Part 16

2.5K 339 11
                                    

"Bagaimana kalau dia?" Bimo pura-pura menyeruput minumannya. "Kaus hijau, topi baseball dan jeans biru."

"Yang mana?" Loveyna menoleh ke arah yang Bimo tunjuk. Tentu saja sambil pura-pura mengecek isi tas. "Aku tidak melihat siapa-siapa."

"Bego," desisnya dengan gelas tetap di mulut. "Dekat eskalator turun."

Loveyna mengamati cowok yang Bimo maksud, lalu menyikut Bimo keras-keras. "Terima kasih atas rekomendasimu." Loveyna melengos setelah memberi Bimo tatapan galak.

"Katamu, bentuk fisik tidak menjadi masalah." Bimo menyusul sambil menahan tawa.

"Aku memang bilang begitu," sahut Loveyna pura-pura judes. "Tapi, tidak separah itu."

Bimo tertawa. "Oke. Aku carikan yang lain."

Di sinilah Loveyna. Bersama dengan Bimo sahabat terbaiknya, menenteng kantong-kantong kertas hasil keliling toko selama hampir tiga jam. Loveyna tidak pernah mengeluh tapi kali ini rasanya kakinya hampir putus karena capek. Sepanjang belanja, Bimo tidak mengeluh. Dia cuma cemberut sambil mengembuskan napas panjang setiap kali Loveyna menyeretnya masuk ke toko baru.

Tumben? Sederhana saja. Prom sudah dekat.

Patricia dan Rahmi sudah menyombongkan diri bilang mereka menemukan gaun yang tepat. Ketika Loveyna pengin lihat fotonya, tidak perlu pegang apalagi mencoba, mereka tidak mengijinkan. Katanya Loveyna tidak berhak setelah berulang kali menolak belanja bareng.

Loveyna jadi panas. Dia bertekad tampil lebih gemerlap dari mereka. Makanya Loveyna memaksa Bimo untuk berkeliling mencari gaun paling memesona untuk Prom. Setelah berjuang setengah mati, Loveyna mendapatkan gaun sempurna impiannya.

Tentu saja sepasang dan senada dengan gandengannya nanti.

Bimo mengerang waktu Loveyna menunjukkan jas yang harus dia pakai. Loveyna memilihkan setelan resmi warna sampanye untuk Bimo. Warna dan modelnya melengkapi gaun berlipit-lipit dengan selendang sutra halus Loveyna.

"Polo shirt merah, dekat tiang." Bimo membuyarkan gaun dari pikiran Loveyna. "Dia lumayan."

"Hmmm." Kening Loveyna berkerut. Loveyna melirik.

Sebagai aktivitas bersantai menunggu tenaga mereka kembali, Loveyna mengusulkan permainan ayo-cari-cowok-keren yang ditanggapi malas-malasan oleh Bimo. Sejauh ini Bimo sudah menunjuk bapak-bapak beristri, manula yang memakai tongkat, dan anak kecil yang belepotan makan es krim. Kali ini, Bimo serius. Loveyna mengakui Bimo punya mata dan selera. Dia tahu kriteria standar laki-laki keren impian cewek-cewek. Cowok yang Bimo tunjuk adalah jenis katalog majalah. Tinggi. Tegap. Berat badan pas. Aura percaya diri memancar. Loveyna yakin sekali cowok itu sadar dirinya ganteng. "Oh, jadi itu tipe idealmu?"

Ekspresi Bimo langsung keruh.

Oh sial, lagi-lagi Loveyna salah bicara. Loveyna memaksakan tawa. "Bercanda, Mo. Bercanda. Jangan diambil hati."

Bimo hanya mengangkat bahu.

Loveyna menggigit bibirnya. Lagi-lagi, dia menyinggung daerah rawan yang selalu membuat Bimo uring-uringan. Ya tapi mau bagaimana lagi? Bukan salah Loveyna kalau selama ini mengira Bimo seorang gay. Alasan-alasannya sangat jelas. Dia tahu fashion. Dia benci olahraga. Ia tidak suka menonton film aksi. Yang lebih penting lagi, ia tahu gosip. Loveyna mampu bicara berjam-jam dengan Bimo tentang artis ABCDE. Maksud Loveyna, anak laki-laki harusnya benci anak perempuan cerewet, kan? Herannya, kadang justru Bimo lebih cerewet daripada Loveyna.

"Mau langsung pulang?" tanya Bimo. Cowok itu memutuskan untuk tidak memperpanjang masalah. "Belanjanya udah selesai, kan?"

Loveyna melirik jam. "Enggak. Aku masih mau ke salon," kata Loveyna.

Lo Dan Mo Dan Segala KemungkinanWhere stories live. Discover now