MAHESWATI (TAMAT)

By ruangsari

704K 50.6K 2K

Maheswati rasanya ingin menangis. Di saat ia kehilangan orang tua satu-satunya yang tertinggal, ia juga kehil... More

Bagian 1
Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 5
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bagian 10
Bagian 11
Bagian 12
Bagian 13
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 17
Bagian 18
Bagian 19
Bagian 20
Bagian 21
Bagian 22
Bagian 23
Bagian 24
Bagian 25
Bagian 26
Bagian 27
Bagian 28
Bagian 29
Bagian 30
Bagian 31
Bagian 32
Bagian 33

Bagian 14

18.6K 1.3K 20
By ruangsari

"Lo mau sampai kapan diemin gue kek gini?" Hesa beranjak dari tempat duduknya menghampiri Salma. "Gue ngerahasiain ini juga ada alesannya kan? Masak lo masih marah aja sih!"

"Ya lo pikir aja sendiri! Lo ngefan sama orang, terus lo curhat ke orang yang deket sama yang lo fan. Nggak tahunya orang yang lo curhatin itu ceweknya orang yang lo fan, atau malah istrinya. Gimana perasaan lo?!"

"Ya sori!"

"Lagian lo, kenapa sih musti pake acara rahasia-rahasiaan segala sama gue. Selama ini lo anggep gue ini apa? Itu sih yang lebih bikin gue kecewa."

"Iya, iya, sori! Gue nyesel! Tapi lo nya aja yang berlebihan tiap liat suami gue. Makanya kena banget keselnya. Lo musti jadiin pelajaran nih, nggak perlu lah lo lirik-lirik om om gitu."

"Orang ganteng milenial kayak dia siapa sih yang nggak suka, meskipun udah om om?!" Salma melempar tatapan kesal padanya. "Om om juga lo mau kan? Munafik huh!"

"Sebenernya niat gue ke rumah lo tuh, karena gue pengen curhat."

"Apa?! Gue nggak salah denger nih? Bukannya selama ini lo anggep gue bayangan."

Hesa memijit keningnya. Tujuannya datang kemari sebenarnya ingin menenangkan diri. Bukan untuk berdebat.

"Lo mau curhat apa? Gue emang kecewa sama lo, tapi liat wajah lo kek badut gitu bikin mata gue sepet tahu!"

"Masalah si kembar." Gumam Hesa lirih.

"Kenapa dengan mereka?" Salma melipat kedua lengan di depan dada.

"Marah dan nggak terima."

"Ck! Yaiyalah, secara ... gue aja syok! Apalagi dua bocah itu! Gue bisa rasain di posisi mereka."

"Jihan maki-maki gue." Hesa menatap sahabatnya itu dengan mata yang sudah berkaca-kaca. "Ngata-ngatain gue wanita yang udah kegenitan sama papanya."

"What the hell. Serius lo?" Salma berubah serius. Menghampiri Hesa dan duduk di sebelahnya. "It's okay mereka boleh kecewa. Bahkan sangat kecewa. Tapi nggak harus juga ngatain lo gitu kan? Itu keterlaluan!"

Luruh sudah air mata Hesa. "Gue bukan kegenitan, Mon. Gue juga nggak pernah kepikiran buat ngerebut Papa mereka dari Tante Prisa. Gue juga berat ngejalanin ini."

Salma menarik Hesa ke dalam pelukan, membiarkannya menangis dan meluapkan keluh kesahnya.

"Tingkah laku anaknya kayak gitu om Hakim tahu nggak? Tanggapannya gimana?"

"Om Hakim belain gue. Dia sudah kasih pengertian sama anak-anaknya. Dan dia juga marah pas Jihan ngata-ngatain gue kek gitu."

"Yaudah sih, yang penting kan lakik lo. Lo nggak perlu khawatir selama om Hakim ada di pihak lo."

Hesa mengurai pelukannya, menghapus air matanya dengan tisu. "Tapi gue sakit hati, Mon! Gue bukannya kegenitan. Bahkan gue udah ... gue udah ...."

"Lo udah apa?" sambar Salma.

Hesa menunduk sembari menggelengkan kepala. Tak mungkin ia nekat menceritanya urusan tempat tidurnya pada Salma.

"Hei, Sa! Lo udah apa? Kok malah ngelamun!"

Pertanyaan Salma kembali menyentak lamunan Hesa. Tanpa terasa air matanya sudah membanjiri pipi.

"Lah, lo nangis lagi?" Salma mengulurkan jemarinya menghapus air mata Hesa. "Astaga Hesa! Sebenarnya apa yang terjadi sama lo. Gue nggak akan maksa lo cerita kalo lo nggak nyaman. Tapi gue sebagai sahabat lo akan tetap ada di samping lo kapan pun lo butuhin."

Hesa beringsut kepelukan Salma. Air matanya seakan tak mau berhenti mengalir.

"Kita jalan aja gimana? Nonton bioskop? Atau ngemal ngabisin duit?" tawar Salma.

Hesa setuju, tak ingin larut-larut dalam kesedihan. Lagi pula tujuannya datang ke rumah Salma untuk menghibur diri, mencari teman refresing sejenak. "Gue perlu beli tas buat kuliah."

"Good idea!"

***

"Gile, mobil mahal shaaay!"

Tak henti-henti Salma menggerakkan pantat menikmati kursinya yang terasa empuk. Pandangannya memutar dan menilai interior yang benar-benar mewah. Telapak tangannya meraba-raba bagian dasbor yang sangat kental dengan aroma elegan. Sungguh harga tak mendustai rupa.

Hesa melirik sekilas ke arah cewek di sebelahnya, menggeleng bosan. Lantas, fokusnya kembali tersita pada jalanan yang padat.

"What a great car! Gue juga mau jadi anak Om Baskoro. Dibeliin mobil kek gini! Lo tuh beruntung, Sa. Punya bokap tajir melintir. Semua yang lo pengin dikabulin."

Hesa diam tak menanggapi.

"Di luar sana masih banyak yang kurang. Sementara lo, hidup dalam kemewahan."

Dibelokkan Mini Cooper yang dikendarai memasuki tempat parkir salah satu mal yang terletak di sekitar Bundaran HI.

"Oh my God! So cute!" seru Salma mendapati tas jinjing warna merah marun salah satu produk dari negara Spanyol. Buru-buru gadis itu menghampiri barang yang sudah memikat hati. "Sa, ini rekomended banget! Beli samaan yuk!"

Hesa ikut memperhatikan tas itu. Sesekali ia meraba untuk mengetahui segi kualitas dan bahannya, memang lembut dan terlihat elegan.

Usai dengan pesanan pertama, sekarang Hesa sudah beralih pada rak sepatu kets yang dipajang di bagian sebelah kanan. "Si kembar suka pasti!" gumamnya tak melepas tatapan dari sepatu bermotif hitam dan abu-abu itu.

"Mau beliin si kembar?" Salma sudah berada di samping Hesa.

"Penginnya sih. Tapi gue takut dikira nyogok kek tadi pagi."

"What?"

"Pas gue kasih kamera."

"Kenapa jadi kurangajar gitu sih?"

"Yaaah, gue maklum. Mereka masih kecewa sama gue."

"Satu yang bikin gue penasaran, dan gue tahan dari tadi."

Hesa menoleh pada Salma. "Penasaran apaan?" tanyanya serius.

"Tantenya si kembar! Gimana reaksi dia saat tahu lo istri kakak iparnya? Secara kan waktu itu do'i curhat ke lo!"

"Gue belum cerita ya tadi?"

"Tuh kan!"

"Dia malah yang nge-gap gue keluar dari kamarnya Om Hakim. Dia malah nyalahin Om Hakim, dia salah paham jauh banget! Ngira Om Hakim selama ini udah godain gue."

Salma melotot kaget. "Hah! Maksud lo dia ngira lakik lo Om Om hidung belang gitu? Hahahaha."

Bercerita sedikit mengenai Sefia, semenjak peristiwa malam itu, keesokan harinya perempuan itu memilih pindah ke apartemen. Entah apa alasannya, Hesa tak tahu. Akan tetapi Hesa merasa berhutang budi padanya, karena sudah menjadi orang paling bijaksana saat itu. Paginya, sebelum pergi mengantar Nek Warsih ke Bandara, Sefia juga sempat menemui Hesa dan meminta maaf atas sikap ibunya.

Hesa tak masalah. Ia sudah memaafkan. Karena bagi Hesa, perkataan yang terlontar dan kekerasan yang dilakukan Nek Warsih saat itu hanya dianggapnya angin lalu. Yang lebih menyita pikirannya saat itu hanyalah perasaan si kembar. Sungguh, Hesa tak kuat bila si kembar ikut memusuhinya, terlebih ketika makian mereka mengikutsertakan nama Tante Prisa. Hesa semakin merasa tak tahu diri. Dianggap sebagai perebut, meskipun kenyataannya tak seperti itu.

Tentang Nek Warsih, Hesa tidak tahu apa yang dilakukan pamannya pada wanita tua itu yang akhirnya memutuskan untuk pulang ke Surabaya. Hesa pun enggan bertanya dan malas membahasnya.

"Makan dimana kita?" tanya Salma saat sudah melangkah keluar dari butik Balenciaga.

"Pizza aja yuk."

"Jadi gimana ceritanya sampai lo ke gap sama tantenya si kembar?"

"Gue juga nggak tahu. Kak Sefia ngajak gue ngobrol berdua. Dia ngungkapin apa yang udah dia lihat, saat malem gue ke kamar Om Hakim dan saat subuh gue keluar dari kamar Om Hakim."

"Trus?"

"Trus saat gue udah berhasil ngejelasin ke dia, tiba-tiba Jinan dateng dan maki-maki gue. Dan yang lebih horor itu sikap Nek Warsih. Lo tahu? Nek Warsih ngebantai gue abis-abisan. Rambut gue dijambak sampe rontak, ngilu rasanya."

Salma sontak menganga.

"Untung Kak Sefia ngelindungi gue. Bener-bener ngelindungin. Dengan sigapnya dia ngelepas cengkeraman tangan mamanya di rambut gue. Nggak sampai disitu, Nek Warsih masih berusaha buat nyakar muka gue sambil mulutnya terus maki-maki gue, ngata-ngatain gue yang ampun gue nggak mau inget."

"Gila!" umpat Salma ikut emosi. "Trus?"

"Gue nggak masalahin dia. Karena emang sejak dulu Nek Warsih nggak suka sama gue. Jadi gue udah kebal aja sama sikap itu orang. Yang bikin gue rada beban itu ya si kembar."

"Pelik! Tapi yang penting Om Hakim selalu ada buat lo. Soal mertuanya, lo nggak perlu pikirin lah! Gokil aja. Bukan urusan dia lagi kan? Memang nggak ada mantan menantu, tapi suami lo punya hak buat nentuin pilihannya."

Hesa mengangguk sembari menyuapkan pizza ke mulutnya.

Continue Reading

You'll Also Like

6.6M 340K 60
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...
64.9K 5.3K 35
"Bee, ce-petan ish, nan-ti anak-anak bangun," pinta seorang wanita bertubuh gemuk kepada sang suami yang tengah bergerak di belakangnya. Tak peduli...
451K 58.6K 52
Handaru Gama Atmadjiwo tidak tahu jika keputusannya untuk kembali ke Ibu Kota menimbulkan petaka. Baru satu hari tiba, dia sudah terlibat skandal den...
2.8K 292 11
>>SINOPSIS<< Jungwon tidak menyangka saat second gender nya merupakan enigma yang paling langka saat semua orang mengatakan status hierarki enigma su...