Weddings' Smuggler

By lyanchan

2.9M 175K 4.5K

[Sudah tersedia dalam bentuk buku @gagasmedia] Wanda E. Pangestu, meneliti berbagai pesta pernikahan orang as... More

prolog
satu
dua
tiga
empat
lima
enam
tujuh
delapan
sembilan
sepuluh
sebelas
dua belas
tiga belas
empat belas
lima belas
tujuh belas
delapan belas
sembilan belas
dua puluh
dua puluh satu
dua puluh dua
dua puluh tiga
dua puluh empat
dua puluh lima
epilog
Our Bundle of Joy
Selena's Effect
Selena's Effect - PROLOG
Selena's Effect - Satu
Selena's Effect - Dua
Selena's Effect - Tiga
Selena's Effect - Empat
OPEN ORDER
WEDDINGS' SMUGGLER PO!
Selena's Effect - Lima

enam belas

59.7K 5.3K 149
By lyanchan

"Sudah kukatakan tadi, sekarang terserah bagimu untuk percaya atau tidak," kata Wanda. Emosinya berubah-ubah seiring dengan perkataan Bryant yang menyakiti hatinya secara tidak langsung.

"Aku tidak pernah berniat menutupinya darimu secara khusus dengan maksud buruk. Ini semua hanya karena aku belum bisa menerima diriku sendiri," jelas Wanda lagi. "Bukannya kamu sama saja? Kamu juga tidak menjelaskan dengan jelas identitas dan pekerjaanmu!"

Bryant meraih tangan kiri Wanda lalu menggenggamnya erat. "Aku pemilik gedung serta pengelola utama bank swasta ini. Tower A beroperasi sebagai kantor pusat bank yang kami kelola."

"Wartawan yang menunggu di depan kantormu adalah wartawan yang ingin mengetahui informasi keluarga kami. Wartawan yang paling mencolok adalah Jeremi. Dia selalu menjadi yang terdepan di antara yang lain dan tindakannya selalu tidak menyenangkan. Dia juga yang mengikutimu di hari pernikahan kita," jelas Bryant lebih rinci mengenai Jeremi.

Wanda mendengarkannya dengan seksama hingga keningnya berkerut. Jadi, intinya adalah para wartawan itu tidak penasaran akan dirinya karena pekerjaannya sebagai penulis. Tetapi karena ia adalah istri Bryant?

"Keluarga kami selalu tertutup dan bergerak dengan hati-hati agar tidak menarik perhatian umum. Tidak ada yang berhasil meliput kami kecuali kami perbolehkan."

"Bagaimana dengan pernikahan kita?"

"Mereka hanya tahu aku tetap menikah meskipun pasanganku bukanlah Selena. Kami menutup semua gerbang informasi bagi wartawan, sehingga ketika ada sedikit saja celah, mereka langsung mengerubunimu."

Wanda menatap Bryant dengan mata bulatnya. "Sebesar itukah pengaruhmu di kota ini?"

Bryant tertawa ringan, tawa yang membuat Wanda bagaikan kembali melihat matahari. "Sebenarnya aku tidak ingin mengatakannya karena akan terdengar sombong. Tapi bagaimanapun kita harus terbuka." Bryant diam sesaat, mengamati ekspresi Wanda yang penuh dengan rasa ingin tahu. "Aku adalah pria lajang terkaya ke lima di negara kita."

"Lajang?" Wanda meninju perut keras Bryant. "Kamu tidak lajang lagi!"

Kalimat protes itu kembali menimbulkan tawa Bryant. "Iya, sayang sekali. Karena aku kehilangan gelar lajang itu, sekarang aku menjadi pria terkaya ke tujuh. Aku baru sadar jika gelar lajang itu memberi pengaruh besar."

"Jika kamu sekaya itu, kenapa aku tidak pernah tahu informasimu? Kamu tidak sedang membohongiku, kan?" Wanda memicingkan kedua bola matanya.

Bryant membetulkan letak anak rambut Wanda yang keluar dari belakang telinga. "Sudah kukatakan padamu, sulit mendapat informasi mengenai kami. Tapi untuk soal kekayaan, kamu bisa mencarinya di internet, perlu kucarikan?"

Bryant sedang mengeluarkan ponsel dari saku celana ketika sesuatu tercetus dalam benaknya. Bryant mengerutkan kening sambil menatap Wanda. "Jika kamu tidak kenal aku sama sekali, kenapa kamu bisa masuk ke pesta pernikahan?"

Wanda berkedip. "Memangnya kenapa? Aku hanya masuk dengan percaya diri saja. Tunggu, bukannya kamu sudah tahu aku menyusup masuk?"

Bryant meraih Wanda ke dalam pelukan sambil tertawa keras. "Aku hanya menuduhmu secara sembarangan saja. Tidak menyangka jika itu benar." Setelah tawa Bryant mereda, ia melanjutkan perkataannya. "Pegawai hotel yang membiarkanmu masuk harus mendapat bonus besar dariku."

"Ada apa?"

"Pesta pernikahanku tidak bisa dimasuki sembarang orang, mereka harus membawa pin berbentuk Tower A yang di dalamnya terdapat kode unik sebagai tanda pengenal. Kode unik dalam pin itu akan dipindai, setelah cocok dengan daftar yang ada tamu yang bersangkutan baru bisa masuk."

Wanda membulatkan bibirnya, "Wah. Bukannya seharusnya kamu memarahi atau bahkan lebih parahnya memecat pegawai hotel yang lalai itu?"

Bryant mengecup kening Wanda. "Tidak. Aku malah harus berterima kasih padanya karena telah membawamu padaku." Kalimat itu membuat pipi Wanda bersemu merah, telinga dan wajahnya juga menghangat. "Apa kamu sama bersyukurnya denganku?" tanya Bryant.

Wanda menarik tangan Bryant yang sedari tadi menggenggamnya erat menuju dada bagian kiri, "I'll say it with my heartbeat." Wanda membiarkan Bryant merasakan debaran jantungnya yang kencang. Ingin mengungkapkan secara tidak langsung bahwa pria itu berpengaruh besar bagi dirinya. Bahwa ia menyukai atau bahkan telah mencintai Bryant.

Tidak lama kemudian Wanda menatap Bryant lamat-lamat. "Bagaimana denganmu?"

Bryant menjawabnya dengan ciuman dalam yang penuh perasaan.

***

Wanda tengah menandatangi halaman pertama novel yang dibawa oleh pegawai kantor penerbitnya ke Tower A, sesuai dengan apa yang disarankan oleh Bryant. Saran Bryant sungguh mengurangi beban pikiran penerbitnya karena jadwal terbit masih bisa mengikuti jadwal yang sudah dibuat.

Ia menggoreskan tinta di atasnya dengan pikiran yang juga sama sibuknya. Pikirannya berkelana ke mana saja, tidak ada pada tempatnya. Ia bahkan mengabaikan Bryant yang sedari awal duduk di sampingnya sambil membaca proposal kerjanya juga. Mereka sibuk dengan pekerjaan masing-masing, karena nyatanya Bryant juga sibuk dan harus menyelesaikan banyak hal hari ini.

Meskipun tangannya tetap bekerja sebagaimana mestinya dan terus bergerak konsisten menandatangani halaman novel, pikiran Wanda selalu berada di saat di mana Bryant tidak mengatakan kalimat yang paling ditunggunya. Bryant tidak mengatakannya. Benar-benar tidak mengatakannya!

Bryant tidak mengatakan kalimat yang tentunya akan membuatnya berdebar-debar, bersemu merah, merinding karena bahagia, serta membuat kupu-kupu terbang dalam perutnya.

Hal yang membuat Wanda goyah karena penuh akan persepsinya sendiri mengenai kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Meskipun, jujur saja, ia sendiri juga tidak mengungkapkannya sehingga seharusnya sah-sah saja bagi Bryant untuk tidak mengatakannya juga. Tapi, bagaimanapun juga ia adalah seorang wanita.

Dan wanita butuh kalimat itu agar tidak ragu, goyah, cemas, dan segala kata yang memiliki arti serupa.

Astaga. Benar-benar menyebalkan! Wanda menggerutu dalam hati dengan masih saja menandatangani kertas di hadapannya, yang berbeda hanyalah tekanan bolpoinnya. Tekanannya semakin keras dan dalam sehingga tinta yang keluar jugalah semakin tebal.

"Sayang," Bryant menarik bolpoin keluar dari celah tangan Wanda. "Kamu ingin melubanginya?"

Wanda tersadar kemudian tersenyum. "Tidak. Hanya tidak sengaja." Wanda kembali tenggelam dalam pikirannya. Bagaimana jika dirinya mengungkapkan perasaannya terlebih dulu pada Bryant? Tidak. Seharusnya pria yang mengatakan kalimat itu terlebih dulu.

Tapi, bagaimana jika ia harus menunggu seribu tahun lamanya agar dapat mendengar kalimat itu keluar dari bibir Bryant jika sebenarnya Bryant juga tengah menunggunya untuk mengungkapkan kalimat itu?

Atau yang lebih buruk, Bryant tidak mengungkapkannya karena tidak menyukainya?

Astaga! Daripada pusing sendiri, lebih baik ia mengatakannya sekarang. Lebih baik ia memuntahkan kalimat yang terdiri dari tiga kata itu pada Bryant. Jika dipikir-pikir kembali dari pertengkaran mereka tadi, sepertinya ada benarnya juga bagi Wanda untuk mengungkapkan perasaannya terlebih dulu.

Wanda membulatkan keputusannya kemudian memutar badan menghadap Bryant yang sudah sedari tadi menghadapnya. Bryant tersenyum tipis seolah memberi kesempatan kepada Wanda untuk membicarakan apa yang ada di dalam pikirannya.

"Sesuai perkataanmu tadi, aku akan mengatakan hal ini, agar kamu tidak marah lagi. Agar kamu tidak menganggap aku selalu menutupi segalanya darimu."

Bryant menganggukkan kepalanya. "Ternyata kamu belajar dengan cepat. Katakan saja."

Wanda membuang napas agar kegugupannya juga ikut terbuang, kemudian menatap Bryant lekat-lekat. "Ingat, ini semua sesuai permintaanmu."

Bryant terkekeh kemudian mencubit pipi Wanda gemas, "Iya."

"Aku sayang kamu." Jantung Wanda berdetak kencang. Setelah kalimat itu lolos dari bibirnya, ia menggigit bibirnya erat-erat. Matanya juga ia tutup erat-erat.

Tidak ada jawaban dari Bryant, sehingga Wanda mengintip perlahan dari celah kelopak matanya, ingin melihat bagaimana ekspresi Bryant.

Bryant hanya terkekeh dan tersenyum dengan bibir yang terkatup rapat seperti tengah menahan tawa. Bryant juga mengusap kepalanya dengan lembut sebelum meraih Wanda ke dalam pelukan dan mencium bibirnya lembut.

Wanda tidak terima. Bryant tidak membalas pengakuan cintanya dan malah menciumnya saja. Ciuman tidak cukup! Wanda butuh kata-kata! Tapi Wanda mengurung itu semua. Biarkan Bryant dengan cinta bisunya itu! Tetapi tetap saja sungguh menyebalkan.

Wanda kembali cemberut lalu merebut bolpoinnya dari tangan Bryant. Persetan dengan pengakuan cinta. Makan saja itu pengakuan cinta.

"Kenapa cemberut?" goda Bryant. Ia menusuk pipi Wanda dengan jari telunjuk. Ia suka sekali menggoda Wanda yang mendadak ekspresif. "Kamu ingin aku balas pernyataan cintamu? Bukannya cinta tidak bisa dipaksakan?" Bryant memegang bahu Wanda, membawa Wanda kembali menghadapnya namun istrinya itu enggan.

"Aku tidak tahu kalau balasanku sepenting itu bagimu," tambah Bryant dengan suara yang terdengar bangga. "Cinta juga dirasakan, bukannya didengar. Makanya dinamakan rasa cinta, bukan suara cinta."

Baru saja Wanda ingin membalas perkataan Bryant, pintu ruangan Bryant terbuka dengan kasar. Dari balik pintu tampak Tony tengah mencegah wanita berambut merah untuk masuk ke dalam ruangan dan gagal tentunya.

Wanita itu sangat cantik. Kulitnya putih. Tubuhnya ramping dan tinggi menjulang, setara dengan Tony. Meskipun agak menor karena dandanannya mengandung warna yang berani seperti oranye dan merah.

"Selena!" Tony menarik sebelah tangan Selena yang kosong. "Sudah kukatakan untuk tidak masuk seperti ini. Tidak sopan."

"Kamu istri Bryant?" tanya Selena. Ia melepas cengkraman tangan Tony, "Sudah terlanjur," katanya pada Tony singkat sebelum kembali menatap Wanda.

"Kamu istri Bryant?" ulangnya. Kali ini kedua tangannya bersedekap di depan dada, dengan salah satu tangan yang membawa tas tangan. Baju sabrina cokelat terakota sangat menonjolkan tulang belikatnya, begitu juga celana putih yang membungkus paha rampingnya.

Wanda hanya menganggukkan kepalanya pelan. Memang benar ia istri Bryant, tapi ia belum pernah mengaku seperti itu di depan orang lain sehingga masih membuatnya merasa canggung. Membuatnya merasakan sensasi sudah menikah tapi terasa belum menikah.

"Selena, mantan calon istri Bryant," Selena memperkenalkan dirinya tanpa mengulurkan tangan.

Tony berdehem menegurnya.

"Jangan tegur aku," Selena kembali menghadap Tony, terlihat seperti tengah merengek. "Katakan saja kalau kamu cemburu. Apa aku harus mengulangi perkenalan diriku?"

Tony hanya mengalihkan pandangannya ke arah lain, tapi tetap menganggukkan kepalanya malu-malu. Semua itu tidak luput dari pandangan elang Wanda. Kenapa Tony manis sekali? Apakah Tony bisa ia jadikan sebagai tokoh utama novel barunya nanti?

"Baiklah, aku ulang," kata Selena sambil meraih lengan Tony lalu menggandengnya, "Selena, mantan calon istri Bryant yang sudah menjadi calon istri Tony."

Tony kembali berdeham namun lebih kencang. Tetap saja, pada akhirnya senyum tipis nan malu-malu itu terbit.

"Iya. Aku hanya bercanda. Kamu kenapa sih?"

Selena menatap Wanda dengan mata melengkung dan senyum lebar yang amat ramah. berbeda tiga ratus enam puluh derajat dengan tadi. "Selena, calon istri Tony. Dua perkenalan diriku yang sebelumnya itu fakta, bukan candaan."

"Apa keperluanmu?" tanya Bryant. Ia memandang Selena dan Tony malas.

Seminggu semenjak batalnya pernikahan mereka berdua, Selena bertambah rajin datang ke kantornya. Lebih rajin dari saat mereka bertunangan. Bayangkan seberapa besar gosip yang muncul? Salah satunya adalah gosip bahwa mereka akan rujuk kembali karena kerap mendapati Selena menaiki lift menuju lantai di mana Bryant berada. Padahal sebenarnya Selena datang untuk menemui Tony dan melakukan pendekatan secara ekstrim, membuat sekretarisnya yang bermulut ember itu akhirnya diam tidak berkutik karena Selena lebih banyak bicara.

"Aku cinta kamu, Nyny." kata Selena sambil mencubit pipi Tony, membuat Tony bersemu merah.

Meskipun sebenarnya Tony malu, tapi Tony tetap membalas pengakuan cinta Selena yang sudah terlalu sering diungkapkan kekasihnya itu. "Aku juga cinta kamu, Nana."

Adegan romantis yang berada tepat di depan hidungnya membuat Wanda kembali muram. Memang benar sih Tony memang memiliki kepribadian yang terbuka, berbeda dengan Bryant. Tapi tetap saja, Wanda ingin pengakuan cinta itu!

"Siapa namamu?" tanya Selena, tangannya masih menggenggam erat tangan Tony, seakan Tony akan hilang sedetik setelah kaitan tangan mereka lepas.

"Wanda," jawab Wanda singkat.

"Buatkan novel singkat mengenai kami sebagai souvenir pernikahan kami tiga bulan lagi," perintah Selena. "Cerita yang singkat dan romantis tentunya. Cerita yang ketika selesai dibaca akan membuatmu menjerit bahagia dengan hidung yang sudah mengeluarkan darah."

"Kamu bisa, kan?" tanya Selena, senyumnya sangat amat lebar. Apalagi ketika Tony mengecup puncak kepalanya kemudian mengucapkan tiga kata yang Wanda tunggu sedari tadi dari bibir Bryant hanya dengan gerakan bibir tapi tetap dapat Wanda baca dengan jelas.

Mereka berdua tidak akan bahagia jika Wanda belum mendengar tiga kata itu keluar dari bibir Bryant untuknya! Tidak akan!

"Tidak," tolak Wanda ketus.

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 71.4K 46
Apa jadinya jika dua saudara kembar berbeda karakter menikah dihari yang sama dengan 2 pria tampan yang juga berbeda karakter? Meet Seza seorang ce...
72.6K 7.4K 43
Adalah sebuah dosa besar bagi Luna yang mencintai ayahnya sendiri. -------🌙 Javier Hernandez (18) merelakan masa depan dan impiannya untuk menjadi p...
92.7K 4.5K 24
•Total 23 chapters, termasuk extra parts. ⚠ Terdapat beberapa kata kasar Sejak awal laki-laki dengan iris abu-abu itu mampu menarik perhatianku hingg...
39.5K 2.2K 25
Kehidupan Maya terasa jungkir balik setelah perempuan itu terikat perjodohan konyol yang diusulkan oleh Oma-nya. Terlebih yang menjadi calon suaminya...