Lo Dan Mo Dan Segala Kemungki...

By grasindostoryinc

92.8K 11.7K 384

Bimo sadar sebagai cowok feminin dia akan selalu dianggap aneh. Tidak punya teman, tidak masalah. Dia bisa hi... More

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26 (Tamat)
Corat-coret Kecil

Part 5

4.5K 530 19
By grasindostoryinc

Serius.

Sepertinya makin banyak saja orang yang tidak mengerti bahasa Indonesia. Ada yang rusak dengan kemampuan mereka memahami. Loveyna, dengan sisa-sisa kesabaran yang tinggal seujung kuku, tersenyum sopan. "Maafk ya. Aku enggak bisa."

"Coba aja dulu." Anak kelas sebelah itu memelas. "Bagaimana kamu tahu kalau tidak coba? Kenap menolak? Semua orang tahu kamu tidak punya pacar."

Eh, busyet. Loveyna menghela napas. Selain kesulitan memahami bahasa, orang ini sepertinya punya penyakit halusinasi. Siapa yang suka kepadanya? Loveyna tidak pernah sedikut pun menunjukkan sinyal-sinyal merah jambu ala cinta-cintaan. Selama ini, Loveyna tidak pernah duluan menghubungi dia. Cowok ini yang menelepon tidak kenal waktu, bahkan saat malam hari menjelang jam tidur. Loveyna masih meladeni meski kesal setengah mati. Loveyna tidak pernah menunggu dia pulang sekolah. Cowok ini hampir setiap hari tiba-tiba muncul di depan kelas. Loveyna tidak pernah pura-pura tidak sengaja bertemu di akhir pekan seolah segalanya adalah takdir. Jadi mengapa dia bisa-bisanya sampai berkata seperti itu? Kesannya Loveyna yang termehek-mehek kepadanya.

"Kita lebih cocok jadi teman." Cukup sudah Loveyna menjalani adegan ala sinetron ini. Sejujurnya, bahkan berteman dengannya pun sebenarnya Loveyna tidak ingin. Kalau bisa memutar waktu, Loveryna tidak akan memberikan nomor telepon padanya. Kenapa waktu itu Loveyna merasa tidak enak dan luluh pada paksaan cowok ini? Cowok ini berpikir trik berteman, lalu pacaran akan berhasil dengan Loveyna. Hah! Loveyna bukan tipe anak polos yang bisa jatuh ke trik gampangan.

"Kenapa cuma berteman kalau bisa lebih? Nanti kamu pasti menyesal," katanya. "Kamu akan menangis melepaskan kesempatan seperti ini."

Oke. Ini harus dihentikan sebelum berlarut-larut. Jangan sampai khayalan si gila ini terlalu jauh.

Loveyna beranjak. "Mungkin." Semanis mungkin, Loveyna menambahkan. Seharusnya ini cukup untuk menyudahi pembicaraan bodoh ini. "Tapi rasanya mustahil."

"Kamu!" Dia terperanjat. "Dasar...."

Aduh, pikir Loveyna. Dia salah baca situasi. Dari perawakannya, Loveyna mengira cowok ini tipe-tipe lembek yang sekali dibilang tidak, dia akan segera menyingkir. Salah. Seharusnya Loveyna tidak buru-buru ambil kesimpulan. Rupanya, dia termasuk golongan pemaksa. Kalau tahu akan begini jadinya, Loveyna tadi mengajaknya mengobrol di kantin saja. Dilihat banyak orang akan memperkecil peluang si gila untuk banyak tingkah.

"Tunggu. Aku belum selesai."

Loveyna mempercepat langkah menuju lapangan olahraga. Salahku mau saja diajaknya ke pojok lapangan. Siapa... siapa yang bisa menyelamatkannya? Loveyna setengah berlari menuju undakan tempat duduk penonton. Dia celingak-celinguk hingga... Loveyna menemukan seorang cowok duduk sendirian di ujung undakan.

"Hei!" Loveyna merapatkan badan kepadanya. "Numpang sebentar, ya."

"Uh..." Dia mengangkat pandangan dari buku di pangkuannya. Di dekat kakinya tergeletak tas dengan seleting terbuka, menampilkan isi tas yang berantakan.

"Sebentar saja." Loveyna mengiba. Dia melirik melirik sekilas. FISIKA. Judul itu tercetak besar di sampulnya.

"Um..." Menggumam tidak jelas, dia sedikit beringsut menjauh, tetapi tidak mengusir meski tidak mempersilakan. Loveyna menganggap diamnya dia sebagai persetujuan.

"Aku ingin...." Langkah anak tidak tahu diri itu terhenti begitu dia menyadari Loveyna tidak sendirian. Dia bingung antara gengsinya atau cinta ala sinetronnya. "Love, sebentar saja. Enggak bakal lama."

Loveyna menggeleng seraya memeluk lengan siswa laki-laki di sebelahnya. Pegangannya semakin ketat ketika Loveyna merasakan si Fisika tersentak, hendak menjauh. Dari pinggir mata, Loveyna memberi kode-kode agar dia diam. "Nanti saja, ya? Aku ada perlu dengan temanku."

"Benarkah?" Harapan si gila melambung.

Menurutmu? Siapa yang sudi berurusan dengan orang delusional? Loveyna melambaikan tangan. "Tentu saja."

"Aku tunggu ya." Cowok itu melempar isyarat dia akan menelepon nanti.

"Dah." Loveyna melambaikan tangan sampai si tukang berkhayal pergi dari lapangan. "Ah, menyusahkan saja. Aku enggak bakal...ups, maaf." Loveyna baru sadar, anak laki-laki yang dirangkul lengannya memandangi Loveyna.

"Pacarmu?" Si Fisika bertanya

Loveyna meringis. "Oh demi Tuhan, jangan sampai itu betulan terjadi. Bisa gila kalau sampai aku dan dia pacaran." Loveyna bergidik. "Bisa-bisanya kamu kira aku pacaran dengan tipe-tipe begitu."

Cowok itu cuma mengangkat bahu. "Kenapa enggak? Selera orang beda-beda."

Loveyna mengibaskan rambut. "Dengar, ya. Mungkin ini kedengarannya menjijikkan. Aku enggak akan mau pacaran dengan dia. Dia bukan pacarku. Dia itu... penggemarku."

Tidak ada reaksi. Dia hanya menatap Loveyna teliti.

Orang lain umumnya akan mendengus. Minimal mereka akan mengernyitkan kening karena kata-kata penuh percaya diri Loveyna. Kalau sudah menunjukan reaksi, biasanya, Loveyna akan nyengir, lalu tertawa. Sengaja. Fakta yang disampaikan dengan cara bercanda lebih mudah diterima orang. Selain itu, candaan seperti ini akan mencairkan suasana. Biasanya setelah candaan ini, Loveyna bisa mengobrol lancar membicarakan apa saja.

Tapi si Fisika tidak terpancing sama sekali. Serbasalah jadinya. Kalau Loveyna nyengir, lalu tertawa-tawa, Loveyna malah terlihat seperti orang gila. Hanya orang gila yang bisa narsis, cengar-cengir, lalu terbahak-bahak atas omongannya sendiri.

Jemari Loveyna bertaut. "Sungguh, dia penggemarku."

Orang itu malah mendekatkan mukanya, meneliti Loveyna lebih intens. "Kamu artis?"

"Bukan." Loveyna yakin rona merah menjalar di pipi. "Aku bukan artis. Maksudku itu dia suka kepadaku, lalu..." Oh yang benar saja. Loveyna berhenti bicara karena ini terlalu memalukan. Hampir saja dia menjelaskan kalau dirinya cantik hingga banyak yang mengejar-ngejarnya. Ya Tuhan, bahkan Loveyna sendiri geli membayangkan ada orang yang berkata seperti itu. "Sudahlah. Enggak penting."

Si Fisika terkekeh. Giginya putih bersih berderet rapi.

Entah mengapa, muka Loveyna semakin merah. "Diam."

"Ah, hampir saja aku tertipu. Tentu saja kamu bukan artis," katanya. "Kamu tidak cantik-cantik amat."

Sebentar.

Sebentar. Sebentar. Otak Loveyna konslet. Dia bilang apa?

"Jim!" Segerombolan orang lewat lapangan. Beberapa orang kelihatannya mengenali Loveyna. Beberapa nampak bingung karena dunia pergaulan Loveyna dan si Fisika jelas tidak sama. Jadi bagaimana mereka bisa berduaan jelas saja menimbulkan pertanyaan.

Si Fisika menoleh ke temannya. "Woy. Tunggu," Jim, siapa pun namanya, membereskan tasnya, lalu beranjak pergi. "Kamu tahu, sikap sok cantik sejagad raya benar-benar menyebalkan. Kepalamu bisa terlalu besar. Hati-hati nanti meletus."

Sok cantik?

Besar kepala?

Meletus?

Saat Loveyna sadar dari kekagetan, dia sudah di ujung lapangan. "Dasar rese! Sok usil!" Ih, Loveyna ingin menggaruk mukanya. Tidak kenal, hanya bicara beberapa menit tapi sudah berani-berani menghina.

Jim Jim itu menoleh. Dia hanya mengedikkan bahu. Tidak terpengaruh dengan semburan kekesalan Loveyna.

Mengedikkan bahu! Mata Loveyna membulat. Loveyna ingin sekali menjambak Jim Jim itu. Loveyna ingin menjedotkan kepalanya ke batu. Loveyna dibilang sok cantik. Loveyna dibilang...

FISIKA. Bukunya itu tergeletak di dekat sepatu Loveyna.

"Hei! Buku..." Dia dan teman-temannya sudah tidak ada. "Fisikamu."

Loveyna membuka halaman pertama. Tulisan cakar ayam di ujungnya membentuk kata JIMI. Namanya Jimi. Ujung-ujung bibir Loveyna melengkung. Jimi. Seangkatan dengan Loveyna rupanya.

Itu awal perkenalan Loveyna dengan Jimi. Kalau Loveyna bilang tidak penasaran, berarti Loveyna bohong besar. Loveyna dibilang tidak cantik? Hm, berani-beraninya. Bukan berarti Loveyna gila pujian. Loveyna justru benci orang-orang yang berkerumun mencari perhatiannya. Jimi berbeda. Karena itu Loveyna penasaran. Belum pernah ada yang mengatakan kepada Loveyna kalau Loveyna tidak cantik-cantik amat. Hatinya tersentil.

Kali ini Loveyna meniru tingkah si delusional.Loveyna yang belum pernah membuntuti orang lain terpikir untuk mencari tahu tentang Jimi. Rasanya, sangat tidak nyaman. Tidak ada kepastian. Loveyna menunggu di depan pintu kelas Jimi. Sengaja Loveyna keluar kelas lebih cepat. Begitu bel berbunyi, Loveyna buru-buru ke kelas Jimi. Untung saja kelasnya belum selesai.

Rencananya, Loveyna mendekati Jimi di depan teman-temannya. Kalau perlu, Loveyna akan mengibas-ngibaskan rambut saat menyodorkan bukunya. Loveyna akan buktikan kalau Loveyna cantik! Loveyna bisa memesona. Loveyna membayangkan teman-temannya bengong melihat Loveyna.

Kenyataannya, Loveyna malah mencengkeram erat buku Fisika Jimi di dada. Kakinya kaku. Loveyna tidak bisa berjalan anggun, tidak bisa mengibas-ngibaskan rambut. Loveyna tidak bisa memesona. Saat Jimi keluar dari pintu kelas, kata-katanya tadi terngiang jelas. Kamu tidak cantik-cantik amat.

Loveyna menyender ke tembok. Ada apa dengan Loveyna? Jimi hanya seorang anak biasa. Jimi bukan anak gaul. Dari caranya bergerak kelihatan sekali dia seseorang yang kebanyakan belajar. Dia sangat biasa. Loveyna harusnya tidak perlu kaku seperti ini.

Baiklah.

Loveyna hirup napas banyak-banyak lalu mengembuskannya perlahan. Apa susahnya menyerahkan buku ini, lalu pergi? Loveyna saja yang terlalu kepikiran dengan ucapan bodohnya. Loveyna mengikuti Jimi. Ia pergi ke kantin. Saat dia duduk sendirian di meja pojok, Loveyna mendekatinya. Tanpa permisi, Loveyna duduk di depannya. Loveyna memaksakan mukanya memberikan kesan ramah. "Hai."

Jimi mengangkat sebelah alisnya. "Siapa ya?"

Loveyna berdeham tidak nyaman.

"Apa aku mengenalmu?" tanyanya lagi.

...

Loveyna ingin menyumpalkan buku Fisika ke lubang hidungnya. Loveyna ingin mengangkat kursi, lalu membanting ke mukanya yang melongo. Loveyna ingin mencakarnya. Mengatakan Loveyna tidak terlalu cantik, Loveyna masih bisa terima. Mengatakan secara tidak langsung Loveyna terlalu biasa hingga mudah dilupakan, ini baru masalah.

Muka Loveyna pasti pelangi-pelangi. Jimi tertawa. "Maafkan aku."

Loveyna mengembuskan napas lega. Cara bercandanya harus Loveyna puji. Caranya sangat orisinal. Dia mendapatkan perhatian Loveyna, dia berhasil membuat penasaran. Tentu saja, dia mengingat Loveyna. Bagaimana mungkin dia melupakan muka Loveyna. Bukannya bermaksud sombong, seseorang dengan muka seperti Loveyna tidak akan mudah dilupakan.

"Tapi, serius." Jimi meringis. "Kamu siapa? Ingatanku tidak begitu bagus."

Oh, oke. Dia cari mati rupanya.

Loveyna cemberut. Dia sodorkan buku Fisika. "Ini. Ketinggalan di lapangan." Loveyna berdiri karena sudah tidak punya urusan lagi dengan Jimi. Daripada harga diriku semakin berdarah-darah, lebih baik aku pergi. "Permisi."

Selangkah. Loveyna mencuri pandang ke arah Jimi. Dia mulai membuka-buka buku Fisikanya.

Dua langkah.

Tiga langkah. Masa bodoh dengannya.

Empat langkah.

Lima langkah. Ada apa dengannya? Hei, lihat. Loveyna semakin jauh.

Ini tidak bisa dibiarkan. Loveyna berbalik, lalu memukul meja Jimi. Aduh, rasanya dadaku sesak karena kesal. Loveyna menyilangkan tangan sambil mendengus kesal. Loveyna tidak mengerti mengapa dia tidak mencegahnya pergi. Bukannya itu tindakan normal yang harus dilakukan saat anak perempuan melenggang ngambek? Hanya satu kata hei dari Jimi, maka Loveyna tidak jadi pergi.

"Ya?" Dia mendongak dari buku Fisikanya.

"Aku berhak mendapatkan terima kasih. Bahkan kalimat sederhana seperti itu saja kamu tidak bisa mengucapkannya? Keterlaluan." Jemari Loveyna gatal. Rasanya, Loveyna ingin mengguncang-guncangkan badan Jimi hingga sendi-sendi Jimi bergemeletuk.

Jimi terkekeh.

Bagus sekali. Sekarang, Loveyna ditertawakan. "Sumpah, kalau badanku sama besarnya denganmu sudah dari tadi kamu kupukul. Benar-benar membuat emosi." Loveyna cemberut karena Jimi berhasil menguras stok kesabaran.

"Duduklah." Jimi memberi isyarat. "Jangan berdiri terus, Love. Ah, maksudku Loveyna."

Love?

"Bagaimana kamu tahu namaku?" Loveyna menyipitkan mata. "Aku belum memberi tahu namaku."

Jimi kembali tertawa. "Sudah. Duduklah."

Loveyna menurut. Jimi tahu namaku. Dari mana dia tahu namaku?

"Mau makan apa? Aku traktir," kata Jimi. "Oh, apa lagi sekarang?"

Loveyna terus menyipitkan mata. "Apa ini rencanamu mendekatiku? Jangan-jangan kamu merencanakan ini semua. Kamu menyuruh temanmu mendekatiku. Kamu sengaja duduk di bangku lapangan. Kamu tahu aku akan meminta pertolonganmu. Buku Fisika itu kamu jatuhkan di dekat kakiku. Kamu pura-pura tidak mengenalku agar aku semakin penasaran. Benar, kan?"

Jimi melongo. Sedetik kemudian dia tergelak. "Kamu sebaiknya menulis novel."

"Jangan tertawa! Atau kamu bikin taruhan untuk membuktikan siapa yang paling keren diantara kalian," desis Loveyna galak. "Benar seperti itu, kan? Darimana kamu tahu namaku? Aku tidak pernah mengatakan siapa aku."

Jimi melirik dada Loveyna. Ya ampun. Dia bahkan menunjuk dada Loveyna. Dasar mesum. Dasar mata keranjang. Bagaimana mungkin dia bisa menunjuk-nunjuk seperti itu? Dia berani-berani... Oh. Bordir sialan. Loveyna lupa seragam sekolah mewajibkan muridnya mengenakan bordir nama yang dijahitkan di bagian dada kanan. Setelah tuduhan-tuduhan bodoh itu, Loveyna seperti maniak gila sok cantik sedunia.

Tawa Jimi semakin keras. "Mau makan apa?"

Loveyna menunduk. "Apa saja. Kamu saja yang memilih."

"Loveyna," ujar Jimi. "Nama yang unik."

Diamlah. Pipi Loveyna semakin panas. Rasanya Loveyna akan melumer ke lantai.

Jimi membuka-buka buku Fisikanya. "Oh, ini tulisanmu?"

Loveyna mengangguk. Tadi memang Loveyna sempat mengerjakan beberapa soal latihan. Loveyna melanjutkan apa yang dikerjakan Jimi. Hanya iseng. Loveyna butuh sesuatu supaya tidak bosan. Dia mengangkat muka, memperhatikan Jimi menekuni soal-soal yang Loveyna kerjakan.

"Lumayan." Jimi menutup bukunya.

Loveyna berdeham. Lumayan apa? Bertemu dengan Jimi, Loveyna dipaksa belajar menutup mulut. Jangan sampai Loveyna mengatakan hal-hal bodoh seperti tadi. Cukup sudah Loveyna mempermalukan dirinya sendiri. "Terima kasih."

"Biasanya orang cantik bego."

Loveyna hampir melonjak. Dia bilang Loveyna cantik. Jimi bilang Loveyna.... "Bego?"

"Ah, maafkan aku." Jimi memukul kepalanya sendiri. "Kemampuan sosialku di bawah rata-rata. Aku sering sekali mengucapkan hal yang salah." Jimi meringis. "Jangan marah, oke?"

"Bego?" Loveyna tidak tahu harus bereaksi bagaimana. Di satu sisi, Jimi mengakui dia cantik. Di sisi lain, dia mengira Loveyna bego. Bagus sekali. Jimi mencampur pujian dengan hinaan. Bagaimana caranya Loveyna membalas?

"Fisikamu lumayan. Aku lihat kamu bisa mengerjakan beberapa soal sulit. Aku kaget. Setahuku, perempuan cantik isi kepalanya belanja, dandan, atau...." Suara Jimi mengecil. "Aku membuatmu kesal, ya?" lanjutnya.

"Tergantung." Loveyna mengedikkan bahu. "Lanjutkan kata-katamu sampai aku bisa memutuskan menggorok lehermu atau membiarkanmu bebas."

"Kamu lucu." Jimi menangkap humor sinis Loveyna.

Dia memang bukan orang biasa. Dia bisa mengerti apa yang Loveyna maksud. Di dalam sepatu, Loveyna merasakan jemari kakinya bergelung.

"Bahaya. Sudah cantik, pintar pula. Bisa-bisa aku jatuh cinta," kata Jimi.

Bohong! Gombal! Murahan! Tapi Loveyna tidak bisa tidak tersenyum. "Oh, diamlah." Pipinya merona.

Continue Reading

You'll Also Like

45K 2K 36
แด…ษชแด แด‡ส€ษขแด‡ษดแด›; แด›แด‡ษดแด…ษชษดษข แด›แด ส™แด‡ แด…ษช๊œฐ๊œฐแด‡ส€แด‡ษดแด› แดส€ แด…แด‡แด แด‡สŸแดแด˜ ษชษด แด…ษช๊œฐ๊œฐแด‡ส€แด‡ษดแด› แด…ษชส€แด‡แด„แด›ษชแดษด๊œฑ.
BLUE BLOOD By ec

Teen Fiction

369K 14.1K 63
Anybody who is a somebody knows that the blue-blooded heirs of Queens Erlington Academy keep secrets. Never fall in love with a blue blood or you'll...
24.3K 339 16
"๐„๐ฏ๐ž๐ซ๐ฒ๐จ๐ง๐ž ๐ค๐ž๐ž๐ฉ๐ฌ ๐ญ๐ž๐ฅ๐ฅ๐ข๐ง๐  ๐ฆ๐ž ๐ก๐จ๐ฐ ๐ฆ๐ฒ ๐ฌ๐ญ๐จ๐ซ๐ฒ ๐ข๐ฌ ๐ฌ๐ฎ๐ฉ๐ฉ๐จ๐ฌ๐ž๐ ๐ญ๐จ ๐ ๐จ. ๐๐š๐ก...๐ข๐ฆ๐ฆ๐š ๐๐จ ๐ฆ๐ฒ ๐จ๐ฐ๐ง ๐ญ๐ก๐ข๐ง๏ฟฝ...
92.8K 11.7K 27
Bimo sadar sebagai cowok feminin dia akan selalu dianggap aneh. Tidak punya teman, tidak masalah. Dia bisa hidup sendirian. Sebagai cewek yang memenu...