penasaran, "Dar, kalau boleh tahu, Rifa punya masalah apa sama Kak Farah sampai dirundung gini?"

"Motornya dia gak sengaja nabrak mobil Kak Farah waktu itu. Si Rifa udah minta maaf dan ganti rugi juga, tapi lo tahu sendiri kalau Kak Farah orangnya dendaman. Gue juga dari tadi nyariin dia, pas tahu dia dibawa sama Kak Farah, gue langsung ngadu ke Bu Nia. Tapi, tetep aja telat." katanya menyesal. "Tapi, untung aja keburu ada lo sama Kak Fanza. Jadi, Kak Farah gak terlalu parah ngebulinya."

Feira dibuat meringis tanpa alasan setelah mendengarnya. "Kak Farah nakutin juga, ya."

Dara mengamgguk setuju. "Sayang banget ya kalau semisal mereka beneran bersatu. Definisi antara langit dan bumi banget."

"Siapa?"

"Kak Farah sama Kak Fanza." jawab Dara memperjelas. "Ada kabar juga katanya mereka mau tunangan setelah lulus."

"Oh, gitu." Feira sebenarnya tidak peduli dengan hal tersebut karena itu bukan urusannya dan tidak ada kaitannya juga dengan dirinya. Namun, jika kebenarannya seperti itu, ia setuju dengan pendapat Dara. Benar-benar sangat disayangkan apabila Fanza dan Farah bersatu. <>

Continue Reading

You'll Also Like

1.7M 85.7K 60
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Kita emang nggak pernah kenal, tapi kehidupan yang Lo kasih ke gue sangat berarti neyra Gea denandra ' ~zea~ _____________...
6K 259 4
[WARNING!] harap bijak dalam membaca! INI kisah sang ketua GENG VARYS yang memiliki jiwa psikopat dengan seorang siswi baru disekolahnya. ini kisah a...
9.7M 183K 41
[15+] Making Dirty Scandal Vanesa seorang aktris berbakat yang tengah mencapai puncak kejayaannya tiba-tiba diterpa berita tentang skandalnya yang f...
4.7M 200K 50
On Going ❗ Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...