Weddings' Smuggler

By lyanchan

2.9M 174K 4.5K

[Sudah tersedia dalam bentuk buku @gagasmedia] Wanda E. Pangestu, meneliti berbagai pesta pernikahan orang as... More

prolog
satu
dua
tiga
empat
lima
enam
tujuh
delapan
sembilan
sepuluh
dua belas
tiga belas
empat belas
lima belas
enam belas
tujuh belas
delapan belas
sembilan belas
dua puluh
dua puluh satu
dua puluh dua
dua puluh tiga
dua puluh empat
dua puluh lima
epilog
Our Bundle of Joy
Selena's Effect
Selena's Effect - PROLOG
Selena's Effect - Satu
Selena's Effect - Dua
Selena's Effect - Tiga
Selena's Effect - Empat
OPEN ORDER
WEDDINGS' SMUGGLER PO!
Selena's Effect - Lima

sebelas

64.7K 5.6K 149
By lyanchan


"Kalau tidak bisa jemput, tidak apa-apa. Aku bisa pulang sendiri," kata Wanda cepat. Sepertinya Bryant tidak benar-benar ingin menjemputnya.

"Bisa," Bryant berjalan menuju lift setelah memberitahu Tony bahwa dia bisa pulang lebih awal hari ini, "hanya tanya saja."

"Tentu kamu harus. Bisa atau tidak. Sesuai perjanjian kita, kamu akan mengabulkan semua permintaanku." Wanda mulai memancing Bryant agar menjemputnya, ia ingin tahu apakah pria itu bisa memegang omongannya sendiri.

"Permintaan apa?" goda Bryant, ia tahu dengan jelas apa maksud Wanda. Namun ia sungguh ingin menggodanya. Ia bersyukur jika saat ini dirinya dan Wanda sedang tidak berhadapan, jika iya, mereka hanya akan menampilkan ekspresi datar untuk menjaga harga diri masing-masing.

"Aku pulang sendiri saja."

"Jangan," cegah Bryant cepat. "Janji adalah janji."

"Baguslah jika kamu sadar."

***

"Bagaimana rasanya dijemput pulang?" tanya Bryant begitu saja saat Wanda masuk ke dalam mobil dan duduk di sampingnya.

Wanda tampak berpikir lama, lalu menghadap ke arah Bryant. "Ternyata biasa saja. Tidak ada yang special. Kenapa wanita lain suka sekali dijemput pasangannya? Bukannya itu boros waktu berdua? Lebih baik dia pulang sendiri dan tidak merugikan waktu orang lain."

Bryant menghela napas. "Kamu yang terlalu mandiri."

"Begitu? Sepertinya bukan aku yang terlalu mandiri, tapi mereka yang terlalu manja."

"Bukan, kamu yang terlalu mandiri. Seharusnya kamu turunkan sedikit kadar kemandirianmu, lalu tambahkan kadar manja dalam dirimu, itu baru pas," kata Bryant sambil mengemudikan mobil dengan tenang.

"Begitukah? Apa tidak menjijikkan? Apalagi saat mereka berbicara dengan bibir yang maju dan suara yang tinggi." Wanda mengerutkan keningnya lalu bergidik ngeri saat membayangkan apa yang baru saja keluar dari bibirnya mengenai pengertian wanita manja.

"Tidak ada yang memintamu untuk berbicara seperti itu," jawab Bryant acuh sambil mengemudikan mobil dengan satu tangan.

"Kalau begitu, aku harus bagaimana?" tanya Wanda masih dengan posisi yang menghadap ke arah Bryant.

"Lebih mengandalkan orang lain." Bryant menatap Wanda saat mengucapkan kalimat itu, dan mendapati wajah bosan Wanda.

"Merepotkan," keluh Wanda.

"Pria akan jatuh dalam genggamanmu kalau kamu lebih mengandalkan mereka di atas segala hal," ucap Bryant dengan pandangan tetap lurus ke depan.

"Itu yang kamu inginkan?" Senyum mulai terbit di wajah Wanda, membuat Bryant sadar bahwa dirinya sudah kembali terbuka.

Bryant berdeham kemudian menjawab dengan wajah datar, "Tidak."

"Nah, kenapa tidak?" Wanda memukul lengan Bryant. Membuat Bryant mulai tertawa terbahak-bahak, tidak bisa menahannya lagi. Bagaimanapun juga, ketika bersama Wanda, ia tidak bisa menjadi cuek dan pendiam seperti di kantor.

"Tidak saja, tidak perlu penjelasan apa pun," kata Bryant sambil tertawa.

Wanda ikut tertawa, "Kamu hanya tidak ingin menyenangkanku. Dasar brengsek."

***

Michail memukul meja kafe di tengah-tengah keramaian, menarik perhatian beberapa orang asing menuju mereka berdua.

"Apa yang Anda lakukan? Kenapa menggebrak meja? Anda menarik perhatian banyak orang. Bagaimana jika ada yang mengenali Anda sehingga berita kita kembali menguap di internet?" protes Jocelyn dengan bisikan. Ia menatap Michail tajam, mencoba mengintimidasi.

"Pernikahan ini akan berlangsung selamanya, suka atau tidak." Michail lebih memilih mengabaikan Jocelyn yang mulai marah dilihat dari ekspresi wajahnya yang tidak ditutup-tutupi lagi.

"Saya tidak setuju, pernikahan tidak akan pernah berhasil tanpa cinta!"

"Persetan dengan cinta. Pernikahan kita—"

Kalimat Michail dipotong begitu saja oleh Jocelyn. "Pernikahan kontrak," koreksinya cepat sebelum melanjutkan kalimatnya, "pernikahan kontrak ini akan berakhir enam bulan dari sekarang. Karena ini pernikahan sepihak dimulai dari Anda yang menyeret saya sebagai pengantin wanita hari itu, maka saya yang akan menentukan akhirnya. "

"Jangan sampai Anda memohon padaku untuk tidak berpisah."

***

Wanda menggerakkan sepuluh jari tangannya dengan cepat di atas keyboard laptop, mengetik novel selanjutnya. Idenya mengalir lancar karena bayangan mengenai apa yang akan diketiknya sudah terbentuk sempurna dalam otak.

Novel terakhir yang merupakan proyek paling sulit yang ia kerjakan, novel yang menyebabkannya berada pada posisi sekarang, sudah selesai, bahkan sudah pada tahap akhir sebelum dicetak massal. Jika berjalan sesuai dengan jadwal yang ia dapat, maka minggu depan Wanda sudah bisa menandatangani halaman pertama novel di kantor penerbit.

Novel yang entah harus dianggap membawa keuntungan atau kesialan. Untung dalam sisi ia dapat lebih mudah untuk survei karena ada Bryant sebagai lawan main, sial dalam sisi ia harus berakhir pada pernikahan yang memiliki ujung perpisahan.

Wanda menghela napas, memikirkan kembali proses awal ia bertemu Bryant hingga saat ini. Kisah yang berakhir menjadi naskah novel yang direncanakan akan terbit tiga bulan dari sekarang. Wanda tidak pernah menyanggupi keinginan penyunting naskahnya untuk menyelesaikan suatu naskah dalam kurun waktu tiga bulan, karena ia tidak pernah berhasil menyelesaikan naskah dalam waktu sesingkat itu, minimal naskahnya selesai dalam waktu enam bulan. Tapi kali ini pengecualian.

Tapi setelah melewati pertimbangan lebih lanjut bahwa kisah ini sudah pernah ia jalani dan hanya tinggal diubah beberapa bagian dan dibuat lebih dramatis serta romantis, Wanda menyanggupinya. Bagaimanapun juga, kontraknya dan Bryant mungkin akan selesai juga dalam waktu tiga bulan ke depan, saat yang pas untuk menyelesaikan semua hal.

Menyelesaikan semua hal yang berkaitan dengan Bryant, lalu hidup bebas tanpa bayang-bayang pria itu. Memulai hidup kembali seperti semula, tanpa Bryant, tanpa si Michail yang memiliki sikap Bryant namun lebih konsisten.

Wanda kembali memusatkan konsentrasinya pada kalimat terakhir naskahnya. Apa kalimat selanjutnya yang harus ia tambahkan? Bagaimana jika kejadian itu terjadi pada dirinya sendiri? Apa yang akan ia jawab?

Apakah ia akan menjawab bahwa ia tidak akan pernah memohon pada Bryant agar mereka tidak berpisah nantinya? Dan berkata bahwa itu hanya ada dalam mimpi Bryant? Apakah pada saat itu, ia akan jatuh cinta pada Bryant tanpa ia sadari? Bahkan merasa kosong dan kehilangan saat ia sudah kembali pada kehidupannya semula?

Wanda menutup kelopak matanya erat-erat, mencoba menghilangkan imajinasinya itu. Bagaimana bisa ia menyangkut pautkan kelanjutan novelnya dengan hidupnya sendiri? Ia tidak boleh mencampur-adukkan semuanya. Tidak boleh!

Kisahnya dan Bryant berbeda dengan kisah Michail dan Jocelyn.

Bryant akan melepaskannya dengan suka rela, begitu juga dengan dirinya. Ia akan kembali pada apartemennya yang nyaman lalu kembali menuangkan segala imajinasi gilanya ke dalam novel.

Wanda membaca ulang dari bagian awal novel. Ia mendapati karakter Michail cukup berbeda dengan Bryant. Michail tegas, pemaksa, dan konsisten, sedangkan Bryant tidak. Tapi tidak apa-apalah, Bryant yang sikapnya sering berubah-ubah itu harus sedikit-banyak direvisi dalam diri Michail agar lebih pemaksa dan tidak manusiawi, sehingga pria seperti itu akan menangis darah ketika diberikan akhir tragis bersama Jocelyn, yaitu perpisahan.

Jujur saja, Wanda adalah penulis dengan seribu satu kisah penutup yang indah. Dia selalu menuliskan kalimat happily ever after, pada setiap akhir novelnya. Namun, sesuai dengan kisahnya dan Bryant yang tetap akan berakhir, ia memutuskan untuk membuat novelnya kali ini menjadi novel dengan akhir sedih. Sekali-kali berbeda tidak apa-apa.

Wanda baru saja ingin melanjutkan naskahnya ketika pintu kamar terbuka, menampilkan Bryant dengan setelan kerja lengkapnya minus jas. Wanda menutup layar laptop setelah menyimpan dokumen lalu berjalan menghampiri Bryant. "Hai," sapanya.

"Hai, Suamiku," koreksi Bryant.

Sejak sore itu, setelah dirinya dan Bryant tertawa lepas untuk pertama kalinya. Bryant kerap memanggil Wanda dengan panggilan istriku dan berakhir memaksa Wanda ikut memanggilnya dengan panggilan suamiku.

Dasar aneh dan banyak maunya. Bagaimana bisa karakter Bryant menjadi Michail dalam novelnya? Ia bisa diprotes habis-habisan karena dianggap tidak kompeten dalam mengembangkan karakter.

"Iya. Hai, Suamiku," ulang Wanda sambil menatap Bryant malas.

Bryant mengecup pipi Wanda sebelum memeluknya erat, "Hai, Istriku."

"Hei, hei! Kenapa memelukku? Kamu tersambar petir di luar sana, ya?" Wanda menepuk punggung Bryant yang hanya mengenakan kemeja dan malah mendapatkan sensasi hangat menjurus panas dari punggung Bryant, "Hei."

"Sudah kubilang, panggil aku Nathan atau suamiku, kamu pilih yang mana? Aku tidak suka dipanggil hei, hei, hei!"

Baru Wanda sadari, suara Bryant sedikit berbeda. Suaranya terdengar seperti suara orang sakit karena sengau. "Kamu sakit?"

"Tidak. Hanya lelah dan butuh istirahat sebentar."

Wanda segera membantu Bryant berbaring di atas kasur sebelum melepas sandal rumah pria itu. Wanda juga memegang keningnya dan Bryant secara bergantian untuk mendapati perbedaan suhu tubuh mereka. "Kamu demam," keluh Wanda. Ia segera berjalan menuju walk in closet untuk membawa baju tidur Bryant.

"Ganti baju dulu supaya lebih enak tidur." Wanda menyerahkannya pada Bryant sambil membantu Bryant duduk.

Bryant tidak memedulikan Wanda yang masih berdiri di depannya. Ia mulai melepas kemeja yang langsung diganti dengan piyama tidur. Begitu juga celana yang dilepasnya di depan Wanda membuat Wanda menjerit protes. "Kamu gak malu ganti baju di depanku seperti ini?"

"Kamu hanya perlu memutar badan untuk tidak melihat, tapi nyatanya kamu tetap lihat. Jadi, jangan banyak protes."

Wanda memicingkan matanya. "Apa obat yang biasa kamu minum? Akan kuambilkan"

"Aku tidak tahu, karena aku tidak pernah demam." Bryant langsung membaringkan tubuhnya di atas kasur dan menyelimuti dirinya sendiri. "Aku hanya perlu tidur, sini temani aku."

"Aku akan tidur nanti." Wanda mengucapkan yang sesungguhnya. Ia harus memastikan panas Bryant turun dulu sebelum ia tidur. Ia tidak mau memiliki kemungkinan Bryant meninggal karena demam saat ia tidur di samping suaminya ini. Ia belum siap jadi tersangka.

"Aku akan tidur setelah kamu ada di dalam pelukanku."

"Kamu mesum di saat yang tidak tepat," jawab Wanda kesal. Ia meraih pakaian kerja Bryant lalu dibawanya menuju keranjang di kamar mandi dan malah beralih membawa baskom dan handuk kecil untuk mengompres kening Bryant.

"Lebih baik kita tidur, daripada kamu mengompresku segala," kata Bryant setelah melihat apa yang dibawa Wanda. "Aku akan sembuh setelah tidur cukup."

Wanda tidak berkata apa-apa. Ia menepikan laptopnya ke atas nakas, lalu memeras handuk basah ke dalam baskom yang ia letakkan di atas lantai sebelum naik ke atas kasur dan berbaring di samping Bryant.

"Tidak kusangka aku mendapatkan keduanya," kata Bryant takjub. Ia menatap Wanda dengan mata yang hanya terbuka sedikit.

"Ini karena kamu mendapatkan istri yang hebat," jawab Wanda asal. Ia menempelkan handuk itu pada kening Bryant tanpa melepaskan telapak tangannya, takut handuk itu terjatuh karena saat ini Bryant memutar tubuhnya menyamping untuk meraih Wanda ke dalam pelukan. Bahkan saat ini mereka sedang berbagi selimut yang sama.

"Iya, istriku hebat sekali. Apa setelah kita berpisah nanti, aku tetap bisa dapatkan yang sehebat kamu?" Bryant menanyakan hal itu dengan mata tertutup, seperti tidak menantikan jawaban Wanda. Bryant tertidur, meninggalkan Wanda dengan mata yang memerah menahan tangis, dan hidung yang pedas menahan isakan.

Mengapa pertanyaan Bryant yang akan terdengar seperti godaan saat pria itu sadar, saat ini malah terdengar seperti permohonan agar mereka tidak berpisah nantinya?

Continue Reading

You'll Also Like

2.3M 19.4K 43
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
92.7K 4.5K 24
•Total 23 chapters, termasuk extra parts. ⚠ Terdapat beberapa kata kasar Sejak awal laki-laki dengan iris abu-abu itu mampu menarik perhatianku hingg...
16.5K 1.5K 15
Sebagai manusia yang terlahir kembali sebagai ular berbisa, semua aspek kehidupan Yin Xiaoxiao indah kecuali dalam hal makanan. Saat ular perak berte...
1.1M 16.2K 36
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...