B[L]ACKSTREET

By marsh-melo

10.4K 1.4K 988

Dua orang introvert yang saling jatuh cinta, tentu mereka hanya ingin dunia dimiliki berdua saja. Hanya salin... More

Pengantar
Prolog : Dari Oh Seungmi
01 - Di Halaman Depan Rumahku
02 - Unbelievable First Kiss
03 - Melodi Adalah Untaian Rasa
04 - Bimbang
05 - Vitamin
06 - Awal Baru
07 - Chamber of Secret
08 - Partner
09 - No Date, No Life?
10 - Senior Jung
Intermezzo : Meet her, Oh Seungmi!
11 - Bukan Hal Baru
12 - Pertengkaran Kecil
13 - Gadis Kanvas
14 - Gloomy Saturday
15 - Distance
16 - Heard It Through The Grapevine *)
17 - Retakan (1)
18 - Retakan (2)
19 - Drunken Night
20 - Persinggahan
21 - Wrong Desicion
22 - Kunjungan
23 - Dangerous
24 - Pameran
25 - Picasso
26 - Penafsiran
27 - Operasi Perangkap
28 - Weird Confession (1)
29 - Weird Confession (2)
30 - A Flashback : An Unsolved Feeling
Intermezzo #2 : Which Couple?
31 - Menghindar Bukanlah Solusi
32 - Meledak
33 - Titik Terang dan Titik Buta
35 - Tiga Permintaan
36 - Bagian Tersulit
37 - Penyembuh Luka
38 - Hold My Hand
39 - Backstreet, No More! (1)
40 - Backstreet, No More! (2) [END]
Bonus - Junk Food Meeting
Epilog : Dari Oh Seunghee
#BTS (Behind The Story) of B[L]ACKSTREET

34 - Maaf, Aku Menyesal

198 30 46
By marsh-melo

Seunghee masih menatap Seungmi yang kini sedang berlutut di hadapannya sambil terisak-isak. Memperhatikan penampilannya yang agak berantakan dan mata sembab yang entah sudah mengeluarkan airmata untuk keberapakalinya dari balik kacamata normalnya itu.

Mungkin sulit membangun kepercayaan yang telah runtuh. Sulit melupakan pemandangan menyakitkan yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Seketika semua hal manis yang telah ia lalui bersama Hyunsik seolah berganti menjadi rentetan kebohongan belaka.

Tapi kini Seungmi tampak berusaha keras ingin memberi penjelasan padanya saat Hyunsik bahkan tidak menghubunginya dan mengatakan sepatah katapun padanya.

Apa saja yang sebenarnya telah terjadi, ia tidak akan tahu pasti tanpa mendengarkan sebuah klarifikasi. Tidak seharusnya ia menyimpulkan satu hal hanya dari sekali pandang.

Ia sendiri tahu betul, sang adik tidak pandai berbohong.

Dinding kaku yang mengurung hatinya perlahan runtuh dan meluruh.

Apa aku terlalu jahat pada adikku?

Ia turun dan ikut berlutut di hadapan adiknya, memeluknya erat-erat dan membiarkan air mata sang adik membasahi baju tidurnya.

"Kau sudah makan?" tanyanya dengan lembut. Namun alih-alih menjawabnya, isak tangis Seungmi malah semakin keras saja.

***

"Maafkan aku."

Minhyuk masih tidak percaya kalimat itu baru saja terlontar dari mulut seorang Lee Gikwang. Lelaki yang sudah menguntitnya, bersekongkol dengan mantan kekasihnya, dan bahkan menyerangnya di kegelapan malam.

Ya, sulit dipercaya.

Kalimat yang terlontar dari mulut Gikwang sama sekali berlainan dengan ekspresi wajahnya yang ketus. Mengapa harus kesal saat meminta maaf? Tak ubah seperti seorang anak lelaki yang dipaksa minta maaf oleh orangtuanya karena sudah mengganggu adik perempuannya yang sedang bermain boneka.

Minhyuk masih bergeming.

"Tolong, maafkan aku. Jangan laporkan aku ke polisi," desak Gikwang lagi melihat Minhyuk yang tak kunjung memberi respon. "Lagi pula, ini semua karena pacar- maksudku, mantan pacarmu itu. Dia memprovokasiku! Dia juga frustasi dan kecewa padamu, jadi aku hanya membantu menyalurkan kekesalan-"

"Aku tidak akan melaporkanmu pada polisi," potong Minhyuk tiba-tiba.

Gikwang tertegun.

Sikap Minhyuk terlalu tenang untuk ukuran seseorang yang telah ia kacaukan hidupnya.

"Jika urusanmu sudah selesai, silahkan pergi, aku mau istirahat," Minhyuk merebahkan dirinya dan memejamkan mata, secara halus menyuruh Gikwang untuk segera hengkang dari ruangannya.

Gikwang sudah cukup beruntung tidak dilaporkan ke polisi. Kalau saja ia tidak menelpon Yura - yang sedang sama-sama kacau juga - dalam keadaan sadar dan tidak mabuk, mungkin kejadian ini tidak akan terjadi.

Wanita gila itu selama ini sudah memanfaatkan dan memprovokasinya dengan cara membutakannya dalam kebencian.

Ia memang sudah berhasil membuat Minhyuk tidak mengikuti turnamen seperti dirinya. Namun kini ia akan terus membawa perbuatan dosanya itu seumur hidupnya, tanpa bekal sepatah maaf dari Minhyuk.

Gikwang melangkah pelan meninggalkan kamar rawat Minhyuk dengan wajah tertunduk lesu. Penyesalan memang selalu datang terlambat.

Dari sudut mata Minhyuk, muncul sebulir air yang sudah siap untuk terjun menelusuri pelipisnya. Ia baru saja meloloskan seseorang yang mengacaukan hidupnya akhir-akhir ini. Ia tidak tahu apakah tindakan ini benar atau tidak.

"Jika begini, saya tidak bisa melaporkan Gikwang, Lee Minhyuk. Bukan berarti memaafkan perilaku buruknya, tapi.. jika permasalahan internal seperti ini tersebar di media, itu akan berdampak buruk untuk citra tim kita. Saya mohon kerjasamamu. Saya akan minta Gikwang memohon maaf padamu."

Lelaki itu mendesah pelan.

Semua demi citra tim.

Bahkan demi citra tim, ia tidak boleh mengabari keluarganya tentang insiden yang menimpanya ini. Sampai kapan ia harus terus mengorbankan dirinya demi menutupi keburukan orang lain?

***

"Jadi, kau sudah tahu tentang.. hubunganku dengannya, sejak lama?" Seunghee mengawali percakapan. Manik bulatnya menatap Seungmi yang tengah menggenggam erat cangkir besar berisi teh hangat buatannya.

Sang adik mengangguk pelan. "Sejak pesta barbekyu di rumah Minhyuk Oppa."

Deg.

Seketika Seunghee merasa menjadi seseorang yang paling bodoh di dunia ini. Sia-sia saja dirinya berusaha keras untuk sembunyi padahal ia sendiri sedang diintip. Sejak lama.

"Mengapa kau merahasiakannya dariku selama ini? Bahkan dari Ibu?" tanya Seungmi tiba-tiba.

Sang kakak tertegun sejenak, lalu menghela napas panjang. "Maafkan aku. Aku hanya menunggu waktu yang tepat-"

"Sampai kapan?" tanya Seungmi sambil berdecak pelan, menimpali jawaban Seunghee yang tidak seperti yang ia harapkan.

Kakaknya diam saja. Seunghee tetaplah Seunghee. Ia masih terus membuat sebuah benteng pertahanan dalam dirinya dan tak membiarkan seorangpun menembusnya, bahkan adik kembarnya sekalipun.

"Setidaknya jangan pikul masalah seorang diri," ucap Seungmi gemas, "Bahkan saat masalahmu didengarkan orang lain saja, itu bisa menjadi separuh solusi untukmu. Ya, aku tidak tahu sesulit apa melakukan hal itu bagimu. Tapi cobalah.. menaruh kepercayaan padaku. Bukankah itu, gunanya saudara?"

Seunghee tertunduk dan meresapi setiap kata dari petuah sang adik.

Saudara.

Baru kali ini ia merasa telah bersalah menutupi masalah pribadinya sendiri. Hal yang selalu ia lakukan seumur hidup.

Seunghee yang sanggup menyembunyikan luka di lututnya ketika ia bermain di taman dan tersandung tanpa ada seorangpun yang tahu. Seseorang yang dapat mengecilkan suara tangisnya hingga nyaris tak bersuara agar tidak ketahuan Ibu dan Seungmi.

Sederhana saja sebenarnya, ia ingin menjadi sosok yang lebih kuat dari Seungmi. Karena ia adalah kakak.

Namun keinginan itu mengakar dan tumbuh menjadi sebuah prinsip hidup yang keliru. Ia tumbuh menjadi seorang gadis yang amat tertutup dan sulit membuka dirinya pada orang lain.

Dan kini, sang adik menamparnya dengan amat keras - bukan oleh telapak tangan seperti yang ia lakukan, melainkan dengan sebuah kata. Saudara.

Hening menguasai obrolan sepasang gadis kembar Oh. Sulit sekali memecahkan dinding kecanggungan yang sudah sejak lama berdiri diantara mereka.

"Baiklah, kuakui. Aku memang pernah menyukai pacarmu," Seungmi tiba-tiba memecah keheningan. "Tapi.. itu sudah lama sekali, beberapa tahun lalu, dan mungkin.. perasaanku tidak sedalam itu. Apa lagi setelah aku - tidak sengaja - tahu tentang hubungan kalian, aku langsung mundur teratur."

Seunghee masih terus tertunduk lesu.

"Tapi percayalah, Sunbae tidak memiliki perasaan yang sama terhadapku. Dia.. melakukan itu.. mungkin karena dia sedang ingat padamu. Mungkin saja ada hal dalam diriku yang mengingatkannya padamu, ya.. meski kita tidak mirip."

Aku hanya pelampiasan, kakak.

Seungmi meraih dan menggenggam kedua tangan Seunghee, membuat sang kakak perlahan mengangkat wajahnya, menatap sang adik tepat di mata sembabnya.

"Kau boleh marah padaku. Aku juga sudah salah telah menerima ajakan Sunbae tanpa mengerti masalah yang tengah terjadi di antara kalian. Tapi.. tolong berikan Sunbae kesempatan. Dia amat menyesal dan terpukul dengan kejadian ini. Dia sangat.. menyukaimu, eonni."

Genggaman dan tatapan mata Seungmi, perasaannya yang campur aduk, dan bahkan rasa kesal bercampur rindu pada Hyunsik yang tiba-tiba membuncah di hatinya, membuat Seunghee kini tidak dapat menyembunyikan air matanya lagi di hadapan sang adik. Sebulir air hangat tiba-tiba mengalir begitu saja dari sebelah mata kanannya, meski bibirnya mencoba menyungging senyum.

Ia menyentuh pipi kiri Seungmi dengan tangan kanannya.

"Maaf telah menamparmu kemarin, Seungmi.. aku sangat menyesal."

Seungmi tersenyum, tangan kirinya menyeka sebulir air mata kakaknya dengan lembut.

Sepasang gadis kembar Oh - tidak biasanya - mengalami suasana yang mengharu biru malam ini. Ya, sedikit menggelikan karena ini akibat dari seorang lelaki yang hadir di kehidupan mereka.

***

Hari demi hari berlalu dengan lama dan membosankan bagi Minhyuk. Seharusnya hari ini ia sedang berlaga di sebuah stadion terbesar Seoul dan bertanding dengan gigih bersama anggota tim kesebelasan lain, mencetak gol unggulan seperti di turnamen sebelumnya, dan melakukan selebrasi menyenangkan di sudut lapangan.

Namun kini ia hanya mampu menonton pertandingan tim kesebelasan dari televisi kamar rawat. Seberapa muak pun ia pada rekan-rekan kerjanya itu, ia masih tetap ingin menonton pertandingan timnya.

Ketidakhadirannya di dalam tim ternyata tidak begitu mencolok di mata publik. Bahkan sang komentator tidak menyebutkan namanya selama pertandingan berlangsung.

Ternyata semudah itu dilupakan orang-orang.

Minhyuk tertawa miris. Ia memang pendatang baru yang belum dikenal banyak pecinta sepak bola. Ia berani bertaruh, masyarakat Korea pasti lebih mengenalnya sebagai mantan pacar Yura Kim daripada pemain sepak bola tim Seoul.

Tok tok tok.

Ia menoleh ke arah pintu. "Masuk."

Pintu terkuak. Ternyata Jungmin, dengan sebuah tas hitam di punggungnya. Kedatangan sang kakak membuatnya bisa menyungging senyum tipis setelah beberapa hari ini konsisten dengan wajahnya yang bertekuk menyedihkan. Masih beruntung Jungmin bersedia nekat datang diam-diam tanpa sepengetahuan Pak Choi yang sedang sibuk di tempat pertandingan.

Jungmin menyimpan tas hitamnya di sofa kecil di samping ranjang dan menghampiri Minhyuk. Berdecak pelan melihat kondisi sang adik yang cukup menyedihkan.

"Bagaimana bisa?"

Minhyuk mengangkat bahu. "Entahlah. Mungkin aku tersandung," jawabnya asal. Menceritakan hal yang sebenarnya pada Jungmin hanya akan memperunyam keadaan, bisa-bisa kakaknya itu mencari dan menghajar Gikwang habis-habisan.

Jungmin menghela napas panjang. Meski sangat tidak puas dengan jawaban sang adik, ia memilih untuk tidak bertanya lebih jauh.

"Kau sudah makan?"

"Sudah. Tapi aku ingin ramyun cup dan kimchi buatan Ibu. Makanan disini tidak enak. Kau membawanya, kan?"

"Ya, aku bawa. Bahkan aku membawa laptop seperti suruhanmu, Tuan Muda." Ledek Jungmin. "Tapi untuk apa?"

Minhyuk tersenyum miring, menatap geli wajah penasaran sang kakak. "Surat resign."

Seketika mata Jungmin membelalak kaget. "Heh, kau serius?"

"Apa aku terlihat sedang bercanda?"

Jungmin menghela napas panjang. Ia duduk di samping Minhyuk sambil mengetuk pelan kayu penyangga kaki Minhyuk. "Semuanya karena ini, bukan?"

"Tidak juga," Minhyuk menggelengkan kepalanya. "ini sudah kupikirkan sejak lama."

"Kau yakin?"

Minhyuk mengangguk cepat. "Aku yakin untuk tidak menyiksa diri lagi di tempat kerja yang tidak bisa kuajak kerjasama."

Tidak ada yang bisa sang kakak lakukan ketika adiknya ini sudah memiliki kehendak. Sejak melihat kedatangan sang adik ke apartemennya tempo hari pun, ia sudah merasa ada yang tidak beres dengan tempat kerja adiknya.

"Membangun karir tidak semudah itu, Minhyuk. Tapi ya," Jungmin mengangkat bahunya, "apa boleh buat. Kau pasti sudah punya rencana lain."

Ya, perjalanan Minhyuk hingga sampai kesini memang tidak mudah. Ia harus berpikir keras untuk memulai segalanya dari nol. Namun, meski kini terlihat tidak ada harapan, ia bertekad untuk terus mencari harapan itu tanpa menyerah.

Minhyuk tersenyum lebar melihat sang kakak bangkit dari ranjang dan mengambil laptop dari tas hitamnya. Dalam hatinya, ia bertekad untuk membalas seluruh kebaikan sang kakak yang sudah bersedia direpotkan setiap saat itu.

***

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Satu semester masa studi sepasang gadis kembar Oh di kota rantau kini diakhiri dengan Ujian Akhir Semester. Tidak ada hari-hari yang santai bagi Seunghee dan Seungmi. Keduanya belajar setiap hari di perpustakaan kampus pun di rumah dan mengurangi beberapa jam jatah tidur normalnya untuk menghadapi setiap mata kuliah yang diujiankan.

Seungmi yang sedang membaca sebuah jurnal dengan dahi berkerut-kerut karena lelah itu terusik oleh sebuah ketukan pintu.

"Masuk,"

Seunghee memunculkan kepalanya dari balik pintu. "Kau masih belajar?"

Sang adik mengangguk. "Ya. kenapa?"

"Tidak apa-apa. Hanya saja, aku ingin makan eskrim. Mungkin kau mau menemani-"

"Ya, aku mau!"

Tidak perlu berpikir lama bagi Seungmi untuk menutup jurnal yang sedang ia baca begitu saja demi menyambut ajakan sang kakak untuk menyantap eskrim.

Sepasang gadis kembar Oh menyantap satu cup besar eskrim berdua di ruang makan.

"Kau sudah selesai belajar?" tanya Seungmi dengan mulut yang penuh krim lembut nan dingin.

Seunghee mengangguk. Sejenak mengusap sedikit krim yang belepotan di sudut bibir adiknya. "Ujianku tinggal satu mata kuliah lagi. Jadi lebih santai."

Seungmi memberenggut. "Ah, enak sekali. Aku masih punya tiga hari jadwal ujian. Ah, lelah sekali. Aku ingin cepat pulang ke Ilsan!"

Obrolan mereka terusik oleh dering ponsel Seunghee, pertanda sebuah panggilan masuk.

Seunghee membulatkan matanya melihat nama sang penelpon terpampang di layar ponselnya. Jempolnya diam saja seolah kebingungan memilih untuk menekan terima atau tolak panggilan.

"Angkat saja," ucap Seungmi santai. Tanpa melihat layar ponsel kakaknya, ia tahu betul yang menelpon pasti Hyunsik.

"Tapi-"

"Kenapa?"

"UAS belum selesai. Kami berjanji untuk-"

"Astaga, Oh Seunghee," Seungmi memutar bola matanya, "Kau ini terlalu kaku! Menelpon Sunbae sekarang tidak akan mengganggu satu ujian matakuliahmu, kan? Ini sudah terlalu lama, Seunghee. Jangan menghindarinya lagi."

Seungmi dengan 'baik hati' menggeser tombol virtual hijau di layar ponsel Seunghee dan membuat sang kakak melotot kaget. Sang adik malah tertawa dan mengibaskan tangannya, mengisyaratkan sang kakak untuk pergi dari ruang makan agar dapat bercengkrama lebih tenang bersama kekasihnya via telpon.

Ia tersenyum senang melihat sang kakak akhirnya menurutinya. Lalu menghela napas panjang melihat ponselnya yang sepi-sepi saja. Ya, beginilah ponsel seorang jomblo.

"Tak apa. Aku sudah cukup puas bisa berkencan denganmu malam ini, eskrim. Aku mencintaimu." ia berbicara pada sesendok eskrim di tangannya sebelum melahapnya sekaligus.

***

"Apa.. aku mengganggumu?"

Hyunsik menunggu jawaban Seunghee dari sebrang sana dengan hati berdebar kencang. Rindu, cemas, dan bahagia menyatu menjadi satu tatkala mendapati panggilan pertamanya langsung diterima oleh Seunghee.

"Oh, tidak. Aku.. sedang santai dan makan eskrim dengan Seungmi. Oppa sendiri, sedang apa?"

Seketika senyum simpul tersungging di bibirnya. Suara berat khas gadisnya itu seketika semakin membangkitkan rasa rindu dalam hatinya.

"Aku sedang istirahat, baru saja menyelesaikan pekerjaan terakhirku," jawabnya.

"Pekerjaan.. terakhir?"

Senyum simpulnya perlahan menghilang. Di genggamnya sebuah amplop yang sedari tadi tergeletak di meja kerjanya. Surat Pengunduran Diri.

"Ya, begitulah." Ia berdeham dan berusaha mengganti topik pembicaraan. "Kau sudah makan?"

"Ya, sudah. Bagaimana denganmu?"

"Aku juga sudah."

Hyunsik mencoba menikmati pembicaraan basa-basi nan lamban itu dengan Seunghee. Seolah mengulur waktu untuk sampai pada topik utama pembicaraan.

Sayangnya, ia tidak pandai berlama-lama dalam basa-basi seperti itu. Akhirnya ia kehabisan topik dan untuk beberapa saat, suasana hening mengisi cengkrama mereka.

Ia dapat merasakan perubahan atmosfer dari interaksi via telpon itu, yang awalnya sedikit hangat perlahan mendingin. Seunghee juga tidak kunjung mengawali pembicaraan.

Ia berdeham sejenak untuk memecah keheningan dan menutupi kegugupan.

"Oh Seunghee, maafkan aku. Tentang kejadian itu.."

Kalimatnya terputus. Lidahnya mendadak kelu seolah kehabisan kata untuk diucap. Bayangan kejadian itu kembali terungkit di ingatannya.

Semakin diingat, semakin merasa berdosalah dirinya.

Hening kembali mencengkram. Disandarkan kepalanya ke punggung kursi yang sedari tadi ia duduki, menunggu jawaban sang gadis yang tak kunjung bersuara dari sebrang sana.

Ia tidak berharap banyak. Ia sudah merasa cukup beruntung bisa mendengarkan suara Seunghee malam ini. Bahkan sudah mengantisipasi kemungkinan buruk yang akan terjadi pada hubungannya.

Jawaban Seunghee masih belum juga terdengar, tapi ia dapat mendengar sayup-sayup suara isak tangis gadisnya itu. Tanpa berujar banyak, ternyata gadis itu sudah mengerti maksudnya.

Dikepalkan tangannya itu dengan keras, menggigit bibir bawahnya hingga rasanya nyaris berdarah, dan memejamkan mata kecilnya. Diluar dugaan, ternyata hatinya yang kaku itu tidak tahan saat mendengarkan suara isak tangis gadisnya. Ingin sekali ia memeluk Seunghee saat itu juga, menghapus air mata yang mengalir di pipinya, dan menenangkannya dengan sebuah kecupan dalam - yang bahkan belum pernah ia lakukan sebelumnya.

"Maafkan aku, Seunghee. Aku sungguh menyesal," lagi-lagi Hyunsik memecah keheningan, berpadu sayup-sayup isakan Seunghee dari sebrang sana.

Akhirnya terdengar suara dehaman Seunghee, yang kini terdengar seperti sepetik melodi yang amat merdu di telinganya. Harap-harap cemas ia menunggu Seunghee yang tampak akan mengawali kembali pembicaraan.

"Aku.. sudah memaafkanmu, Oppa."

Matanya terbuka seketika mendengar suara Seunghee yang gemetaran itu.

Semudah itukah?

"Lagipula, aku juga tidak sempurna. Maaf karena tidak ingin menghubungimu sebelum ujian selesai. Maaf sudah meng-copy lagumu diam-diam. Maaf.."

"Tidak, Seunghee. Kau tidak perlu meminta maaf padaku," potong Hyunsik cepat. "Kau tidak bersalah. Saat itu aku terlalu berlebihan-"

"Ah, baiklah, aku tidak jadi minta maaf kalau begitu."

Ucapan terakhir Seunghee seketika menggelitik hatinya dan membuatnya tertawa kecil. Kebekuan suasana langsung mencair begitu saja karena gurauan sarkas Seunghee - salah satu hal yang juga amat dirindukan Hyunsik.

"Terimakasih sudah memaafkanku, Seungheeku," lirihnya.

Terdengar tawa kecil dari sebrang sana. "Ya."

Kesenangan yang sejenak membuatnya lupa akan segala kegelisahan yang masih menggeluti hatinya. Yang ia pikirkan sekarang hanyalah ingin segera bertemu dengan Oh Seunghee dan berujar dengan tulus, aku merindukanmu.

—TBC—

Melo's Corner:
Cie akur cie 🙈

Sampai ketemu minggu depan!

Continue Reading

You'll Also Like

507K 37.6K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
194K 11.4K 25
[RE-POST] Masih proses repost ya guys, di tunggu saja. FOLLOW DULU SEBELUM BACA Sequel THE BIGGEST SECRET Takdir tak ada yang dapat menebak. Seperti...
2.5K 55 47
- KETIKA CINTA DAN PERSAHABATAN MEREKA DI UJI!! - BUKAN HANYA BERPATOK PADA TOKOH UTAMA TAPI SEMUA TOKOH SAMA!!! 📍 ELBARAN ALVEORO Dan CHELSEA LIAND...