Devil's Fruit - Book 2

By NathanHendrata

127K 3.2K 666

"Kau tau Cambion? Yeah, itulah rasku. Unik namun menjengkelkan memiliki darah jenis tersebut. Dan aku sedang... More

Fruit 1 - Enjoy The Life
Fruit 2 - Show Me
E-book
Fruit 4 - There You Are
Fruit 5 - Don't!
Fruit 6 - Tragic
Fruit 7 - Nu Life (again)
Fruit 8 - Gencar
Fruit 9 - Masih Teringat
Fruit 10 - Gigih
IKLAN
Serius Kangen Dante?
Hint!

Fruit 3 - Who Are You?

3.4K 325 62
By NathanHendrata

Ternyata susah bingit yak utk minta 300 vote ke kalian. 😂 jelek nian fic gw ato gmn yak? 😇
250 aja serasa ngos2an dikejar bencong (kyk pernah ngerasain aja, tong! #plak!)
Gw pgn tau, 250 vote butuh brp minggu nih yg chap ini. 😄

===================

Ketika Andrea bangun keesokan paginya, dia agak heran saat mendapati dirinya sudah terbungkus selimut. Padahal seingat dia, semalam dia tidak menyiapkan selimut sama sekali karena terlalu lelah usai melalukan 'ITU'.

"Sudah bangun, Puteri Tidur?" Sebuah suara membuatnya harus benar-benar membuka mata.

"Shel?" Andrea menyapa sahabat yang membawakan sarapan pagi ke kamarnya. "Ini selimut—"

"Aku yang kasi tadi subuh. Udara dingin gini bisa-bisanya kamu tidur telanjang. Untung bukan Kenzo yang masuk. Ishh~ kamu gimana, sih?" Shelly memanyunkan bibir.

Wanita Cambion itu tersipu malu. Benar juga. Untunglah yang masuk ke kamar adalah Shelly, bukan suami dia. Bisa baper nanti Kenzo kalau lihat Andrea telanjang.

"Kamu baik banget sih beb nganterin makanan ke kamar segala?" Andrea memang patut berujar demikian karena sangat jarang Shelly membawakan sarapan ke kamarnya.

Shelly sudah menuangkan susu hangat ke gelas, siap diminum Andrea. "Memangnya kau bakal mau lekas bangun dan sarapan? Ini sudah siang, Ndre. Kamu itu lumayan susah kalo disuruh makan. Bangun subuh aja makanmu bisa kamu tunda-tunda sampai jam 10. Apalagi kalau kau bangun jam segini?"

"Ya ampun, bebeb gue merepet kayak mpok-mpok naek Matic aja. Hahah!" Sesudahnya, Andrea tak bisa terus tertawa karena mulut sudah disumpal dengan roti lapis buatan Shelly. "Nwooh~ syekawang mayah diswuwapingh! Hwahah!" Ia tetap saja berceloteh sembari kunyah rotinya.

"Terus aja ngoceh biar kesedak, terus aku bakalan ngakak nyukurin," sungut Shelly sambil masukkan bubuk coklat ke susu. Sahabatnya ini sangat suka susu coklat.

"Yakin nih bakalan ngakak nyukurin gue kalo kesedak? Bukannya ntar malah mewek panic?"

"Ahh! Males ah ngomong ama kamu, Ndre!" Shelly tau dia takkan bisa menang berdebat hal apapun dengan Andrea. Maka dari itu dia memilih pergi. "Buruan mandi! Tuh Kenzo udah nunggu di peternakan!"

"Iya, iya, bebeb ayank~" balas Andrea menggoda sahabatnya.

Siang itu Andrea disibukkan akan urusan sapi dan domba. Dia harus mengecek dua jenis hewan peliharaannya itu. Bahkan acara cukur bulu dombanya juga sudah menunggu ada di skedul to-do list minggu ini.

Setelah menangani semua ternaknya, ia pun menaiki kudanya sembari menikmati udara sore yang sejuk untuk berkeliling di bukit.

"Gue jalan-jalan dulu, Zo. Lu jaga rumah ama Shelly, yak! Cuma bentar ampe sunset doang, kok!" pamit Andrea ke Kenzo yang sedang memasukkan domba ke kandangnya.

"Baiklah, Puteri. Hati-hati."

Andrea hanya memberikan lambaian tangan tanpa bicara atau menoleh ke pengawalnya, karena kaki kudanya mulai berderap keluar dari area peternakan.

Sore ini begitu cerah. Andrea bisa memanfaatkan waktu untuk beramah-tamah dengan para tetangga terdekat, saling berinteraksi dan mengobrol singkat agar tercipta suasana akrab.

Tiba-tiba dia kangen akan suasana ramah bertetangga begini. Andai Opa dan Oma tidak meninggal secara tragis, tentu Andrea tak perlu 'melarikan diri' sejauh ini.

Banyak tetangga Andrea yang senang kedatangan ibu muda tersebut. Andrea cepat terkenal di daerah itu. Cantik, pintar, dan supel. Beberapa pemuda setempat bahkan sering terlihat mencari perhatian Andrea, namun Cambion itu tidak menggubris.

Namun, ada 1 pemuda yang terus gigih mendekati Andrea meski tau Andrea punya suami. Pria yang berprinsip : cari celah walau sesempit apapun. Itu karena Andrea tidak juga bisa menunjukkan keberadaan suaminya.

"Andrea!" panggil Jordan, pria gigih itu sambil berkuda mendekat ke Andrea. "Sudah akan pulang?"

Wanita Cambion menoleh ke pria berambut pirang bertubuh atletis berkulit agak kecoklatan karena sering terbakar sinar matahari. "Helo, Jordan. Iya, aku akan kembali ke rumah."

Jordan menjejeri kuda Andrea yang berderap pelan. "Mana Jovano?"

"Sedang ke tempat Kakeknya."

Jordan hanya mengangguk, sok paham, meski belum pernah tau sekalipun wujud ayah Andrea. Jangan, Tuan. Kau bisa mati kaget kalau lihat wujud Zardakh, terlebih dalam wujud aslinya.

Meski Andrea tergolong ramah dan sering membantu penduduk di sana masalah ternak, tapi bagi Jordan, masih banyak sisi misterius dari Andrea yang belum ia ketahui. Bahkan ia masih heran akan adanya Kenzo dan Shelly—sepasang suami-istri yang tinggal bersama Andrea. Bagi Jordan itu janggal.

"Ayo aku antar," ucap Jordan pada akhirnya.

Andrea tak bisa mengelak. Toh cuma diantar pulang saja. Apalagi gelang Malachite yang kata Zardakh bisa merasakan bahaya tidak bereaksi, maka tak ada alasan bagi Andrea untuk menolak.

Jordan sangat menyukai Andrea. Baginya, Nyonya Cambion adalah wanita unik dan menarik. Penampilan Andrea tidak feminine, justru terkesan tomboy meski berprofesi Dokter Hewan.

Yeah, di tempat ini Andrea benar-benar berpenampilan seperti dulu sebelum dia mengetahui dirinya Cambion. T-shirt kasual, jins belel, boot, topi. Sungguh kontras memang dengan wajah ayunya yang amat manis dan imut khas wanita Asia Timur.

Mungkin fetish Jordan adalah wanita Asia Timur.

Sesampai di rumah Andrea, keadaan sudah mulai petang. "Thanks, Jordan. See ya later. Bye!" Andrea sengaja mengucapkan kalimat perpisahan agar Jordan tak perlu mencari kesempatan berbincang lama lagi dengannya.

Jordan tak berkutik. Ia mengangguk dan melesat pulang dengan kudanya.

Shelly memandang Andrea yang menggiring kudanya ke istal. "Cowok itu belum nyerah, yah Ndre?"

"Humm? Ah, iya, belom. Keukeuh dia.

"Kamu nggak terpikat, kan Ndrea?"

"Ishh~ kamu ngomong apaan, sih beb? Ya, enggak lah! Gue kan bini setia." Andrea selesai mengurung kudanya dan berjalan keluar istal diikuti Shelly. "Oh ya, nih ada pie apel ama pastel macaroni dari Nyonya Johnson ama Madam White." Andrea mengangsurkan dua bungkusan ke Shelly.

Sahabatnya menerima dan membawa ke dalam rumah.

Usai makan malam, seperti biasa, Andrea mengunci diri di kamar. Kali ini dia membawa sepotong pie apel, dan memastikan benar-benar mengunci pintu.

Malam ini obrolan ringannya dengan Dante hanyalah seputar anak mereka. Dante juga berpesan agar Andrea berhati-hati di sana. Cuma itu saja sampai selesai. Tidak ada permintaan aneh-aneh Dante seperti kemarin.

Andrea tidak bangun terlambat seperti sebelumnya. Dari pagi dia sudah berkutat di peternakan, lalu ke klinik karena ada warga yang memeriksakan peliharaan mereka.

Menjelang sore dia dipanggil ke peternakan tetangga untuk memberikan vaksin ke beberapa ternak.

Malamnya, dia sudah letih. Dante iba melihat istrinya berjibaku di sana sementara dia hanya bisa duduk, makan dan tidur saja kerjanya.

"Sayank, andai aku bisa ada di sana, aku takkan rela kamu kerja keras begitu."

"Tenang aja, gue ini kuat, kok! Jadi, kerjaan kayak gini sepele, lah!" sombong Andrea tak mau terlihat lemah dan lunglai di hadapan Dante.

"Pastikan kau makan teratur dan juga istirahat teratur, sayank."

"Iya, iya, bawel!"

"Sudah mengantuk?"

"Hu-um."

"Tidurlah. Tapi jangan matikan hologramnya."

"Kok?!" Andrea kerutkan kening. Permintaan aneh apalagi nanti?

"Aku ingin melihat kau tertidur. Aku rindu mengamati kamu tidur, sayank." Dante berikan alasan. "Ayolah, jangan kecewakan aku. Biarkan hologramnya tetap menyala sambil kau tidur."

"Tsk!" Andrea mendecih. "Lu emang suka yang aneh-aneh, yah kalo minta sesuatu."

"Kan aku mintanya ke kamu saja, sayank. Kamu, istriku."

"Haahh! Iya, iyaaa!" Andrea sudah bisa dipastikan kalah kalau Dante pakai kalimat manis seperti tadi.

Andrea letakkan gelangnya di samping tubuh sambil dia mulai pejamkan mata dalam posisi miring menghadap ke gelang, dimana hologram masih menyala dan ada wajah Dante yang tenang mengamati Andrea.

"Selamat tidur, sayank..."

"Humm..."

Lalu, Andrea pun lelap. Meski tadinya dia malu jika tidur dilihat suaminya. Dia kuatir Dante menyaksikan dia mendengkur. Kan itu sungguh tidak ada keren-kerennya!

­­

-0-0-0-0-0-

Kehidupan di kaki gunung sangat menentramkan bagi Andrea. Ia seolah bisa melupakan kenangan pahit kehidupan dia sebelumnya. Di tempat baru ini, dia seperti mendapat hidup baru dengan identitas baru.

Penduduk di situ tak ada yang mempersoalkan Andrea tak memiliki ijazah akademis. Bagi mereka, yang penting prakteknya, bukan teori.

"Puteri, ada dua domba yang belum ditemukan." Kenzo memberitau anak junjungannya mengenai adanya domba yang menghilang ketika Andrea baru saja dari peternakan milik Tuan Chaves untuk membantu kelahiran kuda di sana.

"Astaga, Zo! Kok bisa ilang?" Andrea turun dari kuda. Padahal dia sudah letih, ingin segera merendam tubuh dalam kolam hangat di kamar mandi.

"Maaf, Puteri. Hamba kurang teliti menjaga mereka merumput tadi."

Andrea tak bisa marah. Ia memilih naik lagi ke atas pelana kudanya. "Gue cari satu, elu juga cari satunya. Buruan, mumpung belum gelap!"

Cambion itu lekas memacu kudanya ke hutan dekat situ untuk mencari domba mereka tanpa menunggu sahutan dari Panglimanya.

Hanya butuh lima menit lebih sedikit untuk berhasil mencapai hutan. Sebenarnya Andrea benci berada di hutan ini. Aura hutan itu terasa menyesakkan tak nyaman. Apalagi adanya pohon-pohon menjulang yang menghalau sinar mentari, menambah kesan gelap tak bersahabat.

"Tsk! Domba sialan!" Ia menderap kudanya pelan, berusaha fokus melihat ke segala arah. Kenzo biasanya menggiring domba merumput di dekat hutan, makanya Andrea yakin pasti si domba kabur ke hutan.

Menoleh ke jalan masuk hutan yang sudah agak jauh dari tempatnya berada, Andrea berusaha teguhkan hati dan membuang segala pikiran buruk yang ada di benak mengenai hutan ini.

Ia melirik gelang yang senantiasa tak pernah terlepas dari pergelangan tangan kiri. Benda itu tidak bereaksi. Berarti aman-aman saja. Ia pun turun dari kuda begitu menemukan domba nakal itu terjebak di belukar.

"Dasar kancut deh elu, mba! Bikin susah aja." Andrea mencari dahan pohon agar bisa mengeluarkan domba malang itu dari semak belukar yang membelit tubuhnya. "Lu ngapain kelayapan nyampe sini, woeh?! Binal amat lu, mba!"

Ia terus saja mengoceh bersungut-sungut, berharap belitan pada domba bisa cepat dia urai dan lekas bawa domba keluar dari sana sebelum hari benar-benar gelap.

Tinggal sedikit lagi dia bisa membebaskan dombanya ketika dia mendengar bunyi asing di dekatnya.

Kresskk!

"Heh?!" Andrea berhenti seketika dan melihat sekeliling, berharap itu hanya fatamorgana atau hewan liar lainnya saja. Toh andaikan bertemu beruang Grizzly sekalipun dia tak akan takut. Senyum maut Andrea selalu mumpuni menaklukan hewan.

Bunyi asing di dekatnya mendadak hilang begitu Andrea tegakkan tubuh, mencoba mencari dengan pandangan berkeliling. Benarkah hewan? Yeah, mungkin saja. Ia pun kembali konsentrasi melepas belitan pada ternaknya.

"Dasar wedhus gembel! Nyusahin orang cakep aja lu!" sungutnya pada si domba yang hanya mengembek merdu menyahuti kekesalan tuannya.

Sreekk!

Nah! Nah! Bunyi itu lagi. Andrea jadi tambah sebal. "Bitplis, deh! Kalo emang mo nongol, yah nongol aja, peak!" teriaknya kesal. Ia sudah bersiap jika tak lama lagi muncul beruang Grizzly atau dinosaurus sekalipun, dia siap! Daripada dibuat penasaran begini.

Sreett~

Mata Andrea terpana. Berharap T-Rex yang muncul biar lumayan heboh, ternyata malah manusia?

Manusia? Serius? Di dalam hutan gelap begini?

Andrea miringkan kepala. Benarkah itu manusia? Kenapa... penampilannya sangat berbeda dengan penduduk setempat? Pakaiannya... seperti bangsawan Eropa abad pertengahan. Apa orang itu baru saja keluar dari mesin waktu? Nyasar ke hutan?

Pria di depannya memang jangkung dan tampan. Mukanya sangat aristocrat. Baju abad pertengahan dengan topi tinggi. Rahangnya tegas dengan hiasan cambang tipis, lengkap beserta kumis yang samar-samar terlihat. Mungkin tingginya sama dengan Dante.

Tipe pria Eropa rupawan yang akan bisa membuat para wanita melolong minta dihamili. Ehh, tapi tidak bagi Andrea, yah! Dia masih memegang teguh rasa setia pada suaminya saja.

"Kau... siapa?" Andrea berusaha memakai bahasa inggris formal.

Orang itu diam, namun terus menatap ke Andrea. Wanita itu berfikir apakah pria aneh di hadapannya tidak tau bahasa Inggris?

"Tak bisa bahasa Inggris? Umm... Perancis? Latin? Jangan Rusia, please, aku belum sempat belajar yang itu." Andrea masih pakai bahasa Inggris.

Lelaki jangkung berkulit pucat itu masih saja memandang lekat ke Andrea. Sang Cambion jadi risih dibuatnya. Dia memutar kepala seolah berkata, 'Oh, come on, dude!'.

Akhirnya Andrea sebal. Dia pun berucap dengan bahasa asalnya. "Lu bisa gak sih kagak perlu natap gue kayak gitu? Risih, tauk! Gue tau gue cantik mempesona tralala, tapi gak usah segitunya, peak! Ditanya nama malah kayak orang bisu. Lu bisu apa tuli? Yang mana?"

"Namaku Giorge Schubertt. Pakai bahasa Inggris tak masalah." Akhirnya pria pucat itu pun menyahut. Harus dimaki-maki dulu, Tuan?

"Kau orang mana? Pakaianmu... beda." Andrea menelisik pakaian si pria aneh.

Tiba-tiba pergelangan tangannya bergetar. Ia melirik ke area tersebut. Gelang Malachite-nya berpendar dan bergetar!

Bahaya kah maksudnya?!

Andrea menatap sang pria yang masih berdiri tenang di tempatnya. Gelangnya tak berhenti bergetar. Tidak, ini bukan Dante sedang memanggilnya. Bukan! Zardakh bilang tanda seperti ini akan muncul jika Andrea dalam bahaya.

Cambion itu mundur. Ia sudah lupa apa misinya masuk ke hutan ini. Radar bahaya dari gelangnya sudah bisa dipastikan untuk pria itu, bukan untuk pohon, apalagi domba yang masih ribut mengembik.

Zrupp!

Di sebelah pria yang mengaku bernama Giorge tadi datang pria lain yang tak kalah aneh. Pakaiannya sejenis dengan satunya, namun dia kulit hitam. Matanya memerah nyalang menatap Andrea. Ia menyeringai.

"Kalau kau tak mau, biar aku saja, teman," kata si hitam.

Saat pria hitam itu mendekat ke Andrea, ia sudah yakin mereka memang berbahaya. Karuan saja tangan kanannya dikibaskan ke arah si hitam yang mengakibatkan pria tadi melambung ke belakang karena terpental. "Wow! Apakah kau penyihir, sweetie?" Si hitam bangkit cepat.

Andrea tak mau berlama-lama dengan kedua pria berbahaya tadi. Ia lari mencapai kudanya. Saban pria hitam itu mendekat, Andrea langsung kibaskan tangan kuat-kuat. Buru-buru dia naik ke atas kudanya dan memacu kembali ke rumah.

Sepanjang perjalanan, ia terus menengok ke belakang, berharap pria gila tadi tidak mengejar. Dan nyatanya memang tidak. Andrea patut bersyukur.

Begitu sampai di depan rumah, dia langsung meloncat turun dan berlari kalang-kabut membuat Kenzo kaget.

"Puteri! Ada apa?" Panglima itu menangkap tubuh Andrea yang limbung nyaris jatuh ke lantai. Shelly segera mengambil air putih untuk diberikan ke sahabatnya.

"A-ada dua cowok aneh! Haahh~ haangh~ sompret, gue ampe ketakutan gini, setaann!" Andrea masih sempat-sempatnya mengumpat disela engahan nafas.

"Dua pria?!" Kenzo langsung berdiri, menyerahkan Andrea ke istrinya. Ia memburu ke depan, ke halaman, namun hanya gelap saja yang ada. Ini memang sudah malam. "Aku akan memeriksa."

"Ja-jangan!" seru Andrea mencegah pengawalnya. "Lu... mendingan di sini aja, plis! Haahh~ haahh~ kalo lu pergi en mereka malah dateng, cilaka, tauk!"

"Oh, baiklah, Puteri." Kenzo patuh. Ia mengikat kuda yang tadi dipakai Andrea di halaman karena Andrea enggan Kenzo berlama-lama di istal.

Malamnya pun Andrea susah tidur, meski Kenzo berjanji terus berjaga di sekeliling rumah. Andrea tidur bersama Shelly, sedangkan Kenzo terus bertindak layaknya satpam.

"Ndre, emangnya kayak apa laki-lakinya tadi." Shelly menatap sahabat yang rebah menghadap ke arahnya.

"Besok aja, deh gue ceritain."

===BERSAMBUNG===

Nah loh! Ada Iblis anyar dateng?

250 vote yak biar cepet tau siapa mereka berdua.

=[[ NATHAN ]]=

Continue Reading

You'll Also Like

353K 13.7K 13
UNPUBLISH DAN REVISI. 𝐵𝑎𝑤𝑎 𝑑𝑖𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖, 𝑙𝑎𝑙𝑢 𝑗𝑎𝑡𝑢ℎ𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑘𝑒𝑟𝑎𝑠 𝑘𝑒𝑟𝑎𝑠𝑛𝑦𝑎. -𝑨𝒏𝒊𝒏𝒅𝒊𝒓𝒂 Ini t...
585K 56.6K 27
Ini adalah kisah seorang wanita karir yang hidup selalu serba kecukupan, Veranzha Angelidya. Vera sudah berumur 28 tahun dan belum menikah, Vera buk...
403K 34.1K 27
Apa yang kamu lakukan jika mengulang waktu kembali? Tabitha Veronika Miller sosok gadis yang diberi kesempatan untuk mengulang waktu kembali, kematia...
1.4M 131K 73
NOT BL! (Follow biar tahu cerita author yang lain ok!) Update sesuai mood 🙂 Seorang remaja laki-laki spesial yang berpindah tubuh pada tubuh remaja...