DANDELION [END]

By juan151012

45.1K 8K 1.7K

Bunga Dandelion atau biasa disebut dengan bunga Randa Tapak, bukanlah bunga yang terlihat menarik, namun dapa... More

Page 01
Page 2
Page 03
Page 04
Page 05
Page 06
Page 07
Page 08
Page 09
Page 10
Page 11
Page 12
Page 13
Page 14
Page 15
Page 16
Page 17
Page 18
Page 19
Page 20
Page 21
Page 22
Page 23
Page 24
Page 25
Page 26
Page 27
Page 28
Page 29
Page 30
Page 32
Page 33
Page 34
Page 35
Page 36
Page 37
Page 38
Page 39
Page 40 (1)
Page 40 (2)

Page 31

804 152 44
By juan151012


[Kenangan buruk itu disebabkan olehku. Kepingan pahit yang memorakporandakan atma yang tak lagi utuh. Karena itu pula, aku juga yang akan menyembuhkan semua luka itu.]

- Kang Daniel -



"Oppa!"

Pemilik senyum lebar itu berlari ke arahnya. Lantas segera memeluknya, meski dirinya bukan gadis kecil lagi. Daniel sendiri tidak merasa risih dengan perlakuan si gadis berambut kecokelatan itu. Dia malah mengusap rambut panjang yang tergerai. Salah satu kebiasaan yang biasa dilakukannya pada sang adik, Kang Yena.

"Ada apa denganmu? Sepertinya kau sangat bahagia." Melihat Yena terus menampilkan senyumnya, Daniel tidak kesulitan mengartikan suasana hati sang adik yang semringah. Terlalu kentara. Namun, alasan apa yang membuatnya bahagia, itu yang belum diketahui Daniel.

"Oppa! Makanya jangan terlalu sibuk. Lihat akibatnya, sekarang adikmu ini jadi menaruh perhatian pada orang lain." Yena merengut manja.

Akan tetapi, tidak demikian dengan Daniel yang meninggikan alisnya. Cekungan manis yang sempat terbentuk dari kedua sudut bibirnya, perlahan pudar. Ucapan Yena menarik perhatiannya. Yena memang bukan sosok kecil lagi, dia sudah cukup umur untuk mengenal dunia romansa. Namun, tidak pernah terlintas di benaknya bahwa waktunya secepat ini ketika ada pria lain yang lebih menarik ketimbang dirinya.

Daniel menuding dahi Yena, lalu berkata, "Yak! Sebaiknya kau fokus pada kuliah, bukan berpikir untuk pacaran. Apa kau mau jadi mahasiswa abadi?"

Yena, gadis itu abai dengan nasihat sang kakak. Malah gadis riang itu menjulurkan lidah, lalu bergegas pergi meninggalkan Daniel yang saat itu tidak terlalu ambil peduli. Omongan Yena masih dianggapnya ocehan. Termasuk pria yang dimaksud Yena. Daniel yakin perasaan Yena cuma bertahan beberapa hari.

Nyatanya, ia salah. Perkiraan Kang Daniel salah. Yena tidak jatuh untuk beberapa hari. Untuk pertama kalinya Daniel melihat Yena jatuh hati secara serius. Alasan ini pula yang membuat Daniel ingin mencari tahu sosok yang disukai sang adik. Sosok yang kadang membuat senyum di wajah Yena mengembang begitu lebar.

Akan tetapi, belakangan ini tak jarang juga Daniel memperhatikan air muka Yena yang murung. Ada kalanya menampakkan raut sendu dan lebih banyak diam. Kendati begitu, akibat terlalu fokus pada pekerjaan, Daniel sering kali lupa bertanya pada Yena. Ataupun sekadar meluangkan waktunya untuk mendengar curahan hati sang adik. Ditambah perusahaan yang dipercayakan sang ayah sedang menanjak. Banyak projek yang mulai ditangani Daniel yang juga menjadi alasan kenapa ia kerap pulang larut malam. Setiap ia pulang, Daniel terus menemukan Yena sudah tertidur lelap. Namun, beberapa kali Daniel juga pernah menemukan Yena tertidur dengan kondisi air mata yang masih berjejak. Daniel coba menebak, mungkinkah alur cinta sang adik tak semulus senyum Yena di awal dulu?

"Yena-ya, kau mau kemana?" Pernah suatu kali Daniel memergoki Yena hendak keluar di hari libur.

Gadis itu tampak tidak bergairah. Cenderung pucat, tapi tetap memaksakan diri untuk tersenyum.

"Aku mau keluar sebentar, Oppa. Mencari udara segar." Yena menjelaskan singkat, sebelum kembali berlalu begitu saja.

Saat itu perasaan Daniel tidak begitu baik. Ia lantas memutuskan pergi ke kamar Yena. Tanpa sengaja ia menemukan sesuatu di layar laptop sang adik yang belum tertutup utuh. Alisnya bertaut kala membaca pesan-pesan yang ditinggalkan beberapa orang yang tak dikenal pada kolom komentar media sosial sang adik.

"Oppa! Apa yang sedang kaulakukan?!" Yena memekik sesaat kembali ke kamar ketika sadar ponselnya tertinggal. Tangan Yena bergerak cepat menutup layar laptop dan air mukanya mendadak cemas.

Sejujurnya Daniel belum puas karena belum membaca semua komentar tajam yang ia yakin ditujukan pada adiknya. "Apa dirimu yang diolok-olok? Kenapa? Karena ternyata pria itu menolakmu?" Daniel langsung mencecar Yena dengan banyak pertanyaan.

Yena memalingkan wajah. Rahangnya mengeras seiring ia menahan diri untuk tidak menangis saat ini.

"Kang Yena!" Suara Daniel meninggi.

Setelah beberapa detik meyakinkan diri, Yena kembali menatap Daniel. Dengan suara yang serak, ia coba membenarkan perasaannya. "Aku menyukainya, Oppa. Tidak apa-apa kalau dia tak menyukainya, tapi aku tetap akan menyukainya. Jadi, berhentilah menasihatiku. Jangan menyuruhku untuk menjauh darinya. Jangan jadi seperti mereka. Aku tidak butuh ucapan itu juga darimu, Oppa!" Emosi Yena meluap. Kali pertama Yena terlihat 'menggila'. Tidak seperti Yena yang tenang ataupun ceria.

Menakjubkan, sekaligus mencengangkan. Yena yang selama ini dikenal ceria dan patuh, sosok itu seolah hilang. Berubah menjadi sosok yang egois dan ambisius karena perasaannya.

"Siapa dia?! Beritahu Oppa namanya!"

Dalam kondisi seperti ini, Daniel ikut tersulut emosi. Ia menyesalkan tidak membaca keseluruhan kata-kata sarkas yang ditujukan pada Yena. Tidak ada pilhan lain, mau tidak mau Yena-lah yang harus memberitahunya tentang sosok yang membuat dirinya menyedihkan seperti sekarang.

Yena tampak menunduk. "Apa setelah tahu namanya, semuanya akan berubah, Oppa? Apa kau bisa memintanya untuk menyukaiku?"

Mulur Daniel kontan terkunci. Betapa rapuhnya gadis pemilik manik hitam legam itu. Dia sedang patah hati seiring air matanya berderai, seolah melambangkan perasaannya yang berberaian.

***

Hari itu menjadi terkelam. Hari berkabung untuk Daniel dan keluarganya yang tidak memiliki pemikiran bahwa pilihan inilah yang diambil Yena. Ingatan itu tidak akan pernah luntur sesaat asisten rumah tangga menemukan Yena mengakhiri hidupnya dengan cara menggantung diri di kamar. Gadis itu ditemukan tewas dalam kondisi tubuh membiru.

Tidak hanya menyakitkan bagi anggota keluarga, tapi jadi pukulan telak bagi Daniel. Ia merasa gagal sebagai saudara. Mengingat semua luka yang dipendam Yena, Daniel tak berhenti mengutuk diri sendiri. Ia juga marah pada empatinya yang gagal bertindak cepat. Seandainya saja ia bisa meluangkan waktu lebih banyak pada Yena, bukan menyarankan seorang psikiater yang menemaninya, mungkin--menurut Daniel—ia bisa menghentikan semua kegilaan ini. Termasuk mengembalikan kewarasan Yena. Hal yang seharusnya jadi prioritasnya dibandingkan harga saham yang sejatinya akan selalu naik turun bak air pasang.

Memilukan. Selain Daniel, hampir tidak ada satu pun dari keluarganya yang benar-benar tahu alasan Yena mengakhiri hidupnya. Tentu saja mereka tidak tahu alasannya. Semua orang di rumah itu sibuk dengan dunia masing-masing.

Malam itu, setelah pengebumian Yena, Daniel memutuskan untuk menghabiskan malam di kamar Yena. Ia masih menghirup aroma wangi kamar bernuansa biru yang kental dengan aroma sang adik. Ingin membayangkan bahwa kenangan Yena tetap terkurung di kamar yang menjadi tempat ia banyak menghabiskan waktu. Sayang, pikiran untuk menenangkan diri berubah tatkala Daniel menemukan kenyataan yang tak disengaja dibacanya. Sebuah diari yang tersembunyi di balik tumpukkan baju Yena, menjadi cara Daniel mengetahui pria yang dicintai sang adik.

04 April 20Xx
Aku menyukainya. Jeon Jungkook, aku menyukainya.
Ini memang salah karena aku tahu dia sudah memiliki seseorang. Tapi apa aku pernah meminta perasaan ini? Aku tak bisa menghentikannya.


15 Mei 20XX
Ini semua sudah berakhir. Dia sama sekali tak menginginkan perasaanku. Dengan jelas dia mengatakan terganggu dengan perasaanku. Tegas mengatakan ia tak membutuhkan perhatianku. Padahal aku tak pernah menuntutnya untuk menyukaiku. Dan orang-orang itu, kenapa terus menganggap aku menjadi penguntit di hidup Jungkook? Apa perlu satu kampus mengetahui bahwa aku ditolak olehnya?
Dan Jungkook, apa kau juga menilaiku sama seperti yang mereka katakan?


06 Juni 20XX

Aku muak! Aku muak dengan komentar semua orang! Dan Jungkook, mungkin benar kesempatan itu sama sekali ada untukku, tapi apa kau harus bersikap sekejam ini?
Tidak melihatku atau mengulurkan tangan saat aku terjatuh dan dilihat sebagai pecundang yang mengemis cintamu. Satu uluran mungkin terlihat menjijikkan untukmu, tapi bagiku itu akan sangat berarti. Ah, seharusnya sejak awal aku mengubur impian ini. Pada akhirnya akulah yang salah karena berharap kau berbeda.
Aku memang menyedihkan. Sepertinya benar yang mereka bilang, aku ini sebenarnya menyedihkan. Aku lelah terus tersenyum pada saat aku sebenarnya harus menangis.
Aku lelah.

Masih banyak keluhan, kekecewaan Yena yang tertuang di buku hariannya. Kontras dengan mulutnya yang selalu berkata bahwa semuanya baik-baik saja. Hingga akhirnya beberapa hari sebelum Yena tiada, dia tidak pernah lagi mencurahkan perasaannya.

Cairan bening itu jatuh dengan sendirinya dari kedua iris Daniel. Rasa bersalah perlahan memakan hatinya dan menyebarkan bibit kebencian untuk orang yang sudah membuat hidup adiknya 'sakit'. Jeon Jungkook.

Memang, tidak ada yang memintanya untuk mencintai Yena. Akan tetapi, ketika sang adik hanya minta dihargai dan disadari, di mana perasaan pemuda Jeon itu hingga tanpa sadar membuat Yena tertekan?

***

"Daniel-ssi?!"

"Daniel-ssi?!"

"Yena-ya!" Kedua pelupuk itu terbuka seturut satu nama lolos dari bibirnya. Nama perempuan lain, bukan nama wanita yang membangunkannya saat ini.

Daniel menegak ludahnya. Ia masih terlihat bingung setelah celingak-celinguk dan menemukan suasana di sekitarnya sangat berbeda dengan kejadian yang berjejak di ingatannya baru saja. Ah, semua itu ternyata tidak lebih dari bunga tidur. Mimpi yang memilukan. Menyayat kenangan lama dengan jejak perih yang sama.

Menyadari ada Sohyun yang terduduk di sebelahnya, tangan Daniel kontan memegang Sohyun. "Sohyun-ssi."

Wanita yang dipanggil namanya itu tersenyum simpul, lalu ikut menimpali genggaman Daniel. Entah kenapa ia merasa Daniel membutuhkannya saat ini. Sosok yang kerap terlihat tenang itu kini sangat gusar. Bahkan peluhnya berderai hebat kala ia tertidur.

Daniel kembali bilang, "Jangan tinggalkan aku! Kumohon!" Diakhiri ia memeluk Sohyun.

"Tenanglah, Daniel-ssi. Aku di sini! Aku tidak akan meninggalkanmu!" Sohyun terus mengusap punggung belakang pria Kang itu dengan lembut. Menenangkan tubuh yang masih terasa bergetar itu. Sohyun merasa iba. Di balik kelembutan pria Kang itu selama ini, sepertinya ia menyimpan masa lalu yang menyakitkan. Namun, Sohyun tak ingin memaksanya untuk berbicara. Tidak ketika itu menyangkut sesuatu hal yang bersifat rahasia. Bisa jadi saat ini Daniel terjebak pada sesuatu hal yang belum siap dibaginya dengan siapa pun. Sama seperti dirinya yang pernah berada di titik terendah. Kala tidur berubah jadi sesuatu yang menakutkan. Seolah bayangan dan ingatan kelam itu tidak jemu menghantui dan menggerogoti akalnya.

Untuk kali ini, rasanya Sohyun ingin membantu Daniel. Seperti yang selama pria Kang itu lakukan untuknya dan Taejung.

***

To Be Continued

Continue Reading

You'll Also Like

17.9K 1.3K 12
Kecelakaan 2 tahun lalu membuat Kim Bum melupakan kenangan dan cinta masa lalunya. Kim Bum berusaha mengingat kembali kepingan masa lalunya di Korea...
74.2K 9.2K 23
"Kau milikku mulai saat ini. Karena aku sudah membelimu, jadi turuti semua apa yang ku mau. Jangan pernah menolakku, jangan pernah membuatku marah, j...
84.7K 12.7K 23
Dia Kim Yerim, hidup dengan kesialan di mata mereka. Satu per satu skenario buruk ditimpakan kepada tubuh mungil dan jiwa rapuhnya. Dia Jeon Jungkook...
6K 640 5
Elleia bukan tipikal gadis pendendam. Tapi rasa dendam dan sejuta pertanyaan yang dia punya untuk Alistair sudah tertanam di dalam dirinya sejak lama...