Mas Ganteng

By mariautami2

19.7K 888 147

Kisah seorang jomblowati dengan pemuda ganteng tetangga kosnya yang dihiasi dengan tingkah konyol dan dibumbu... More

Part I
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24

Part 14

436 28 0
By mariautami2

Minggu sore di rumah, pasangan pengantin baru itu duduk berdua di sofa yang ada di balkon di lantai dua. Richard sengaja merancang rumah dengan balkon yang cukup lebar di lantai dua agar bisa bersantai berdua di sore hari.

"Sayang, kangen mie ayam keliling deket kos dulu gak?" tanya Richard.

"Iya nih, Yang. Beli, yuk! Biasanya si dia lewat pas jam empat sore gitu. Sekarang jam tiga lebih, keburu gak ya?"

"Kamu coba telepon Karen apa Pak Bayu, suruh stop kalau mie ayamnya lewat," saran Richard.

"Oiya ya, aku kok nda kepikiran."

Segera Olie menelepon Karen dan menanyakan apabila penjual mie ayam sudah lewat, Karen bilang belum datang. Karen sudah mengirim pesan ke bapak penjualnya dan dia bilang akan datang tidak lama lagi. Maka Olie meminta Karen untuk menahan si bapak agar tidak pergi sebelum mereka berdua datang.

"Sayang ... cepetan, kasihan bapaknya nanti nungguin lama. Karen bilang sebentar lagi bapaknya dateng," seru Olie memanggil Richard yang masih berada di kamar.

"Ayo, berangkat."

Dua puluh menit perjalanan mereka tempuh dari perumahaan tempat mereka tinggal sampai di kos Olie yang dulu. Richard segera memarkirkan motornya dan menghampiri bapak penjual mie ayam.

"Pak, gimana kabarnya? Sehat-sehat, kan?" tanyanya.

"Ya, gini-gini aja, Mas. Oiya saya belum ucapin selamat atas pernikahannya. Semoga bahagia berdua sampai kakek nenek dan segera punya anak ya."

"Iya, makasih Pak doanya. Pesen mie ayam dong Pak, masih inget kan kesukaan saya?"

"Masih, Mas. Mbaknya sekalian apa enggak?"

"O ... iya, dua kaya biasanya ya, Pak."

"Siap, ditunggu ya, Mas."

Di dalam kos, Richard tak melihat Olie, dia pun bertanya pada pak Bayu.

"Pak, istri saya ...." Kata-kata Richard terpotong karena pak Bayu menyela.

"Yaelah, sekarang manggilnya istri, yang penganten baru masih mesra-mesranya," goda pak Bayu.

"Bapak, bisa saja. Mana istri saya, Pak? Gak diumpetin, kan? Awas kalau berani."

"Dikira saya itu Alfon apa, ngumpetin punya orang? Itu lagi ke kamarnya mbak Karen. Mbak Karen lagi kurang fit kayanya, sedari pagi di kamar terus. Makan aja minta tolong saya yang beliin," ujar pak Bayu.

"Oh gitu, saya naik ya Pak."

"Itu mie ayamnya, gimana nanti?"

"Suruh taruh meja dulu dong, Bapak."

"Oiya, iya."

Richard menyusul Olie ke kamar Karen, dia tidak lagi tinggal di lantai dua, tetapi pindah ke kamar nomor sepuluh, bersebelahan dengan kamar Lusi. Sesampainya di depan pintu kamar Karen, Richard mengetuknya tiga kali dan pintu dibuka oleh Olie.

"Mie ayamnya udah jadi, makan dulu yuk. Ren, lu mau sekalian kagak? Gue belum pesenin, sih."

Olie menyuruh Richard diam karena Karen sudah tertidur. Olie bilang bahwa Karen sedang tidak enak badan dan baru saja Olie selesai mengeriknya.

"Gak apa-apa dia, Yang?" tanya Richard.

"Masuk angin aja kok, biasa suka gitu kalau kedinginan. Susah kalau dibilangin AC jangan dingin-dingin, padahal dianya gak kuat dingin," terang Olie.

"Oh, gak heran si," gumam Richard.

"Apa, Yang?" Olie memastikan dirinya tidak salah mendengar. Richard menjadi salah tingkah karena pertanyaan Olie.

"Eh, enggak kok, Yang. Yuk, kita ke depan. Biar Karen istirahat, udah makan belum dia? Perlu kita beliin makan?"

"Belum kayanya, di kamarnya gak ada bekas makanan atau piring kotor. Boleh deh, nanti carikan bubur aja."

Keduanya pun kembali ke ruang tamu dan memakan mie ayam mereka dengan lahap, bahkan saking kangennya, mereka memutuskan untuk memesan satu porsi lagi untuk berdua. Bapak penjual mie ayam yang sampai sekarang belum mereka ketahui namanya merasa begitu senang karena Richard membayar mie ayamnya dengan berlebih. Richard bilang kelebihan itu sebagai pemberian karena si bapak sudah berbaik hati menunggu dan melayani mereka berdua dengan baik.

"Makasih loh, Mas Richard. Semoga rejekinya tambah lancar. Mbak Olie, makasih ya. Semoga segera isi," ucap bapak pedagang mie ayam.

"Makasih, Pak. Semoga laris terus dagangannya. Hati-hati di jalan ya," balas Olie. "Yang, ayo kita cari makan buat Karen."

"Pak Bay, kami keluar dulu cari makan untuk Karen. Pak Bay sudah makan? Kalau belum sekalian aja."

"Ya kalau dibelikan saya makan, Mas," ucap pak Bayu malu-malu.

Mereka berdua keluar dan mencari bubur ayam agar Karen segera makan. Di tengah perjalanan, Jorge menelepon Richard, "Sayang, tolong angkatin telepon aku."

Olie menuruti dan melihat sebuah panggilan masuk dari Jorge, dia pun mengangkatnya, "Hello."

"Olie? Where is Richard?" tanya Jorge melalui telepon.

"He is driving, we are looking for food for Karen, she has not eat anything since the afternoon."

"Oh, ya. How is she, I tried to call her but she did not answer. She is fine, isn't she?" Nada suara Jorge terdengar begitu khawatir dengan kondisi Karen.

"She is just having a cold, I have given her a massage and medicine. Hopefully she will ok soon."

"Oh, thank you so much, Olie. You are such a good friend and sister for her. Please take good care of her, and tell me if there is anything I can do for her."

"She will be ok, I will tell her to call you later. Please do not worry, we'll both take care of her."

"Oke, thank you so much. Bye."

"Bye, Bro."

Panggilan pun berakhir dan mereka sampai di kedai bubur ayam yang menjadi langganan dan buka tiap jam lima sore sampai jam sepuluh malam. Olie memutuskan untuk turun dan membeli buburnya, sedangkan Richard menunggu di mobil.

"Pak, bungkus satu ya," seru Olie ke penjual bubur.

"Siap, Mbak. Masnya mana, kok sendirian aja?" tanya si penjual bubur.

"Ada tuh di mobil," sahut Olie.

"Biasanya naik motor."

"Iya, itu pinjem mobilnya mbak Karen. Abis dari kosan dia, lagi sakit. Ini beliin bubur juga buat dia."

"Oh gitu. Nah, ini mbak."

"Ini duitnya, Pak. Pas ya."

"Oke, salam buat mbak Karen ya, semoga cepat sembuh."

"Siap, makasih, Pak." Olie keluar dari warung bubur dan memasuki mobil, "Yuk, Yang."

Keduanya kembali menuju kos-kosan. Sesampainya di kos, Olie langsung menuju ke dapur dan menuang bubur di mangkuk lalu mengantarkannya kepada Karen. Karen yang masih tertidur dipaksa bangun oleh Olie agar segera memakan buburnya selagi hangat. Olie tak lupa menyampaikan salam dari bapak penjual bubur kepada Karen dan hal itu membuat Karen terharu karena bahkan orang yang tidak dikenalnya peduli padanya.

Karen memanglah dari keluarga yang berada, tapi sejak kecil dia dididik tidak untuk menjadi pribadi yang sombong dan suka berfoya-foya. Oleh karena itu, sampai saat ini Karen masih tinggal di kos meskipun sebenarnya untuk menyewa atau membeli apartemen dia mampu, tapi dia tidak melakukannya karena dia ingin merasakan hidup sederhana. Lalu, untuk apa uang hasil kerjanya? Dia gunakan sebagian untuk yayasan yang dia miliki. Yayasan yang berfokus pada membantu anak yatim piatu agar bisa sekolah dan mempeoleh perawatan kesehatan yang layak.

Karen merupakan sosok wanita mandiri dan berpendidikan, tidak sombong dan punya jiwa sosial yang tinggi. Baginya harta bisa hilang kapan saja, tapi sahabat dan keluarga tidak akan bisa dibeli dengan harta. Dia tidak malu berteman dengan pedagang keliling, tukang becak, bahkan pemulung sekalipun. Justru dia hobi mengumpulkan kardus-kardus bekas, botol bekas baik miliknya maupun milik penghuni kos lainnya untuk nantinya diberikan kepada pemulung yang sering mencari rongsokan di sekitar kos.

"Ren, dicari Jorge tadi," kata Olie sembari menyuapi Karen bubur.

"Oiya tadi ada telepon, tapi gue diemin. Dia yang telepon ternyata, tadi telepon lu?"

"Telepon Richard pas lagi di jalan."

"Bilang apa?"

"Ya, nanyain kondisi lu terus minta gue jagain lu baik-baik, kalau ada apa-apa suruh kabari dia secepatnya."

"Tu cowok romantis banget tau gak si. Beda jauh sama mantan," ucap Karen dengan nada sedikit sendu.

"Udah si, ngapain dipikirin tu manusia bodoh. Lu dapet yang lebih baik dari dia, semoga aja emang jodoh lu."

"Thanks ya, Say. Lu emang adek kesayangan gue, tapi ni bubur lama-lama bikin enek, udah ya. Perut gue gak enak beneran."

Olie membereskan perlengkapan makan dan membawanya ke dapur lalu mencucinya. Setelah itu dia kembali ke kamar Karen untuk berpamitan.

"Ren, gue pamit ya. Lu istirahat yang banyak, obat jangan lupa diminum. Ada apa-apa langsung kabari gue." Olie berbicara panjang lebar, tak lupa juga memberitahu Lusi yang kebetulan keluar dari kamar karena mau ke kamar mandi, "Lus, titip Karen. Kalau ada apa-apa buruan kontak gue. Inget ya!"

Lusi mendengar omongan Olie sambil menganggukkan kepala lalu berkata, "Siap laksanakan!"

Ya, sekalipun Olie sudah menikah, tetapi hubungan mereka tak pernah berubah. Karen selalu memberikan ceramah kepada Olie, begitu pun sebaliknya. Namun, hal itulah yang membuat hubungan mereka erat, karena mereka peduli kepada satu sama lain.

****
Semangatin aku biar cerita ini terus lanjut sampai tamat ya, yang masih setia mengikuti cerita ini, makasih banyak.
Suka vote dan komen, tapi gak maksa hehe ....
 

Continue Reading

You'll Also Like

149K 7K 36
Just remember that some people will be worth to get a second chance -Ardial Adhitama If you're lucky enough to get a second chance, don't waste it -A...
972 77 15
Mungkin, kamu sudah pernah baca kisah ini. Karena ini adalah tulisan lama yang ingin saya share kembali buat pembaca setia. Happy reading. Jangan lup...
51.1K 5.6K 40
[Romance-Comedy] #Spinoff Pastel Sweater and Mr. Right 🌼 (Bisa dibaca terpisah tetapi lebih baik baca PSaMR dulu) Setiap ada bunga yang mekar, past...
968K 61.5K 37
SLOW UPDATE Kisah tentang seorang bocah 4 tahun yang nampak seperti seorang bocah berumur 2 tahun dengan tubuh kecil, pipi chubby, bulu mata lentik...